B. Jumlah Kriteria Lebih dari Dua
Bila kriteria penilaiannya lebih dari dua, maka persoalannya menjadi lebih kompleks dan prosedur pertukaran harus dilakukan secara bertahap, sepasang demi sepasang.
Sebagai contoh, misalkan kriteria luas tanah kini diperhatikan lagi sebagai kriteria pemilihan lokasi, maka gambarannya adalah sebagai berikut:
Alternatif A : biaya = 200, jarak = 10, luas = 2.000 Alternatif B : biaya = 150, jarak = 12, luas = 1.600
Bila kita misalkan bahwa hasil pertukaran di depan dibuat untuk kondisi luas = 1.600 m
2
, maka: Alternatif B : 150, 12, 1.600 ~ Alternatif B = 180, 10, 1.600
Kini alternatif B kriteria jarak kita tetapkan pada 10, maka perlu dijajagi berapakah
kita bersedia membayar lebih untuk memperoleh tanah yang lebih luas, dari 1.600 menjadi 2.000 m
2
? Bila kita memutuskan bahwa untuk perubahan tersebut kita bersedia menambah Rp 25 juta, maka kesimpulan kita adalah bahwa: Alternatif B
: 180, 10, 1.600 ~ Alternatif
B : 205, 10, 2.000
Alternatif B kini dapat langsung diperbandingkan dengan alternatif A karena
kedua alternatif tersebut kini mempunyai jarak dan luas yang sama. Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa:
Alternatif A = 200, 10, 2.000 Alternatif B : 205, 10, 2.000
Maka kesimpulan: Alternatif A Alternatif B
Dari proses nampak bahwa bila jumlah kriterianya makin banyak maka proses penukaran yang diperlukan akan makin banyak.
2.2 Hasil Keputusan Yang Kualitatif
Seperti halnya, kebanyakan dari soal keputusan diukur dengan pay of berupa angka seperti laba yang dicapai dalam satuan mata uang SMU seperti rupiah, dollar, yen
banyaknya bahan bakar minyak litergallon yang diasumsi, banyaknya waktu jam, hari, bulan, tahun yang diperlukan dalam suatu proyek. Akan tetapi ada keputusan
yang sifatnya kualitatif tidak dinyatakan dalam angka dan sebagai pengambil
Universitas Sumatera Utara
keputusan kita harus mampu memilih nilaiharga relatif relatif worth hasil keputusan yang demikan itu.
Hampir untuk semua keputusan, dimungkinkan untuk menentukan preferesi, akan tetapi tugas ini seringkali tidak mudah. Sesungguhnya nilai berdasarkan
pendapat atau pertimbangan value judgment merupakan hal yang paling sukar di dalam menganalisis suatu keputusan. Bayangkan seorang karyawan akan memutuskan
membawa payung atau tidak karena takut kehujanan, seorang lulusan SLTA harus memilih beberapa PTS yang top.
Di dalam beberapa hal, hasil keputusan yang kualitatif berupa keputusan, kekecewaan, perasaan aman terjamin, kebahagiaan, kesedihan, kegembiraan, yang
semuanya itu mempunyai tingkatan yang sangat berbeda dari orang yang satu dengan yang lainnya, sebab sikapnya subjektif bukan objektif. Apabila kita beranggapan
mampu untuk membuat peringkat rangking mengenai konsekuensi, kita dapat memperluas penggunaan pengertian utilitas, sehingga pay off pembayaran berupa
angka dapat dibuat untuk hasil keputusan yang sebetulnya tak bisa atau sukar diukur intangible outcomes.
2.3 Aksioma Perilaku Rasional
Ada 5 asumsi atau aksioma perilaku rasional, yang menjamin terdapatnya suatu set preferensi atau utility, sedemikian sehingga pengambil keputusan akan memilih
alternatif dengan ekspektasi utility yang tertinggi.
Aksioma 1.
Menghadapi dua macam pilihan, pengambilan keputusan dapat menyatakan preferensinya yaitu pilihan mana yang lebih ia sukai atau mungkin juga kedua pilihan
sama-sama disukainya. Sehingga untuk pilihan
1
A dan
2
A , urutan yang mungkin terjadi adalah:
. 2
1 1
2 2
1
~ ,
, A
A atau
A A
A A
Dan pengurutan ini harus bersifat transitif, yaitu bila
,
3 2
2 1
A A
dan A
A
maka
.
3 1
A A
Universitas Sumatera Utara
Bagian pertama dari aksioma ini menjelaskan bahwa pengambil keputusanlah yang harus menentukan preferensinya. Sedangkan bagian kedua sifat transitif menjamin
sifat konsisten preferensi pengambil keputusan.
Aksioma 2.
Pengambil keputusan akan bersikap tak berbeda menghadapi suatu lotery majemuk atau suatu lotery standard yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari lotere
semula.
Misalnya dalam menghadapi lotere
1
L dan
2
L yang merupakan penyederhanaan
1
L . Maka pengambil keputusan akan merasa tidak berbeda antara kedua lotere tersebut.
P
2
A
1
P
1
1-P
2
P
1
. P
2
A
2
A
1
L ≡
1
~ L ≡
2
1-P
1
P
1
1-P
2
+1-P
1
A
2
A
2
Gambar 2.2 Lotere Tak Berbeda
Aksioma 3 Suatu nilai
,
2 1
A A
A
pengambil keputusan akan dapat menentukan lotere dengan
hasil
1
A dan
2
A dengan kemungkinan p u ntuk mendapatkan
1
A , sedemikian hingga ia akan bersikap tidak berbeda antara menerima lotere tersebut atau menerima
A
.
Universitas Sumatera Utara
Jadi dalam menghadapi keadaan seperti di bawah ini:
P=? A
1
L ≡
~ A Dimana: ,
2 1
A A
A
1-p A
2
Pengambil keputusan dapat menentukan besarnya nilai kemungkinan p yang menyebabkan
A L ~
.
Aksioma 4.
Bila pengambil keputusan telah menyatakan ekivalen tetap suatu lotere, maka dia harus benar-benar merasa tak berbeda antara keduanya. Artinya lotere dan ekivalen
tetap tersebut dipertukarkan tanpa mengakibatkan perubahan pada preferensinya. Jadi bila semula pengambil keputusan telah menyatakan :
P
1
A
1
L ≡
~ A
1-P
1
A
2
Universitas Sumatera Utara
Maka lotere
1
L dapat diubah menjadi
2
L tanpa mengubah preferensinya, sebagai berikut:
P
1
A
1
P
2
1-P
1
P
2
A
2
A L
≡
1
P
3
L ≡
2
P
3
A
3
A
3
P
4
P
4
A
4
A
4
Gambar 2.3 Lotere Tak Berbeda
Aksioma 5 Untuk dua lotere
1
L dan
2
L : P
1
P
2
A
1
A
1
L ≡
1
L ≡
2
1-P
1
1-P
2
A
2
A
2
Dimana
1
A
2
A Maka
1
L
2
L jika dan hanya jika
1
p
2
p
Implikasi dari seluruh aksioma tersebut diatas adalah sebagai berikut: Menghadapi keadaan tak pasti, bila kelima aksioma tersebut dipenuhi, maka akan
terdapat besaran ,....
,
2 1
u u
.yang mencerminkan preferensi utility untuk tiap hasil
Universitas Sumatera Utara
yang muncul, sehingga preferensi keseluruhan dengan nilai ekspektasi dari utility untuk setiap kejadian.
2.4 Utility