job insecurity terhadap turnover dimoder (1)

(1)

PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTION DENGAN KONTRAK KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

(Pada Karyawan Indomaret Group di Kota Malang)

Proposal Seminar MSDM

Disusun Oleh: M Faizal Akbar 201210160311067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

A. Latar Belakang

Indonesia sampai saat ini masih memiliki jumlah pengangguran yang tinggi, dan banyak manajemen perusahaan di Indonesia masih menggunakan karyawan kontrak, oleh karena itu posisi tawar karyawan di Indonesia relatif rendah, sehingga bagi karyawan mendapatkan pekerjaan sementara dalam kontrak kerja sudah dianggap masih lebih baik dari pada menganggur. Karyawan kurang memahami atau kurang peduli dengan berbagai persyaratan yang tercantum dalam kesepakatan kerja dengan perusahaan meskipun sering dianggap dapat merugikan pihak karyawan (Maryono, 2009:28). Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan meningkatnnya job insecurity (ketidak amanan kerja) yang dialami karyawan. Menurut suhartono (2007;61) karyawan mengalami rasa tidak aman, dalam hal ini kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian yang semakin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status pekerjaan mereka yang hanya sebagai karyawan kontrak, sehingga bisa memicu tingginya angka turnover intention (keinginan untuk pindah) karyawan yang terjadi di perusahaan.

Keinginan untuk pidah turnover intention (keinginan untuk pindah) merupakan sinyal awal terjadinya turnover karyawan di dalam organisasi. Turnover intention menunjukan tingkat kecendrungan sikap yang dimiliki oleh karyawan untuk mencari pekerjaan baru di tempat lain atau adanya rencana untuk meninggalkan perusahaan dalam masa tiga bulan yang akan datang, enam bulan yang akan datang, satu tahu yang akan datang dan dua tahun yang akan datang (Low et al, 2001). Sikap lain yang secara simultan muncul dalam individu ketika muncul turnover intention adalah berupa keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain. Namun demikian apabila kesempatan untuk pindah kerja tersebut tidak tersedia atau yang tersedia tidak lebih menarik dari yang sekarang dimiliki, maka secara emosional dan mental karyawan akan keluar dari perusahaan yaitu dengan sering datang terlambat, sering bolos, kurang antusias atau kurang memiliki keinginan untuk berusaha dengan baik (Rus dan McNeilly, 1995).

Dengan demikian jelas bahwa turnover intention akan berdampak negatif bagi organisasi karena menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja, menurunnya produktivitas karyawan, suasana kerja yang tidak kondusif dan juga berdampak pada menigkatnya biaya sumber daya manusia. Survey Global Strategy


(3)

Rewards 2007/2008 yang dilakukan oleh Watson Wyatt menemukan, umumnya karyawan dan individu berani memutuskan untuk berpindah kerja dikarenakan alternatif pekerjaan yang tersedia dalam jumlah yang melimpah, sehingga tidak ada kesulitan bagi karyawan yang mengundurkan diri untuk mendapatkan pekerjaan kembali. Kondisi yang ada di Indonesia tidaklah demikian, jumlah pengangguran berbanding terbalik dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun demikian, walaupun lapangan pekerjaan yang tersedia sangat terbatas jumlahnya, fakta yang ada justru menunjukan tngkat turnover yang tinggi di Indonesia.

Tingkat turnover yang terjadi di Indonesia untuk posisi-posisi penting (level managerial dan diatasnya) umumnya berkisar 10-12% pertahun. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Pramesti Dewi dan Mubasysyr Hasanbasri (2007) menemukan 75% responden memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan. Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontra kerja secara umum mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000) menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo (2012) juga menyatakan, penelitian yang dilakukan Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman (1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job insecurity.

Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut tidak memenuhi perjanjian/kontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa persoalan itu kejalur hukum. Hal ini juga diperkuat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya


(4)

sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja. Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat dibatalkan.

Bisnis waralaba kini telah menjamur di indonesia, perkembangannya yang pesat mengindikasikan sebagai salah satu bentuk investasi yang menarik, sekaligus membantu pelaku usaha dalam memulai suatu usaha sendiri dengan tingkat kegagalan yang rendah. Salah satu perusahaan yang menerapkan sistem waralaba dalam proses bisnisnya adalah PT. Indomarco Prismatama atau biasa kita sebut indomaret Group. Sejak berdiri tahun 1997-2014 indomaret memiliki 10.600 gerai, dari total itu 60% gerai adalah milik sendiri dan sisanya 40% gerai waralaba milik masyarakat yang tersebar diseluruh Indonesia. Indomaret merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Sampai saat ini, salah satu masalah yang ada dalam perusahaan tersebut adalah tingginya tingkat turnover karyawan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan kontrak indomaret pada beberapa gerai indomaret yang ada di kota malang mendapatkan hasil bahwa karyawan kontrak indomaret berniat untuk melakukan turnover dengan berbagai alasan, diantaranya kondisi pekerjaan berat yang tidak sesuai dengan perkiraan, ketidak jelasan peran dalam suatu pekerjaan, ketidakpercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupannya. Selain itu ketidak jelasan sistem pengembangan karir juga menjadi alasan karyawan untuk melakukan turnover. Namun adapula karyawan yang tidak sama sekali berniat untuk melakukan turnover dengan alasan mereka sudah nyaman berada dalam perusahaan itu walaupun fasilitas-fasilitas yang mereka dapat bisa dikatakan seadanya.

Dari hasil pemikiran diatas, penulis tertarik untuk menguji seberapa besar pengaruh job insecurity pada turnover karyawan dan menulisnya dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Turnover Intention Dengan Kontrak Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada Karyawan Kontrak indomaret Group di Kota Malang)”.


(5)

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh job insecurity terhadap turnover intention dengan kontrak kerja sebagai variabel pemoderasi. Berdasarkan latarbelakang masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disajikan beberapa masalah pokok yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran,

pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intrention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang?

2. Dari variabel job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) manakah yang paling berpengaruh terhadap turnover intention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang?

3. Apakah kontrak kerja dapat memoderasi job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang?

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah ini dilakukan untuk membatasi seberapa luas jangkauan penelitian yang akan dilakukan sehingga objek yang diteliti menjadi lebih fokus dan jelas, dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah diantaranya:

1. Objek yang diteliti adalah karyawan kontrak indomaret di kota Malang, Khususnya untuk karyawan kontrak yang bekerja di gerai indomaret di kota Malang.

2. Variabel job insecurity yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan variabel yang sudah dikemukakan Suhartono (2007:61) yaitu: Kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian.


(6)

Dari perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui Bagaimana pengaruh job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intrention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang.

2. Untuk mengetahui manakah pengaruh yang paling signifikan di antara variabel job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intrention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang.

3. Untuk mengetahui Apakah kontrak kerja dapat memoderasi job insecurity (kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian) terhadap turnover intention pada karyawan kontrak indomaret di kota Malang.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan akan diperoleh informasi yang dapat bermanfaat antara lain:

1. Manfaat Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak akademisi dari seluruh bidang ilmu, khususnya manajemen mengenai pengaruh job insecurity terhadap turnover intention.

2. Manfaat Manajerial

Disamping itu penelitian ini juga berguna sebagai bahan masukan bagi manajemen, khususnya manajemen PT. Indomarco Prismatama (indomaret Group) di kota Malang, dalam mengelola karyawan untuk meningkatkan efektifitas organisasi. F. Hasil Penelitian Terdahulu

Landasan penelitian terdahulu dijadikan sebagai pertimbangan dan acuan dalam membandingkan pengaruh suatu variabel. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai turnover intention menunjukan hasil sebagai berikut:

No .

Keterangan Uraian

1 Nama Peneliti Soni Agus Irwandi (2002)


(7)

Intentions (Studi Empiris Pada Akuntan Pendidik di Perguruan Tinggi)

Metode Questionnarie, Non-randomly, Purpos Judgement Sampeling.

Hasil Penelitian Penelitian ini berhasil mendukung hipotesis dengan menunjukan pengaruh role conflict, locus of control, dan organization change terhadap joc insecurity, kecuali role ambiquity tidak berpengaruh signifikan terhadap job insecurity dan hasil penelitian ini pula menunjukan pengaruh langsung job insecurity terhadap turnover intentions. Penelitian ini menemukan presepsi dan kepribadian tiap individu dapat menimbulkan pengaruh negatif pada job insecurity sekaligus memicu terjadinya turnover intentions. Serta mengindikasikan besarnya peluang alternatif kerja bagi akuntan pendidik yang merasa insecur terhadap profesinya.

2 Nama Peneliti Rohadi Widodo, SH (2010)

Judul Penelitian Analisis Pengaruh Keamanan Kerja dan Komitment Organisasional Terhadap Turnover Intention Serta Dampaknya Pada Kinerja Karyawan Outsourching (Studi Pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta)

Metode Questionnarie, Structural Equation Modeling.

Hasil Penelitian Hasil pengujian hipotesis berdasarkan nilai critical ratio (CR) dan nilai probability menunjukan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention, turnover intention berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan, kemanan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dan komitment organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

No .

Keterangan Uraian

3 Nama Peneliti Shanti Ike Wardani, Sutrisno, Rudy Eko Pramono (2014)

Judul Penelitian Pengaruh Job Insecurity Terhadap Turnover Intention Karyawan CV Putra Makmur Abadi Temanggung Jawa


(8)

Tengah

Metode Questionnarie, Analisis Regresi Linier

Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada pengaruh kondisi pekerjaan terhadap turnover intention pada karyawan

2. Ada pengaruh konflik peran terhadap turnover intention pada karyawan

3. Tidak ada pengaruh perkembangan karir terhadap turnover intention pada karyawan.

4. Tidak ada pengaruh pusat pengendalian terhadap turnover intention pada.

5. Ada pengaruh job insecurity yang terjadi dari kondisi pekerjaan, konflik peran, perkembangan karir, dan pusat pengendalian secara bersama-sama terhadap turnover intention karyawan.

G. Landasan Teori

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Mathis dan Jackson (2004:3) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan & pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Menurut Hasibuan (2013:10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu dimana penerapan strateginya bermula dari membangun program pendayagunaan sumber daya manusia, pengembangan dan pelatihan, untuk mencapai tujuan organisasi. Job Insecurity Smithson dan Lewis (2002) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis


(9)

pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity dan menimbulkan rasa stres terhadap karyawan.

2. Job Insecurity

2.1 Definisi Job Insecurity

Menurut Sengenberger (1995) dalam Kurniasari (2004), ada 3 aspek rasa tidak aman dalam bekerja yang saling berkaitan (three inter-relate aspects of work based insecurity) yakni: job insecurity, employer insecurity, dan employment insecurity. Job insecurity merupakan rasa tidak aman dalam bekerja yaitu ancaman untuk tidak lagi menjadi pegawai tetap pada perusahaan yang sama. Employer insecurity merupakan rasa tidak aman untuk tetap dapat menjadi karyawan dengan jenis pekerjaan atau pada lokasi yang berbeda namun masih dalam perusahaan yang sama. Employment security merupakan rasa tidak aman yang mencakup di dalamnya tidak adanya kesempatan untuk berganti perusahaan.

Secara umum, job insecurity adalah ketidakamanan dalam bekerja secara psikologis. Berikut ini merupakan definisi job insecurity dari beberapa ahli:

a. Job insecurity merupakan ketidakberdayaan seseorang/perasaan kehilangan kekuasaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi/situasi kerja yang terancam (Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984). Definisi multidimensional tersebut, di mana job insecurity disebabkan, tidak hanya oleh ancaman kehilangan pekerjaan tetapi juga oleh hilangnya dimensi pekerjaan (Ashford et al., 1989; Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984; Rosenblatt dan Ruvio, 1996).

b. Job insecurity mencerminkan derajat kepada karyawan yang merasakan pekerjaan mereka terancam dan merasakan tidak berdaya untuk melakukan segalanya tentang itu (Ashford et al., 1989).

c. Jacobson dan Hartley (1991) dalam Kinnunen et al. (2000) menyatakan bahwa job insecurity dapat dilihat sebagai pertentangan antara tingkat keamanan yang dirasakan oleh seseorang dengan tingkat keamanan yang diharapkannya.

d. Smithson dan Lewis (2000) dalam Kurniasari (2004) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah


(10)

(perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan kondisi ketidakamanan kerja yang dialami oleh seseorang yang disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan (faktor eksternal) dan watak atau kepribadian dan mental seseorang yang mengalami kondisi tersebut (faktor internal). Seseorang yang mempunyai kepribadian yang positif (positive affectivity) atau kepribadian yang negatif (negative affectivity), keduanya akan memberikan pengaruh pada kesehatan mental yang baik atau tidak baik (Partina, 2002).

2.2 Model Job Insecurity

Model Job Insecurity Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) terdiri dari lima komponen, empat komponen utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat diterima untuk melanjutkan situasi kerja (Saverity of Threth) dan komponen kelima menekankan pada kemampuan individu untuk mengatasi ancaman pada keempat komponen tadi secara terinci, kelima komponen Job Insecurity dinyatakan sebagai berikut:

a. Arti penting aspek kerja (the importance of work factor), yaitu berupa ancaman yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau mempertahankan upah yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja.

b. Arti penting keseluruhan kerja (the importance ofjob event) seperti kejadian promosi, kejadian untuk diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut, ancaman ini meningkatkan Job Insecurity.

c. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja (Likelihood of negative change in job event). Semakin besar timbulnya ancaman negatif pada aspek kerja akan memperbesar kemungkinan timbulnya job insecurity pada karyawan.

d. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja (Likelihood of negative change in job event), seperti kehilangan pekerjaan maka akan meningkatkan Job Insecurity karyawan.

e. Ketidakberdayaan (Powerlesness) yang dirasakan individu, membawa uotcomes pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Artinya, jika terjadi


(11)

ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin tinggi atau rendah powerlesness akan berakibat semakin tinggi atau rendah Job Insecurity yang dirasakan individu (Ashford, et al., 1989)

Menurut Suhartono (2007:61), beberapa hal yang menjadi masalah dalam job insecurity diantaranya sebagai berikut:

a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan. Hal ini meliputi:

a) Lingkungan kerja. Masalah seringkali timbul karena pekerja merasa tidak nyaman dengan lingkungannya, seperti bekerja di tempat yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja sangat padat, lingkungan kurang bersih, dan sebagainya.

b) Beban kerja. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan kita mudah lelah dan berada dalam tegangan tinggi. Beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu;

- Beban kerja kuantitatif adalah jika pekerjaan yang kita terima dan ditargetkan, melebihi kapasitas yang kita miliki.

- Beban kerja kualitatitif adalah suatu pekerjaan yang kita terima sangat kompleks dan sulit, sehingga dapat menyita kemampuan teknis dan pikiran.

c) Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi dan berbahaya bagi keselamatan, seperti bekerja di perusahaan kayu lapis, pertambangan minyak, listrik, dan sebagainya, dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan akan masalah kecelakaan yang setiap saat dihadapi oleh karyawan.

b. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, prosedur tugas dan kerja.

c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya kesempatan pengembangan karir (untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi),


(12)

seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.

d. Pusat Pengendalian. Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupan atau lingkungannya.

Selain itu, temuan Ashford et, al., 1989 mengidentifikasi empat variabel atecedent penyebab timbulnya job insecurity. Variabe tersebut adalah role conflict role ambiquity, locus of control, dan organizational change.

a. Role Conflict (Konflik Peran)

Konflik peran terjadi jika seseorang memiliki beberapa peran yang saling bertentangan atau ketika sebuah posisi tunggal memiliki harapan potensial yang saling bertentangan.

b. Role Ambiquity (Ketidakjelasan Peran)

Ketidakjelasan peran disebabkan karena banyaknya tuntutan pekerjaan, tekanan waktu dalam tugas, dan ketidak pastian pengawasan oleh atasan yang mengakibatkan karyawan harus menebak dan memprediksikan sendiri setiap tindakannya.

c. Locus of Control (Letak Kendali Diri)

Letak kendali diri mencerminkan tingkat dimana individu tersebut percaya bahwa perilaku mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya.

d. Organizational Change (Perubahan Organisasi)

Pengelolaan organisasi selalu dihapakan pada realitas tantangan yang disebabkan isu-isu yang berkenaan dengan perubahan organisasi, praturan, kompetisi global, pengetahuan, ledakan informasi, diversitas tenaga kerja, total quality, dan perubahan teknologi.

Sebagaimana penjelasan diatas, maka variabel job insecurity yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan variabel yang sudah dikemukakan Suhartono (2007:61) yaitu: Kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian. Berikut penjelasan dari masing-masing variabel job insecurity yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Kondisi pekerjaan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu yang dimaksud, baik itu berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan pekerja yang bersangkutan.


(13)

b. Konflik Peran. Masalah lain yang timbul adalah ketidak jelasan peran dalam bekerja sehingga tidak tahu apa yang diharapkan manajemen dari diri karyawan tersebut. Masalah ini sering timbul pada karyawan yang bekerja di perusahaan besar, yang kurang memiliki struktur yang jelas, tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, prosedur tugas dan kerja.

c. Pengembangan Karir. Ketidak jelasan jenjang karir, penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan atau karena tidak adanya kesempatan pengembangan karir (untuk naik jabatan dan mendapatkan promosi), seringkali menimbulkan suatu kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan, rasa bosan, dan dismotivasi sehingga karyawan tidak produktif lagi.

d. Pusat Pengendalian. Mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupan atau lingkungannya.

3. Turnover Intention

3.1 Definisi Turnover Intention

Istilah turnover berasal dari kamus Inggris-Indonesia berarti pergantian. Sedangkan Mobley (1996) seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi yang bersangkutan. Sementara Cascio dalam Novliadi (2007) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya.

Menurut Bluedorn dalam Grant et al., (2001) turnover intention adalah kecenderungan sikap atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari pekerjaanya. Lebih lanjut dijelaskan Mobley, Horner dan Hollingsworth, 1978 dalam Grant et al., (2001) keinginan untuk pindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya turnover dalam sebuah perusahaan. Intensi keluar (turnover intensions) juga dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi.


(14)

Selain itu, Harnoto (2002:2) juga menyatakan intensi turnover adalah kadar intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.

3.2 Jenis Turnover Intention

Robbins (1996), menjelaskan bahwa turnover dapat terjadi secara sukarela (voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover), berikut penjelasannya:

a. Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain.

b. Involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya.

3.3 Indikasi Terjadinya Turnover Intention

Menurut Harnoto (2002:2) “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.

a. Absensi yang meningkat

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.

b. Mulai malas bekerja

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.


(15)

c. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja

Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.

d. Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya

Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

3.4 Pengaruh Turnover Intentions

Turnover cukup merugikan perusahaan karena banyak biaya yang telah dikeluarkan seperti uang pisah, ketidak manfaatan fasilitas sampai mendapatkan karyawan yang keluar, biaya kepegawaian (seperti rekruitmen, interview, test, pencatatan komputer, kepindahan, administrasi pencatatan, dan perubahan payroll). Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru mencapai tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti tersebut. Mobley (1996) juga mengakui bahwa turnover dapat berdampak positif baik bagi perusahaan maupun karyawan sendiri. Dengan adanya turnover yang dilakukan oleh karyawan yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi.

Sementara itu karyawan yang berpotensi akan dapat mengembangkan potensinya di perusahaan lain dari pada karyawan tersebut tetap berada di perusahaan sebelumnya yang kurang menghargai potensinya. Turnover yang tinggi mempunyai dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Aspek negatif yang dirasakan adalah susahnya mencari pengganti karyawan yang keluar tersebut dari segi kualitas, tingginya biaya pergantian karyawan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, karyawan yang tinggal akan terganggu dan perginya rekan kerjanya yang berprestasi tersebut, dan juga reputasi perusahaan dimata masyarakat tidak baik.


(16)

Aspek positifnya, adanya kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan promosi internal dan pemasukan tenaga ahli.

4. Kontrak Kerja

Robinson dan Rousseau (2000) menyatakan bahwa kontra kerja secara umum mengacu pada dokumen tertulis yang mengatur hak dan kewajiban seorang karyawan dan tunduk pada peraturan perusahaan. Selanjutnya Robinson dan Rousseau (2000) menjelaskan bawa kontrak mengikat karyawan dan perusahaan salam suatu persatuan kerja, mengatur perilaku masing-masing pihak dalam perusahan serta memungkinkan pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu Ridlo (2012) juga menyatakan, penelitian yang dilakukan Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan Fieldman (1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa kontrak kerja mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap turnover intention yang disebabkan job insecurity.

Kontrak kerja berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara pekerja dengan pengusaha agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti turover karyawan yang dapat merugikan pengusaha, dan bisa kita ambil contoh apa bila ada karyawan yang ingin keluar dari perusahaan dengan alasan apapun, akan tapi karyawan tersebut tidak memenuhi perjanjian/kontrak kerja yang sudah dibuat antara karyawan dengan perusahaan dan hal itu dirasa merugikan perusahaan, maka perusahaan dapat memberikan konsekwensi yang sudah disepakati, bahkan perusahaan dapat membawa persoalan itu kejalur hukum.

Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha

b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh c. jabatan atau jenis pekerjaan

d. tempat pekerjaan

e. besarnya upah dan cara pembayarannya

f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Akibat hukum terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dalam bentuk sanksi yang akan dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran diatur


(17)

dalam perjanjian kerja, hal ini telah dipertegas dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian kerja waktu tertentu yang berbunyi: Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum waktunya berakhir, maka pihak yang mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja seharusnya selesai, kecuali apabila putusnya hubungan kerja karena alasan memaksa/kesalahan berat pekerja. Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat dibatalkan.

H. Kerangka Pikir

Penulis berpendapat bahwa turnover intention dapat terjadi karena adanya pengaruh dari job insecurity dengan variabel kondisi pekerjaan (Xa), konflik peran (Xb), pengembangan karir (Xc), dan pusat pengendalian (Xd). Akan tetapi dengan adanya variabel pemoderasi yaitu kontrak kerja (Z) maka diharapkan akan mengurangi turnover intention (Y) yang dapat merugikan perusahaan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat digambarkan hubungan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Keterangan:

Job Insecurity X

Kondisi Pekerjaan (Xa)

Konflik Peran (Xb)

Pusat Pengendalian (Xd)

Pengembangan Karir (Xc)

Turnover Intention (Y)

Kontrak Kerja (Z)

Za

Zb Zc


(18)

a. Variabel Terikat

Y : Turnover Intention b. Variabel Bebas

Xa : Kondisi Pekerjaan Xb : Konflik Peran

Xc : Pengembangan Karir Xd : Pusat Pengendalian c. Variabel Pemoderasi

Z: Kontrak Kerja I. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rancangan kerangka konseptual dan kajian teori di atas, maka peneliti menyampaikan hipotesis bahwa:

1. Job Insecurity dengan Turnover Intention

a. Kondisi pekerjaan dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerjanya.

b. Konflik peran dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa tidak memiliki peran yang jelas di dalam organisasi.

c. Pengembangan karir dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang dapat merugikan perusahaan, karena karyawan merasa jalur karir yang disediakan perusahaan tidak jelas dan tingginya tingkat nepotisme di perusahaan.

d. Pusat pengendalian dapat menyebabkan meningkatnya turnover intention yang dapat merugikan perusahaan, karena karyawan tidak memiliki kepercayaan diri mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kehidupan atau lingkungannya.

Berdasarkan hipotesis tersebut, maka dapat dirumuskan:

H1a : Kondisi pekerjaan (Xa) berpengaruh positif pada turnover intention (Y) H1b : Konflik peran (Xb) berpengaruh positif pada turnover intention (Y)


(19)

H1c : Pengembangan karir (Xc) berpengaruh positif pada turnover intention (Y) H1d : Pusat pengendalian (Xa) berpengaruh positif pada turnover intention (Y) 2. Kontrak Kerja

Meskipun job insecurity berpengaruh postif terhadap turnover intention, hal ini dapat diminimalisir dengan adanya kontrak kerja yang dibuat dan disetujui oleh pihak perusahaan dan karyawan.

Berdasarkan hipotesis tersebut, maka dirumuskan:

H2a : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh kondisi pekerjaan terhadap turnover intention (Interaksi Za)

H2b : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh konflik peran terhadap turnover intention (Interaksi Zb)

H2c : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh pengembangan karir terhadap turnover intention (Interaksi Zc)

H2d : Kontrak kerja meminimalisir pengaruh pusat pengendalian terhadap turnover intention (Interaksi Zd)

J. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan penelitian ini dilakukan pada karyawan kontrak indomaret di kota malang.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif, pengukuran sekala jawaban disajikan untuk responden diukur dengan menggunakan skala interval 1 sampai 5. Berdasarkan waktu, penelitian ini termasuk studi satu tahap, yaitu penelitian yang saatnya dikumpulkan sekaligus pada periode tertentu. Penelitian ini dilakukan pada lingkungan yang natural dan ditujukan kepada tiap individu dari beberapa gerai indomaret di kota Malang.


(20)

Populasi merupakan keseluruhan kumpulan orang, kejadian atau sesuatu yang menarik dan dapat digunakan peneliti dalam melakukan penelitian (Sekaran, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan kontrak yang bekerja di indomaret di kota Malang. Sampel terdiri dari beberapa anggota yang diambil dari populasi (Sekaran, 2006). Sampel pada penelitian ini adalah 600 karyawan kontrak pada gerai indomaret di kota Malang.

Tehnik sampeling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi yang akan dijadikan sebagai sampel (Sekaran, 2006). Jumlah responden yang sebanyak 600 orang dapat diambil beberapa responden dengan menggunakan rumussan teknik pengambilan sampel dari Taro Yamane atau Solvin dalam Akdon dan Ridwan (2007) sebagai berikut:

n= N N d2+1 Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi = 600

d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n = N N d2

+1 =

600 (600)0,12

+1

n = 6007 = 85,7142857 dibulatkan menjadi 86 responden

4. Data dan Sumber Data

Menurut Sakaran (2006) data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari responden oleh peneliti, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait dengan kebutuhan dan kelengkapan data mencakup jumlah karyawan yang bekerja. Berdasarkan teori tersebut maka sumber dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan data sekunder dengan ketentuan: a. Data primer yang dikumpulkan adalah data yang diperoleh langsung dari hasil


(21)

b. Data sekunder yang dikumpulkan adalah jumlah karyawan dan deskripsi kerja karyawan kontrak pada gerai indomaret di kota Malang.

5. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti pada karyawan kontrak gerai indomaret di kota Malang adalah sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu proses memperoleh data dengan datang langsung ke tempat lokasi penelitian untuk mengetahui langsung kondisi kerja karyawan yang akan diteliti.

b. Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan dengan tanya jawab langsung antara pewawancara dengan responden meliputi deskripsi kerja karyawan.

c. Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan membagikan daftar pertanyaan kepada responden, penyebaran kuesioner ini dapat dijadikan sebagai bukti tertulis dalam pengolahan data yang dilakukan peneliti.

6. Metode Pengukuran Variabel

Menurut Sugiyono (2010) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Melalui skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan dan pernyataan. Jawaban yang diberikan responden yaitu dengan merefleksikan secara konsisten dari sikap respondent yaitu dengan pemberian skor pada setiap jawaban dari kuesioner yang diajukan pada responden.

7. Pengujian Instrument a. Uji Validitas

Uji validitas adalah ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen Arikunto (2006). Suatu instrumen dinyatakan valid jika mempunyai validitas tinggi dan mampu mengukur variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya variabel instrument menjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang tentang validitas yang dimaksud, penelitian ini menggunakan uji validitas dengan metode product moment Arikunto (2006) dengan rumus:


(22)

n ∑ x2

(¿−(∑ x2))(n∑ y2−(∑ y2)) r=n∑ xy−(¿∑ x)(∑ y) Keterangan:

r = Koefesien korelasi

x = Skor tiap butir pertanyaan y = Skor total

n = Jumlah sampel

Apabila r sudah diketahui, maka selanjutnya membandingkan hasil dari r perhitungan dengan r yang terdapat dalam tabel. Jika hasil nilai dari r hitung lebih besar dari r dalam tabel pada alpha tertentu maka dikatakan signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa butir pertanyaan adalah valid, sedangkan apabila r hitung lebih kecil dari pada r dalam tabel maka instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Kriteria yang ditetapkan adalah r hitung (koefesien korelasi) lebih besar dari r tabel (nilai kritis) pada taraf signifikasn ∞ = 0,05, jika koefisien korelasi lebih besar dari nilai kritis maka alat tersebut dapat dikatakan valid.

b. Uji Realibilitas

Uji ini perlukan untuk mengetahhui kesetabilan alat ukur. Menurut Arikunto (2006) realibilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument tersebut sudah baik, dengan demikian realibilitas menunjukan pada keterhandalan sesuatu. Sebuah alat ukur dikatakan realibel apabila pengulangan pengukuran untuk subyek penelitian yang sama menunjukan hasil yang konsisten. Rumus yang digunakan untuk mencari realibilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha croncbach (Arikunto, 2006) dengan rumus:

r11=

(

k

k−1

)

(

1− ∑σ b2

σ τ2

)

Keterangan:


(23)

K = Banyak butir pertanyaan

∑σ b2 = Jumlah varian butir dikuadratkan

σ τ2 = Jumlah variant total dikuadratkan

Apabila r hitung lebih besar daripada r tabel, maka data yang digunakan adalah realibel, sebaliknya jika r hitung lebih kecil daripada r tabel maka data yang digunakan tidak realibel. Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila nilai alpha > atau = 0,06.

8. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010) variabel moderator adalah variabel yang menentukan kuat lemahnya hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat. a. Jenis-Jenis Variabel Moderator

Menurut Sharma et. al., dalam Ghozali (2013) jenis variabel moderator dibagi menjadi tiga kelompok seperti pada gambar berikut:

Gambar 1.2 Jenis-Jenis Variabel Moderator Berhubungan dengan

criterion dan atau prediktor

Tidak berhubungan dengan criterion dan atau prediktor Tidak berinteraksi dengan

predictor

(1)

Intervening, eksogen, antestdent, prediktor

(2) Moderator (Homologizer) Berinteraksi dengan

predictor

(3)

Moderator (Quasi moderator)

(4) Moderator (Pure

moderator)

Berdasarkan gambar di atas, langkah pertama peneliti melakukan pengelompokan didasarkan pada hubungannya variabel criterion (dependen), yaitu apakah variabel berhubungan atau tidak berhubungan dengan variabel predictor (independent). Langkah kedua menentukan apakah variabel moderator berinteraksi dengan variabel predictor (independen) X, variabel criterion (dependen) Y, dan variabel moderator Z.


(24)

Apabila variabel moderator Z berhubungan dengan variabel Y dan atau Variabel X, tetapi variabel Z tidak berinteraksi dengan variabel X seperti tampak pada kuadrant 1, maka variabel Z bukanlah moderator tepatnya variabel intervening, eksogen, antesdent atau predictor (independen). Jenis variabel dalam kuadran 2 mempengaruhi kekuatan hubungan, tetapi tidak berinteraksi dengan variabel X dan tidak berhubungan secara signifikan baik dengan variabel X maupun dengan variabel Y, secara konseptual variabel pada kuadran 2,3, dan 4 diidentifikasikan sebagai variabel moderator.

Keadaan pada kuadran 2, nilai residual atau eror merupakan fungsi variabel moderator sehingga dengan membagi total sampel menjadi dua kelompok yang homogen dengan mempertimbangkan eror varience akan meningkatkan nilai produktif model. Kuatnya hubungan antara X dengan Y bergantung pada besarnya nilai term, maka semakin kecil tingkat kekuatan hubungan antara X dan Y dan berlaku sebaliknya. Jenis model ini disebut sebagai variabel homogilizer.

Keadaan pada kuadran 3 yang disebut dengan quasi moderator (moderator semu) terjadi apabila variabel moderator akan memodifikasi bentuk hubungan antara variabel X dan atau variabel Y seperti tampak pada kuadran 3 dan 4. kuadran 3 menunjukan bahwa variabel Z berhubungan dengan variabel X dan atau variabel Y serta berinteraksi dengan variabel X. Variabel Z berfungsi sebagai variabel predictor (independent) dan sekaligus dan sekaligus juga berinteraksi dengan variabel predictor lainnya (X).

Keadaan pada kuadran 4, variabel moderator (Z) tidak berhubungan dengan variabel X dan variabel Y, tetapi berinteraksi dengan variabel X. Keadaan ini dinamakan pure moderator (moderator asli). Berdasarkan jenis-jenis moderator tersebut, maka dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pure moderator (moderator asli) yang secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Ghozali, 2013):

Yi = α + β1X1 + β2Z1 + β3Xi*Zi + ε Keterangan:

Yi = Variabel criterion (dependent) Xi = Variabel predictor (independent) Zi = Moderator


(25)

Β = Koefisien regresi

b. Metode Pengujian Variabel Moderator

Menurut Ghozali (2013) terdapat dua metode untuk mengidentifikasi ada tidaknya variabel moderator tersebut:

1) Sub-group (sub kelompok)

Analisis sub-kelompok digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya jenis moderato homogilizer. Anaisis ini dilakukan degngan memecah sampel menjadi dua sub-kelompok atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang dihipotesiskan sebagai moderator. Pengelompokan ini dapat dilakukan secara kualitatif maka pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan nilai median (nilai tengah) atau mean (nilai rata-rata) dengan pengelompokan di atas dan di bawah mean atau median. Menurut Yudiaatmaja (2013) metode sub-group dapat dihitung dengan rumus:

F

hitung

=

(SSRTSSRG) k

SSRG (n1+n2−2k) Keterangan:

SSRT = Sum of Square Residual Total SSRG = Sum of Square Residual Group k = Jumlah variabel

n1 = Jumlah data group 1 n2 = Jumlah data group 2

Apabila Fhitung < Ftabel maka variabel pemoderasi tersebut tidak memoderasi hubungan kausal variabeldependen terhadap variabel independen.


(26)

Menurut Ghozali (2013) Moderated Regression Analysis berbeda dengan analisis sub-kelompok, karena menggunakan pendekatan analitik yang mempertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderator. Menggunakan variabel MRA dengan satu variabel predictor (X) harus dilakukan dengan membandingkan tida persamaan regresi untuk menentukan jenis variabel moderator. Ketiga persamaan tersebut adalah:

Yi = α + β1X1 + ε (1)

Yi = α + β1X1 + β2Zi + ε (2) Yi = α + β1X1 + β2Zi + β3Zxi*Zi + ε (3)

Jika persamaan (2) dan (3) tidak berbeda secara signifikan atau (β3 = 0; β2 ≠ 0) maka Z bukanlah variabel moderator, tetapi sebagai variabel predictor (independen) seperti yang terlibat pada kuadran 1 pada gambar 1.2 jika variabel Z merupakan variabel pure moderator (kuadran 4) maka persamaan (1) dan (2) tidak berbeda tetapi harus berbeda dengan persamaan (3) atau (β2 = 0; β3 ≠ 0). Variabel Z merupakan variabel quasi moderator (kuadran 3) jika persamaan (1), (2), dan (3) harus berbeda satu dengan lainnya atau (β2 ≠ β3 ≠ 0).

c. Uji Hipotesis 1) Uji Selisih Mutlak

Frucot dan Shearon (Ghozali, 2013) mengajukan model regresi yang agak berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model nilai selisih mutlak dari variabel independen dengan rumus persamaan regresi:

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3 |X1 – X2| Dimana:

Xi merupakan merupakan nilai standardizer skor [(Xi – Xi) / σXi] = Zscore |X1 – X2| = merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut perbedaan antara X1 dan X2. 2) Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefesien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen dalam bentuk persen yang dapat dilihat pada nilai adjusted R Square (R2). Jika nilai R2 yang kecil berarti


(27)

kemampuan variabel dependen terhadap variabel independen sangat terbatas atau kecil dan begitu pula sebaliknya. Pengujian dihitung menggunakan aplikasi analisis multivariete dengan program IBM SPSS 20.

9. Definisi Operasional a. Variabel Dependen

Menurut Sakaran (2003) variabel dependen merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti, dengan kata lain melalui analisis terhadap variabel dependen adalah mungkin untuk menentukan solusi dari masalah yang ada. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah turnover intention karyawan kontrak gerai indomaret.

b. Variabel Independen

Menurut sakaran (2003) variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif atau negatif, jika terdapat variabel independen, variabel dependen juga hadir dan dengan setiap unit kenaikan dalam variabel independen, terdapat pula kenaikan atau penurunan dalam variabel dependen. Dengan kata lain, variabel-variabel dependen ditentukan oleh variabel independen. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah job insecurity dengan variabel kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian.

c. Variabe Moderasi

Menurut Ghozali (2013) variabel moderasi adalah variabel yang memperlemah atau memperkuat hubungan atau dampak dari hubungan variabel independen dan variabel dependen. Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrak kerja karyawan. Sedangkan definisi operasional kontrak kerja dalam penelitian ini adalah kesepakatan bersama antara perusahaan dan karyawan agar tidak saling merugikan dalah hal turnover.

d. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian yang bertujuan untuk menetralkan pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara


(28)

variabel dependen dan variabel independen. Hasil penelitian Manurung dan Ratnawati (2012) menyatakan bahwa wanita lebih cendrung melakukan turnover, selanjutnya individu dengan usia 21-30 lebih cendrung melakukan turnover dibanding rentan usia yang lain, selanjutnya dilihat dari masa kerja, masa kerja lebih dari dua tahun lebih cendrung melakukan turnover, dan yang terakhir mengenai pendidikan terakhir S1/DIV lebih besar kemungkinan untuk melakukan turnover. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, masa kerja, dan pendidikan terakhir.

Daftar Pustaka

Akdon dan Ridwan. 2007. Rumusan dan Data dalam Analisis Statistika. Cet 2. Bandung: Alfabeta.

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ashford, S.J., C. Lee, dan P. Bobko. 1989. ”Content, Causes, and Consequences of Job insecurity: A Theory Based Measure and Substantive Test”, Academy of Management Journal, Vol. 32, No. 4, P. 803-829.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program. Edisi Ketujuh. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grant Kent, David W. Cravens, George S. Low and William C. Moncrief. 2001. “The Role of Satisfaction With Territory Design on the Motivation, Attitudes, and Work Outcomes of Salespeople”, Journal of the Academy of Marketing Science, Volumen 29, No. 2, P. 165-178.

Greenhalgh, L. & Z. Rosenblatt. 1984. ”Job Insecurity: Towards Conseptual Clarity”, Academy of Management Review, Vol. 9, No. 3, P. 438-448.

Harnoto. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Jakarta: PT. Prehallindo. Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Henle, Christine A. Dan Blanchard, Anita L. 2008. “The Interaction of Work Stressor and Organizational Sanctions on Cayberloafing”, Journal of Managerial Issues, 20:383-400.


(29)

Kinnunen, U., S. Mauno, J. Natti, dan M. Happonen. 2000. ”Organizational Antecedents and Outcomes of Job insecurity: A Longitudinal Study In Three Organizations In Finland”, Journal of Organizational Behavior, 21: 443-459.

Kurniasari, L.b2004. ”Pengaruh Komitmen Organisasi dan Job insecurity Karyawan Terhadap Intensi Turnover”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Airlangga Surabaya.

Low. George. S., 2001, “Antecedents and Consequences of Salesperson Burnout,” European Journal of Marketing, Vol. 35, No. 5/6, p. 587-611.

Manurung dan Ratnawati. 2012. “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan”, Journal of Managemen, Vol.1, No. 2, p. 145-157.

Maryono. 2009. “Tenaga Kontrak: Manfaat Dan Permasalahannya”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 16, No.1, P. 26 – 31.

Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2004. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Mobley, W. H. 1996. Pergantian Karyawan: Sebab Akibat dan Pengendaliannya. Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Partina, A. 2002. ”Dukungan Sosial Sebagai Variabel Pemoderasi Hubungan Antara Job insecurity dan Konsekuensinya”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Indonesia. PT Indeks Kelompok.

Robinson, S. L. dan Rousseau, D. M. 2000. Psychological Contract Inventory Technical Report. USA: Carnegie Mellon University.

Rosenblattt, Z., dan A. Ruvio. 1996. ”A Test Multidimensional Model of Job Insecurity: The Case of Israeli Teachers”, Journal of Organizational Behavior, 17:587-605.

Russ, F.A., & McNelly, K.M. 1995. “Link among satisfaction, commitmen and turnover intension: the moderating effect of experiences, gender and perfomance”, Journal of Business Research, 34: 57-65.

Sekaran, U. 2003. Reaserch Methodhs for Buisness. USA: John Willey and Sons Inc.

Smithson, Janet & Lewis, Suzan. (2000). “Is job insecurity changing the psychological contract Personnel Review”, Vol.29, No.6, P. 680-702.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhartono, R. 2007. Resign NoWay: Rahasia Sukses dan Bertahan di Tempat Kerja.


(30)

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.

Yudiaatmaja, F. 2013. Analisis Regresi dengan menggunakan aplikasi komputer statistik SPSS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.


(1)

Β = Koefisien regresi

b. Metode Pengujian Variabel Moderator

Menurut Ghozali (2013) terdapat dua metode untuk mengidentifikasi ada tidaknya variabel moderator tersebut:

1) Sub-group (sub kelompok)

Analisis sub-kelompok digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya jenis moderato homogilizer. Anaisis ini dilakukan degngan memecah sampel menjadi dua sub-kelompok atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang dihipotesiskan sebagai moderator. Pengelompokan ini dapat dilakukan secara kualitatif maka pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan nilai median (nilai tengah) atau mean (nilai rata-rata) dengan pengelompokan di atas dan di bawah mean atau median. Menurut Yudiaatmaja (2013) metode sub-group dapat dihitung dengan rumus:

F

hitung

=

(SSRTSSRG)

k SSRG

(n1+n2−2k)

Keterangan:

SSRT = Sum of Square Residual Total SSRG = Sum of Square Residual Group

k = Jumlah variabel

n1 = Jumlah data group 1 n2 = Jumlah data group 2

Apabila Fhitung < Ftabel maka variabel pemoderasi tersebut tidak memoderasi hubungan kausal variabeldependen terhadap variabel independen.


(2)

Menurut Ghozali (2013) Moderated Regression Analysis berbeda dengan analisis sub-kelompok, karena menggunakan pendekatan analitik yang mempertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderator. Menggunakan variabel MRA dengan satu variabel predictor (X) harus dilakukan dengan membandingkan tida persamaan regresi untuk menentukan jenis variabel moderator. Ketiga persamaan tersebut adalah:

Yi = α + β1X1 + ε (1)

Yi = α + β1X1 + β2Zi + ε (2)

Yi = α + β1X1 + β2Zi + β3Zxi*Zi + ε (3)

Jika persamaan (2) dan (3) tidak berbeda secara signifikan atau (β3 = 0; β2 ≠ 0) maka Z bukanlah variabel moderator, tetapi sebagai variabel predictor (independen) seperti yang terlibat pada kuadran 1 pada gambar 1.2 jika variabel Z merupakan variabel pure moderator (kuadran 4) maka persamaan (1) dan (2) tidak berbeda tetapi harus berbeda dengan persamaan (3) atau (β2 = 0; β3 ≠ 0). Variabel Z merupakan variabel quasi moderator (kuadran 3) jika persamaan (1), (2), dan (3) harus berbeda satu dengan lainnya atau (β2 ≠ β3 ≠ 0).

c. Uji Hipotesis 1) Uji Selisih Mutlak

Frucot dan Shearon (Ghozali, 2013) mengajukan model regresi yang agak berbeda untuk menguji pengaruh moderasi yaitu dengan model nilai selisih mutlak dari variabel independen dengan rumus persamaan regresi:

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3 |X1 – X2| Dimana:

Xi merupakan merupakan nilai standardizer skor [(Xi – Xi) / σXi] = Zscore |X1 – X2| = merupakan interaksi yang diukur dengan nilai absolut perbedaan antara X1 dan X2. 2) Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefesien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen dalam bentuk persen yang dapat dilihat pada nilai adjusted R Square (R2). Jika nilai R2 yang kecil berarti


(3)

kemampuan variabel dependen terhadap variabel independen sangat terbatas atau kecil dan begitu pula sebaliknya. Pengujian dihitung menggunakan aplikasi analisis multivariete dengan program IBM SPSS 20.

9. Definisi Operasional

a. Variabel Dependen

Menurut Sakaran (2003) variabel dependen merupakan variabel yang menjadi perhatian utama peneliti, dengan kata lain melalui analisis terhadap variabel dependen adalah mungkin untuk menentukan solusi dari masalah yang ada. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah turnover intention karyawan kontrak gerai indomaret.

b. Variabel Independen

Menurut sakaran (2003) variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif atau negatif, jika terdapat variabel independen, variabel dependen juga hadir dan dengan setiap unit kenaikan dalam variabel independen, terdapat pula kenaikan atau penurunan dalam variabel dependen. Dengan kata lain, variabel-variabel dependen ditentukan oleh variabel independen. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah job insecurity dengan variabel kondisi pekerjaan, konflik peran, pengembangan karir, dan pusat pengendalian.

c. Variabe Moderasi

Menurut Ghozali (2013) variabel moderasi adalah variabel yang memperlemah atau memperkuat hubungan atau dampak dari hubungan variabel independen dan variabel dependen. Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrak kerja karyawan. Sedangkan definisi operasional kontrak kerja dalam penelitian ini adalah kesepakatan bersama antara perusahaan dan karyawan agar tidak saling merugikan dalah hal turnover.

d. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian yang bertujuan untuk menetralkan pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara


(4)

variabel dependen dan variabel independen. Hasil penelitian Manurung dan Ratnawati (2012) menyatakan bahwa wanita lebih cendrung melakukan turnover, selanjutnya individu dengan usia 21-30 lebih cendrung melakukan turnover dibanding rentan usia yang lain, selanjutnya dilihat dari masa kerja, masa kerja lebih dari dua tahun lebih cendrung melakukan turnover, dan yang terakhir mengenai pendidikan terakhir S1/DIV lebih besar kemungkinan untuk melakukan turnover. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka variabel kontrol dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, masa kerja, dan pendidikan terakhir.

Daftar Pustaka

Akdon dan Ridwan. 2007. Rumusan dan Data dalam Analisis Statistika. Cet 2. Bandung: Alfabeta.

Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ashford, S.J., C. Lee, dan P. Bobko. 1989. ”Content, Causes, and Consequences of Job insecurity: A Theory Based Measure and Substantive Test”, Academy of Management Journal, Vol. 32, No. 4, P. 803-829.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program. Edisi Ketujuh. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grant Kent, David W. Cravens, George S. Low and William C. Moncrief. 2001. “The Role of Satisfaction With Territory Design on the Motivation, Attitudes, and Work Outcomes of Salespeople”, Journal of the Academy of Marketing Science, Volumen 29, No. 2, P. 165-178.

Greenhalgh, L. & Z. Rosenblatt. 1984. ”Job Insecurity: Towards Conseptual Clarity”, Academy of Management Review, Vol. 9, No. 3, P. 438-448.

Harnoto. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Jakarta: PT. Prehallindo. Hasibuan, Malayu S.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Henle, Christine A. Dan Blanchard, Anita L. 2008. “The Interaction of Work Stressor and Organizational Sanctions on Cayberloafing”, Journal of Managerial Issues, 20:383-400.


(5)

Kinnunen, U., S. Mauno, J. Natti, dan M. Happonen. 2000. ”Organizational Antecedents and Outcomes of Job insecurity: A Longitudinal Study In Three Organizations In Finland”, Journal of Organizational Behavior, 21: 443-459.

Kurniasari, L.b2004. ”Pengaruh Komitmen Organisasi dan Job insecurity Karyawan Terhadap Intensi Turnover”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Airlangga Surabaya.

Low. George. S., 2001, “Antecedents and Consequences of Salesperson Burnout,” European Journal of Marketing, Vol. 35, No. 5/6, p. 587-611.

Manurung dan Ratnawati. 2012. “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan”, Journal of Managemen, Vol.1, No. 2, p. 145-157.

Maryono. 2009. “Tenaga Kontrak: Manfaat Dan Permasalahannya”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol. 16, No.1, P. 26 – 31.

Mathis, Robert L. & Jackson, John H. 2004. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Mobley, W. H. 1996. Pergantian Karyawan: Sebab Akibat dan Pengendaliannya. Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Partina, A. 2002. ”Dukungan Sosial Sebagai Variabel Pemoderasi Hubungan Antara Job insecurity dan Konsekuensinya”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Indonesia. PT Indeks Kelompok.

Robinson, S. L. dan Rousseau, D. M. 2000. Psychological Contract Inventory Technical Report. USA: Carnegie Mellon University.

Rosenblattt, Z., dan A. Ruvio. 1996. ”A Test Multidimensional Model of Job Insecurity: The Case of Israeli Teachers”, Journal of Organizational Behavior, 17:587-605.

Russ, F.A., & McNelly, K.M. 1995. “Link among satisfaction, commitmen and turnover intension: the moderating effect of experiences, gender and perfomance”, Journal of Business Research, 34: 57-65.

Sekaran, U. 2003. Reaserch Methodhs for Buisness. USA: John Willey and Sons Inc.

Smithson, Janet & Lewis, Suzan. (2000). “Is job insecurity changing the psychological contract Personnel Review”, Vol.29, No.6, P. 680-702.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhartono, R. 2007. Resign NoWay: Rahasia Sukses dan Bertahan di Tempat Kerja.


(6)

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39.

Yudiaatmaja, F. 2013. Analisis Regresi dengan menggunakan aplikasi komputer statistik SPSS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.