pihak pemberi pinjaman tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila nilai objek jaminan
melebihi besarnya utang yang dijamin, dan dapat mencegah tindakan sewenang- wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak peminjam.
B. Hukum Jaminan Dalam Perspektif Hukum Kebendaan
Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawabdari pembinaan hukum mengimbangi
lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam bidang proyek pembangunan.
Kegiatan-kegiatan demikian tidak hanya dilakukan oleh warga negara Indonesia pada umumnya, karena kegiatan tersebut telah menjadi kebutuhan rakyat pada
umumnya. Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak
mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa, sehingga terhadap bidang hukum initidak ada keberatannya untuk diatur lebih
lanjut. Hukum jaminan tergolong dalam bidang hukum yang popular dengan sebutan The Economic Law, Wiertschaftrecht atau DroitEconomique, yang
mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, sehingga bidang hukum demikian pengaturannya dalam undang-
undang perlu diprioritaskan.
55
55
Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia : Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, dalam Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm.33.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perspektif hukum kebendaaan, lembaga hak jaminan merupakan hak kebendaan, yaitu kebendaan yang memberi jaminan dan dengan sendirinya
pengaturannya terdapat di dalam buku II KUH Perdata. Apabila memiliki sistematik KUH Perdata, terkesan hukum jaminan hanya merupakan hukum
jaminan kebendaan saja, berhubung pengaturannya terdapat dalam Buku II KUH Perdata. Padahal disamping jaminan kebendaan, dikenal pula jaminan
perseorangan yang pengaturannya diatur dalam buku III KUH Perdata. Sebenarnya baik perjanjian jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan
keduanya timbul dari perjanjian, hanya karena dalam sistematika KUH Perdata dipisahkan letaknya, maka seakan-akan hanya jaminan kebendaan yang
merupakan objek hukum jaminan. Belanda dalam hukum barunya tetap memisahkan kedua jenis jaminan ini karena mereka masih membentuk hukum
perdata dalam satu kodifikasi. Karena jaminan merupakan sarana pengaman dan perlindungan bagi para
kreditur, maka baik jaminan kebendaan seperti yang terdapat di dalam buku II KUH Perdata maupun jaminan perseorangan yang terdapat dalam buku III KUH
Perdata, juga merupakan bagian dari hukum jaminan. Pengaturan hukum jaminan tidak perlu dalam hukum benda meskipun benda merupakan hal yang sangat
esensial di dalam hukum jaminan. Pengaturan hukum jaminan dan hukum benda dapat terpisah dalam dua peraturan, tetapi kesinambungannya sebagai suatu
sistem harus ada dan tetap diperhatikan.
56
56
Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal Suatu Konsep
dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan. Dalam Ibid. hlm.34
Universitas Sumatera Utara
Hak jaminan kebendaan termasuk bagi hukum benda, ketentuan-ketentuan hukum jaminan akan banyak diwarnai dan dipengaruhi oleh aturan-aturan di
seputar hukum benda. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu,
dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan.
Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud memberikan hak verhaal hak untuk meminta pemenuhan piutangnya kepada si kreditur, terhadap
hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya.
57
Hak kebendaan yang memberikan jaminan juga memberi kepada yang berhak kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil
penjualan barang yang dibebani; misalnya hak tanggungan, hak gadai, hipotek, dll.
58
Pengaturan hukum benda tidak hanya bersumber dari KUH Perdata, melainkan juga bersumber kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yang
juga mengatur hukum kebendaan tentang tanah dan benda lainnya yang menjadi satu kesatuan dengan tanah. Oleh karena itu, pengaturan jaminan kebendaan yang
menyangkut tanah dan benda lainnya yang menjadi satu kesatuan dengan tanah harus sinkron dengan asas dan sendi pokok yang diatur dalam hukum kebendaan
tentang tanah dan benda lainnya yang menjadi satu kesatuan dengan tanah. Oleh karena itu, pembaharuan hukum jaminan kebendaan tidak akan lepas dari
kerangka hukum jaminan.R. Subekti dalam makalahnya menyatakan:
57
Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hlm. 176.
58
Ibid, hlm. 156.
Universitas Sumatera Utara
Bagaimana bentuk sistem mengenai hukum benda itu kita nanti, hukum jaminan kebendaan harus mengikuti sistem yang digariskan oleh hukum
benda. Memang perihal jaminan, tempatnya adalah dalam hukum benda. Ia merupakan bagian dari hukum benda itu. Oleh karena itu, sebelum kita
merancangkan sistem atau kerangka dari hukum jaminan nasional, terlebih dahulu kita harus memproyeksikan sistem hukum benda kita nanti.
59
Benda terpenting telah diatur dalam UUPA sedangkan benda lain yang bukan tanah masih dualistis. Dalam pembentukan hukum benda nasional
kita akan bertitik tolak dari UUPA dan dasar pemikiran UUPA itu yang akan melandasi hukum benda nasional. Barangkali dari hukum benda
nasional ini dapat dirancangkan hukum jaminan nasional, khususnya hak tanggungan atas tanah. Dalam kaitan hukum jaminan itu yang sangat
penting adalah cara pembedaan benda itu pula dapat ditentukan lembaga jaminan yang akan dipergunakan. Dengan lahirnya UUPA yang mengatur
tentang benda tanah di Indonesia, telah memberi akibat yang sangat besar kepada ketentuan hukum benda.
Kemudian Djuhaendah Hasan dalam disertasinya menemukakan hal yang sama, antara lain sebagai berikut :
60
Dalam perspektif hukum adat, perjanjian jaminan ini timbul karena adanya perjanjian pokok, yaitu berupa utang piutang atau perjanjian pinjam-meminjam,
yang dalam alam pemikiran hukum adat termasuk pekerjaan tolong menolong. Meskipun tidak tegas dan berdasarkan prinsip saling mempercayai, hukum adat
juga mengenal jaminan sebagai sarana pengaman piutang atau pinjaman, hanya dalam hukum adat kedudukan dan hak kreditur terhadap objek jaminan ini tidak
tegas seperti dalam pengaturan KUH Perdata.
61
Menurut hukum adat yang dapat menjadi objek jaminan itu bisa tanah atau benda bukan tanah dengan lembaganya baik berupa tanggungan, jonggolan bagi
tanah, sedangkan bagi benda bukan tanah akan berlaku goed, borg atau cekalan.
59
R. Subekti, 1981, Suatu Tinjauan tentang Sistem Hukum Jaminan Nasioanal, dalam Ibid, hlm 35
60
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm.36.
61
Ibid, hlm. 37
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kehidupan masyarakat adat dikenal istilahngegade atau gade yang berarti menjamin benda, tetapi ini bukan dalam arti jual gade atau adol sende atau
gadai tanah, karena gadai tanah bukan perbuatan menjaminkan tetapi perbuatan jual untuk waktu tertentu. Jual gede merupakan perjanjian yang berdiri sendiri,
sedangkan gade atau ngagade merupakan perjanjian accesoir terhadap perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian piutang.
62
C. Sifat Dan Bentuk Jaminan