Tengah Metode
Questionnarie, Analisis Regresi Linier Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kondisi pekerjaan terhadap turnover intention pada karyawan
2. Ada pengaruh konflik peran terhadap turnover intention pada karyawan
3. Tidak ada pengaruh perkembangan karir terhadap turnover intention pada karyawan.
4. Tidak ada pengaruh pusat pengendalian terhadap turnover intention pada.
5. Ada pengaruh job insecurity yang terjadi dari kondisi pekerjaan, konflik peran, perkembangan karir, dan
pusat pengendalian secara bersama-sama terhadap turnover intention karyawan.
G. Landasan Teori
1. Manajemen Sumber Daya Manusia Mathis dan Jackson 2004:3 mendefinisikan manajemen sumber daya
manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Menurut Hasibuan 2013:10, manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari beberapa
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu dimana penerapan strateginya bermula dari membangun program
pendayagunaan sumber daya manusia, pengembangan dan pelatihan, untuk mencapai tujuan organisasi. Job Insecurity Smithson dan Lewis 2002 mengartikan
job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-
ubah perceived impermanance. Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis
8
pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity dan menimbulkan
rasa stres terhadap karyawan. 2. Job Insecurity
2.1 Definisi Job Insecurity Menurut Sengenberger 1995 dalam Kurniasari 2004, ada 3 aspek rasa
tidak aman dalam bekerja yang saling berkaitan three inter-relate aspects of work based insecurity yakni: job insecurity, employer insecurity, dan employment
insecurity. Job insecurity merupakan rasa tidak aman dalam bekerja yaitu ancaman untuk tidak lagi menjadi pegawai tetap pada perusahaan yang sama. Employer
insecurity merupakan rasa tidak aman untuk tetap dapat menjadi karyawan dengan jenis pekerjaan atau pada lokasi yang berbeda namun masih dalam
perusahaan yang sama. Employment security merupakan rasa tidak aman yang mencakup di dalamnya tidak adanya kesempatan untuk berganti perusahaan.
Secara umum, job insecurity adalah ketidakamanan dalam bekerja secara psikologis. Berikut ini merupakan definisi job insecurity dari beberapa ahli:
a. Job insecurity merupakan ketidakberdayaan seseorangperasaan kehilangan kekuasaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam
kondisisituasi kerja yang terancam Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984. Definisi multidimensional tersebut, di mana job insecurity disebabkan, tidak hanya oleh
ancaman kehilangan pekerjaan tetapi juga oleh hilangnya dimensi pekerjaan Ashford et al., 1989; Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984; Rosenblatt dan Ruvio,
1996. b. Job insecurity mencerminkan derajat kepada karyawan yang merasakan pekerjaan
mereka terancam dan merasakan tidak berdaya untuk melakukan segalanya tentang itu Ashford et al., 1989.
c. Jacobson dan Hartley 1991 dalam Kinnunen et al. 2000 menyatakan bahwa job insecurity dapat dilihat sebagai pertentangan antara tingkat keamanan yang
dirasakan oleh seseorang dengan tingkat keamanan yang diharapkannya. d. Smithson dan Lewis 2000 dalam Kurniasari 2004 mengartikan job insecurity
sebagai kondisi psikologis seseorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah
9
perceived impermanance. Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan
dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan kondisi ketidakamanan kerja yang dialami oleh seseorang yang
disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan faktor eksternal dan watak atau kepribadian dan mental seseorang yang mengalami kondisi tersebut faktor internal.
Seseorang yang mempunyai kepribadian yang positif positive affectivity atau kepribadian yang negatif negative affectivity, keduanya akan memberikan pengaruh
pada kesehatan mental yang baik atau tidak baik Partina, 2002. 2.2 Model Job Insecurity
Model Job Insecurity Greenhalgh dan Rosenblatt 1984 terdiri dari lima komponen, empat komponen utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat
diterima untuk melanjutkan situasi kerja Saverity of Threth dan komponen kelima menekankan pada kemampuan individu untuk mengatasi ancaman pada keempat
komponen tadi secara terinci, kelima komponen Job Insecurity dinyatakan sebagai berikut:
a. Arti penting aspek kerja the importance of work factor, yaitu berupa ancaman yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau
mempertahankan upah yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja. b. Arti penting keseluruhan kerja the importance ofjob event seperti kejadian
promosi, kejadian untuk diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut, ancaman ini meningkatkan Job Insecurity.
c. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja Likelihood of negative change in job event. Semakin besar timbulnya ancaman negatif pada
aspek kerja akan memperbesar kemungkinan timbulnya job insecurity pada karyawan.
d. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja Likelihood of negative change in job event, seperti kehilangan pekerjaan maka akan
meningkatkan Job Insecurity karyawan. e. Ketidakberdayaan Powerlesness yang dirasakan individu, membawa uotcomes
pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Artinya, jika terjadi
10
ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin tinggi atau rendah
powerlesness akan berakibat semakin tinggi atau rendah Job Insecurity yang dirasakan individu Ashford, et al., 1989
Menurut Suhartono 2007:61, beberapa hal yang menjadi masalah dalam job insecurity diantaranya sebagai berikut:
a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung
dengan pekerja yang bersangkutan. Hal ini meliputi:
a Lingkungan kerja. Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak nyaman dengan lingkungannya, seperti bekerja di tempat yang tidak nyaman,
panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja sangat padat, lingkungan kurang bersih, dan sebagainya.
b Beban kerja. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan berada dalam tegangan tinggi. Beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu;
- Beban kerja kuantitatif adalah jika pekerjaan yang kita terima dan ditargetkan, melebihi kapasitas yang kita miliki.
- Beban kerja kualitatitif adalah suatu pekerjaan yang kita terima sangat kompleks dan sulit, sehingga dapat menyita kemampuan teknis dan pikiran.
c
Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan, seperti bekerja di perusahaan kayu lapis,
pertambangan minyak, listrik, dan sebagainya, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan akan masalah kecelakaan yang
setiap saat dihadapi oleh karyawan. b. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam
bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan
besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, prosedur tugas dan kerja.
c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya
kesempatan pengembangan karir untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi,
11
seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.
d. Pusat Pengendalian. Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan
kehidupan atau lingkungannya. Selain itu, temuan Ashford et, al., 1989 mengidentifikasi empat variabel
atecedent penyebab timbulnya job insecurity. Variabe tersebut adalah role conflict role ambiquity, locus of control, dan organizational change.
a. Role Conflict Konflik Peran Konflik peran terjadi jika seseorang memiliki beberapa peran yang saling
bertentangan atau ketika sebuah posisi tunggal memiliki harapan potensial yang saling bertentangan.
b. Role Ambiquity Ketidakjelasan Peran Ketidakjelasan peran disebabkan karena banyaknya tuntutan pekerjaan, tekanan
waktu dalam tugas, dan ketidak pastian pengawasan oleh atasan yang mengakibatkan karyawan harus menebak dan memprediksikan sendiri setiap
tindakannya.
c. Locus of Control Letak Kendali Diri Letak kendali diri mencerminkan tingkat dimana individu tersebut percaya bahwa
perilaku mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. d. Organizational Change Perubahan Organisasi
Pengelolaan organisasi selalu dihapakan pada realitas tantangan yang disebabkan isu-isu yang berkenaan dengan perubahan organisasi, praturan, kompetisi global,
pengetahuan, ledakan informasi, diversitas tenaga kerja, total quality, dan perubahan teknologi.
Sebagaimana penjelasan diatas, maka variabel job insecurity yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan variabel yang sudah dikemukakan Suhartono
2007:61 yaitu: Kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian. Berikut penjelasan dari masing-masing variabel job insecurity yang
digunakan dalam penelitian ini: a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan.
12
b. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan
tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab
kerja, prosedur tugas dan kerja. c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja,
budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya kesempatan pengembangan karir untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi,
seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.
d. Pusat Pengendalian. Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan
dengan kehidupan atau lingkungannya.
3. Turnover Intention 3.1 Definisi Turnover Intention
Istilah turnover berasal dari kamus Inggris-Indonesia berarti pergantian. Sedangkan Mobley 1996 seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan
memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi yang bersangkutan. Sementara Cascio dalam Novliadi 2007
mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya.
Menurut Bluedorn dalam Grant et al., 2001 turnover intention adalah kecenderungan sikap atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan
untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari pekerjaanya. Lebih lanjut dijelaskan Mobley, Horner dan Hollingsworth, 1978 dalam
Grant et al., 2001 keinginan untuk pindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya turnover dalam sebuah perusahaan. Intensi keluar turnover intensions juga dapat
diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau
kematian anggota organisasi.
13
Selain itu, Harnoto 2002:2 juga menyatakan intensi turnover adalah kadar intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang
menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan
pendapat yang diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan keluar dari perusahaan.
3.2 Jenis Turnover Intention Robbins 1996, menjelaskan bahwa turnover dapat terjadi secara sukarela
voluntary turnover maupun secara tidak sukarela involuntary turnover, berikut penjelasannya:
a. Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa menarik
pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain. b. Involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi kerja
employer untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya.
3.3 Indikasi Terjadinya Turnover Intention Menurut Harnoto 2002:2 “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal
yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk
menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi
tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.
a. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
b. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
14
c. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai
bentuk pelanggaran lainnya. d. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi
protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
e.
Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru
menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover
.
3.4 Pengaruh Turnover Intentions Turnover cukup merugikan perusahaan karena banyak biaya yang telah
dikeluarkan seperti uang pisah, ketidak manfaatan fasilitas sampai mendapatkan karyawan yang keluar, biaya kepegawaian seperti rekruitmen, interview, test,
pencatatan komputer, kepindahan, administrasi pencatatan, dan perubahan payroll. Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru mencapai
tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut. Mobley 1996 juga mengakui bahwa turnover dapat berdampak positif baik bagi perusahaan
maupun karyawan sendiri. Dengan adanya turnover yang dilakukan oleh karyawan yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk
merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi. Sementara itu karyawan yang berpotensi akan dapat mengembangkan
potensinya di perusahaan lain dari pada karyawan tersebut tetap berada di perusahaan sebelumnya yang kurang menghargai potensinya. Turnover yang tinggi mempunyai
dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Aspek negatif yang dirasakan adalah susahnya mencari pengganti karyawan yang keluar tersebut dari segi kualitas,
tingginya biaya pergantian karyawan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, karyawan yang tinggal akan terganggu dan perginya rekan kerjanya yang
berprestasi tersebut, dan juga reputasi perusahaan dimata masyarakat tidak baik.
15
Aspek positifnya, adanya kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan promosi internal dan pemasukan tenaga ahli.
4. Kontrak Kerja Robinson dan Rousseau 2000 menyatakan bahwa kontra kerja secara umum
mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau 2000
menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan
pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo 2012 juga menyatakan, penelitian yang dilakukan Hom dkk 1979; Michaels dan Spector 1982; Arnold dan Fieldman
1982; Steel dan Ovalle 1984 menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job
insecurity. Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan
pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan
yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut tidak memenuhi perjanjiankontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan
perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa
persoalan itu kejalur hukum. Menurut pasal 54 UU No.132003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang kurangnya harus memuat: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerjaburuh c. jabatan atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan e. besarnya upah dan cara pembayarannya
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerjaburuh g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam
perjanjian kerja. Akibat hukum terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dalam bentuk
sanksi yang akan dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran diatur
16
dalam perjanjian kerja, hal ini telah dipertegas dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian
kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang
mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali
apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksakesalahan berat pekerja. Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat
dibatalkan.
H. Kerangka Pikir