Potensi Sosial Budaya POTENSI PENGEMBANGAN DESA SUBAYA SEBAGAI DESA WISATA DI KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI.

maupun peristiwa tertentu terkait penelitian yang sifatnya menerangkan. Kemudian data tersebut akan dikategorisasikan, setiap data yang diperoleh akan digolongkan ke dalam bagian-bagian untuk selanjutnya dibahas menjadi langkah-langkah solusi dalam permasalahan yang ada. Palguna, 1999 Hasil dan Pembahasan 1. Potensi Wisata Desa Subaya Potensi wisata Desa Subaya merupakan gambaran mengenai segala potensi yang yang dapat mendukung pengembangan Desa Subaya sebagai desa wisata. Pemilihan potensi wisata Desa Subaya didasarkan pada hasil observasi dan informasi yang didapat melalui wawancara mendalam dengan informan. Adapun potensi yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Potensi Sosial Budaya

Potensi sosial budaya adalah potensi berupa keadaan aktivitas sosial masyarakat dan budaya secara keseluruhan. Potensi sosial budaya dikategorikan menjadi dua, yaitu potensi berwujud dan potensi tidak berwujud. Adapun potensi sosial budaya Desa Subaya dapat dijabarkan sebagai berikut. i. Berwujud Tangible Pura Terdapat Pura di Desa Subaya yang memiliki daya tarik yang sangat unik dan sejarah yang menarik, yaitu Pura Ratu Pingit. Pura tersebut memiliki beberapa mitos-mitos tentang kasiat jika bersembahyang di pura tersebut, salah satunya adalah dapat menyembuhkan segala penyakit. Selain itu terdapat Arca peninggalan Nenek Moyang masyarakat Desa Subaya yang dianggap suci bagi masyarakat sekitar. Selain itu terdapat Pura Bale Agung yang sering digunakan oleh masyarakat Desa Subaya dalam melaksanakan upacara keagamaan dan tradisi setempat secara turun-temurun. Potensi tersebut merupakan daya tarik bagi wisatawan, dimana dapat mempelajari kebudayaan dan tradisi setempat yang memiliki keunikan tersendiri. Arca Arca peninggalan nenek moyang masyarakat saat ini status umurnya masih belum diketahui dan masih diteliti oleh Dinas Purbakala Provinsi Bali. Arca tersebut memiliki sejarah yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung, dimana menggambarkan bagaimana proses Desa Subaya terbentuk. Arca tersebut masih disimpan di salah satu Pura yang berada di Desa Subaya yaitu di Pura Ratu Pungit berbarengan dengan Prasasti Subaya. Karena dianggap bersifat Sakral bagi masyarakat Desa Subaya, maka untuk melihat Arca tersebut perlu dibatasi, sesuai dengan ketentuan Adat yang telah ditentukan. Pekuburan Pekuburan masyarakat Desa Subaya merupakan tempat prosesi Ngaben bagi masyarakat Desa Subaya, dimana mayat tidak di bakar. Hal ini memiliki sejarah bahwa dulunya masyarakat melakukan prosesi Ngaben dengan dibakar, tetapi asapnya ternyata mengganggu Pura yang terletak di atasnya, sehingga keputusan waktu itu prosesi kematian Ngaben tidak boleh di bakar. Areal pekuburan Desa Subaya ini terletak di areal lahan yang cukup luas disebelah timur desa. Kesenian Tradisional Adapun kesenian tradisional yang terdapat di Desa Subaya antara lain: • Seni Tari. Seni tari yang sampai sekarang masih terpelihara adalah Tari Rejang. Tari tersebut merupakan tari walisakral yang hanya dipentaskan pada saat upacara keagamaan. Tari tersebut merupakan salah satu syarat penyelenggaraan upacara keagamaan di masing-masing Pura yang terdapat di Desa Subaya, khususnya Pura Bale Agung. • Seni Musik. Seni musik yang dimaksud di sini adalah seni musik tradisional berupa gambelan yang ada di Desa Subaya. Seni Gambelan tersebut terdiri dari beberapa sekaa gong dan sekaa angklung. Gambelan tersebut berfungsi sebagai pelengkap upacara keagamaan dan upacara adat di Desa Subaya. ii. Tidak Berwujud Intangible Sejarah Sejarah Desa Subaya, menjadi sebuah daya tarik wisata yang layak dan patut untuk ditawarkan. Hal ini mengingat keberadaan sejumlah Arca peninggalan Nenek Moyang Desa Subaya, prasasti sejarah, dan sejumlah tempat lain yang memiliki sejarah yang unik. Disamping itu terdapat cerita yang jelas dan menarik sehingga menjadi nilai tambah dalam proses penawaran paket wisata kepada wisatawan. Tradisi Setempat Keragaman tradisi yang melekat dan menjadi kebiasaan untuk dilaksanakan masyarakat adalah sebuah potensi yang layak untuk dikembangkan. Masyarakat di Desa Subaya memiliki tradisi yang khas dan berbeda dengan desa lain yang ada di Bali. Adapun tradisi-tradisi tersebut adalah sebagai berikut. • Upacara Sambah Ayunan. Merupakan upacara yang dilaksanakan satu tahun sekali, menurut perhitungan sasih umumnya jatuh pada bulan Januari. Upacara ini merupakan upacara Piodalan Ida Betara Pengubengan yang mana menurut tradisi setempat dibuat suatu ayunan besar dengan tinggi kurang lebih 14 meter, pada bagian atas ayunan tersebut diletakan bermacam Banten atau Sesaji sebagai simbol permohonan kepada Tuhan. • Tradisi Nyepi. Merupakan tradisi yang terbagi kedalam Nyepi Adat dan Nyepi pemerintah. Nyepi Adat dilaksanakan sebanyak tiga kali, yaitu Nyepi Adat pertama yaitu Mesegeh Wali dilaksanakan pada Tilem ke Wolu delapan pada bulan Februari, yang mana hampir sama dengan tradisi Nyepi pada umumnya. Sehari sebelum Nyepi Mesegeh Wali dilakukan pemotongan sapi dipertigaan jalan di Desa Subaya. Kedua, Nyepi Posa merupakan tradisi Nyepi yang dilaksanakan selama lima belas hari pada bulan maret, yang mana pada lima hari pertama dilaksanakan senbahyang kepada Ida Betara di Pura desa. Kemudian pada lima hari kedua dilaksanakan Tajen sabung ayam oleh masyarakat adat Desa subaya dan lima hari terakhir dilaksanakan perang api antara desa bagian atas dan desa bagian bawah, yang dilaksanakan di Pura desa. Setelah rangkaian Nyepi Posa selesai, dilaksanakan Nyepi umat Hindu pada umunya, tetapi di Desa Subaya Nyepi dilakukan selama 17 jam, dimulai dari pukul 00.00 sampai dengan pukul 17.00. Setelah itu Nyepi adat ketiga yaitu tradisi Nyepi tersebut dilaksanakan selama 24 jam, dimana masyarakat Desa Subaya dilarang menyalakan api disekitar pemukiman dan dilarang membawa tamu kedalam lingkungan pekarangan rumah. • Tradisi Tabur Rah. Merupakan tradisi yang dilaksanakan pada saat hari raya Kuningan setelah melakukan persembahyangan di Pura pada umumnya. Dalam tradisi Tabur Rah tersebut diadakan kegiatan Sabung Ayam Tajen, yang memiliki tata cara dan peraturan yang dibuat oleh Adat. Biasanya dalam kegiatan Tajen, ayam yang kalah dapat dibawa pulang oleh pihak yang menang, tetapi lain halnya dengan tradisi ini, ayam yang kalah tidak boleh dibawa pulang oleh pihak yang menang, tetapi dihaturkan ke Pura, dipotong dan dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat. • Tradisi Pembayaran Klaci Perbuan. Tradisi Klaci ini dilakukan secara turun temurun, merupakan tradisi setiap masyarakat Adat Subaya yang melakukan perkawinan baik mengambil pasangan dari sesama orang Desa Subaya maupun dari orang Desa Subaya dengan diluar wilayah Desa Subaya harus membayar upeti yang berupa Babi sebanyak 40 kg, 10 butir Kelapa, Beras sebanyak 10 Kg, Bumbu-bumbuan sebanyak 1 timbang yaitu 10,5 Kg. Selain itu Upeti ini diberlakukan juga pada perkawinan pasangan orang dari luar Desa Subaya yang melewati wilayah Desa Subaya untuk menuju ke tempat pelaksanaan perkawinan. Aktivitas Mata Pencaharian Masyarakat Aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sebagian besar mengandalkan sektor pertanian dan peternakan sebagai tumpuan. Aktivitas penggarapan pertanian dan peternakan masih dilakukan secara tradisional, sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Kegiatan masyarakat tersebut merupakan pola mata pencaharian yang sebagian besar pergerakan masyarakat dalam aktivitasnya sehari-hari adalah mulai dari pagi sampai sore hari. Selain itu dalam mengatur aktivitas di Desa Subaya juga telah diterapkan awig-awig secara baik. Hubungan Sosial Budaya Masyarakat Hubungan sosial budaya masyarakat tercermin dalam hubungan antarpengempon semua pura yang masih kental dijiwai semangat kekeluargaan. Kondisi ini diwadahi dalam organisasi tradisonal yang merupakan kumpulan beberapa masyarakat Desa Pakraman yang melaksanakan upacara. Organisasi tradisional ini mencerminkan implementasi Tri Hita Karana, yang dilandasi oleh hubungan antar penyungsung Pura yang ada di Desa Subaya dengan Pura Ratu Pingit bidang Parhyangan, hubungan antara masyarakat pengemong masing- masing pura bidang Pawongan, dan hubungan antara pengemong pura dengan tanah pelaba pura atau kawasan pura yang berlokasi di Desa Subaya bidang Palemahan.

b. Potensi Ekologis