Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

dengan calon pelanggan mengenai isi perjanjian. Namun dalam pembuatan isi perjanjian tersebut pihak PT. Telkom sangat memperhatikan adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara PT. Telkom dengan pelanggannya, sehingga isi perjanjian dapat meminimalkan ketidakseimbangan kedudukan antara kedua belah pihak, karena pada kenyataannya dalam perjanjian tidak pernah ada kedudukan para pihak yang benar-benar seimbang. 69 Mengenai bentuk perjanjian yang telah dibuat PT. Telkom dalam bentuk baku, pelanggan tidak merasa keberatan, bahkan mereka menganggapnya sebagai hal yang sudah biasa dalam suatu usaha. Mereka juga mengatakan bahwa dalam menandatangani Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi” tersebut, mereka tanpa merasa dalam keadaan terpaksa, karena mereka juga membandingkan antara layanan jasa “TELKOMFlexi” yang diberikan PT. Telkom, dengan kewajiban yang harus mereka penuhi sebagai pelanggan merupakan sesuatu yang wajar dan tidak memberatkan pihaknya secara berlebihan. 70

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Ayat ini mengandung pengertian bahwa kebebasan seseorang dalam membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat 69 Wawancara dengan Bapak Jamal, Op Cit. 70 Wawancara dengan Ibu Nani dan Bapak Fuad, Op Cit. Universitas Sumatera Utara perjanjian, sama sekali tidak mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Demikian juga halnya dengan istri wanita yang telah bersuami menurut Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 5 September, menyatakan bahwa ketentuan yang terdapat pada Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tidak berlaku lagi. 71 Ukuran bagi seseorang untuk dianggap telah dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah apabila seseorang tersebut telah berusia 21 tahun atau telahpernah kawin, walaupun sudah cerai. Bagi PT. Telkom untuk mengetahui apakah calon pelanggan yang membuat perjanjian dengan pihaknya sudah dewasa atau belum dapat dilihat dari identitas diri yang diserahkan pada waktu mendaftar sebagai calon pelanggan, sehingga dengan demikian PT. Telkom mengetahui bahwa calon pelanggan tersebut telah memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu membuat Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi” dengan pihaknya. 72 71 Subekti, Op Cit, hal. 18-19. 72 Wawancara dengan Bapak Suparja, Op Cit. Universitas Sumatera Utara Ketentuan lain yang menyatakan apakah seseorang dianggap cakap untuk membuat perjanjian terdapat pada Pasal 433 KUH Perdata yaitu, jika seseorang tersebut tidak sedang di bawah pengampuan. Mengenai keadaan seseorang yang berada di bawah pengampuan ini Telkom tidak begitu mempermasalahkan. Karena walaupun pada kenyataannya pelanggan yang membuat Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi” dengannya berada dibawah pengampuan dungu, sakit otak, mata gelap walaupun kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya dan juga seseorang yang boros, selama tidak ada klaim dari pihak pelanggan tersebut atau pihak ketiga untuk membatalkan perjanjian yang telah dibuat dengan alasan bahwa pelanggan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum membuat perjanjian dengan pihak PT. Telkom, maka perjanjian tersebut akan tetap sah dan mengikat kedua belah pihak. Lagi pula apabila dipandang dari sudut pandang bisnis, PT. Telkom sebagai perusahaan sudah pasti bertujuan untuk mendapat keuntungan dari usahanya. Apabila seseorang pelanggan ternyata pada kenyataannya berada di bawah pengampuan, akan tetapi mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelanggan pada pihak PT. Telkom, maka hal itu tidak menjadi masalah, karena akan lebih baik bagi PT. Telkom membuat perjanjian dengan pelanggan yang ternyata berada di bawah pengampuan tetapi tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai pelanggan, selama tidak ada klaim dari pihak pelanggan Universitas Sumatera Utara maupun pihak ketiga untuk membatalkan perjanjian dengan alasan pelanggan berada dibawah pengampuan. 73 KUH Perdata Indonesia maupun mengenai ketentuan perundang-undangan lainnya tidak melarang bagi seseorang untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun juga dikehendakinya. Undang-undang hanya menentukan bahwa orang- orang tertentu tidak cakap untuk membuat perjanjian yaitu sebagaimana dapat disimpulkan dari Pasal 1330 KUH Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak dengan siapa ia menginginkan untuk membuat perjanjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Bahkan menurut Pasal 1331 KUH Perdata, bila seseorang membuat perjanjian dengan seseorang lain yang menurut undang- undang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. 74 Pada kenyataannya PT. Telkom belum pernah menerima klaim pembatalan Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi” dari pelanggan atau pihak ketiga dengan alasan bahwa pelanggan yang membuat perjanjian berada di bawah pengampuan, lagi pula tidak mungkin bagi PT. Telkom untuk meneliti terlebih dahulu satu persatu apakah seorang calon pelanggan yang datang untuk berlangganan “TELKOMFlexi” berada di bawah pengampuan atau 73 Wawancara dengan Bapak Jamal, Op Cit. 74 Sutan Rhemy Sjadheini, Op Cit, hal. 146. Universitas Sumatera Utara tidak. Hal ini menurut PT. Telkom merupakan salah satu bentuk kebebasan juga, yaitu terlepas apakah seseorang itu di bawah pengampuan atau tidak, apabila mereka membutuhkan jasa pelayanan PT. Telkom yang berupa berlangganan sambungan “TELKOMFlexi”, maka PT. Telkom akan memberikan pelayanan yang sama dengan pelanggan lainnya. 75 3. Suatu hal tertentu Syarat ini menentukan bahwa obyek dari suatu perjanjian harus dapat ditentukan. Suatu hak tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya, mengenai jumlahnya boleh tidak disebutkan asalkan dapat dihitung atau ditetapkan. 76 Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas akan menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, sehingga dianggap tidak mempunyai obyek perjanjian, yang mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa sebelum calon pelanggan menandatangani Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi 75 Wawancara dengan Bapak Suparja, Op Cit. 76 Rosa Agustina T Pangaribuan, Op Cit, hal. 2. Universitas Sumatera Utara ”TELKOMFlexi”, mereka telah terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membaca, mempelajari, dan menanyakan kepada petugas Plasa PT. Telkom apabila mereka kurang jelas dengan isi perjanjian. Dalam formulir TEL 2 PELANGGAN mengenai obyek perjanjian, disebutkan dengan jelas pada Pasal 1 huruf a yang berbunyi: ”Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi “TELKOMFlexi” ini adalah Kontrak antara TELKOM dengan PELANGGAN yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan berlangganan sambungan telekomunikasi yang tertuang dalam pasal-pasal ini, formulir Permohonan dan Prosedur yang disampaikan TELKOM kepada PELANGGAN yang merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan dari kontrak ini”. Apabila setelah membaca dan mempelajari isi perjanjian, pelanggan merasa kurang jelas tetapi tidak menanyakan pada petugas Plasa PT. Telkom mengenai hal-hal yang belum jelas, maka wajar apabila pihak PT. Telkom menganggap bahwa pelanggan sudah mengerti mengenai obyek perjanjian yang diperjanjikan. Dengan demikian maka perjanjian tidak ”batal demi hukum”, apabila dikemudian hari pelanggan mengajukan klaim pada PT. Telkom dengan alasan tidak mengetahui obyek perjanjian yang diperjanjikan. Pihak PT. Telkom dalam hal ini tidak bisa dipersalahkan, karena ketidaktahuannya pelanggan mengenai obyek perjanjian adalah akibat kesalahan sendiri, yang tidak mempelajari isi perjanjian dengan Universitas Sumatera Utara teliti. Namun dalam kenyataannya sampai pada saat ini khususnya PT. Telkom Medan belum pernah dijumpai kasus seperti di atas. 77 Berdasarkan hasil survey dengan beberapa pelanggan “TELKOMFlexi”, ditemukan fakta bahwa walaupun rata-rata para pelanggan tidak mengerti mengenai isi perjanjian secara keseluruhan, akan tetapi mereka cukup mengerti mengenai tujuan mereka membuat perjanjian dengan PT. Telkom adalah untuk berlangganan “TELKOMFlexi” obyek Perjanjian dengan disertai adanya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai pelanggan. 78 Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa para pelanggan secara garis besar telah mengetahui mengenai obyek perjanjian yang mereka buat dengan pihak PT. Telkom, maka dapat dikatakan bahwa berdasarkan suatu hal tertentu perjanjian baku yang telah dibuat dan disepakati antara PT. Telkom dan pelanggannya tidak melanggar asas kebebasan berkontrak. 4. Suatu sebab atau causa yang halal Dalam Pasal 1320 ayat 4 jo Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. 77 Wawancara dengan Bapak Salim, Op Cit. 78 Wawancara dengan Ibu Nani dan Bapak Fuad, Op Cit. Universitas Sumatera Utara Kata sebab bahasa Belanda oorzaak, bahasa Latin causa ini yang dimaksud tidak lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan undang-undang dengan sebab yang halal. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh undang-undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang, yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. 79 Jadi yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Dalam suatu perjanjian jual beli, isinya adalah pihak yang satu menghendaki barang dan pihak yang lain menghendaki uang. Dengan demikian kalau seseorang membeli sebuah pisau di toko dengan maksud untuk membunuh seseorang dengan pisau tadi, maka jual beli pisau tersebut tetap mempunyai suatu sebab atau causa yang halal, seperti perjanjian jual beli barang- barang yang lain, tetapi lain halnya apabila soal membunuh itu dimasukkan dalam perjanjian, misalnya: si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau si pembeli membunuh seseorang. Jika demikian maka isi dari perjanjian itu menjadi 79 Subekti, Op Cit, hal. 19. Universitas Sumatera Utara terlarang. 80 Hal ini akan menjadi sama dengan Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi” di PT. Telkom. Pada Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi” terdapat dua pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian. Pihak pertama yaitu PT. Telkom selaku penyedia layanan jasa telekomunikasi, membuat kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi “TELKOMFlexi” bagi masyarakat yang membutuhkan dengan maksud untuk mencari keuntungan berupa uang, sedangkan masyarakat yang menggunakan jasa “TELKOMFlexi” yaitu pelanggan, menandatangani kontrak berlangganan Sambungan telekomunikasi “TELKOMFlexi” dengan PT. Telkom bertujuan agar mendapatkan layanan jasa “TELKOMFlexi” dari PT. Telkom. Apabila dilihat dari isi perjanjian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi “TELKOMFlexi” antara PT. Telkom dengan pelanggannya telah memenuhi unsur sebab yang halal, yaitu bahwa sebab yang menyebabkan disepakatinya perjanjian tersebut tidak merupakan sebab yang dilarang undang-undang. Jika terdapat klausula yang sangat berat sebelah dalam suatu kontrak perjanjian baku, apalagi jika pihak yang kepadanya disodorkan formulir kontrak tersebut berada dalam keadaan tidak berdaya, seperti kecilnya kesempatan memilih untuk membuat kontrak dengan pihak lainnya, maka klausula tersebut dapat dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip kesusilaan, prinsip mana yang 80 Ibid, hal. 20. Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu syarat bagi sahnya suatu perjanjian. Menurut Pasal 1337 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan prinsip ketertiban umum. Jika ada klausula kontrak yang sangat berat sebelah, apalagi jika kontrak tersebut dipergunakan secara massal, seperti kontrak perbankan dengan nasabah, kontrak asuransi, kontrak kartu kredit, kontrak penyambungan telepon, kontrak pengangkutan, dan lain-lain, maka klausula atau kontrak yang sangat berat sebelah tersebut sudah dapat dianggap bertentangan dengan ketertiban umum Public Policy, sehingga klausula atau kontrak yang bersangkutan harus dianggap batal demi hukum. 81 Yang dimaksud dengan perjanjian yang sangat ”berat sebelah” adalah bahwa perjanjian itu hanya atau terutama mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja yaitu pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut tanpa mencantumkan apa yang menjadi kewajiban-kewajiban pihaknya, dan sebaliknya hanya atau terutama menyebutkan kewajiban-kewajiban pihak lainnya, sedangkan apa yang menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan, 82 Dari uraian tersebut diatas, sesuai dengan syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata, maka dalam Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFlexi”, asas kebebasan berkontrak tidak dapat diwujudkan secara utuh, karena kebebasan yang masih dapat diwujudkan dalam 81 Munir Fuady, Op Cit, hal. 80. 82 Sutan Remy Sjadheini, Op Cit, hal. 71. Universitas Sumatera Utara kontrak berlangganan sambungan telekomunikasi “TELKOMFlexi” adalah kebebasan untuk memutuskan akan membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan siapa ia akan membuat perjanjian. Kebebasan yang tidak dapat diwujudkan dalam kontrak berlangganan sambungan telekomunikasi “TELKOMFlexi” adalah kebebasan untuk menentukan bentuk, isi dan cara membuat perjanjian. Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan dihapuskannya hak monopoli yang dimiliki PT. Telkom, maka calon pelanggan yang ingin berlangganan sambungan “TELKOMFlexi” sekarang tidak lagi dihadapkan pada satu pilihan perusahaan yang menyediakan jasa telekomunikasi yaitu PT. Telkom. Dengan maraknya persaingan yang terjadi diantara perusahaan yang menyediakan jasa telekomunikasi, akan lebih memudahkan calon pelanggan untuk memilih perusahaan mana yang mereka nilai dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan mengerti akan kebutuhan mereka. Jika dulu pelanggan dihadapkan pada posisi tidak berdaya yang diakibatkan karena di satu sisi mereka sangat membutuhkan jasa telekomunikasi “TELKOMFlexi”, sedangkan satu-satunya penyedia jasa telepon hanya PT. Telkom, tetapi sekarang ini situasinya sangatlah berbeda karena telah terdapat banyak perusahaan yang menyediakan jasa telekomunikasitelepon yang saling bersaing untuk mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan, sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini Universitas Sumatera Utara pelanggan memiliki posisi yang cukup kuat dalam menentukan dengan siapa mereka akan membuat perjanjian. Mengenai isi perjanjian yang mengatur masalah hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak diatur dalam Pasal 3 Kontrak Sambungan Berlangganan Sambungan Telekomunikasi ”TELKOMFLexi”. Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa kedudukan kedua belah pihak sudah seimbang, karena disatu sisi pelanggan mendapatkan hak-haknya yang berupa pelayanan sambungan telekomunikasi dari PT. Telkom, tetapi disisi lain pelanggan juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi kepada kepada PT. Telkom, demikian juga sebaliknya. Dari hal-hal yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kontrak berlangganan sambungan telekomunikasi “TELKOMFlexi” tidak bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak apabila dilihat dari sudut pandang kesusilaan dan ketertiban umum, karena pelanggan pada waktu menandatangani perjanjian tersebut tidak dalam keadaan terpaksa, yang disebabkan karena tidak adanya pilihan lain selain PT. Telkom, tetapi sebaliknya walaupun calon pelanggan mengetahui adanya banyak perusahaan yang menyediakan jasa layanan telekomunikasi, namun mereka menetapkan pilihannya pada PT. Telkom, dan juga isi perjanjian tersebut telah mengatur hak dan kewajiban baik PT. Telkom maupun pelanggan secara seimbang. Didalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata menyatakan tentang berlakunya asas itikad baik dalam melaksanakan perjanjian. Berlakunya asas itikad baik Universitas Sumatera Utara hendaknya tidak hanya pada saat perjanjian dilaksanakan, melainkan sudah mulai berlaku pada waktu perjanjian dibuat. Dengan demikian, asas itukad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan dalam membuat suatu perjanjian tidak berarti bebas tanpa batas, namun dibatasi oleh itikad baik. Universitas Sumatera Utara

BAB III ASAS ITIKAD BAIK DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN