commit to user
28
perempuan, keadilan yang dimaksud disini dapat berbentuk perlakuan yang sama, perlakuan khusus untuk menyamakan situasi yang berbeda
dengan tujuan agar dipercepatnya penghapusan kesejangan sehingga situasi menjadi sama.
Prinsip kewajiban negara merupakan prinsip ketiga yang terkandung di dalam Konvensi CEDAW ini, dimana negara wajib untuk
menjalankan Konvensi ini. Kewajiban negara yang dimaksud dalam Konvensi ini adalah melaksanakan prinsip non diskriminatif dengan cara
melindungi perempuan dari segala bentuk diskriminasi dan memenuhi segala hak-hak fundamentalnya, kemudian kewajiban negara dalam segi
hukum seperti mengubah dan mencabut ketentuan yang diskriminatif serta memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan.
4. Tinjuan Tentang Perjanjian Internasional
Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur
oleh hukum internasional. Serupa dengan definisi dalam Konvensi Wina 1969, Konvensi Wina 1986 merumuskan perjanjian internasional sebagai
perjanjian yang tunduk kepada hukum internasional dan dibuat dalam bentuk tertulis antara satu atau lebih negara dan satu atau lebih organisasi
internasional atau antara organisasi internasional. Bentuk-bentuk perjanjian internasional, sebagai berikut:
a. Treaty. Merupakan alat yang paling formal, yang dipakai untuk mencatat
perjanjian antara negara yang ketentuan-ketentuannya bersifat menyeluruh.
commit to user
29
b. Konvensi. Biasanya dipakai untuk dokumen-dokumen yang bersifat resmi dan
bersifat multilateral. c. Protokol.
Merupakan suatu persetujuan yang sifatnya kurang resmi dibandingkan treaty atau Konvensi pada umumnya tidak dibuat oleh
kepala-kepala negara. d. Persetujuan.
Bentuk ini dipakai untuk persetujuan-persetujuan yang ruang lingkupnya lebih sempit dan pihak-pihak yang terlibat lebih sedikit
dibandingkan dengan konvensi biasa. e. Arrangement.
Lebih banyak dipakai untuk transaksi-transaksi yang sifatnya mengatur dan temporer.
f. Proses Verbal. Dipakai untuk mencatat suatu pertukaran atau himpunan ratifikasi
atau untuk membuat perubahan kecil dalam konvensi. g. Statuta.
Himpunan peraturan-peraturan penting mengenai pelaksanaan fungsi lembaga internasional.
h. Deklarasi. Dokumen yang tidak resmi yang dilampirkan pada suatu traktat atau
konvensi yang memberikan penafsiran ketentuan-ketentuan traktat atau konvensi.
i. Modus Vivendi. Suatu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang
bersifat temporer atau provisional yang dimaksudkan untuk diganti dengan arrangement yang sifatnya lebih permanen dan terinci.
commit to user
30
j. Pertukaran Nota atau Surat. Merupakan suatu metode tak resmi yang seringkali digunakan pada
tahun-tahun terakhir ini. k. Ketentuan Penutup Final Act.
Suatu dokumen yang mencatat laporan akhir acara suatu konferensi yang mengadakan suatu konvensi.
1 Ketentuan Umum General Act. Sebenarnya adalah traktat, tapi dapat bersifat resmi atau tidak resmi
T. May Rudy. 2011: 123-126. Pengesahan suatu perjanjian internasional menurut Undang-Undang
nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam
bentuk ratifikasi
ratification, aksesi
accession, penerimaan
acceptance, dan penyetujuan approval. Suatu perjanjian Internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan
sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut Pasal 15 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Pasal 9 UU No 24
Tahun 2000 juga mengatur mengenai pengesahan suatu perjanjian internasional, dimana ayat 1 mengatakan bahwa pengesahan perjanjian
internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut, Pasal 2 nya juga
mengatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan Undang-Undang atau
Keputusan Presiden. Perjanjian internasional dalam penerapannya terhadap negara-
negara lain, sangat dimungkinkan adanya satu atau beberapa negara yang tidak menyetujui seluruh materi perjanjian internasional tersebut,
dikarenakan adanya beberapa materi perjanjian internasional tersebut
commit to user
31
yang tidak sesuai dengan kepentingan nasional dari negara yang bersangkutan. Alhasil, muncullah beberapa pensyaratan atau resevasi
reservation dari negara yang bersangkutan tersebut. Pasal 19 sampai dengan Pasal 23 Konvensi Wina 1969 mengatur prosedur tentang
pensyaratan, Untuk menguji validitas suatu reservasi, Pasal 19 Konvensi Wina 1969 dijadikan sebagai acuan, dan sesuai dengan ketentuan Pasal
19 tersebut, negara tidak dapat menyampaikan pensyaratan apabila: a Reservasi dilarang oleh suatu perjanjian.
b Perjanjian mengatur hanya reservasi yang spesifik yang dapat dilakukan.
c Dalam hal tidak termasuk ayat 1 dan 2, reservasi tidak sesuai dengan tujuan dan maksud suatu perjanjian Eddy Pratomo. 2011:
277-278.
5. Tinjauan Tentang Efektivitas Hukum