23
dari unit proksina sector formal biasanya bermodal besar, pemilik usaha seringkali bukan hanya satu individu saja bahkan biasa konglomerat,
berskala besar berteknologi tinggi, dan beroprasi di pasar internasional. Sector formal ini meliputi BUMN, dan perusahaan swasta.
b. Pekerjaan Sektor Informal
Berdasarkan ciri pekerjaannya sector informal diartikan sebagai sector dimana pekerjaan tidak didasarkan kontrak kerja yang jelas bahkan
seringkali si pekerja bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilannnya bersifat tidak tetap dan tidak permanent. Sector ini tidak membutuhkan
persyaratan ketat. Apabila didasarkan atas unit produksinya sector informal bermodal local atau dalam negri yang relatif kecil, pemilikan
oleh satu individu atau keluarga, padat karya, dengan teknologi madya dan umunya beroprasi di pasar local. Dalam penelitian ini jenis pekerjaan
yang dimaksud adalah pekerjaan yang berada pada sector informal yang diarahkan berdasarkan definisi menurut ciri pekerjaan yang dilakukan
beserta pola pengarah tenaga kerja.
D. Perempuan Pekerja
Ideologi patriarki telah berkembang di dalam masyarakat sejak berabad-abad, ideology ini menganut pembagian kerja secara seksual, yakni bahwa perempuan
itu lemah, kurang bertanggung jawab dan lain-lain, sehingga pekerjaan yang cocok baginya adalah disektor rumah tangga Budiman 1985 dalam Argyo
Damartoto, 2009. Namun menurut Stuart Mill dalam Argyo Damartoto 2009, apa yang disebut sifat keperempuanan adalah hasil pemupukan masyarakat
24
melalui system pendidikan.Kenyataan pembangunan yang menempatkan perempuan sebagai tenaga produktif murah dalam upaya memicu pertumbuhan
ekonomi, baik itu dalam suatu perusahaan maupun Negara yang memperkerjakan Buruh ke luar negeri dengan alasan devisa Negara. Diskriminasi upah,
keterbatasan jaminan sosial menyebabkan pekerja perempuan tetap berada dalam posisi marginal Effendi 1995 dalam Argyo Damartoto 2009:21. Lebih jauh ia
mengungkapkan, banyak pekerja perempuan kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja. Program jarring pengamanan social yang diintrodusir
pemerintah untuk membantu korban pemutusan hubungan kerja cenderung bias gender.
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto 2011, sebagai akibat bias gender, beban beban kerja diperkuat lagi dengan pandangan masyarakat bahwa semua pekerjaan
yang dilakukan perempuan dalam rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Karenanya dianggap rendah, disbanding jenis pekerjaan yang
dianggap pekerjaan laki-laki dan dianggap tidak produktif sehingga tidak diperhitungkan dalam statistic ekonomi enaga dan sebagai konsekuensinya upah
perempuan lebih rendah disbanding laki-laki, bahkan pada jenis pekerjaan yang sama.Perempuan sesungguhnya mempunyai peran ganda dalam kesehariannya,
dimana perempuan mempunyai perannya sendiri sebagai perempuan normatif dan peran sebagai laki-laki yang menjadi tulang punggung dalam suatu keluarga.
Menurut Mosser 1999 dalam Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2011, menyebutkan bahwa perempuan tidak hanya berperan ganda, akan tetapi
perempuan mempunyai triple role triple burden: peran reproduksi, yaitu peran