Teknik Pengecoran Logam Perancangan Dan Pembuatan Worm Screw Untuk Pabrik Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Olahan 10 Ton Tbs/Jam Dengan Proses Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir

(1)

TUGAS SARJANA

TEKNIK PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW

UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT

DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM

DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN

CETAKAN PASIR

OLEH :

HENDRA WIJAYA KABAN NIM : 040421029

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Perekonomian Indonesia minyak kelapa sawit mempunyai peranan sebagai primadona ekspor non migas. Adanya keinginan pemerintah kearah agro industri yang merupakan salah satu cabang industri yang punya prospek cerah dimasa mendatang. Hal ini didukung oleh adanya sumber daya manusia serta tersedianya peluang pasar yang cukup besar, baik didalam maupun diluar negeri.Melihat prospek yang menjanjikan diatas ditambah dengan luasnya areal kebun kelapa sawit di Indonesia maka banyak dibuka perkebunan kelapa sawit yang juga diikuti dengan banyaknya berdiri industri pengolahan kelapa sawit.Dengan banyak berdirinya industri tadi memaksa kepada setiap para insan yang berkecimpung dalam bidang teknologi (engineering) untuk dapat memanfaatkan ilmunya dalam pengoperasian dan pembuatan alat-alat industri pengolahan tersebut. Pertumbuhan industri manufaktur dan pengecoran logam saat ini telah meningkat dalam memenuhi permintaan pasar untuk peralatan dan perlengkapan pabrik kelapa sawit seiring dengan meningkatnya konversi hutan di Sumatra dan Kalimantan menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing maka perlu diadakan telaah perencanaan proses pengecoran logam khususnya dalam pembuatan komponen pabrik kelapa sawit, dalam hal ini membahas mengenai perencanaan dan proses pembuatan worm screw yang digunakan pada sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olahan 10 ton TBS/jam. Proses pembuatan dari hasil perencanaan dilakukan dengan teknik pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir yang relatif mudah dan ekonomis.Dengan mempertimbangkan hal diatas maka diperlukan adanya kerja sama antara pihak akademis dengan pihak pengusaha misalnya memberikan kesempatan melaksanakan kerja praktek, survey studi dan penerimaan tenaga kerja. Kerja sama seperti ini menguntungkan bagi kedua pihak. Bagi mahasiswa dengan terjun langsung kelapangan akan membuka pikiran dan wawasan terhadap proses kerja secara langsung dengan melihat dan mengamati serta melakukan perbandingan antara teori dengan praktek kerja. Sedangkan bagi perusahaan yang menerima kesempatan bagi mahasiswa untuk survey, akan memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan menerima hasil penelitian mahasiswa tersebut berupa saran-saran ilmiah guna meningkatkan mutu dan kualitas produk. Untuk keperluan tugas akhir ini, penulis melakukan survey dengan mengamati secara langsung proses pembutan worm screw di perusahaan pengecoran PT. BAJA PERTIWI INDUSTRI. Perusahaan ini banyak menerima pesanan-pesanan dari perusahaan perkebunan untuk membuat komponen-komponen mesin perkebunan (kalapa sawit) seperti roda lori, screw press, sprocket, pin, drum, digester arm, hydro cyclone dan ekspeler arm. Namun untuk melengkapi wawasan penulis mengenai cara kerja worm screw penulis juga melakukan survey studi di PTPN NUSANTARA IV PASIR MANDOGE ASAHAN.


(3)

iii DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SIMBOL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan Perencanaan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Metode Penulisan ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pendahuluan ... 6

2.1.1 Worm Screw ... 6

2.1.2 Screw Konveyor ... 7

2.1.3 Baja Cor ... 8

2.1.4 Baja Paduan ... 8

2.2 Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor ... 10

2.2.1 Struktur coran baja ... 10


(4)

iv

2.3 Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor Khusus ... 11

2.3.1 Baja cor paduan rendah ... 12

2.3.2 Baja cor tahan karat ... 14

2.3.3 Struktur dan sifat-sifat dari baja cor tahan panas ... 16

2.3.4 Struktur dan sifat-sifat dari baja cor mangan tinggi ... 16

2.4 Dapur Induksi ... 17

2.5 Bentuk dan Ukuran Coran ... 19

2.5.1 Bentuk standar dan ukuran coran ... 20

2.6 Pengecoran dengan Cetakan Pasir ... 20

2.6.1 Syarat bagi pasir cetak ... 21

2.6.2 Macam-macam pasir cetak ... 23

2.6.3 Susunan pasir cetak ... 25

2.7 Pola ... 25

2.7.1 Macam-macam Pola ... 27

2.7.2 Penentuan penambahan pemisahan ... 30

2.7.3 Bahan-bahan untuk pola ... 31

2.7.4 Perencanaan pola ... 32

2.7.5 Inti dan telapak inti ... 33

2.7.6 Macam dari telapak inti ... 34

2.8 Rencana pengecoran ... 35

2.8.1 Istilah-istilah dan fungsi dari sistem saluran ... 36

2.8.2 Bentuk dan bagian-bagian sistem saluran ... 36

2.8.3 Penambah ... 39


(5)

v

2.10 Pengujian dalam Pengecoran ... 42

2.10.1 Pengukuran temperatur ... 42

2.10.2 Pengujian terak ... 43

BAB III PERENCANAAN WORM SCREW ... 44

3.1 Worm Screw ... 44

3.2 Perhitungan Kapasitas Olahan ... 44

3.3 Perancangan Ulir ... 47

3.4 Perancangan Poros Penghubung dan Pasak ... 54

BAB IV PERENCANAAN CETAKAN ... 58

4.1 Pemilihan Pola ... 58

4.1.1 Bahan pola ... 58

4.1.2 Jenis pola ... 59

4.1.3 Bahan tambahan ... 59

4.2 Penentuan Tambahan Penyusutan ... 59

4.3 Ukuran Pola ... 60

4.4 Sistem Saluran ... 69

4.4.1 Saluran turun ... 69

4.4.2 Cawan tuang ... 75

4.4.3 Sistem pengalir ... 76

4.4.4 Saluran masuk ... 77

4.4.5 Saluran penambah ... 78

4.4.5.1 Ukuran penambah ... 80

4.5 Pembuatan Inti ... 82


(6)

vi

4.7 Waktu Tuang ... 84

4.8 Pembuatan Cetakan Pasir ... 85

BAB V PELEBURAN DAN PENUANGAN ... 88

5.1 Peleburan Logam Coran ... 88

5.2 Bahan Baku ... 89

5.2.1 Bahan worm screw ... 90

5.2.2 Komposisi metal cair ... 91

5.2.3 Komposisi worm screw yang diinginkan ... 91

5.3 Penuangan Cairan Logam ... 93

5.4 Penyelesaian Hasil Cetakan ... 93

KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

Kesimpulan ... 95

Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Worm screw ... 6

Gambar 2.2 Pengaruh kandungan karbon dan perlakuan panas pada sifat-sifat mekanik ... 12

Gambar 2.3 Data dari pengujian tarik panas dari baja cor karbon dinormalkan ... 13

Gambar 2.4 Kadar karbon dan kekerasan maksimum baja setelah dicelup dingin ... 14

Gambar 2.5 Tanur induksi jenis kruss ... 19

Gambar 2.6 Pola setengah ... 27

Gambar 2.7 Pola belah ... 28

Gambar 2.8 Pola belahan banyak ... 28

Gambar 2.9 Pola tunggal ... 29

Gambar 2.10 Pola pelat pasangan ... 29

Gambar 2.11 Pola pelat kup dan drag ... 30

Gambar 2.12 Telapak inti bertumpu dua mendatar ... 34

Gambar 2.13 Tapak inti beralas tegak ... 34

Gambar 2.14 Telapak inti tegak bertumpu dua ... 35

Gambar 2.15 Telapak inti untuk penghalang (sebagian) ... 35

Gambar 2.16 Istilah-istilah sistem pengisian ... 36

Gambar 2.17 Ukuran cawan tuang ... 37


(8)

viii

Gambar 2.19 Sistem saluran masuk ... 39

Gambar 2.20 Penambah samping dan penambah atas ... 40

Gambar 2.21 Temperatur penuangan yang disarankan ... 41

Gambar 3.1 Worm screw ... 44

Gambar 3.2 Gambar bentuk worm screw ... 48

Gambar 3.3 Detail dari ulir berpuncak ... 48

Gambar 3.4 Ukuran pasak dan alur pasak ... 56

Gambar 4.1 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja ... 59

Gambar 4.2 Ukuran Worm screw yang direncanakan ... 60

Gambar 4.3 Pembagian poros untuk perhitungan ukuran pola ... 60

Gambar 4.4 Ukuran worm screw untuk pola kup ... 68

Gambar 4.5 Ukuran worm screw untuk drag ... 68

Gambar 4.6 Ukuran pola worm screw ... 69

Gambar 4.7 Pembagian daun untuk perhitungan daun ... 71

Gambar 4.8 Saluran turun ... 74

Gambar 4.9 Ukuran cawan tuang ... 75

Gambar 4.10 Sistem pengalir ... 76

Gambar 4.11 Saluran masuk ... 77

Gambar 4.12 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (JP) ... 79

Gambar 4.13 Kurva pellini ... 80

Gambar 4.14 Bentuk inti ... 83

Gambar 4.15 Bentuk pemberat ... 84


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Ketebalan dinding minimum dari pengecoran pasir ... 21

Tabel 2.2 Temperatur penuangan untuk berbagai coran ... 23

Tabel 2.3 Tambahan penyusutan yang disarankan ... 30

Tabel 3.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinisi dingin untuk poros ... 54

Tabel 3.2 Harga kt ... 55

Tabel 3.3 Ukuran-ukuran utama pasak ... 57

Tabel 4.1 Karakteristik kayu jelutung ... 58

Tabel 4.2 Contoh dari ukuran dari saluran turun, pengalir dan saluran masuk untuk coran besi cor ... 74

Tabel 5.1 Komposisi bahan balok baja ... 89

Tabel 5.2 Komposisi baja sekrap ... 90

Tabel 5.3 Komposisi baja cor S30C ... 90

Tabel 5.4 Komposisi metal cair ... 91


(10)

x

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

ρ Massa jenis air kg/mm3

g Kecepatan gravitasi m/s2

Di Diameter pitch mm

W Berat kg

α Sudut kemiringan ulir 0

μc Koefisien gesek pada kollar -

P Tekanan N/m2

μ Koefisien gesek ulir -

Sl Tegangan geser kg/m2

T Torsi kg mm

d Diameter worm screw mm

σb Tegangan tarik bahan kg/mm2

Sf1 Faktor keamanan yang

bergantung pada jenis bahan - Sf2 Faktor keamanan yang

bergantung pada jenis bahan mm

σt Kekuatan tarik bahan kg/mm2

g Grafitasi bumi m/s2

m Massa kg


(11)

xi

v Volume m3

dp Diameter penambah mm

γ Berat jenis baja tahan karat kg/m3

Ast Luas saluran turun mm2

dst Diameter saluran turun mm

hst tinggi saluran turun mm

Asm Luas saluran masuk mm2

dsm Diameter saluran masuk mm

nsm Jumlah saluran masuk buah

Ap Luas pengalir mm

A Potongan pengalir mm

P Panjang coran mm

l Lebar coran mm

Tc Tebal coran mm

JP Jarak pengisian mm

np Jumlah penambah buah

hp Tinggi penambah mm

Lp Panjang pola untuk poros mm

Dp Diameter pola untuk poros mm

L Panjang poros yang dirancang mm

D Diameter poros yang dirancang mm

Tp Tinggi pola mm

lp Lebar pola untuk daun mm


(12)

xii

Ja-b Jarak antar daun yang berdekatan mm

t Tinggi daun yang dirancang mm

l Lebar daun yang dirancang mm

lpa Lebar pola daun awal mm

lpb Lebar pola daun akhir mm

la Lebar daun awal yang berdekatan yang dirancang mm

lb Lebar daun akhir yang berdekatan yang dirancang mm

Tpd Tambahan untuk permukaan drag mm

TPk Tambahan untuk permukaan kup mm

TPm Tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar mm TPs Tambahan penyusutan yang disarankan mm

PT Panjang total poros mm

DT Diameter total poros mm

Pk Panjang poros untuk kup mm

Pd Panjang poros untuk drag mm

Dk Diameter poros untuk kup mm


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Tabel Konversi Satuan ... 101

Lampiran 2 Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros ... 102

Lampiran 3 Jenis-jenis Sistem Saluran dalam Pengecoran Logam ... 103

Lampiran 4 Sifat-sifat yang diminta dan bahan untuk coran ... 104

Lampiran 5 Penggunaan Bahan Coran ... 105

Lampiran 6 Aliran Proses pada Pengecoran Logam ... 106

Lampiran 7 Gambar Screw Press dan Bagian-bagiannya ... 107


(14)

ABSTRAK

Perekonomian Indonesia minyak kelapa sawit mempunyai peranan sebagai primadona ekspor non migas. Adanya keinginan pemerintah kearah agro industri yang merupakan salah satu cabang industri yang punya prospek cerah dimasa mendatang. Hal ini didukung oleh adanya sumber daya manusia serta tersedianya peluang pasar yang cukup besar, baik didalam maupun diluar negeri.Melihat prospek yang menjanjikan diatas ditambah dengan luasnya areal kebun kelapa sawit di Indonesia maka banyak dibuka perkebunan kelapa sawit yang juga diikuti dengan banyaknya berdiri industri pengolahan kelapa sawit.Dengan banyak berdirinya industri tadi memaksa kepada setiap para insan yang berkecimpung dalam bidang teknologi (engineering) untuk dapat memanfaatkan ilmunya dalam pengoperasian dan pembuatan alat-alat industri pengolahan tersebut. Pertumbuhan industri manufaktur dan pengecoran logam saat ini telah meningkat dalam memenuhi permintaan pasar untuk peralatan dan perlengkapan pabrik kelapa sawit seiring dengan meningkatnya konversi hutan di Sumatra dan Kalimantan menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.Untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing maka perlu diadakan telaah perencanaan proses pengecoran logam khususnya dalam pembuatan komponen pabrik kelapa sawit, dalam hal ini membahas mengenai perencanaan dan proses pembuatan worm screw yang digunakan pada sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olahan 10 ton TBS/jam. Proses pembuatan dari hasil perencanaan dilakukan dengan teknik pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir yang relatif mudah dan ekonomis.Dengan mempertimbangkan hal diatas maka diperlukan adanya kerja sama antara pihak akademis dengan pihak pengusaha misalnya memberikan kesempatan melaksanakan kerja praktek, survey studi dan penerimaan tenaga kerja. Kerja sama seperti ini menguntungkan bagi kedua pihak. Bagi mahasiswa dengan terjun langsung kelapangan akan membuka pikiran dan wawasan terhadap proses kerja secara langsung dengan melihat dan mengamati serta melakukan perbandingan antara teori dengan praktek kerja. Sedangkan bagi perusahaan yang menerima kesempatan bagi mahasiswa untuk survey, akan memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan menerima hasil penelitian mahasiswa tersebut berupa saran-saran ilmiah guna meningkatkan mutu dan kualitas produk. Untuk keperluan tugas akhir ini, penulis melakukan survey dengan mengamati secara langsung proses pembutan worm screw di perusahaan pengecoran PT. BAJA PERTIWI INDUSTRI. Perusahaan ini banyak menerima pesanan-pesanan dari perusahaan perkebunan untuk membuat komponen-komponen mesin perkebunan (kalapa sawit) seperti roda lori, screw press, sprocket, pin, drum, digester arm, hydro cyclone dan ekspeler arm. Namun untuk melengkapi wawasan penulis mengenai cara kerja worm screw penulis juga melakukan survey studi di PTPN NUSANTARA IV PASIR MANDOGE ASAHAN.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perekonomian Indonesia minyak kelapa sawit mempunyai peranan

sebagai primadona ekspor non migas. Adanya keinginan pemerintah kearah agro

industri yang merupakan salah satu cabang industri yang punya prospek cerah

dimasa mendatang. Hal ini didukung oleh adanya sumber daya manusia serta

tersedianya peluang pasar yang cukup besar, baik didalam maupun diluar negeri.

Melihat prospek yang menjanjikan diatas ditambah dengan luasnya areal

kebun kelapa sawit di Indonesia maka banyak dibuka perkebunan kelapa sawit

yang juga diikuti dengan banyaknya berdiri industri pengolahan kelapa sawit.

Dengan banyak berdirinya industri tadi memaksa kepada setiap para insan

yang berkecimpung dalam bidang teknologi (engineering) untuk dapat

memanfaatkan ilmunya dalam pengoperasian dan pembuatan alat-alat industri

pengolahan tersebut.

Pertumbuhan industri manufaktur dan pengecoran logam saat ini telah

meningkat dalam memenuhi permintaan pasar untuk peralatan dan perlengkapan

pabrik kelapa sawit seiring dengan meningkatnya konversi hutan di Sumatra dan

Kalimantan menjadi perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing maka perlu diadakan

telaah perencanaan proses pengecoran logam khususnya dalam pembuatan

komponen pabrik kelapa sawit, dalam hal ini membahas mengenai perencanaan


(16)

sawit dengan kapasitas olahan 10 ton TBS/jam. Proses pembuatan dari hasil

perencanaan dilakukan dengan teknik pengecoran logam dengan menggunakan

cetakan pasir yang relatif mudah dan ekonomis.

Dengan mempertimbangkan hal diatas maka diperlukan adanya kerja sama

antara pihak akademis dengan pihak pengusaha misalnya memberikan

kesempatan melaksanakan kerja praktek, survey studi dan penerimaan tenaga

kerja. Kerja sama seperti ini menguntungkan bagi kedua pihak. Bagi mahasiswa

dengan terjun langsung kelapangan akan membuka pikiran dan wawasan terhadap

proses kerja secara langsung dengan melihat dan mengamati serta melakukan

perbandingan antara teori dengan praktek kerja. Sedangkan bagi perusahaan yang

menerima kesempatan bagi mahasiswa untuk survey, akan memberikan

keuntungan bagi perusahaan dengan menerima hasil penelitian mahasiswa

tersebut berupa saran-saran ilmiah guna meningkatkan mutu dan kualitas produk.

Untuk keperluan tugas akhir ini, penulis melakukan survey dengan

mengamati secara langsung proses pembutan worm screw di perusahaan

pengecoran PT. BAJA PERTIWI INDUSTRI. Perusahaan ini banyak menerima

pesanan-pesanan dari perusahaan perkebunan untuk membuat

komponen-komponen mesin perkebunan (kalapa sawit) seperti roda lori, screw press,

sprocket, pin, drum, digester arm, hydro cyclone dan ekspeler arm. Namun untuk

melengkapi wawasan penulis mengenai cara kerja worm screw penulis juga

melakukan survey studi di PTPN NUSANTARA IV PASIR MANDOGE


(17)

1.2 Maksud dan Tujuan Perencanaan

Maksud dari perencanaan ini adalah mengamati secara langsung mengenai

teknik pengecoran logam dalam hal ini proses produksi worm screw. Dengan melihat secara langsung proses produksi tersebut, mahasiswa dapat

membandingkannya dengan teori yang diperoleh di bangku kuliah maupun

praktek dilaboratorium foundry dalam skala kecil.

Tujuan dari perencanaan ini adalah mahasiswa dapat merencanakan

cetakan, mulai dari pemilihan jenis cetakan, pemilihan bahan baku, merencanakan

dimensi pola, merencanakan sistem saluran untuk pengecoran screw press agar diperoleh hasil yang sebaik mungkin serta mampu memahami hasil yang

diperoleh apakah telah sesuai dengan yang direncanakan, sehingga diharapkan

dapat membuka cakrawala berpikir mahasiswa dan mengasah kemampuan untuk

memahaminya.

1.3 Batasan Masalah

Karena luasnya persoalan yang menyangkut masalah pengecoran maka

pengecoran dalam perencanaan tugas sarjana ini dibatasi yaitu pemilihan bahan

baku yang sesuai, pembuatan pola, perencanaan sistem saluran serta peleburan

dan penuangan. Dengan adanya pembatasan ini diharapkan akan mencakup

hal-hal pokok mengenai perencanaan sebuah cetakan.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini


(18)

1. Survey Studi ke Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada industri pengecoran logam dalam hal ini

yang disurvey yaitu PT. Baja Pertiwi Industri dan juga diadakan

peninjauan pada Pabrik Kelapa Sawit untuk mendapatkan data-data

mengenai worm screw yang akan direncanakan dalam hal ini adalah PTPN IV PASIR MANDOGE ASAHAN.

2. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan

yang berhubungan dengan hal yang dibahas.

3. Diskusi

Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing dan tukar pikiran dengan

mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.

1.5 Sistemtika Penulisan

Adapun sistematika penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :

1. BAB I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang, maksud dan tujuan perencanaan, batasan

masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan tentang teori-teori yang mendasari perencanaan


(19)

3. BAB III Perencanaan Worm Screw

Bab ini menguraikan tentang perencanaan worm screw yang meliputi gambaran umum worm screw, perhitungan, ukuran worm screw, pemilihan bahan.

4. BAB IV Perencanaan Cetakan

Bab ini berisikan tentang perencanaan cetakan mulai dari pembuatan pola

hingga proses penyelesaian akhir.

5. BAB V Peleburan dan Penuangan

Bab ini berisikan tentang proses peleburan logam didalam tanur hingga


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan 2.1.1 Worm screw

Worm screw adalah salah satu peralatan yang terdapat pada pabrik kelapa sawit. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press).

Pada mesin, fungsi dari pada worm screw untuk memindahkan sekaligus

mengepres buah sawit sehingga ampas terpisah dari cairan baik itu berupa air

maupun minyak. Worm screw terdiri dari dua unit, yang mana masing-masing unit memiliki ulir yang berlawanan dan arah putar yang berlawanan. Jarak ulir yang

satu dengan yang lainnya tidak sama, dimana jarak ulir yang satu dengan yang

lain semakin mengecil. Berikut ini adalah gambar dari worm screw.

Gambar 2.1 Worm Screw

Dalam proses pengecoran worm screw menggunakan cetakan pasir, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu ; pemilihan material, pembuatan pola


(21)

pisau, sistem rencana pengecoran (saluran turun, cawan tuang, pengalir, saluran

masuk, dan penambah), pasir cetak, peleburan, penuangan, dan pengujian.

Worm screw yang digunakan terbuat dari baja bahan cor, yaitu baja paduan. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya.

Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan

kekerasan dan kekutan baja. Kandungan karbon didalam baja sekitar 0,1-0,7%,

sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang bercampur

didalam lapisan baja untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas atau

menghasilkan sifat-sifat khusus. Baja merupakan logam yang paling banyak

digunakan keteknikan seperti pembentukan pelat, lembaran, pipa, batang, profil

dan lain sebagainya.

Unsur karbon adalah unsur campuran yang sangat penting dalam

pembentukan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang

amat besar terhadap sifatnya. Tujuan penambahan unsur campuran lain kedalam

baja adalah untuk mengubah pengaruh unsur karbon. Apabila dibandingkan

dengan kandungan karbonnya maka dibutuhkan sejumlah besar unsur campuran

lain untuk menghasilkan sifat yang dikehendaki pada baja. Unsur-unsur campuran

itu yaitu silikon (Si), mangan (Mn), chrom (Cr), molibden, dan nikel (N).

2.1.2 Screw Konfeyor

Screw konfeyor adalah merupakan salah satu perlengkapan produksi pada suatu pabrik kelapa sawit. Alat ini memiliki ulir dan arah putaran searah jarum

jam. Dimana masing-masing ulir antara satu dengan yang lainnya mempunyai


(22)

ampas kelapa sawit. Dari segi fisiknya screw konfeyor dibuat dari bahan baja cor namun kekuatannya lebih rendah dibandingkan dengan screw press.

2.1.3 Baja cor

Baja cor digolongkan kedalam baja karbon dan baja paduan. Coran baja

karbon adalah paduan besi karbon dan digolongkan menjadi 3 macam yaitu : baja

karbon rendah (C<0,20%), baja karbon menegah (0,20-0,50%) dan baja karbon

tinggi (C>0,50%). Kadar karbon yang rendah menyebabkan kekuatan rendah,

perpanjangan yang tinggi dan harga bentur serta mampu las yang baik. Baja cor

mempunyai struktur yang buruk dan sifat yang getas apabila tidak diadakan

perlakuan panas dengan cara pelunakan atau penormalan maka baja cor menjadi

ulet dan strukturnya menjadi halus. Titik cairnya kira-kira 15000C.

Baja cor paduan adalah baja cor yang ditambah unsur-unsur paduan. Salah

satu atau beberapa dari unsur-unsur paduan seperti mangan, khrom, molybdenum

atau nikel dibutuhkan untuk memberikan sifat-sifat khusus dari baja paduan

tersebut misalnya sifat-sifat ketahanan aus, ketahanan asam, korosi atau keuletan.

Contoh baja cor adalah baja cor tahan karat dan baja cor tahan panas.

2.1.4 Baja paduan

Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu

atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan,

dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat yang dikehendaki (keras,

kuat dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur

campuran. Penambahan unsur didalam baja karbon dapat dilakukan dengan satu

unsur atau lebih dan tergantung pada karakteristik atau sifat-sifat baja yang dibuat.


(23)

khas dibandingkan dengan satu unsur campuran, misalnya baja yang dicampur

dengan kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras

dan kenyal. Adapun pengaruh unsur-unsur campuran terhadap sifat-sifat baja

adalah sebagai berikut :

1. Baja karbon mempunyai kekuatan yang terbatas dan tegangan pada baja

yang berpenampang besar harus dikurangi. Kekuatan baja dapat dinaikkan

dengan menamba unsur campuran seperti nikel, mangan, dalam jumlah

yang kecil kedalam besi dan menguatkannya.

2. Kekenyalan baja dapat diperoleh dengan menambah sedikit nikel yang

menyebabkan butiran-butirannya menjadi halus.

3. Ketahanan pemakaian baja dapat diperoleh dengan menambah unsur

penstabil karbid, misalnya kromium dan nikel sehingga terjadi penguraian

karbid. Cara lain untuk menghasilkan ketahanan pakai adalah dengan

menambah nikel atau mangan agar transformasi temperatur rendah, dan

akan menyebabkan pembentukan austenit dengan jalan pendinginan. Baja

paduan ini dilakukan pengerjaan panas untuk kekerasan dan ketahanan.

4. Kekerasan dan kekuatan baja karbon akan mulai turun bila temperatur

mencapai 2500C. Ketahanan panas dapat diperoleh dengan menaikkan

temperatur transformasi dengan cara menambahkan krom dan wolfram

atau dengan merendahkan temperatur transformasi dengan menambahkan

nikel yang menghasilkan suatu struktur austenit setelah dilakukan

pendinginan. Pertumbuhan butiran berhubungan dengan pemanasan pada

temperatur tinggi tetapi dapat diimbangi dengan penambahan unsur nikel.


(24)

penambahan nikel akan menyebabkan baja kromium tahan terhadap

temperatur tinggi. Agar dapat memperbaiki ketahanan baja terhadap beban

rangka maka ditambahkan sejumlah kecil molibdem.

5. Ketahanan baja terhadap tahan karat diperoleh dengan menambahkan

unsur krom sampai 12% sehingga membentuk lapisan tipis berupa oksida

pada permukaan baja untuk mengisolasikan antara besi dengan

unsur-unsur yang menyebabkan karatan. Baja tahan karat yang paling baik

terutama pada temperatur tinggi, yaitu diperoleh dengan cara

menggunakan nikel dan kromium bersama-sama untuk menghasilkan

suatu struktur yang berlapis.

2.2 Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor 2.2.1 Struktur coran baja

Baja karbon adalah paduan dari sistem besi-karbon. Kadar karbonnya

lebih rendah dari pada kadar karbon pada besi cor dan biasanya kurang dari

1,0%C. Sebagai unsur-unsur tambahan selain karbon, baja cor mengandung 0,20

sampai 0,70 Si, 0,5 samapai 100% Mn, fosfor dibawah 0,06 dan belerang dibawah

0,06%.

Struktur mikro dari baja karbon yang mempunyai kadar karbon kurang

dari 0,8% terdiri dari ferit dan perlit. Kadar karbon yang lebih tinggi menambah

jumlah perlit. Dalam hal ini apabila kadar karbon diatas 0,8% baja ini terdiri dari

perlit dan sementit yang terpisah. Kadar karbon yang lebih tinggi menambah


(25)

2.2.2 Sifat-sifat coran baja karbon

Kalau kadar karbon dari baja cor bertambah, kekutannya bertambah.

Penambahan mangan juga memberikan kekuatan tarik yang lebih tinggi tetapi

pengaruhnya kurang dibandingkan dengan karbon. Coran baja karbon biasanya

dilunakkan, dinormalkan dan ditemper sebelum dipakai. Dibandingkan dengan

melunakkan, menormalkan coran baja karbon memberikan butir-butir halus dan

memberikan harga yang lebih tinggi untuk batas mulur dan serta kekuatan tarik.

Perbaikan dari sifat-sifat baja cor dengan jalan menormalkan sangat jelas

apabila kadar karbonnya lebih tinggi. Kalau coran baja ditemper pada 6500C

setelah dilunakkan, maka batas mulur, kekuatan tariknya menurun sedangkan

perpanjangan dan pengecilan luasnya lebih baik. Gambar 2.2 menunjukkan

pengaruh kadar karbon dan keadaan pengolah-panasan kepada sifat-sifat mekanis

dari coran baja karbon. Gambar 2.3 menunjukkan hasil pengujian tarik dari baja

karbon yang dinormalkan pada berbagai temperatur. Kekuatan baja karbon sangat

turun, diatas kira-kira 3000C. Perpanjangan dan pengecilan luas turun kalau

temperatur meningkat sampai 2000C dan naik diatas 2000C.

Untuk mengukur sifat-sifat mekanis dari baja cor karbon, batang uji

diambil dari bagian-bagian yang berhubungan dengan badan utama atau dari

coran yang terpisah dicor bersama-sama yang kemudian dilunakkan, dinormalkan

dan ditemper sebelum pengujian.

2.3 Struktur dan Sifat-sifat Baja Cor Khusus

Baja cor khusus terdiri dari cor paduan rendah dan baja cor paduan tinggi


(26)

karbon. Mangan dan juga sisilium biasanya selalu tercampur waktu pengolahan

baja, sehingga dalam hal ini baja cor tidak dapat disebut baja cor khusus, kecuali

kalau unsur-unsur tersebut ditambahkan sebagai unsur paduan.

Gambar 2.2 Pengaruh kandungan karbon dan perlakuan panas pada sifat-sifat mekanik

Baja ini disebut baja paduan rendah apabila unsur paduannya ditambahkan

1 sampai 2% dan disebut baja paduan menengah apabila unsur paduannya

ditambahkan 2 sampai 5% dan disebut baja paduan tinggi apabila unsur

paduannya diatas harga tadi.

2.3.1 Baja cor paduan rendah

Baja cor dikeraskan dan dikuatkan dengan pencelupan dingin tetapi

mampu kerasnya agak buruk dan hanya kulitnya yang keras. Lapisan yang

mengeras menjadi lebih tebal dengan menambah Mn, Cr, Mo, atau Ni. Baja

tersebut boleh dikatakan mempunyai mampu keras yang tinggi. Hal ini

disebabkan karena karbon larut dalam austenit yang menyebabkan baja menjadi


(27)

Gambar : 2.3 Data dari pengujian tarik panas dari baja cor karbon dinormalkan

Gambar 2.4 menunjukkan hubungan antara kekerasan yang tertinggi dari

berbagai baja yang dicelupkan terhadap berbagai kadar karbon. Kalau kadar

karbon rendah, kekerasan tertinggi akan bertambah dengan bertambahnya kadar

karbon, tetapi tidak demikian untuk kadar karbon lebih dari 0,5-0,6%. Hubungan

antara kadar karbon dan kekerasan ini dapat dipergunakan untuk baja karbon,

karena kekerasan yang tertinggi ditentukan oleh kadar karbon, sedangkan macam

atau kadar unsur paduan hanya memperdalam lapisan yang keras dan tidak

menambah kekerasan.

Dalam penormalan, walaupun baja mempunyai mampu keras tinggi akan

terhadap perbedaan kekerasan yang kecil antara kulit dan bagian tengahnya.

Tetapi kalau baja karbon dikeraskan dengan menambah unsur paduan maka


(28)

Gambar : 2.4 Kadar karbon dan kekerasan maksimum baja setelah dicelup dingin

Pada umumnya sifat-sifat baja cor menjadi lebih buruk kalau massanya

bertambah. Karena massanya besar, bagian tengahnya mempunyai kekuatan dan

keuletan yang lebih buruk dibanding dengan kulitnya. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan dan perbandingan pembekuan. Kalau massa menjadi besar, dibagian

yang lebih dekat ke tengah, pembekuannya menjadi lebih lambat dan strukturnya

menjadi lemah. Baja cor paduan rendah terdiri dari beberapa macam seperti

diuraikan dibawah ini : baja cor mangan rendah dan baja cor krom mangan

mempunyai mampu keras yang lebih tinggi dari pada baja cor karbon biasa,

sehingga dengan pengolahan panas yang cocok didapat baja yang murni dan ulet.

Baja cor paduan karbon rendah dipergunakan untuk bagian-bagian mesin yang

memerlukan kekuatan dan keuletan, dan baja cor paduan karbon tinggi dipakai

untuk roda gigi karena sangat baik ketahanan ausnya.

2.3.2 Baja cor tahan karat

Baja cor tahan karat adalah baja yang diperbaiki tahanan korosinya dengan

menambah nikel atau krom, dan ini akan memberikan katahanan korosi,


(29)

cor karbon biasa. Baja didalam air atau udara akan berkarat oleh oksidasi,

sedangkan baja paduan dengan kandungan krom lebih dari harga tertentu

mempunyai sifat pasif terhadap oksidasi dan bebas dari karat. Kandungan krom

yang banyak cendrung untuk membuat sifat pasif dan kebanyakan baja tahan karat

mengandung krom lebih dari 12%. Selanjutnya apabila nikel ditambahkan, maka

ketahanan korosi, keuletan pada temperatur rendah, mampu olah dan mampu

lasnya sangat diperbaiki. Baja tahan karat ini dapat digolongkan menjadi baja

tahan karat martensit, austenit dan ferit sesuai dengan struktur mikronya.

Baja cor tahan karat martensit mempunyai mampu keras dan ketahanan

korosi yang paling baik dalam keadaan setelah dicelup dingin dan ditemper.

Contoh khas adalah baja cor yang mengandung 13% krom yang mempunyai

mampu keras sendiri dengan pengerasan alam yaitu pendinginan udara luar. Baja

ini cocok sekali untuk dipakai pada atmosfir yang bersifat korosi ringan dan cocok

untuk sesuatu yang memerlukan kekuatan, kekerasan dan ketahanan aus yang

tinggi, sebagai contoh sebagai saluran dan rumah-rumah untuk turbin.

Baja cor tahan karat austenit yang khas adalah baja cor 18 Cr-8 Ni yang

mempunyai katahanan korosi dan sifat mekanis yang baik. Struktur dari sistem

Fe-Ni-Cr menjadi austenit lengkap pada komposisi 18% Cr-18-Ni, dimana

ketahanan korosi yang terbaik tak akan didapat kecuali apabila karbon larut dalam

austenit dan tidak megendap secara terpisah. Oleh karena itu baja cor ini dipakai

setelah menjadi austenit seluruhnya dan kemudian didinginkan dalam air setelah

dipanaskan pada temperatur 10000C-11000C.

Baja cor tahan karat ferit mengandung krom lebih dari 16% tidak dapat


(30)

kecil dibandingkan dengan baja tahan karat austenit, tetapi murah sehingga

dipergunakan untuk komponen-komponen yang adanya hubungannya dengan

industri kimia. Baja ini terutama baik sekali dalam ketahanan korosinya terhadap

asam nitrat. Tetapi baja yang mengandung krom lebih dari 18% akan kehilangan

keuletannya dan akibat pengelasan menjadi getas dan mudah patah.

2.3.3 Struktur dan sifat-sifat dari baja cor tahan panas

Umumnya, bahwa baja cor tahan panas adalah nama umum untuk baja cor

yang dipakai pada temperatur tinggi yaitu diatas 6500C. Terdiri dari baja cor

paduan tinggi dengan krom tinggi dan baja cor paduan tinggi dengan nikel tinggi

sesuai dengan komposisi kimianya. Perbedaan dengan baja cor tahan karat ialah

kandungan karbonnya lebih tinggi dan kekuatan yang tinggi pada temperatur

tinggi. Sifat-sfat yang harus dipunyai oleh baja cor tahan panas adalah sebagai

berikut :

1. Kestabilan permukaan (tahan korosi dan tahan asam yang baik)

2. Kekuatan jalar pada temperatur tinggi

3. Keuletan pada temperatur tinggi

4. Tahanan yang tinggi terhadap kelelahan panas

5. Tahanan yang tinggi terhadap kegetasan karena pengaruh bonan

6. Tahanan aus yang baik dan deformasi yang kecil

Baja cor tahan panas dipakai untuk bagian-bagian tungku peleburan

logam, ketel uap, mesin jet, turbin gas dan tungku pemanas logam.

2.3.4 Struktur dan sifat-sifat dari baja cor mangan tinggi

Baja cor mangan tinggi mengandung mangan 11 sampai 14% dan karbon


(31)

Struktur setelah dicor sangat getas karena karbit mengendap pada batas butir

austenit, sedangkan struktur yang dicelup dingin dalam air dari 10000C menjadi

austenit seluruhnya dan keuletannya menjadi lebih baik. Kekerasan baja ini

kira-kira 200 HB. Tetapi dapat dikeraskan sampai kira-kira 550 HB dengan penempatan

berulang-ulang dan pengerjaan dingin. Oleh karena itu ia mempunyai tahanan

tinggi terhadap keausan dibawah beban lentur, dengan demikian ia dapat dipakai

sebagai bahan penghancur, lapisan dari gilingan bola silangan rel dan seterusnya.

2.4 Dapur Induksi

PT. Baja Pertiwi menggunakan dapur induksi untuk menghasilkan baja.

dapur induksi mempunyai prinsip transformator yaitu arus bolak-balik dapat

ditransformatorkan atau dapat mengubah tenaga arus bolak-balik dari tekanan

yang tinggi ke tekanan yang rendah dengan arus yang tinggi.

Dapur induksi mempergunakan tiga kumparan dengan mempergunakan

arus berputar. Inti tidak dipergunakan pada dapur ini dan sebagai ganti inti

dipergunakan cairan baja. Dapur ini mempergunakan arus liar yang kuat yang

dialirkan kedalam cairan baja untuk dirubah menjadi panas, sehingga panas yang

dihasilkan dapat digunakan untuk melebur logam/baja. Kesukaran yang timbul

dalam mempergunakan dapur adalah merubah frekuensi tinggi menjadi frekuensi

terbatas atau rendah. Lilitan primer terbuat dari tembaga yang dibuat berlubang

untuk aliran air pendingin.

Dinding dapur ini terbuat dari campuran asbes dengan semen dan untuk

dapur yang besar (muatan lebih dari 1 ton) terbuat dari kayu berlapis asbes atau


(32)

dengan mekanik pengungkit agar mudah mengeluarkan isi dapur setelah selesai

proses pembuatan baja.

Cara kerjanya dapur sebagai berikut, pertama sekali dilakukan pengisian

dapur dengan baja rongsokan/bekas setelah terlebih dahulu dipilih dan diketahui

campuran unsur-unsurnya karena pada waktu proses berlangsung sangat sukar

untuk mengadakan analisa kimianya disebabkan proses didalam dapur waktunya

sangat pendek ±20 menit. Setelah bahan-bahan dimasukkan arus listrik frekuensi

tinggi mengalir ke lilitan primer sehingga didapat arus liar yang kuat dan

seterusnya dialirkan ke muatan/bahan yang akan menimbulkan panas karena

tahanan didalam dapur. Panas yang timbul didalam dapur digunakan untuk

melebur logam dan setelah terjadi pencairan didalam dapur, pemanasan tetap

dilakukan sampai pada temperatur yang dimestikan untuk pengeluaran baja yang

diproses yang gunanya untuk dioksidasi cairan baja. Sewaktu pencairan baja

terjadi maka terak cair dan bahan-bahan non metal berada disebelah atas (timbul

kebagian atas cairan) dan terak cair dan non metal cair yang timbul keatas

dikeluarkan dari dalam dapur. Didalam dapur ini terak cair tidak dapat diyakini

(tidak sempurna) menutupi cairan sehingga kemugkinan dapat timbul oksidasi

pada cairan. Untuk mencegah terjadinya oksidasi pada cairan baja didalam dapur,

maka pada permukaan cairan dimasukkan gas reduksi. Setelah proses didalam

dapur selesai, maka baja cair dikeluarkan dari dalam dapur yang ditampung oleh


(33)

Gambar 2.5 Tanur induksi jenis kruss

2.5 Bentuk dan Ukuran Coran

Dalam pengecoran bentuk dan ukuran yang sembarang dapat diizinkan,

tetapi dalam beberapa hal produk-produk sukar dibuat dan mempunyai cacat yang

tergantung pada bentuk dan ukurannya, sehingga kadang-kadang coran menjadi

mahal. Oleh karena itu pertimbangan yang teliti tidak dapat dihindarkan.

Pertama, bentuk dari pola hendaknya mudah dibuat. Pola yang sukar

dibuat membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Pola harus sederhana kecuali

jika pengerjaannya memang memerlukan kerumitan.

Kedua, cetakan dari coran hendaknya mudah. Terutama harus dihindari

bentuk-bentuk yang tidak dapat dicetak dengan cup dan drag saja atau kalau

mungkin lebih baik tidak dengan permukaan pisau yang rumit.

Ketiga, cetakan hendaknya tidak menyebabkan berbagai cacat dalam

coran. Mereka tidak didinginkan kalau menyebabkan cacat dalam penuangan dan


(34)

Dalam beberapa hal, coran menjadi lebih mudah dibuat dan cacatnya

hilang apabila bentuk dan ukurannya dirubah sedikit. Oleh karena itu sangat

penting bahwa pembuat dan perencana tetap bekerja sama agar coran mudah

dibuat dan tanpa cacat.

2.5.1 Bentuk standar dan ukuran coran

Ukuran coran harus ditentukan sedemikian sehingga coran mudah dibuat.

Dinding yang sangat tipis salah air dan coran yang tidak baik, maka tebal

minimum harus dipilih sesuai dengan bahannya. Pada tabel 2.1 menunjukkan

tebal minimum dari coran pasir.

Lubang berinti dari suatu coran harus diperhatikan mengenai bentuk,

ukuran dan panjangnya. Untuk lubang yang sempit dan panjang, inti akan

terpanaskan lanjut dan terjadi fusi, maka gas dari pasir akan membentuk rongga

udara. Oleh karena itu lubang inti sebaiknya tidak terlalu panjang dan sempit.

2.6 Pengecoran dengan Cetakan Pasir

Proses pengecoran yang paling dikenal dipakai adalah proses pengecoran

dengan menggunakan pasir sebagai bahan cetakan. Hal ini disebabkan beberapa

faktor antara lain ; Pembuatan cetakan yang relatif mudah, biaya pembuatan yang

rendah, dan dapat mengecor benda yang berukuran besar.

Cetakan pasir dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain cetakan pasir

basah, cetakan pasir kering, cetakan sapuan dan cetakan CO2. Cetakan basah yaitu

cetakan yang dibuat dari pasir yang mengandung kadar air. Karena itu cetakan ini

mempunyai resiko cacat yang besar diakibatkan terperangkapnya uap air didalam


(35)

Cetakan pasir kering yaitu cetakan pasir yang tidak mengandung kadar air.

Cetakan ini biasa digunakan untuk pengecoran paduan lain. Cetakan sapuan

digunakan untuk benda coran berukuran besar, berat dan mempunyai bentuk

silinder sirkular seperti silinder yang besar dan roller untuk pabrik kertas.

Tabel 2.1 Ketabalan dinding minimum dari pengecoran pasir

Bahan

Ukuran Coran (mm)

Kurang

dari 200 200 400 400 800 800 1250 1250 2000 2000 3200 Besi cor

Kelabu 3 4 5 8 8 10

Basi cor mutu

tinggi 4 – 5 5 – 6 6 – 8 8 – 10 10 – 12 12 – 16 Basi cor

bergrafit bulat 5 – 6 6 – 8 8 – 10 10 – 12 12 – 16 16 – 20

Baja cor 5 6 8 10 12 16

Baja tahan karat 8 10 12 16 20 25

Brons &

kuningan 2 2,5 3 4 5 6

Kuningan

tegangan tinggi 3 4 5 6 8 10

Paduan

aluminium 2 – 3 2,5 – 4 3 – 5 4 – 6 5 – 8 6 – 10

(Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal 46)

2.6.1 Syarat bagi pasir cetak

Pasir cetak mempunyai sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga paduan dalam pembuatan

cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat


(36)

cair waktu dituangnya kedalam. Karena itu kekuatannya pada temperatur

kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan.

b. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai

cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran

permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu

penuangan disalurkan melalui rongga-rongga diantara butiran pasir keluar

dari cetakan dengan kecepatan yang cocok.

c. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran

dibuat dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butiran pasir terlalu

halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara.

Distribusi besar butir harus cocok mengingat dua syarat tersebut yang

diatas.

d. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Temperatur penuangan

yang biasa untuk bermacam-macam coran dinyatakan dalam tabel 2.2.

Butir pasir dan pengikat harus mempunyai derajat tahan api tertentu

terhadap temperatur tinggi, kalau logam cair dengan temperatur tinggi ini

dituang kedalam cetakan.

e. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang

dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair

mempunyai temperatur yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur yang

mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak

dikehendaki.


(37)

f. Mampu dipakai lagi.

Pasir yang telah digunakan sebaiknya dapat didaur ulang atau digunakan

kembali. Butir-butir pasir sebaiknya tidak pecah akibat panas yang tinggi

serta sifat-sifat mekanisnya tidak berubah.

g. Pasir harus murah.

Pasir harus mudah didapatkan, murah dan tidak memerlukan perlakuan

tambahan, misalnya pegayakan.

Tabel 2.2 Temperatur penuangan untuk berbagai coran

Macam Coran Temperatur Penuangan (0C)

Paduan ringan 650 – 750

Brons 1100 – 1250

Kuningan 950 – 1100

Besi cor 1250 – 1450

Baja cor 1630 – 1650

( Sumber : Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof. Dr. Kenji Chijiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta, 1986, hal 109)

2.6.2 Macam-macam pasir cetak

Pasir cetak yang paling lazim dipakai adalah pasir gunung, pasir pantai,

pasir sungai dan pasi silica yang disediakan alam. Beberapa dari pasir tersebut

dipakai begitu saja dan yang lain dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir

dengan ukuran yang cocok. Kalau pasir mempunyai kadar lempung yang cocok


(38)

kurang, maka perlu ditambah lempug kepadanya. Kadang-kadang berbagai

pengikat dibutuhkan juga disamping lempung. Umumnya pasir yang mempunyai

kadar lempung dibawah 10 sampai 20% mempunyai adhesi yang lemah dan baru

dapat dipakai setelah ditambahkan persentase lempung secukupnya.

Pasir silica (SiO2) merupakan pasir yang terbaik karena dapat menahan

temperatur tinggi tanpa terurai atau leleh. Pasir silika biasanya murah, mempunyai

umur panjang, bentuk dan ukuran bermacam-macam hingga dapat disesuaikan

dengan kebutuhannya. tetapi kerugiannya adalah mempunyai koefisien muai yang

tinggi dan cenderung untuk ikut bersatu (menempel) dengan logam. Disamping

itu pasir ini banyak mengandung debu dan oleh karenanya membahayakan

kesehatan kerja.

Disamping pasir silica dapat pula dipakai pasir zircon (ZrSiO2) yang

berwarna kuning tadi dan kegunaan utama adalah untuk cor dan bagian

permukaan rongga cetakan. Sifat-sifat yang dimiliki adalah konduktivitas panas

yang tinggi dan halus, refractory yang baik dan berat jenisnya tinggi, disamping

itu tidak meleleh bersama logam cair (not fusing).

Ukuran pasir (grain size) menentukan pula dimana sebaiknya dipakai. Untuk ukuran benda kerja yang kecil dan bentuknya liku-liku maka pasir ukuran

kecil harus dipergunakan supaya bentuk detail dari benda kerja dapat sempurna

diperoleh. Sedangkan makin besar benda yang harus dicor, maka makin besar

pula ukuran pasir yang harus dipakai, karena makin besar ukuran pasir makin

memudahkan gas-gas terbentuk keluar, disamping ketelitian dan permukaan yang

dicapai pun tidak terlalu tinggi. Suatu bentuk yang tidak teratur serta tajam dari


(39)

ikatan yang lebih kuat dari suatu butir pasir lainnya hingga cetakan menjadi kuat

dalam menahan tekanan logam cair yang dicorkan.

2.6.3 Susunan pasir cetak

1. Bentuk butir dari pasir cetak digolongkan menjadi butir pasir bundar, butir

pasir sebagian bersudut, butir pasir bersudut, butir pasir kristal. Dari

diantara jenis butiran pasir diatas yang paling banyak adalah jenis butir

pasir bulat, karena memerlukan jumlah pengikat yang lebih sedikit.

2. Tanah lempung terdiri dari kaolinit, ilit dan mon morilonit, juga kwarsa

jika ditambah air akan menjadi lengket. Ukuran butir dari tanah lempung

0,005–0,02 mm, kadang-kadang dibutuhkan bentonit yaitu merupakan

sejenis dari tanah lempung dengan besar butiran 0,01-10µm dan fasa

penyusunnya mon morilonit (Al2O3,4SiO2,H2O).

3. Pengikat lain. Inti sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati

pengering 1,5–3% dan dipanggang pada temperatur 200-2500C. Selain dari

itu, resin, air kaca atau semen digunakan sebagai pengikat khusus.

2.7 Pola

Pola adalah bentuk dari benda coran yang akan digunakan dalam

pembuatan rongga cetakan. Pola yang digunakan dalam pembuatan cetakan terdiri

dari pola logam dan pola kayu. Pola logam digunakan untuk menjaga ketelitian

ukuran coran, terutama pada produksi massal, dan bisa tahan lama serta

produktifitasnya lebih tinggi. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat,

pembuatan dan pengolahannya lebih mudah dibanding cetakan logam. Oleh


(40)

Pemilihan pola bergantung beberapa faktor seperti :

1. Kebutuhan penanganan, seperti jumlah, kualitas, ketebalan yang

dibutuhkan derajat keakuratan dan penyelesaian akhir.

2. Kemudahan dalam pembentukan.

3. Jenis dari proses pencetakan dan tipe cetakan dan peralatan yang

dibutuhkan.

4. Kemampuan pakai kembali.

Untuk mendapatkan pola yang baik, maka bahan material harus :

1. Mudah dikerjakan, dibentuk dan digabungkan.

2. Berat yang ringan sehingga mudah dalam penanganan.

3. Kuat, keras, dan tahan lama.

4. Tahan pada pemakaian dan pengikisan, korosi dan pengaruh bahan kimia.

5. Ukuran yang stabil dan tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur.

6. Biaya yang murah.

7. Dapat diperbaiki atau bahkan pemakain ulang.

8. Permukaan yang baik setelah finising.

Bahan dari pola logam bisa bermacam–macam sesuai dengan

penggunaannya sebagai contoh, logam tahan panas seperti ; besi cor, baja cor dan

paduan tembaga adalah cocok untuk pola pada pembuatan cetakan kulit,

sedangkan paduan ringan adalah mudah diolah dan dipilih untuk pola yang

dipergunakan dalam masa produksi dimana pembuatan cetakan dilakukan dengan

tangan.

Hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan pola adalah


(41)

ukuran akibat pertimbangan tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian

dengan mesin. Penetapan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling

penting untuk mendapatkan coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan

pengalaman yang luas dan pada umumnya harus memenuhi ketentuan-ketentuan

antara lain :

1. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan.

2. Sistem saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam

cair yang optimum.

3. Permukaan pisah lebih baik hanya satu bidang, permukaan pisah yang

terlalu banyak akan menghabiskan terlalu banyak waktu dalam proses.

2.7.1 Macam-macam pola

Pola mempunyai berbagai macam bentuk. Pada pemilihan macam pola,

harus diperhatikan produktivitas, kualitas coran dan harga pola.

1. Pola pejal yaitu pola yang biasa dipakai, dimana bentuknya hampir serupa

dengan bentuk coran. Pola pejal ini terdiri dari :

a. Pola Setengah. Pola ini dibuat untuk membuat cetakan dimana kup dan

dragnya simetri terhadap permukaan pisah.


(42)

b. Pola Belahan. Pola ini dibelah ditengah untuk memudahkan

pembuatan cetakan. Permukaan pisahnya kalau mungkin dibuat satu

bidang.

Gambar 2.7 Pola Belah

c. Pola Belahan Banyak. Pola dibagi menjadi tiga atau lebih untuk

memudahkan penarikan dari cetakan dan penyederhanaan pemasangan

inti.

Gambar 2.8 Pola Belahan Banyak

d. Pola Tunggal. Bentuknya serupa dengan corannya, disamping itu

kecuali tambahan penyusutan, tambahan penyelesaian mesin dan

kemiringan pola kadang-kadang dibuat menjadi satu dengan telapak


(43)

Gambar 2.9 Pola Tunggal

2. Pola pelat pasang. Merupakan pelat dimana pada kedua belahnya

ditempelkan pola, demikian juga saluran turun pengalir, saluran masuk

dan penambah biasanya dibuat dari logam dan plastik.

Gambar 2.10 Pola pelat pasangan

3. Pola pelat kup dan drag. Pola diletakkan pada dua pelat demikian juga

saluran turun, pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut

adalah pelat kup dan drag. Kedua pelat dijamin oleh pena agar bagian atas


(44)

Gambar 2.11 Pola pelat kup dan drag

Dari beberapa macam pola diatas, diambil kesimpulan bahwa pola yang

digunakan untuk perancangan pembuatan worm screw ini adalah jenis pola belah.

2.7.2 Penentuan penambahan pemisahan

Karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan, maka

pembuat pola perlu mempergunakan mistar susut yang telah diperpanjang

sebelumnya sebanyak tambahan penyusutan pada ukuran pola dapat dilihat pada

tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tambahan penyusutan yang disarankan.

Tambahan Penyusutan Bahan

8/1000 Besi cor, baja cor tipis

9/1000 Besi cor , baja cor tipis yang banyak menyusut

10/1000 Sama dengan yang diatas dan alumunium

12/1000 Paduan alumunium, brons, baja cor, (tebal 5 - 7 mm)

14/1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor

16/1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm)

20/1000 Coran baja yang besar

25/1000 Coran baja besar dan tebal

(Sumber : Prof.Ir. Tata Surdia M.S Met E, Prof.Dr.Kenji Chijiiwa, Teknik Pengecoran Logam, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal 52)


(45)

2.7.3 Bahan-bahan untuk pola

Bahan-bahan yang dipakai untuk pola ialah kayu, resin dan logam.

1. Kayu

Kayu yang dipakai untuk pola ialah kayu seru, kayu aras, kayu pinus, kayu

jelutung, kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu menurut macam

dan ukuran pola, jumlah produksi dan lamanya dipakai. Kayu yang kadar airnya

lebih dari 14% tidak dapat dipakai karena akan terjadi pelentingan yang

disebabkan perubahan kadar air dalam kayu. Kadang-kadang suhu udara luar

harus diperhitungkan dan ini tergantung pada daerah dimana pola itu dipakai.

2. Resin Sintetis

Dari berbagai macam resin sintetis, hanya resin epoksid-lah yang banyak

dipakai. Bahan ini mempunyai sifat-sifat penyusutan yang kecil pada waktu

mengeras, tahan aus yang tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik dengan

menambah pengencer, zat pemlastis atau zat penggemuk menurut penggunaannya.

Resin polistirena (polistirena berbusa) dipakai sebagai bahan untuk pola

yang dibuang setelah dipakai dalam cara pembuatan yang lengkap. Pola dibuat

dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir,

dan membuat busa. Berat jenisnya yang sangat kecil yaitu 0,02-0,04 dan resin ini

mudah dikerjakan, tetapi tidak dapat menahan penggunaan yang berulang-ulang

sebagai pola.

Resin epoksid dipakai untuk coran yang kecil-kecil dari satu masa

produksi. Terutama sangat memudahkan bahwa rangkapnya dapat diperoleh dari


(46)

3. Bahan untuk logam

Bahan yang lazim dipakai untuk pola logam adalah besi cor. Biasanya

dipakai untuk besi cor kelabu karena sangat tahan aus, tahan panas (untuk

pembuatan cetakan kulit) dan tidak mahal. Kadang-kadang besi cor dipakai agar

lebih kuat. Paduan tembaga juga biasa dipakai untuk pola cetak kulit agar dapat

memanaskan bagian cetakan yang tebal secara merata. Bahan aluminium ringan

dan mudah diolah, sehingga sering dipakai untuk pena atau pegas sebagai bagian

dari pola yang memerlukan keuletan.

2.7.4 Perencanaan pola

Dalam perencanaan pola untuk pengecoran harus mempertimbangkan

banyak faktor. Faktor-faktor tersebut diuraikan dibawah ini :

1. Pengkerutan

Semua logam yang mendingin maka akan mengecil (mengerut). Setiap

bahan logam derajat pengkerutan tidak sama.

2. Sudut miring (draft)

Pada waktu model ditarik dari cetakan maka ada kecendrungan

terjadinya rontokan tepi rongga yang sebelumnya kontak dengan model.

Kecendrungan ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan mengadakan

sudut miring pada sisi model yang paralel dengan arah penarikan.

3. Kelebihan untuk permesinan (allowance for machining)

Dalam gambar teknik selalau harus dicantumkan tanda-tanda pada

semua permukaan yang dikerjakan lanjut (machined) terlebih-lebih pada produk yang proses pengerjaan mulanya adalah pengecoran. Dari gambar


(47)

produk model yang akan dibuatnya, hingga dapat menambahkan berapa

besar tambahan (kelebihan) yang harus diberikan pada proses lanjut.

4. Distorsi

Kompensasi (kelebihan) untuk distorsi hanya diberikan pada

benda-benda tuangan yang akan mengalami gangguan gerak dalam melakukan

pengkerutan waktu mendingin.

5. Goyangan

Pada waktu menarik model sangat sering dilakukan dengan

mengadakan sedikit goyang kekanan dan kekiri, meskipun hal ini tidak

disengaja. Hal ini cukup memberikan pembesaran pada rongga cetakan

yang kecil serta permukaan hasil cetak tidak dikerjakan lanjut, maka hal

ini perlu diperhitungkan yaitu dengan memperkecil sedikit ukuran dari

model.

2.7.5 Inti dan telapak inti

Fungsi inti adalah untuk mencegah pengisian logam cair pada bagian suatu

produk yang diinginkan berongga, dan juga mempermudah pola keluar dari

cetakan. Inti terdiri dari inti pasir basah dan inti pasir kering. Inti pasir basah

terbuat dari pasir cetakan, sedangkan inti pasir kering dibuat dari CO2 dan pasir

dengan perekat air kaca.

Tujuan pembuatan telapak inti :

1. Menempatkan inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada

dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti.


(48)

3. Memegang inti, mencegah bergesernya inti dan penahan inti terhadap gaya

apung dari logam cair.

2.7.6 Macam dari telapak inti

Berdasarkan bentuknya telapak inti dapat digolongkan menjadi :

a) Telapak inti mendatar berinti dua. Dalam hal ini inti dipasang mendatar

dan ditumpu pada kedua ujungnya.

Gambar 2.12 Telapak inti bertumpu dua mendatar

b) Telapak inti dasar tegak. Inti ditahan tegak oleh telapak inti pada

alasannya yang cukup menstabilkan inti.

Gambar 2.13 Tapak inti beralas tegak

c) Telapak inti tegak bertumpu dua. Telapak inti dipasang pada drag dan juga


(49)

Gambar 2.14 Telapak inti tegak bertumpu dua

d) Telapak inti untuk penghalang (sebahagian). Pola inti tidak dapat ditarik

kearah tegak lurus pada permukaan pisah karena ada tonjolan yang jauh

dari permukaan pisah.

Gambar : 2.15 Telapak inti untuk penghalang (sebagian)

2.8 Rencana Pengecoran

Pada pembuatan cetakan harus diperhatikan sistem saluran yang

mengalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya

ditentukan oleh ukuran tebalnya irisan dan macam logam yang dicairkan. Kualitas


(50)

2.8.1 Istilah-istilah dan fungsi dari sistem saluran.

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan kedalam

rongga cetakan. Cawan tuang merupakan penerima cairan logam langsung dari

ladel. Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari

cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk.

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke

bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Saluran masuk adalah saluran yang

mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan.

Gambar 2.16 Istilah-istilah system pengisian

2.8.2 Bentuk dan bagian-bagian sistem saluran

1. Saluran Turun

Saluran turun dibuat lurus dan tegak dan irisan berupa lingkaran.

Kadang-kadang irisannya dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Yang

kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Saluran

turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan menggunakan suatu batang atau


(51)

2. Cawan tuang

Cawan tuang berbentuk corong dengan saluran turun dibawahnya.

Konstruksinya harus tidak dapat dilalui oleh kotoran yang terbawa dalam logam

cair. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Cawan tuang

dilengkapi dengan inti pemisah, dimana logam cair dituangkan disebelah kiri

saluran turun. Dengan demikian inti pemisah akan menahan terak atau kotoran,

sedangkan logam bersih akan lewat dibawahnya kemudian masuk ke saluran

turun.

Terkadang satu sumbat ditempatkan pada jalan masuk dari saluran turun

agar aliran dari logam cair pada saluran masuk cawan tuang selalu terisi. Dengan

demikian kotoran dan terak akan terapung pada permukaan dan terhalang untuk

masuk kedalam saluran turun.


(52)

3. Pengalir

Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah

lingkaran, sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah dan juga

pengalir mempunyai luas permukaan terkecil untuk satu luasan tertentu, sehingga

lebih efektif untuk pendinginan yang lambat.

Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung

terutama pada permulaan penuangan, sehingga harus dipertimbangkan untuk

membuang kotoran tersebut. Ada beberapa cara untuk membuang kotoran tersebut

yaitu sebagai berikut :

a. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir

b. Membuat kolam putaran pada tengah saluran pengalir (dibawah saluran

turun)

c. Membuat saluran turun bantu

d. Membuat penyaring


(53)

4. Saluran masuk

Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan

pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk

irisan yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya

cetakan.

Gambar 2.19 Sistem saluran masuk

2.8.3 Penambah

Penambah adalah memberi logam cair untuk mengimbangi penyusutan

dalam pembekuan coran, sehingga penambah harus membeku lebih lambat dari

pada coran. Kalau penambah terlalu besar maka persentase terpakai akan

dikurangi, dan kalau penambah terlalu kecil akan terjadi rongga penyusutan.

Karena itu penambah harus mempunyai ukuran yang cocok.

Penambah digolongkan menjadi dua macam yaitu penambah samping dan

penambah atas. Penambah samping merupakan penambah yang dipasang

disamping coran, dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir

sangat efektif dipakai untuk coran ukuran kecil dan menengah. Penambah atas

merupakan penambah yang dipasang diatas coran, biasanya berbentuk silinder dan


(54)

Gambar 2.20 Penambah samping dan penambah atas

2.9 Penuangan Logam Cair

Cairan logam yang dikeluarkan dari tanur diterima dalam ladel dan

dituangkan kedalam cetakan. Ladel mempunyai irisan berupa lingkaran dimana

diameternya hampir sama dengan tingginya. Untuk coran besar dipergunakan

ladel jenis penyumbat seperti pada gambar, sedangkan untuk coran kecil

dipergunakan jenis ladel yang dapat dimiringkan.

Ladel dilapisi oleh bata samot atau bata tahan apiagalmatolit yang

mempunyai pori-pori kecil, penyusutan kecil dan homogen. Nozel atas dan

penyambut kecuali dibuat dari samot atau bahan agalmatolit, kadang-kadang

dibuat juga dari bata karbon. Nozel dibuat cukup panjang agar membentuk

tumpahan yang halus tanpa cipratan. Ladel harus dikeringkan lebih dahulu oleh

burner minyak residu sebelum dipakai. Dalam proses penuangan diperlukan

pengaturan temperatur penuangan, kecepatan penuangan dan cara-cara

penuangan. Temperatur penuangan berubah menurut kadar karbon dalam cairan


(55)

Gambar 2.21 Temperatur penuangan yang disarankan

Kecepatan penuangan umumnya diambil sedimikian sehingga terjadi

penuangan yang tenang agar mencegah cacat coran seperti retak-retak dan

sebagainya. Kecepatan penuangan yang rendah menyebabkan kecairan yang

buruk, kandungan gas, oksidasi karena udara, dan ketelitian permukaan yang

buruk. Oleh karena itu kecepatan penuangan yang cocok harus ditentukan

mengingat macam cairan, ukuran coran dan cetakan.

Cara penuangan secara kasar digolongkan menjadi dua yaitu penuangan

atas dan penuangan bawah. Penuangan bawah memberikan kecepatan naik yang

kecil dari cairan baja dengan aliran yang tenang. Penuangan atas menyebabkan

kecepatan tuang yang tinggi dan menghasilkan permukaan kasar karena cipratan.

Selain itu dalam hal penuangan atas, laju penuangan harus rendah pada

permulaan dan kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan. Dalam penempatan

nozel harus diusahakan agar tidak boleh menyentuh cetakan. Perlu juga mencegah

cipratan dan memasang nozel tegak lurus agar mencegah miringnya cairan yang


(56)

2.10 Pengujian dalam Pengecoran 2.10.1 Pengukuran temperatur

a. Pirometer benam

Pengukuran temperatur secara langsung dari cairan dilakukan dengan jalan

membenamkan termokopel, platina-platina radium yang dilindungi oleh kwarsa

atau pipa aluminium yang telah dikristalkan kembali. Sekarang dikembangkan

pyrometer benam yang dapat habis yang dilindungi oleh pipa kertas.

b. Pengujian batang

Pengujian batang merupakan cara praktis yang dipergunakan untuk

mengukur temperatur dari tanur induksi frekuensi tinggi dengan menggunakan

kawat baja lunak dengan diameter 4 sampai 6 mm dan sebuah jam pengukur.

Ujung kawat baja tersebut dicelupkan kedalam cairan dan waktu yang dibutuhkan

untuk mencairkannya diukur, kemudian lama waktu itu dikonversikan kepada

temperatur.

c. Pengujian cetakan pasir atau pengujian sendok

Baja cair diciduk dimasukkan kedalam cetakan pasir atau dalam sendok

contoh yang berukuran tertentu, kemudian waktu yang dibutuhkan untuk

membentuk lapisan tipis oksida diukur dengan jam pengukur dan dikonversikan

kepada temperatur.

d. Lain-lain

Pirometer optic dan pyrometer radiasi dipergunakan untuk pengukuran


(57)

2.10.2 Pengujian terak

a. Pengujian dengan perbandingan warna

Dengan jalan membandingkan warna terak dengan warna standar terak

yang komposisinya telah diketahui, maka dapat diperkirakan kebasaan, kadar

oksidasi besi dan kadar oksidasi mangan.

b. Pengujian dengan perbandingan rupa

Baja cair disiduk dengan sendok dan dituang kedalam cetakan baja

berdiameter 115 mm dan dalamnya 20 mm, setelah membentuk warna, pola,

struktur, gelembung pada permukaan dan permukaan patahan diteliti untuk

memperkirakan kebebasan dari kemampuan oksidasinya.

c. Pengujian penghilang oksida

Setelah pengadukan cairan baja dengan terak didalam ladel, baja

dituangkan dengan hati-hati kedalam cetakan logam atau cetakan pasir. Pada saat

yang sama dilakukan pengukuran untuk mengetahui temperatur cairan.

Permukaan patahan, permukaan coran yang membeku diperiksa.

d. Pengujian kerapuhan merah

Pengujian ini dipakai sebagai pengujian yang praktis untuk menentukan

kadar fosfor dan kadar oksidasi besi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa

posfor menyebabkan baja menjadi getas dan oksida besi menyebabkan retakan

batas butir. Batang uji yang dibor dan ditempa dilanjutkan dengan penempaan

sampai dibawah 2 mm dan retakan diamati, yang kemudian dibandingkan dengan


(58)

BAB III

PERENCANAAN WORM SCREW

3.1 Worm screw

Worm screw merupakan bagian penting pada pabrik kelapa sawit yang terdiri dari screw press dan screw konfeyor. Worm screw berfungsi untuk memindahkan sekaligus memeras adukan buah sawit. Pemerasan ini terjadi karena

putaran dari worm screw sehingga adukan tadi terbawa mulai dari pangkal screw press hingga ke ujung dan akibat penyempitan dari picth dan kanus maka adukan

akan tertekan dan memisahkan cairan minyak dari ampas. Sedangkan screw

konfeyor untuk memindahkan buah maupun ampas kelapa sawit, dimana pemindahan ini terjadi karena putaran dari screw konfeyor.

Gambar 3.1 Worm screw

3.2 Perhitungan Kapasitas Olahan

Kapasitas olahan screw press yang direncanakan 10 ton TBS/jam. Pada kapasitas olahan terjadi penyusutan antara lain.


(59)

• Penyusutan berat kadar air dari TBS pada proses sterilizer sebesar 10-12 % (data survey)

• Pemisahan janjangan dengan buah terjadi pada proses digester sebesar 22 %

• Brondolan buah yang masuk ke screw press 100 % (data survey) Sehingga untuk kapasitas olahan screw press adalah :

Kapasitas olahan screw = Ton TBS/jam x % Brondolan Buah (BB)

= 10000 Kg TBS/jam x 100 %

Qo = 10000 Kg BB/jam

Dimana :

% Brondolan Buah = 100 % (data survey)

Untuk mendapatkan volume olahan kita gunakan rumus :

Qo= Vo x ρs

Dimana : Qo = Kapasitas olahan screw (Kg/jam)

Vo = Volume olahan (m3/jam)

ρs = Masa jenis bubur buah sawit (641 Kg/m3)

Sehingga :

10000 Kg/jam = Vo x 641 Kg/m3

Vo =

3

/ 641

/ 10000

m Kg

jam Kg

Vo = 15,6006 m3/jam

Putaran poros screw adalah 10 rpm (data survey) dengan jumlah daun screw (blade) sebanyak 5 buah (direncanakan).

Waktu untuk satu putaran (t) = 10rpm sec 60


(60)

Terdapat 5 buah daun (blade), maka waktu sekali penekanan membutuhkan 5 kali putaran.

Maka waktu sekali penekanan tp :

tp = 10 5

x 60

tp = 30 sec

Dalam 1 jam terdapat 10 x 60 = 600 putaran.

Proses penekanan per jam 5 600

= 120 proses penekanan.

Bila kapasitas olahan = Qo = 10000 Kg/jam

Massa sekali penekanan :

Mp = jumlahproses

Qo

Mp = proses penekanan

jam Kg

120

/ 10000

Mp = 83,333 Kg/jam proses

Massa sekali putaran : 83,333 / 5 = 16,66 Kg/jam proses

Volume satu kali penekanan :

Vp = jumlahproses

Vo

Vp = proses

jam m

120 / 6006 ,

15 3

Vp = 0,1300 m3/jam proses

Volume sekali putaran : 0,1300 m3 / 5 = 0,026 m3/jam proses


(61)

Maka diperoleh :

Vp = L x A

A = 1,2 1300 ,

0 m3

A = 0,1083 m3

Maka diperoleh diameter silinder adalah :

A = 4 π

x D2

D = π

A

. 4

D = π

1083 , 0 . 4

D = 0,1379

D = 0,371 m = 371 mm

Dengan mengambil clereance antar diameter worm screw dan silinder sebesar 2,5 mm, maka diperoleh harga diameter worm screw :

Do = 371 mm – (2 x 2,5)

Do = 366 mm.

3.3 Perancangan Ulir

Sistem kerja screw press sangat tergantung pada ulir yang terdapat pada

worm screw. Ulir inilah yang membawa adukan sawit tadi hingga ke ujung dari ulir. Pada perancangan ulir ini, direncanakan screw press memiliki 5 daun.


(62)

Gambar 3.2 Gambar bentuk Worm Screw

Ulir yang terdapat pada worm screw ini termasuk jenis ulir berpuncak

(acme thread). Gambar detail dari worm screw ini dapat kita lihat beserta ukuran-ukuran standart dapat kita lihat pada gambar 3.3

Do = diameter luar

Dp = diameter picth

Di = diameter dalam

Ht = tinggi ulir

Gambar 3.3 Detail dari ulir berpuncak

Dari gambar diatas dapat kita peroleh diameter picth rata-rata

Dp = Do – 0,5p – 0,1 ………... (literatur 2, hal 671)

Rumus berlaku bila Do dan P dalam satuan inchi

Dimana :

P = jarak antara ulir pada titik atau bagian yang sama

Prata-rata = 205 mm = 8,070 inchi


(63)

Maka :

Dp = 12,01 – 0,5 (8,070) – 0,1

Dp = 7,875 inchi = 200 mm

= 20 cm

Diameter poros (root) ulir = 110 mm

Maka tinggi ulir :

ht = 2

Di Do

ht = 2

110 305−

ht = 97,5 mm

Dalam proses penekanannya terhadap adukan sawit, maka adukan ini

memberikan reaksi terhadap pergerakan ulir. Tekanan yang disebabkan oleh

adukan ini adalah sekitar 50 bar (data survey) PTPN IV KEBUN P. MANDOGE.

PA = 50 bar

= 50.105 N/m2

= 5,099.105 Kg/m2

Jadi beban yang terjadi pada ulir ini adalah :

W = PA x A

A = Luas permukaan ulir yang mengalami pembebanan

A = (Ao – Ai)

A = 4 4

2 2

Di Do π π

A = 4

)

( 2

Di Do− π


(64)

Dimana :

Do = diameter puncak = 305 mm

Di = diameter akar (poros) = 110 mm

Sehingga :

A = 4

) (DoDi 2 π

A = 4

) 110 305

( − 2

π

A = 29849,625 mm2

A = 0,0298 m2

Maka :

W = PA x A

W = 5,099.105 Kg/m2 x 0,0298 m2

W = 0,152.105 Kg

Regangan sebenarnya atau tegangan lentur dapat ditaksir pada dasar atau poros

ulir dengan rumus :

Tegangan lentur SI = 2

4

Di W A

W π

=

………... (literatur 3, hal 391)

Dimana :

Di = diameter poros ulir

Maka :

SI = mm

Kg 2

) 110 (

) 152 , 0 ( 4

π


(65)

Tegangan geser pada dasar ulir (poros)

Ss = 3

16

Di T

π ………. (literatur 3, hal 391)

Dimana :

T = momen torsi

T = W 

 

  

  

−µ α +

θ θ tan α µ

cos

tan . cos ) 2 / (

n n

Dp

……….. (literatur 2, hal 674)

Dimana :

T = torsi yang digunakan untuk memutar batang ulit

W = beban yang diterima batang ulir total

Dp = diameter rata-rata picth

μ = koefisien gesekan ulir (0,16) μc = koefisien gesek pada kollar

α = sudut kemiringan ulir θn = sudut kemiringan alur

Sudut kemiringan ulir (α)

α = tan-1 

 

Dp π

1

………. (literatur 2, hal 672)

L = m x p

Ulir ini termasuk ulir L alur maka m = 1

Sehingga :


(66)

= 205 mm

α = tan-1 

   200 205 π

α = tan-1

0,3265 α = 18,080

Sudut kemiringan alur (θn )

θn = tan-1 (cos α tan (β/2)) ………. (literatur 2, hal 674)

dan untuk ulir berpuncak β = 290

………. (literatur 2, hal 669)

Maka :

θn = tan-1 (cos α tan (β/2))

θn = tan-1 (cos 18,080 . tan 290

θn = tan-1 0,2454

θn = 13,810

Maka :

T = W 

     +     − + m c n n r Dp . tan cos tan . cos ) 2 / ( µ α µ

θ θ α µ

T = 0,152 .105 

     +    

−(0,16.tan18,08+) 0

81 , 13 cos 16 , 0 08 , 18 tan . 81 , 13 cos ) 2 / 200 ( 0 0 0 0

T = 0,152.105 

   918858382 , 0 86268521 , 31

T = 527081,022 Kg mm

T = 527,081 Kg m

Maka tegangan geser pada dasar ulir (poros)

Ss = 3

16 Di

T π


(67)

Ss = .0,1103 081 , 527 . 16

π

Ss = 2016019,537 m2 Kg

Ss = 20,16037.105 m2 Kg

Tegangan lentur yang dialami oleh ulir adalah :

SImax = 2

SI

+ Ssmax

SImax =

5 5

10 . 16037 , 20 2

10 . 60 , 1

+

SImax = 20.105 Kg/m2

Untuk pemilihan bahan perlu ditentukan kekuatan tarik dari bahan rancangan :

Ss = Sf1 xSf2 t σ

……… (literatur 4, hal 8)

Dimana :

σt = kekuatan tarik

Sf1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan, kita ambil 6

Sf2 = faktor keamanan yang tergantung pada bentuk yang berkisar antara

1,3 – 3, dan kita ambil 2,5. σt = Ss (Sf1 x Sf2)

σt = 20,16037.105

(6 x 2,5) σt = 30240555 Kg/m2

σt = 30,240 Kg/mm2

Dari kekuatan tarik tersebut maka disesuaikan dengan bahan yang akan


(68)

Tabel 3.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinisi dingin untuk poros

Standar dan macam

Lambang Perlakuan

panas

Kekuatan tarik (kg/mm2)

Keterangan

Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501) S30C S35C S40C S45C S50C S55C Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan 48 52 55 58 62 66 Batang baja yang difinisi dingin

S35C – D S45C – D S55C – D

- - - 53 60 72 Ditarik dingin, digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut

(Sumber : Sularso dan Suga Kiyokatsu, dasar perancangan dan pemilihan elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1980 hal 3)

3.4 Perancangan Poros Penghubung dan Pasak

Untuk memutar worm screw diperlukan suatu poros yang

menghubungkannya dengan daya motor penggerak. Dan untuk mengikat poros

dengan worm screw digunakan pasak.

Diameter poros dapat dihitung dari torsi yang dialami oleh poros tersebut

yang sama dengan torsi yang dialami worm screw.

untuk mendapatkan diameter poros maka digunakan :

ds = 3 1 . . . 1 , 5       T C kt b

a


(69)

Dimana :

Ds = diameter poros (mm)

τa = tegangan geser yang diijinkan (Kg/mm2)

kt = faktor koreksi akibat momen puntir

Cb = faktor koreksi akibat beban lentur

T = momen puntir (Kg mm)

Tabel 3.2 Harga kt

Jenis Pembebanan Kt

Beban yang diberikan halus 1,0

Beban yang diberikan sedikit kejut 1,0 – 1,5

Beban yang diberikan kejut besar 1,5 – 3,0

(Sumber : Sularso dan Suga Kiyokatsu, dasar perancangan dan pemilihan elemen mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 1980 hal 8)

Untuk menjaga agar poros aman terhadap beban lentur, diambil harga Cb =

1,2. Untuk harga kt diambil harganya 1,5 karena pada poros terjadi beban kejut.

Tegangan geser yang diijinkan adalah

τs = sf1xsf2

b σ

……… (literatur 4, hal 8)

Dimana :

b

σ = tegangan tarik bahan (Kg/mm2)


(70)

sf2 = faktor keamanan pengaruh konsentrasi tegangan, kekerasan permukaan

besarnya 1,3-3, karena bahan poros S-C, maka sf2 diambil 1,3

τs = sf1xsf2

b σ

τs = 6 1,3

/

48 2

x mm Kg

τs = 6,1538 Kg/mm2

Sehingga diameter poros adalah :

ds = 3 1 . . . 1 , 5       T C kt b a τ ds = 3 1 022 , 527081 . 5 , 1 . 2 , 1 . 1538 , 6 1 , 5    

ds = 786279,01173 1

ds = 92,297 mm

ds = 92 mm


(1)

dalam permesinan gandar adalah pembubutan. Proses ini bertujuan untuk memotong kelebihan ukuran (ukuran pola) sampai diperoleh ukuran yang direncanakan (ukuran worm screw). Apabila semua ukuran yang telah direncanakan diperoleh maka pekerjaan terakhir adalah proses laku panas yang bertujuan untuk mengeraskan permukaan dari worm screw tersebut dengan cara memanaskan sampai temperatur tertentu kemudian didinginkan secara cepat dengan cara mencelupkannya dalam media pendingin.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan perhitungan dari bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahan yang digunakan untuk pengecoran worm screw ini adalah baja tahan karat S30C dengan kekuatan tarik 48 kg/mm2. Karena berdasarkan perhitungan kekuatan worm screw, bahan tersebut aman untuk digunakan. 2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan pola adalah kayu jelutung.

Bahan ini dipilih karena lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Sedangkan jenis pola yang digunakan yaitu pola belahan yang terdiri dari kup dan drag.

3. Dimensi worm screw yang dirancang adalah sebagai berikut : • Poros 1 Diameter : 162 mm

Panjang : 230 mm • Poros 2 Panjang : 110 mm • Poros 3 Diameter : 110 mm Panjang : 785 mm • Poros 4 Diameter : 80 mm

Panjang : 75 mm • Diameter daun 1 : 305 mm • Diameter daun 2,3,4 dan 5 : 307 mm


(3)

4. Dimensi untuk ukuran pola worm screw

• Poros 1 Diameter : 181,24 mm Panjang : 250,6 mm • Poros 2 Panjang : 128,2 mm • Poros 3 Diameter : 128,2 mm Panjang : 816,7 mm • Poros 4 Diameter : 97,6 mm

Panjang : 92,5 mm

5. Untuk proses pembuatan cetakan harus dibuat bentuk dan dimensi dari saluran-saluran pengecoran (gating system) dan hasil yang diperoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut :

• Cawan tuang

Panjang : 487,5 mm

Lebar : 300 mm

Kedalaman yang terdangkal : 337,5 mm Kedalaman yang terdalam : 375 mm • Saluran turun

Diameter : 75 mm

Tinggi : 750 mm

• Saluran pengalir

Panjang sisi : 93,9 mm

Luas : 8831,25 mm2


(4)

• Saluran masuk

Jumlah 4 buah berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi dari saluran masuk = 66,4 mm

• Saluran penambah Terletak pada poros 2

Diameter : 366,8 mm

Tinggi : 641,9 mm

• Temperatur likuid : 16000C • Temperatur tuang : 15500C

• Dalam perencanaan pengecoran ini digunakan tanur induksi jenis krus frekuensi rendah 60 Hz untuk mencairkan bahan mentah dengan kapasitas 2200 kg.

6. Berat pemberat adalah : 242,13 kgf

7. Proses penuangan logam cair dilakukan dengan kecepatan penuangan sebesar 364,4 cm/s dengan waktu tuang 1,84 detik.

8. Proses pembongkaran cetakan dilakukan 12 jam setelah proses penuangan. Setelah itu dilakukan proses permesinan yang berguna untuk membersihkan coran dan untuk mendapatkan ukuran yang aktual sesuai dengan gambaran kerja. Proses permesinan yang dilakukan ini menggunakan jenis mesin gerinda dan mesin bubut.


(5)

SARAN

1. Untuk meningkatkan hasil coran yang baik dan maksimal dalam pengecoran logam, sebaiknya digunakan alat-alat yang masih baik dan memenuhi standar yang diperbolehkan.

2. Perlu dilakukan pengujian laboratorium terhadap bahan yang digunakan dan hasil coran.

3. Perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pola adalah kemudahan saat dikeluarkan dari cetakan supaya tidak merusak cetakan yang dapat menghasilkan produk yang cacat.


(6)

1. Chijawa Kenji dan T. Surdia, Teknik Pengecoran Logam, cetakan ketujuh. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta : 1996

2. Benard j. hamrock, Bo O. Jacobson. Fundamental Of Machine Elements. Mc Graw-Hill. USA : International Edition, 1999

3. Robert H. Creamer. Machine Design. Addison Wesley Publishing Componi, Third Edition. 4. Sularso dan K. Suga. Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin, cetakan ketujuh.

PT. Pradnya Paramitha. Jakarta : 1991

5. P. L. Jain. Principle Of Foundry Technology, Mc Graw-Hill. USA : Third Edition, 1999 6. Agarwal, R. L, dkk. Foundry Engineering, Khana Publishers, New Delhi : 1987

7. Stolk, Jac dan C. Kros. Elemen Mesin, Erlangga, Jakarta : 1986

8. Lawrence, H. Van Vlack. Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta : 1994