1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian ringkas dari latar belakang di atas, memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian adalah
berapakah angka kejadian Nefropati pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang dirawat inap dan rawat jalan di sub bagian
Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi Nefropati pada penderita Diabetes Mellitus Tipe
II yang dirawat inap dan rawat jalan di sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik,
Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: a
Untuk mengetahui berapa orang pasien Nefropati pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang rawat inap.
b Untuk mengetahui berapa orang pasien Nefropati pada
penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang rawat jalan. c
Untuk mengetahui angka kejadian Nefropati pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II menurut jenis
kelamin. d
Untuk mengetahui angka kejadian Nefropati pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang dirawat inap
dan rawat jalan di sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan menurut
kelompok umur. e
Untuk mengetahui angka kejadian jangka waktu menderita Diabetik Mellitus Tipe II pada pasien
Diabetik Nefropati.
Universitas Sumatera Utara
f Untuk mengetahui distribusi jenis pekerjaan pada
pasien Diabetik Nefropati.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
a Sebagai bahan informasi dan pengetahuan kepada tenaga medis,
terutama dokter mengenai prevalensi Nefropati pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang dirawat inap dan rawat jalan di
sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009.
b Sebagai referensi penelitian lebih lanjut.
c Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
peneliti tentang Nefropati Diabetik. d
Menambah pengetahuan masyarakat dan seterusnya meningkatkan kesadaran mengenai Nefropati Diabetik.
e Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan semaksimal
mungkin bagi mengelakkan terjadinya Nefropati Diabetik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus DM
2.1.1. Definisi Diabetes Mellitus DM
Diabetes melitus adalah sindrom kelainan metabolisme karbohidrat yang ditandai hiperglikemia kronik akibat defek pada sekresi insulin dan
atau tidak adekuatnya fungsi insulin. Diabetes melitus tipe II adalah kelompok DM akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran otot,
jaringan adiposa dan hepar berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar terhadap
insulin ini, selanjutnya dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia R.M. Tjekyan, S., 2007.
Berdasarkan WHO Diabetes Mellitus DM adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak cukup memproduksi insulin, atau ketika
tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
hyperglycaemia WHO, 2008.
2.1.2. Etiologi Diabetes Mellitus DM
Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik,
obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan R.M. Tjekyan, S., 2007.
Produksi insulin yang cukup atau ketidakmampuan sel untuk menggunakan insulin dengan benar dan efesien akan menyebabkan
hiperglikemia dan diabetes. Kondisi ini akan mempengaruhi kebanyakkan sel-sel otot dan jaringan lemak. Hasil dari kondisi ini disebut sebagai
resistansi insulin. Ini adalah masalah utama pada Diabetes Mellitus Tipe II. Dalam Diabetes Mellitus Tipe II ini juga dijumpai penurunan sel beta
Universitas Sumatera Utara
secara stabil yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar gula darah Medicinenet.com, 2005.
Diabetes Mellitus Tipe I adalah kurangnya insulin secara mutlak. Hal ini terjadi kerana adanya gangguan dalam proses memproduksi insulin
daripada sel beta di pankreas akibat daripada kerusakan sekunder Medicinenet.com, 2005.
Pada dasarnya, jika seseorang itu ada resisten terhadap insulin, prnghasilan insulin di dalam tubuhnya akan meningkat sehingga mencapai
suatu tahap tertentu untuk mengatasi kondisi ini. Setelah itu, jika produksi insulin berkurang atau insulin tidak dapat dilepaskan, maka terjadilah
hiperglikemia Medicinenet.com, 2005.
2.1.3.
Faktor risiko diabetes tipe II terbagi kepada 3 yaitu faktor risiko
yang tidak dapat diubah, diperbaiki dan lain-lain Tedjapranata, M., 2009 Faktor Risiko Diabetes Mellitus DM
. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat
keluarga dengan diabetes, usia 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM
Gestasional, riwayat berat badan lahir rendah 2,5 kg Tedjapranata, M.,
2009 Faktor risiko yang dapat diperbaiki adalah seperti berat badan lebih
indeks massa tubuh 23kgm2, kurang aktivitas fisik, hipertensi14090 mmHg, dislipidemia HDL 35 mgdl dan atau trigliserida 250 mgdl,
diet tinggi gula rendah serat Tedjapranata, M., 2009
.
Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita sindrom ovarium poli-kistik, atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan ressitensi insulin,sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa tergangguglukosa darah puasa terganggu, riwayat penyakit
kardiovascular stroke, penyempitan pembuluh darah koroner
jantung,pembuluh darah arteri kaki Tedjapranata, M., 2009
.
.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus DM
Diabetes Mellitus DM dibahagikan kepada 2 jenis yaitu Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II American Heart
Association, 2007. Diabetes Mellitus Tipe II adalah paling sering dijumpai
terutamanya pada dewasa. Walaubagaimanapun kasus pada remaja dan anak-anak untuk Diabetes Mellitus tipe II juga makin meningkat. Diabetes
Mellitus Tipe II ini adalah disebabkan oleh penghasilan insulin yang tidak cukup atau penggunaan insulin yang tidak efesien resistansi insulin
American Heart Association, 2007. Diabetes Mellitus Tipe I biasanya dijumpai pada anak-anak.
Diabetes jenis ini disebabkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau penghasilannya sedikit American Heart Association, 2007.
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI Perkumpulan Endokrinologi Indonesia adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi
DM menurut American Diabetes Association ADA 1997, sebagai berikut Shahab, A., 2006:
1. Diabetes Melitus tipe 1 destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut :
Autoimun
Idiopatik tidak diketahui penyebabnya 2.
Diabetes Melitus tipe 2 bervariasi mulai dari yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin 3.
Diabetes Melitus tipe lain : A.
Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity Onset Diabetes of the Young MODY 1,2,3.
DNA mitokondria B.
Defek genetik kerja insulin
Universitas Sumatera Utara
C. Penyakit endokrin pankreas :
pankreatitis
tumor pankreas pankreatektomi
pankreatopati fibrokalkulus
D. Endokrinopati :
akromegali
sindrom Cushing
feokromositoma
hipertiroidisme
E. Karena obatzat kimia :
vacor, pentamidin, asam nikotinat
glukokortikoid, hormon tiroid
tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
F. Infeksi :
Rubella kongenital, Cytomegalovirus CMV
G. Sebab imunologi yang jarang :
antibodi anti insulin
H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
:
sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional DMG
2.1.5. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus DM
Kedua-kedua jenis diabetes memiliki gejala yang sangat mirip. Gejala pertama berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Gula tumpah ke dalam urin ketika kadar gula darah naik di atas 160-180 mg dL. Ketika tingkat gula dalam urin meningkat lebih
tinggi lagi, ginjal mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar gula, maka menghasilkan air seni yang berlebihan, jadi
penderita diabetes sering buang air kecil dengan volume yang banyak
Universitas Sumatera Utara
poliuria. Buang air kecil yang berlebihan mengakibatkan rasa haus yang tidak normal polidipsia. Selain itu disebabkan kehilangan kalori yang
berlebihan dalam urin, maka berat badan penderita Diabetes Mellitus DM akan menurun. Untuk mengkompensasinya, penderita DM akan
sering merasa lapar. Gejala lain untuk Diabetes Mellitus DM termasuk penglihatan kabur, pusing, mual, dan menurunnya daya tahan semasa
melakukan aktivitas Kishore, P. MD, 2008. Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe I, gejalanya sering muncul
secara tiba-tiba dan dramatis. Dalam Diabetes Mellitus Tipe I ini bisa terjadinya ketoasidosis diabetikum. Hal ini terjadi karena tubuh tidak bisa
menghasilkan insulin atau penghasilan insulinnya tidak adequate, maka sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan gula yang terdapat di dalam darah,
jadi sel-sel tubuh akan menjalani mekanisme back-up untuk memperolehi energi supaya sel-sel tubuh bisa hidup. Sel-sel lemak akan mulai lisis dan
menghasilkan keton. Keton ini memberikan energi kepada sel tetapi akan menyebabkan darah menjadi asam ketoasidosis. Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan, penurunan berat badan, rasa mual, muntah, kelelahan, dan
pada anak-anak terutmanya sakit perut. Selain itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I juga cenderung untuk bernafas lebih dalam dan cepat
karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keadaan keasaman dalam darah. Di samping itu, pasien Diabetes Mellitus Tipe I ini nafasnya berbau
seperti penghapus cat kuku. Jika tidak diobati, ketoasidosis diabetikum ini bisa mengakibatkan koma dan kematian dalam beberapa jam Kishore, P.
MD, 2008. Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II mungkin tidak memiliki
gejala apapun selama bertahun-tahun atau berpuluhan tahun sebelum mereka didiagnosis. Gejala yang mungkin muncul adalah gejala yang
halus. Gejala-gelaja yang bisa didapati pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II pada awalnya adalah peningkatan urinasi dan haus yang ringan dan
keadaannya akan menjadi semakin buruk. Akhirnya, penderita DM Tipe II
Universitas Sumatera Utara
akan merasa sangat lelah, penglihatannya kabur, dan mungkin mengalami dehidrasi Kishore, P. MD, 2008.
Oleh karena penderita Diabetes Mellitus Tipe II dapat menghasilkan insulin, maka ketoasidosis tidak terjadi. Namun, kadar gula
darah dapat menjadi sangat tinggi sering melebihi 1.000 mg dL. Kadar gula darah yang tinggi ini adalah akibat dari stres, infeksi atau penggunaan
narkoba. Kadar gula darah yang tinggi ini bisa mengakibatkan dehidrasi yang parah, kebingungan mental, pusing, dan kejang, yang disebutkan
koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik Kishore, P. MD, 2008.
2.1.6. Patogenesis Diabetes Mellitus
Terdapat 2 jenis diabetes yaitu Diabetes Mellitus Tipe I dan Tipe II. Diabetes mellitus tipe I juga disebut insulin dependent diabetes mellitus
IDDM, atau juve nile diabetes melitus. Dalam diabetes mellitus tipe I, pankreas mengalami serangan autoimmune oleh tubuh sendiri, dan
menyebabkan sel-sel pankreas tidak bisa menghasilkan insulin. Antibodi abnormal telah ditemukan di sebagian besar pasien dengan diabetes
mellitus tipe I. Antibodi adalah protein dalam darah yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Pasien yang menderita diabetes
mellitus tipe I harus bergantung pada obat insulin untuk bertahan hidup. Pada penyakit autoimun, seperti diabetes mellitus tipe I, sistem kekebalan
tubuh secara keliru memproduksi antibodi dan sel-sel inflamasi yang menentang jaringan tubuh sendiri dan menyebabkan kerusakan pada
jaringan tubuh sendiri. Pada pasien Diabetes Mellitus Tipe I, sel-sel beta pankreas yang bertanggung jawab untuk produksi insulin diserang oleh
sistem kekebalan tubuh. Hal ini diyakini bahwa warisan genetik mungkin suatu faktor risiko berkembangnya antibiotik yang abnormal. Selain itu,
paparan terhadap infeksi virus tertentu gondok dan Coxsackie virus atau racun-racun lingkungan hidup lainnya bisa memicu respons antibodi
abnormal yang merusakan sel-sel pankreas. Terdapat beberapa antibodi
Universitas Sumatera Utara
yang dijumpai pada diabetes mellitus tipe I yaitu anti-islet
Diabetes mellitus tipe II juga disebut sebagai non-insulin dependent diabetes mellitus NIDDM, atau orang dewasa diabetes
mellitus AODM. Dalam diabetes mellitus tipe II, pasien dapat memproduksi insulin, tetapi tidak dapat menggunakannya secara adequate,
terutama pada pasien yang mengalami resistensi insulin. Pada kebanyakkan kasus, biasanya penghasilan insulin banyak, hanya jadi
masalah apabila sel-sel tubuh seperti sel lemak dan sel otot kurang peka terhadap insulin. Selain masalah dengan peningkatan
sel, anti-insulin dan anti-glutamat dekarboksilase Medicinenet.com, 2005.
resistensi insulin, pelepasan insulin oleh pankreas mungkin juga mengalami kerusakan dan
suboptimal. Pada penderita diabetes tipe mellitus II penghasilan insulin dari beta sel akan berkurangIni adalah faktor utama bagi banyak pasien
dengan diabetes tipe mellitus II yang pada akhirnya memerlukan terapi insulin.. Akhirnya, hati pada pasien DM akan terus memproduksi glukosa
melalui proses yang disebut glukoneogenesis meskipun kadar glukosa meningkat Medicinenet.com, 2005.
Glukosa yalah gula yang paling sederhana ditemukan dalam makanan. Glukosa digunakan sebagai energi untuk sel-sel tubuh supaya
berfungsi secara normal. Karbohidrat dalam makanan dipecah menjadi glukosa di dalam usus halus kemudian diserap oleh usus halus dan dibawa
oleh aliran darah untuk kegunaan semua sel-sel dalam tubuh. Namun, glukosa tidak dapat memasuki ke dalam sel jika tanpa bantuan insulin.
Dalam hal ini, insulin memainkan peranan sebagai transportasi untuk menghantar glukosa memasuki ke dalam sel-sel. Tanpa insulin, sel-sel
akan kekurangan glukosa untuk digunakan sebagai sumber energi, meskipun, adanya glukosa di dalam aliran darah. Akhinya, glukosa yang
lebih ini atau glukosa yang tidak digunakan ini akan diekskresikan dalam urin Medicinenet.com, 2005.
Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel-sel khusus sel beta dari pankreas. Pankreas adalah organ mendalam dalam perut
Universitas Sumatera Utara
terletak di belakang perut. Selain membantu glukosa memasuki sel-sel, insulin juga penting dalam mengatur rapat tingkat glukosa dalam darah.
Setelah makan, kadar glukosa darah akan meningkat, untuk mengatasi peningkatan kadar glukosa, pankreas biasanya melepaskan lebih banyak
insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa memasuki sel-sel dan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Ketika kadar glukosa
darah diturunkan, maka pelepasan insulin dari pankreas dihentikan. Seperti diuraikan di atas, pada pasien dengan diabetes, insulin adalah baik tidak
ada, relatif cukup untuk kebutuhan tubuh, atau tidak digunakan dengan baik oleh tubuh. Semua faktor ini menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah hiperglikemia Medicinenet.com, 2005.
2.1.7. Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis Diabetes Mellitus DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
dilakukan di laboratorium klinik. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh whole blood, vena
ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler Gustaviani, R., 2007. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnotik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejalatanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka
yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif Gustaviani, R., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut: Shahab, A., 2006
1. Usia 45 tahun
2. Berat badan lebih: BBR 110 berat badan idaman atau IMT
23kgm 3.
Hipertensi ≥ 14090mmHg
2
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan anak cacat atau berat badan
lahir bayi 4000gram 6.
Riwayat DM pada kehamilan 7.
Dislipidemia HDL ≤ 35mgdl dan atau trigliserida ≥ 250mgdl
8. Pernah TGT Toleransi Glukosa Terganggu atau GDPT Glukosa
Darah Puasa Terganggu
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvea pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu
≥ 200mgdl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
≥ 126 mgdl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali
lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126mgdl, kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200mgdl pada hari yang lain, atau dari hasil tes
toleransi glukosa oral TTGO didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan
≥ 200mgdl Gustaviani, R., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Cara penatalaksanaan TTGO WHO 1985 adalah seperti berikut :
• Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa karbohidrat
cukup. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan. •
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan.
• Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
• Diberikan glukosa 75gramorang dewasa atau 1,75gramkgBBanak-
anak, dilarutkan dalam air 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit. •
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. •
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus Shahab, A., 2006
1. Kadar glukosa darah sewaktu plasma vena ³ 200 mgdl , atau 2. Kadar glukosa darah puasa plasma vena ³ 126 mgdl
Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir atau Kadar glukosa plasma ³ 200 mgdl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada TTGO.
2.1.8. Komplikasi Diabetes Mellitus :
Komplikasi yang dapat timbul adalah komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut termasuk ketoasidosis diabetik,
hipoglikemi dan hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. Untuk ketoasidosis diabetik adalah kedaaan dekompesasi kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias,terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolute atau insulin relative. Hipoglikemia adalah penurunan kadar
glukosa dalam darah dan biasanya disebabkan peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, asupan karbohidrat yang kurang. Hiperglikemia
Hiperosmolar non ketotik pula adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis, gejalanya adalah dehirasi
Universitas Sumatera Utara
berat, hiperglikemia berat, dan gangguan neurologis Gustaviani, R., 2007.
Diabetes Mellitus juga bisa menyebabkan komplikasi kronis yaitu mikroangiopati dan makroangiopati. Dimana mikroangiopati meliputi
retinopati diabetikum, nefropati dan neuropati. Yang dimaksudkan retinopati diabetekum adalah disebabkan karena kerusakan pembuluh
darah retina. Faktor tejadinya retinopathy diabetik adalah lamanya menderita diabetes, umur penderita , control gula darah, serta faktor
sitemik seperti hipertensi dan kehamilan. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin dan
disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus . Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko untuk menjadi gagal ginjal kronik. Neuropati
diabetikum biasanya ditandai dengan hilangya rasa sensorik terutama bagian distal diikuti dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi
poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan
kelemahan motorik. Makroangiopati adalah penyakit jantung koronor. Diabetes Mellitus mempercepat pengerasan pembuluh darah
aterosklerosis dalam pembuluh darah yang lebih besar.Penyakit jantung koroner adalah disebabkan kurangnya supply darah ke jantung
Gustaviani, R., 2007.
Tabel 2.1. Komplikasi jangka panjang dari diabetes Organjaringan
yg terkena Yang terjadi
Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik
terbentuk menyumbat arteri berukuran besar
atau sedang di jantung, otak, tungkai penis.
Sirkulasi yang jelek menyebabkan
penyembuhan luka yang jelek bisa
menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
Dinding pembuluh darah kecil mengalami
kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen secara normal
mengalami kebocoran penyakit jantung,
stroke, gangren kaki tangan, impoten
dan infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada
pembuluh darah kecil retina
Gangguan penglihatan dan pada
akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal
∗
Penebalan pembuluh darah ginjal
∗
Protein bocor ke dalam air kemih
∗
Darah tidak disaring secara normal
Fungsi ginjal yang buruk
Gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena
glukosa tidak dimetabolisir secara
normal karena aliran darah berkurang
∗
Kelemahan tungkai yang
terjadi secara tiba-tiba atau
secara perlahan
∗
Berkurangnya rasa, kesemutan
nyeri di tangan dan kaki
∗
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf
yang mengendalikan Tekanan darah yang
naik-turun
Universitas Sumatera Utara
tekanan darah dan saluran pencernaan
∗
Kesulitan menelan serta
perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran
darah ke kulit serta hilangnya rasa yang
menyebabkan cedera berulang
∗
Luka, infeksi dalam ulkus
diabetikum
∗
Penyembuhan luka yang jelek
Darah Gangguan fungsi sel
darah putih Mudah terkena
infeksi, terutama infeksi saluran kemih
dan kulit Jaringan ikat
Gluka tidak dimetabolisir secara
normal sehingga jaringan menebal atau
berkontraksi
∗
Sindroma terowongan
karpal Kontraktur Dupuytren
Kishore, P. MD, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.2. Nefropati Diabetik :
2.2.1. Definisi Nefropati Diabetik
Nefropati Diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap 300
mg24 jam atau 200 mgmenit pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurang waktu 3 sampai 6 bulan Hendromartono, 2007.
2.2.2. Etiologi
Penyebab utama untuk nefropati diabetik yalah diabetes mellitus. Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari
penyakit DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat
meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yang lebih tinggi Fase V Nefropati Diabetika Walaa, S., 2004.
2.2.3. Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan
direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM
yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen,
lebih sensitif terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen, dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang
tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus Djokomuljanto R., 1999.
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan
glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-
β yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C PKC yang termasuk dalam serine-threonin
kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperglikemi kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein reaksi Mallard dan Browning. Pada awalnya glukosa akan mengikat
residu asam amino secara non enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi
masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlangsung terus akan terjadi Advance Glycation End Products AGEs
yang irreversible. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam
penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa sel matriks ekstraseluler, serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini
akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi sesuai tahap-tahap pada mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya
kerusakan ginjal juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien DM. Penelitian pada hewan DM menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol
sebagai akibat kelainan reninangiotensin sistem. Diperkirakan bahwa hipertensi pada DM terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen
intrarenal atau intraglomerulus Hendromartono, 2007.
2.2.4. Patologi
Universitas Sumatera Utara
Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis, ekspansi mesangium berupa akumulasi matriks ekstra
selular; penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronektin yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan atau difus
Kimmelstiel – Wilson, hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo – interstisial Hendromartono, 2007.
Tabel 2.2. Karakteristik Nefropati Diabetik
Karakteristik Nefropati Diabetik
• Peningkatan material matriks mesangium
• Penebalan membran basalis glomerulus
• Hialinosis arteriol aferen dan eferen
• Atrofi tubulus
• Fibrosis interstisial
2.2.5.
Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:
Diagnosis
1. DM 2. Retinopati Diabetika
3. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan
serta kadar kreatinin serum 2,5mgdl Lestariningsih, 2004.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada: A.
Anamnesis Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak
khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan,
Universitas Sumatera Utara
luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens Lestariningsih, 2004.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Mata
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa :
i.
Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
ii.
Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena.
iii.
Eksudat berupa :
Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
Cotton wool patches.
Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskhemia retina.
iv.
Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler.
v.
Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
vi.
Neovaskularisasi
vii.
Bila penderita jatuh pada stadium terakhir stadium IV-V atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada.
Cor
kardiomegali Lestariningsih,
2004 :
C. Pulmo
oedem pulmo D.
Pemeriksaan Laboratorium Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2
minggu tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau
Universitas Sumatera Utara
proteinuria satu kali pemeriksaan plus kadar kreatinin serum 2,5 mgdl
Lestariningsih, 2004.
Mikroalbuminuria umumnya didefnisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg hari dan dianggap sebagai prediktor penting timbulnya
nefropati diabetik Hendromartono, 2007. Mikroalbuminuria
Tabel 2.3. Laju Ekskres Albumin Urin:
Kondisi
Laju Ekskresi Albumin Urin
Perbandngan Albumin Urin –
Kreatinin ugmg
Sewaktu 24 jam mghari
Normoalbuminuria 30
20 30
Mikroalbumnuria 30-300
20-200 30-300 299
Makroalbuminuria 300
200 300
International Society of Nephrology ISN menganjurkan penggunakan perbandingan albumin-kretinine albumin-creatinine ratio-ACR untuk
kuantufikasi proteinuria serta sebagai sarana follow up. Perlu dingat bahwa banyak penyebab mikroalbuminuria di samping DM.
Penyebab proteinuria lain yang sering ditemukan adalah tekanan darah tinggi serta umur lanjut. Selain itu, kehamilan, asupan protein yang sangat
tinggi, stress, infeksi sistemk atau saluran kemih, dekompensasi metabolik akut, demam, latihan berat dan gagal jantung dapat meningkatkan laju
enskresi albumin urin Hendromartono, 2007.
Diagnosis ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksaan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuria Hendromartono, 2007.
Universitas Sumatera Utara
a. Ada beberapa kondisi yang berhubungan dengan mikroalbuminuria antara
lain :
b. Mikroangiopati diabetik
c. Penyakit kardiovaskuler
d. Hipertensi
Hiperlipidemia karena itu jika ditemukan mikroalbuminuria maka perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lain.
Urinalisis rutin untuk deteksi protein
Gambar 2.1. Penapisan untuk mikroalbuminuria. disadur dari DenFronzo Diabetic Nephropaty, ADA, 2004
Negatif Positif
Tes untuk mikroalbumin
30-300mghari Nefropati yang jelas
Tentukan jumlah eskskresi protein Memulai terapi
Jika tes mikroalbumin Positif, ulang dua kali
Dalam 3 bulan Jika 2 dari 3 tes positif, diagnosis
mikroalbuminuria ditegakan Memulai Terapi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Pemeriksaan lanjutan mikroalbuminuria. Disadur dari Vora JP Ibrahim AA : Clinical Manifestations and Natural History of
Diabetic Nephropathy, 2003
Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien
sudah menjalani pengobatan rutin. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Assaciation ADA adalah pemeriksaan terhadap
adanya mikroalbuminuria serta penentuan kretinin serum dan klirens kretinin Hendromartono, 2007.
Tabel 2.4. Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes
Tes Evaluasi awal Follow-up
Penentuan Mikroalbum
inuria Sesudah
pengendalian gula darah awal dalam 3
bulan diagnosis Diabetes tipe 1 : Tiap tahun setelah 5
tahun Diabetes tipe 2 : Tiap tahun setelah
diagnosis ditegakkan. Pantau kreatinin serum
mikroalbuminuria
Periksa adanya penyakit pembuluh
darah perifer
Periksa dab obati hipertensi secara agresif
Periksa profil lemak
Perketat kendali gula
darah Periksa adanya kelainan
penyakit jantung skemik
Stop merokok Periksa adanya
retinopati Cari penyebab
lain kelainan
Universitas Sumatera Utara
ditegakkan Klirens
Kreatinin Saat awal diagnosis
ditegakkan Tiap 1-2 tahun sampai laju filtrasi
glomerulus 100 mlmen1,73m
2
, kemudian tiap tahun atau lebih sering
Kreatinin serum
Saat awal diagnosis ditegakkan
Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal
Untuk mempermudah evaluasi, NKF menganjurkan perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :
140 – umur x Berat badan Klirens Kreatinin = ------------------------------------------- x 0,85 untuk
wanita 72
Kreatinin Serum
Sebagian besar kasus proteinuria yang timbul pada pasien diabetes adalah diabetik nefropati. Tetapi harus tetap disadari bahwa ada kasus-kasus
tertentu yang memerlukan evaluasi lebih lanjut, terutama bila ada gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mengarah
kepada penyakit-penyakit glomerulus non-diabetik hematuria makroskopik, cast sel darah merah dll, atau kalau timbul azotemia
bermakna dengan proteinuria derajat sangat rendah, tidak ditemukannya retinopati terutama pada diabetes mellitus tipe 1, atau pada kasus
proteinuria yang timbul sangat mendadak serta tidak melalui tahapan perkembangan nefropati. Pada kasus-kasus seperti ini, dianjurkan
pemeriksaan melalui biopsi ginjal Hendromartono, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Variable yang akan diteliti adalah semua penderita DM yang terdapat penyakit diabetik nefropati di sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam,
RSUP H. Adam Malik, Medan. Ini termasuklah penderita yang dirawat inap dan rawat jalan.
Diabetes Mellitus DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Nefropati Diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes
mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap 300 mg24 jam atau 200 µgmenit pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurang waktu 3
sampai 6 bulan. Microalbuminuria- 30 -300
mgd dalam 24 jam atau kadar kreatinin serum 2,5mgdl
Penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Penderita Diabetik Nefropati •
Jumah pasien
•
Jenis rawatan
•
Jenis kelamin
•
Umur •
Jangka Waktu DM
Tipe II
• Jenis
pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
Mikroalbuminuria umumnya didefnisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg hari dan dianggap sebagai prediktor penting timbulnya nefropati
diabetik.
3.3 Cara Ukur : Analisa rekam medis 3.4 Alat Ukur : Rekam medis