IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN.

(1)

commit to user

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION

OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW)

DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (STUDI DI SPEK-HAM SOLO)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persayaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh

YUDANTO PRAWIRA PERTAMA NIM: E0007285

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION

OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW)

DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (STUDI DI SPEK-HAM SOLO)

Oleh

YUDANTO PRAWIRA PERTAMA NIM.E0007285

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Mei 2013

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Siti Muslimah, S.H., M.H Mulyanto, S.H., M.Hum NIP. 19700926 1994032001 NIP. 19831210 2008011008


(3)

commit to user iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION

OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW)

DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (STUDI DI SPEK-HAM SOLO)

Oleh

YUDANTO PRAWIRA PERTAMA NIM.E0007285

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : jum‟at Tanggal : 12 Juli 2013


(4)

commit to user iv

DEWAN PENGUJI

1. Sasmini, S.H., L.LM :……… NIP. 19810504 2005012001

2. Siti Muslimah, S.H., M.H :………. NIP. 19700926 1994032001

3. Mulyanto, S.H., M.Hum :……….. NIP. 19831210 2008011008

Mengetahui Dekan,

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum. NIP. 195702031985032001


(5)

commit to user v

PERNYATAAN

Nama : Yudanto Prawira Pertama NIM : E0007285

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisa hukum (skripsi) berjudul IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION

OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW)

DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (STUDI DI SPEK-HAM SOLO) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari Penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 23 Mei 2013

Yang membuat pernyataan

Yudanto Prawira Pertama NIM. E0007285


(6)

commit to user vi

ABSTRAK

Yudanto Prawira Pertama, E0007285. 2013. IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF

DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) DALAM PENANGANAN

KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (STUDI DI SPEK-HAM SOLO). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi The Convention on

the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) terhadap

penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan oleh SPEK-HAM Solo dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women

(CEDAW).

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di kantor Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan meliputi: wawancara dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Analisis yang digunakan yaitu analisis data kualitatif.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa implementasi CEDAW terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan telah sesuai dengan CEDAW. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dari implementasi CEDAW adalah pertama, mengenai substansi hukumnya sudah baik. Kedua, aparat penegak hukumnya khususnya pihak kepolisian yang masih mendahulukan birokrasi serta prosedur-prosedur yang memperlambat pemberian pertolongan. Ketiga, sarana dan fasilitas yang digunakan telah sesuai dengan CEDAW. Keempat, faktor lemahnya pemahaman hukum warga masyarakat mengenai CEDAW, sehingga kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang menimpa kaum perempuan sering terjadi khususnya di ranah privat atau keluarga.


(7)

commit to user vii

ABSTRACT

Yudanto Prawira Pertama, E0007285. 2013. THE IMPLEMENTATION OF

CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF

DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) PRINCIPLES IN MANAGING WOMEN VIOLENCE CASE (A STUDY ON SPEK-HAM IN SOLO). Faculty of Law of Sebelas Maret University.

This research aimed to find out the implementation of Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) principles to the management of women violence case by SPEK-HAM Solo and to find out the factors affecting the effectiveness of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW).

This study was an empirical descriptive law research. The research was taken place in the office of Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM = Women Solidarity for Humanity and Human Rights) Solo. The types of data employed were primary and secondary data. Techniques of collecting data used were interview and library study, constituting books, legislation, document and etcetera. The technique of analysis employed was qualitative data analysis.

Considering the research it could be found that the implementation of CEDAW to the management of violence against woman case had been consistent with CEDAW. The factors affecting the effectiveness of CEDAW implementation were firstly, regarding the law is good. Secondly, the law enforcers particularly police officer still transcended bureaucracy and procedure leading to delayed help giving. Thirdly, the infrastructure and facility used had been consistent with CEDAW. Fourthly, the low understanding of law among the members of society about CEDAW made the gender-based violence cases frequently befell the women in private or family domain.


(8)

commit to user viii

MOTTO

Jadikanlah masa lalu sebagai pembelajaran, hari ini sebagai anugerah,

dan masa depan sebagai hadiah dari Yang Maha Kuasa.


(9)

commit to user ix

PERSEMBAHAN

Karya ini Penulis persembahkan kepada :

 Ibu dan Bapak, doamu adalah energiku dan harapanmu adalah semangatku

 Teman-teman HMI Komisariat Fakultas Hukum UNS

 Teman-teman kos Superboyo, keluarga ku di Solo


(10)

commit to user x

Kata Pengantar

Alhamdulillahhirobbil‟alamin.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah -Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) yang berjudul: “IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF

DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) DALAM PENANGANAN

KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (STUDI DI SPEK-HAM SOLO)”.

Skripsi ini Penulis susun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis berharap dengan Penulisan hukum ini akan timbul adanya kesadaran penuh di tengah-tengah masyarakat dan pemerintah untuk mencegah, mengantisipasi dan segera melaporkan ke pihak yang berwajib atau lembaga swadaya masyarakat yang berkompeten khususnya SPEK-HAM Solo bila ditemukan adanya suatu kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender di lingkungannya. Konvensi CEDAW dapat diimplementasi secara baik dan optimal oleh seluruh lapisan masyarakat.

Terwujudnya Penulisan Hukum (skripsi) ini tidak lepas dari bantuan segenap pihak, untuk itu perke nankanlah Penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Sri Lestari, S.H., M.H selaku Kepala Bagian Hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(11)

commit to user xi

3. Bapak Mohammad Adnan, SH, M.Hum selaku Kepala Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

4. Ibu Siti Muslimah, S.H., M.H. dan Bapak Mulyanto, S.H., M.Hum selaku pembimbing Penulisan hukum ini yang telah dengan ikhlas dan sabar serta tanggung jawab dalam memberikan bimbingan dan arahan guna penyelesaian Penulisan hukum ini.

5. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah banyak berjasa memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Ibu Nila Ayu Puspaningrum dan Ibu Maria Sucianingsih serta seluruh anggota SPEK-HAM Solo yang telah membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung dan memberikan izin serta data guna penyelesaian Penulisan hukum ini.

8. Ibunda dan Ayahanda serta Adik saya Erwin Rinaldi Gautama dan Yogi Primadiza yang selalu memberi cinta kasih, perhatian, dorongan dan semangat serta restu yang tulus diberikan kepada Penulis.

9. Kawan-kawan Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam Fakultas Hukum UNS atas semangat dan dorongannya. Gopal, Refi, Dayat, Edi, dan Shinta terima kasih atas dukungan dari kalian semua selama ini.

10.Keluarga Besar SUPERBOYO yang sudah menjadi teman, sahabat, keluarga saya selama merantau di kota Solo ini, dan Keluarga Besar Iyan Rachmat atas doa dan dukungannya selama ini.

11.Teman-teman kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sudah men-support dan memotivasi saya untuk segera menyelesaikan kuliah saya.

12.Dan para pihak “di belakang layar” yang telah banyak membantu dalam Penulisan Hukum ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, semoga


(12)

commit to user xii

Allah swt membalasnya dengan kebaikan yang lebih atas jasa-jasa yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa di dalam Penulisan Hukum (skripsi) ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan -keterbatasan pengetahuan Penulis. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca akan diterima dengan senang hati demi perbaikan-perbaikan di masa mendatang. Semoga Penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk Penulisan, kalangan akademisi, praktisi dan masyarakat umum.

Surakarta, 23 Mei 2013

Penulis


(13)

commit to user xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….……….….... i

HALAMAN PERSETUJUAN………...….……….……. ii

HALAMAN PENGESAHAN…………...……….…….. iii

HALAMAN PERNYATAAN………...……….…………v

ABSTRAK…………..……….…..……… vi

HALAMAN MOTTO………...………..…….. viii

HALAMAN PERSEMBAHAN………...…………..………... ix

KATA PENGANTAR………..……….. x

DAFTAR ISI……….……… xiii

DAFTAR GAMBAR……….………... .xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Perumusan Masalah……….. 8

C. Tujuan Penelitian……….. 9

D. Manfaat Penelitian………...…….……….... 9

E. Metode Penelitian………...………. 9


(14)

commit to user xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori……….………... 18

1. Tinjauan Tentang Konsep Seks dan Gender……….……… 18

2. Tinjauan Tentang Kekerasan………... 21

a. Pengertian Kekerasan………..………. 21

b. Jenis-Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan……….... 22

3. Tinjauan Tentang Konvensi CEDAW………..…. 25

4. Tinjauan Tentang Perjanjian Internasional………..….. 28

5. Tinjauan Tentang Efektivitas Hukum………..…….. 32

B. Kerangka Pemikiran………..……. 34

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Prinsip-Prinsip The Convention On The Elimination Of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Di SPEK-HAM Solo…… ..… 36

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Prinsip-Prinsip CEDAW……….…. 62

1. Mengenai Kaidah Hukum atau Substansi Hukum……….. 62

2. Mengenai Petugas /Penegak hukum atau Struktur Hukum………...65

3. Mengenai Sarana dan Fasilitas………... 67

4. Mengenai Kesadaran Masyarakat Yang Berkaitan Dengan Budaya Hukum……….... 68


(15)

commit to user xv

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan……….……….………… 72

B. Saran………..……….. 73

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR


(16)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mulia serta memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, maka sudah seharusnya perempuan juga dapat mendapatkan kesempatan yang sama seperti halnya laki-laki. Terdapat banyak peraturan-peraturan baik internasional maupun nasional yang mengakui adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, salah satunya seperti Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination Against Women atau yang biasa disebut dengan CEDAW.

CEDAW merupakan konvensi yang berisi tentang hak asasi perempuan yang mendapat persetujuan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979 dan kemudian dinyatakan berlaku pada tahun 1981 setelah 20 negara meratifikasi. Konvensi ini dibentuk sebagai usaha bagi kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan sekaligus sebagai manusia pada umumnya yang telah lama diabaikan.

CEDAW terkandung tiga prinsip. Pertama, prinsip non diskriminatif yang menurut konvensi ini, mempunyai maksud bahwa pengertian dari diskriminasi terhadap perempuan adalah “setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.”. Segala tindakan yang tersebut


(17)

commit to user 2

di atas merupakan bentuk diskriminasi perempuan dan setiap negara di dunia harus dapat memberikan perlindungan kepada perempuan dari bentuk-bentuk tersebut.

Kedua, prinsip persamaan atau keadilan substantif yang mempunyai

makna bahwa setiap perempuan mendapatkan persamaan atau keadilan dalam berbagai aspek, terutama aspek budaya, peraturan, dan hukum sehingga perempuan mendapat bagian sesuai dengan proporsinya tanpa melupakan kodrat yang sudah diberikan oleh Tuhan itu sendiri. Prinsip ini mengakui bahwa benar adanya perempuan itu berada pada posisi yang lemah atau tidak setara serta tidak seimbang, oleh sebab itu perempuan harus diberlakukan secara berbeda dengan outputnya yaitu manfaat dan hasil akhir yang setara (Valentina Sagala, Ellin Rozana. 2007: 17-18).

Ketiga, prinsip kewajiban negara yang tertuang di dalam Pasal 2

sampai 5 serta Pasal 18 CEDAW, mengenai pembuatan laporan pelaksanaan Konvensi. Prinsip ini memiliki tujuan bahwa negara berkewajiban untuk tidak menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan serta mengharuskan negara untuk tidak membuat peraturan perundang-undangan, kebijakan, program-program, dan lain-lain yang baik secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan perempuan tidak dapat menikmati secara setara hak-haknya. Negara juga berkewajiban untuk menyediakan peralatan, cara, kesempatan, mekanisme yang efektif untuk melindungi hak asasi perempuan (Kelompok kerja Convention Watch. 2012: 381-383).

Prinsip-prinsip yang dijelaskan diatas adalah tiga prinsip yang menjadi jiwa di dalam CEDAW ini dan menjelaskan secara rinci bahwa posisi perempuan sebenarnya dapat disetarakan dengan posisi laki-laki. Tapi


(18)

commit to user 3

di dalam kenyataannya yang terdapat di struktur masyarakat Indonesia dan juga dunia internasional pada umumnya sampai saat ini, masih dapat ditemukan adanya kesenjangan hak dan kewajiban serta peranan pria dan perempuan yang disebabkan oleh sistem patriarki.

Sistem patriarki merupakan sistem yang mengakibatkan timbulnya pria sebagai pihak yang superior atau yang diutamakan, sedangkan perempuan sebagai pihak yang tersubordinasikan. Akibat lain yang ditimbulkan dari adanya kesenjangan antara status dan peran antara pria dan perempuan ialah timbulnya kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender (L.M. Gandhi Lapian. 2012: 19-21). Contoh kasus yang ada di bagian belahan dunia lain mengenai kekerasan terhadap perempuan berbasis gender antara lain seperti di negara Afrika selatan, dimana masih berkecamuknya perang saudara di negara ini sampai dengan sekarang yang mengakibatkan perempuan di negara ini menjadi korban kekerasan dan penindasan berbasis gender.

Di Guatemala ketika terjadi konflik bersenjata internal yang dilakukan oleh kelompok pemberontak bersenjata dengan tujuan untuk melawan kekerasan negara dan berupaya merebut kekuasaan politik, posisi perempuan dalam konflik tersebut sangat tidak bagus, perlakuan yang diterima oleh perempuan yang menjadi korban dari konflik yang memanas tersebut berupa penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, dan perkawinan paksa dengan cara ditawan (forced union with captors) (Ruth Rubio-Marin. 2008: 31-35, 95-101).

Perempuan di Indonesia masih sering mendapat perlakuan diskriminatif dan sering terlupakan keadilannya. Masih banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun psikis, hal ini terjadi karena tidak seimbangnya relasi antara korban atau perempuan


(19)

commit to user 4

dengan pelaku, contohnya dalam rumah tangga di mana suami memiliki posisi sebagai kepala keluarga (budaya Patriarkhi). Kekerasan terhadap istri bukanlah kekerasan biasa, kekerasan ini adalah sebuah gambaran mengenai relasi kekuasaan yang tidak seimbang dalam sebuah hubungan perkawinan (Dewita Hayu S, Oetari Cintya B, 2007: 6).

Fenomena kekerasan terhadap perempuan sama sekali bukan merupakan masalah kelainan individual, akan tetapi merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang membentuk ketimpangan relasi yang kemudian tercipta pembagian kekuasaan yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kenyataan ini kemudian menciptakan sebuah kondisi sosial yaitu, penggunaan kekuasaan yang berlebihan dilakukan oleh pihak laki-laki terhadap pihak yang lebih lemah. Dan kekerasan terhadap perempuan berperan dalam pelestarian kondisi pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, ditambah lagi dengan masyarakat Indonesia yang terlanjur meyakini notion palsu yang mengatakan bahwa secara kodrati perempuan kurang pandai dan lebih lemah dari laki-laki, karena itu sebagian masyarakat Indonesia masih percaya pada adanya pembagian kerja secara seksual yang mensubordinasikan perempuan. Sejumlah steorotipe pun lantas melekat pada kaum perempuan dan laki-laki Indonesia. Ada semacam pemakluman bahwa perempuan adalah emosional, bodoh, penakut, cengeng. Hal-hal semacam inilah yang berkembang dalam masyarakat kita yang dapat menyebabkan perempuan menjadi target yang mudah untuk menjadi korban kekerasan (Achie Sudiarti Luhulima, 2000: 117-121).

Indonesia telah meratifikasi CEDAW dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1984, oleh karena itu pemerintah wajib menerapkan prinsip-prisnsip tersebut dalam peraturan dan kebijakannya. Secara hukum, perlindungan


(20)

commit to user 5

terhadap kaum perempuan memang telah terbentuk dan sudah berkekuatan hukum tetap seperti yang dijelaskan pada paragraf di atas. Tetapi pada kenyataannya untuk negara Indonesia sendiri berdasarkan data yang dimuat dalam harian Kompas tertanggal 16 Januari 2009, pada 2007 terdapat 17.772 kasus kekerasan terhadap istri, sedangkan berdasarkan catatan Komisi Nasional Perempuan tercatat kekerasan terhadap istri pada tahun 2006 sejumlah 1.348 kasus (http://www.spekham.org/archives/140, di akses pada tanggal 14 juni 2012 pada pukul 09.08 WIB).

Tahun 2010 menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, sejumlah 383 lembaga mitra yang mengirimkan datanya kepada Komnas Perempuan, jumlah perempuan korban kekerasan sebanyak 105.103 orang, dimana 96 persennya masih didominasi oleh KDRT. Kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas tercatat 3.530 kasus, dan ranah negara 445 kasus. Kekerasan seksual yang dicatat oleh lembaga mitra mencakup: pelecehen seksual, pencabulan, percobaan perkosaan, perkosaan dan persetubuhan. Tahun 2011 Komnas Perempuan menangani 119.107 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan rincian sebanyak 113.878 kasus (95,61 persen) di antaranya adalah kekerasan yang terjadi di ranah domestik sementara 5.187 kasus terjadi di ranah publik dan 42 kasus terjadi di ranah negara. Berdasarkan laporan dari 395 lembaga layanan perempuan di Indonesia, perempuan yang menjadi korban kekerasan berada pada usia 13-40 tahun, namun kelompok yang paling rentan ada di usia 25-40 tahun dan sebanyak 87 kasus dari data yang ada itu berorientasi seksual sejenis dan transgender ( http://id.berita.yahoo.com/kekerasan-terhadap-perempuan-capai-119-107-kasus-081823285.html, di akses pada tanggal 14 juni 2012 pada pukul 11.35 WIB).


(21)

commit to user 6

Sementara menurut data dari SPEK-HAM Solo, kasus kekerasan di Karesidenan Solo sebagai berikut :

(sumber: SPEK-HAM Solo, http://www.spekham.org/archives/1863 di akses pada tanggal14 juni 2012 pada pukul 09.35 WIB)

Data di atas menjelaskan bahwa kota Solo juga tidak luput dari problematika kekerasan yang ditujukan kepada perempuan. Tabel diatas menunjukkan masih tidak stabilnya angka-angka tersebut dari tahun ke tahun. Angka pada tabel di atas bukanlah jumlah secara keseluruhan dari kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di kota Solo, karena masih adanya black number yang merupakan kendala untuk mendapatkan jumlah data secara lengkap dan menyeluruh. Fenomena gunung es adalah fenomena dimana apa yang terlihat di permukaan adalah sebagaian kecilnya saja sedangkan apa yang tidak terlihat atau yang berada di bawah permukaannya jauh lebih besar dari pada apa yang terlihat. Fenomena seperti inilah yang terjadi ketika dihadapkan pada kasus kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga dimana perempuan cenderung untuk lebih menyimpan rapat-rapat masalah tersebut karena perasaan malu terhadap masyarakat sekitarnya.

SPEK-HAM Solo merupakan lembaga swadaya masyarakat yang didirikan pertama kali dengan bentuk yayasan pada tanggal 20 November Tahun KDRT Perkosaan Pencabulan KDP Traficking Jumlah

2007 25 4 4 0 0 33

2008 19 1 0 0 0 20

2009 33 0 0 0 0 33

2010 35 1 3 6 7 52


(22)

commit to user 7

1998 dan bertempat di kota Solo, berdasarkan hasil Musyawarah Anggota SPEK-HAM pada 28 April – 1 Mei 2006, SPEK-HAM berubah menjadi perhimpunan. SPEK-HAM Solo ikut menangani kasus-kasus yang menimpa kaum perempuan dan ikut bagian dalam usaha lembaga swadaya masyarakat perempuan Indonesia lainnya dalam memberikan perlindungan dan pertolongan kepada kaum perempuan yang membutuhkan. SPEK-HAM Solo memiliki visi menjadi organisasi pelopor gerakan perempuan dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar dan hak dasar masyarakat miskin, khususnya perempuan. Kebutuhan dasar tersebut termasuk juga perlindungan yang diberikan kepada kaum perempuan dan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan baik dalam segi lahir, batin, dan hukumnya sehingga SPEK-HAM Solo menjadi tempat yang tepat untuk melakukan penelitian mengenai strategi apa yang digunakan oleh SPEK-HAM Solo dalam menjawab tantangan-tantangan yang muncul dalam kasus kekerasan terhadap perempuan sehingga kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan bisa ditekan seminimalisir mungkin.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis meneliti tentang langkah-langkah yang diambil oleh SPEK-HAM Solo dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan penerapan CEDAW dalam langkah penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang digunakan oleh SPEK-HAM Solo, maka penulis mengambil penulisan hukum dengan judul “IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST

WOMEN (CEDAW) DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN


(23)

commit to user 8

B.Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian, diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan diteliti, sehingga dapat mencapai tujuan serta sasaran yang jelas dan memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Adapun rumusan masalah dalam penulisan hukum (skripsi) ini adalah :

1. Apakah Prinsip-Prinsip The Convention on the Elimination of All Forms

of Discrimination against Women (CEDAW) sudah terimplementasikan

dalam langkah-langkah SPEK-HAM Solo terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas implementasi Prinsip-Prinsip CEDAW di SPEK-HAM Solo?


(24)

commit to user 9

C.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui implementasi prinisi-prinsip The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women

(CEDAW) dalam langkah-langkah SPEK-HAM Solo terhadap penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dari implementasi prinisi-prinsip The Convention on the Elimination of

All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) di

SPEK-HAM Solo. 2. Tujuan Subjektif

a. Guna melengkapi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan dibidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

b. Untuk memperluas dan mengembangkan wawasan berpikir, menambah kemampuan menulis, khususnya dalam penulisan ilmiah dibidang ilmu hukum, yaitu Hukum Gender dan Hukum dan Hak Asasi Manusia.

D.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Dengan dilaksanakannya penelitian ini maka penulis diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, khususnya Hukum Gender, dan Hukum dan HAM.


(25)

commit to user 10

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh SPEK-HAM Solo terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan.

2. Manfaat Praktis.

a. Hasil penelitian dapat menjadi sebagai sumbangan pemikiran bagi SPEK-HAM Solo dalam melaksanakan pengabdiannya terhadap masyarakat khususnya kaum perempuan ke depannya

b. Sebagai manfaat bagi kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya yang saat ini masih kurang diperhatikan

E.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer (Soerjono Soekanto, 2010: 52).

Didalam penelitian hukum ini, penulis melakukan penelitian mengenai langkah-langkah yang dilakukan oleh SPEK-HAM Solo dalam menangani masalah-masalah kekerasan terhadap perempuan di Solo apakah sudah menerapkan prinsip-prinsip CEDAW.

Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data-data tentang langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh SPEK-HAM Solo dalam menangani para perempuan korban kekerasan.


(26)

commit to user 11

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah. Penelitian ini mengambil lokasi di kantor Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM SOLO).

3. Jenis dan Sumber Data Penelitian.

Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil langsung dari narasumber yang ada di lapangan dengan tujuan agar penelitian ini bisa mendapatkan hasil yang sebenarnya dari obyek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dari pihak-pihak yang terlibat langsung dalam SPEK-HAM SOLO yang diwakili oleh Ibu Nila Ayu Puspaningrum yang menjabat sebagai Koordinator Penanganan Kasus dan Ibu Maria Sucianingsih yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan studi dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis. Sumber data sekunder dalam penulisan hukum (skripsi) ini diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer yang meliputi Konvensi CEDAW dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan, Rekomendasi umum no 19 tentang Kekerasan terhadap Perempuan pada sidang ke-11 tahun


(27)

commit to user 12

1992 Komite PBB, Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga

2). Bahan hukum sekunder yang meliputi bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti bahan-bahan kepustakaan, dokumen, artikel, makalah, literatur, dan surat kabar.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu (Burhan Ashshofa, 2001: 95), dalam hal ini wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh keterangan-keterangan yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan langkah-langkah yang dilakukan dalam hal penanganan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan serta kaitannya dengan Konvensi CEDAW. Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan yang berbeda, yaitu pencari informasi yang biasa disebut dengan pewawancara atau interviewer, dalam hal ini adalah peneliti. Dalam pihak lain adalah narasumber yaitu Ibu Nila Ayu Puspaningrum yang menjabat sebagai Koordinator Penanganan Kasus dan Ibu Maria Sucianingsih yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berkompeten di SPEK-HAM Solo. Teknik pelaksanaan wawancara adalah dengan wawancara yang terpimpin, terarah dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti


(28)

commit to user 13

guna memperoleh hasil berupa data informasi yang lengkap dan seteliti mungkin.

b. Studi Pustaka

Penelitian kepustakaan meliputi pengkajian terhadap bahan-bahan pustaka atau materi yang berkaitan langsung dan tidak langsung, berupa literatur meliputi buku, peraturan perundang-undangan, publikasi dari berbagai organisasi dan bahan kepustakaan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurusan data dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Maleong. 2002: 103). Dalam penelitian kualitatif ini sumber data bisa berupa orang, peristiwa, lokasi, dokumen, atau arsip. Beragam sumber tersebut menuntut cara tertentu yang sesuai guna mendapatkan data. Pada penelitian kualitatif proses analisisnya dilakukan sejak awal bersamaan dengan proses pengumpulan data (H.B Sutopo, 2002: 86). Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan metode analisis interaktif yang dimana aktifitasnya dilakukan dengan cara interaktif dalam proses yang berbentuk siklus.


(29)

commit to user 14

Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif (H.B. Sutopo, 2002: 96).

Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu:

a. Reduksi Data

Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari data pada penelitian (field note). Data yang telah teridentifikasi tersebut lebih memudahkan dalam penyusunan.

b. Penyajian data

Merupakan suatu penggabungan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan yang diteliti.

Pengumpulan data

Reduksi data Penyajian data


(30)

commit to user 15

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan (H.B. Sutopo, 2002: 37).

Peneliti dalam melakukan kesimpulan dan verifikasi akan melakukan pengumpulan data baik wawancara maupun data berupa angka-angka di SPEK-HAM Solo, selanjtunya melakukan kegaiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data yang diperoleh, setelah semua data telah selesai diperoleh maka dapat dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang berhubungan terus menerus sehingga menciptakan siklus (H.B. Sutopo, 2002: 13).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam menyusun penulisan hukum ini, penulis berpedoman pada suatu sistematika yang baku. Sistematika memberikan gambaran dan mengemukakan garis besar penulisan hukum agar memudahkan dalam mempelajari isinya. Penulisan hukum terbagi menjadi empat bab yang saling berhubungan. Setiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab yang masing-masing merupakan pembahasan dari bab yang bersangkutan. Adapun sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut:


(31)

commit to user 16

Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah yang merupakan hal-hal yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian, perumusan masalah merupakan inti permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian berisi tujuan dari penulis dalam mengadakan penelitian, manfaat penelitian merupakan hal-hal yang diambil dari hasil penelitian, metode penelitian berupa jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, selanjutnya adalah sistematika penulisan hukum yang merupakan kerangka atau susunan penelitian.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil kepustakaan yang meliputi dua hal yaitu Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teori akan diuraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pokok masalah dalam penelitian ini yang meliputi tinjauan tentang konsep gender, tinjauan tentang kekerasan tinjauan tentang CEDAW, tinjauan tentang perjanjian internasional, dan tinjauan tentang efektivitas hukum. Sedangkan kerangka pemikiran akan disampaikan dalam bentuk bagan dan uraian singkat.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai hasil penelitian dari data lapangan dan kajian kepustakaan yang diperoleh peneliti mengenai langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh SPEK-HAM Solo dalam menangani yang menjadi korban kekerasan terhadap perempuan serta sudahkan terimplementasikan secara baik The Convention on


(32)

commit to user 17

the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW).

BAB IV: PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini. Dan juga penulis mencoba memberikan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA


(33)

commit to user 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Konsep Seks dan Gender

Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender

dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat seperti daftar berikut ini: laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat (Mansour fakih, 2010: 7-8).

Konsep gender sendiri adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan, merupakan hasil dari konstruksi sosial maupun kultural yang diciptakan oleh masyarakat sendiri. Contohnya yaitu, laki-laki itu dianggap harus kuat, jangan lemah, gagah dan berkepribadian keras. sedangkan untuk perempuan itu harus lemah lembut, keibuan, feminim, emosional, dan tunduk kepada suami. Contoh-contoh yang disebutkan tadi merupakan hasil dari konstruksi yang diciptakan


(34)

commit to user 19

masyarakat, yang sebenarnya dalam kenyataannya dalam hidup bisa terjadi sebaliknya, karena ada juga perempuan yang sifatnya lebih kepriaan dan ada juga pria yang sifatnya lebih keperempuanan. Hal ini juga tergantung dari suatu masyarakat atau wilayah memandangnya karena di setiap tempat, pandangan mengenai gender itu bisa berbeda-beda satu sama lain, hal ini disebabkan gender sendiri seperti yang dijelaskan tadi adalah hasil konstruksi suatu masyarakat. Disini juga perlu di jelaskan pula bahwa Gender tidak hanya membahas mengenai atau perihal perempuan saja, tetapi di dalamnya ada pembahasan tentang pencapaian kesetaraan dan kesederajatan atau kesederajatan dan keadilan, dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Dengan kata lain ketika kita berbicara tentang gender, berarti yang dibicarakan adalah tentang relasi sosial perempuan dan lelaki serta aspek-aspek dalam kehidupan.

Gender dan peran gender cenderung kurang menawarkan prestasi di semua lingkup kehidupan, kurangnya kesempatan terhadap kepemilikan kekayaan serta asset-aset lainnya, terhadap kekuasaan politik, pendidikan, kesehatan yang baik, dan penghidupan yang layak. Peran gender dikonstruksi dari tumpukan batu bata bangunan biologis dasar di mana kita semua dilahirkan, tetapi kelas, suku, warna kulit, agama, kasta, dan kebangsaan memiliki peranan vital dalam memutuskan secara tepat tentang kesempatan hidup, apa yang dimiliki perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki dengan latar belakang yang sama (Ariefa Efianingrum, 2008: 8).


(35)

commit to user 20

Secara universal, peran gender untuk perempuan dan laki-laki diklasifikasikan dalam tiga peran pokok yaitu peran reproduktif, peran produktif, dan peran sosial, berikut tabel klasifikasi tiga peran yang timbul dalam gender (Aida Vitayala S. Hubeis, 2010: 83-84).

Gender Reproduktif Produktif Sosial

Perempuan Peran Utama: Istri, Ibu, Ibu rumah tangga

(Keluarga)

1.Acap.diasumsika n tidak memiliki peran produktif. 2.Turut.mencari nafkah keluarga. 1. Manajemen, Jasa penyuluhan terkait pada aspek peran reproduktif. 2. Pekerja tidak di bayar

(informal) Lelaki Bapak, Kepala

keluarga.

Peran Utama : Mencari nafkah keluarga 1.Kepemimpina n 2. Politik 3.Ketahanan 4. Pekerja dibayar

Kita juga telah menyadari bahwa perbedaan gender (Gender

Differences) telah melahirkan ketidakadilan gender (Gender Inequalities),

perbedaan gender ini ternyata telah melahirkan sifat dan stereotipe yang sebetulnya merupakan konstruksi ataupun rekayasa sosial dan akhirnya terkukuhkan menjadi kodrat kultural yang telah mengakibatkan terkondisikannya beberapa posisi perempuan terutama dalam hal kekerasan berdasarkan gender baik secara fisik maupun secara mental.


(36)

commit to user 21

Keberagaman bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan terjadi karena perbedaan gender muncul dalam berbagai bentuk, secara fisik seperti pemerkosaan, persetubuhan antar anggota keluarga, dan yang lebih sadis seperti pemotongan alat genital perempuan, sedangkan dalam bentuk non fisik yang sering terjadi misalnya pelecehan seksual yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi perempuan secara emosional (Mansour Fakih, 2010: 147-151).

2. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan a. PengertianKekerasan

Penjelasan mengenai kekerasan tertuang dalam Pasal 1 konvensi perempuan atau CEDAW tentang diskriminasi, yang berbunyi tentang diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan laki-laki dan perempuan. Menurut Rekomendasi Umum no.19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Sidang ke-11 Tahun 1992 bahwa kekerasan itu termasuk tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual atau ancaman-ancaman seperti itu, paksaan dan perampasan kebebasan lainnya.

Dalam latar belakang Rekomendasi Umum no 19 dinyatakan bahwa kekerasan yang berbasis gender adalah suatu bentuk diskriminasi. Selanjutnya, dalam ulasan umum dinyatakan bahwa definisi dari diskriminasi terhadap perempuan dalam Pasal 1 Konvensi


(37)

commit to user 22

perempuan, termasuk juga kekerasan berbasis gender, yaitu kekerasan yang ditujukan kepada perempuan karena dia adalah perempuan, atau menimbulkan akibat pada perempuan secara tidak proporsional (Achie Sudiarti Luhulima, 2000: 132-133).

Kekerasan dalam pengertian secara yuridis sebagaimana yang diatur dalam Pasal 89 juncto Pasal 90 KUHP, menyebutkan bahwa

Pasal 89 KUHP “membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya

lagi (lemah) disamakan dengan menggunakan kekerasan”, dalam Pasal

90 KUHP mengatur mengenai kekerasan yang menghasilkan luka berat pada korban, luka berat berarti kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, dan gugurnya kandungan seorang perempuan. Menurut Mansour Fakih kekerasan (violence)

adalah serangan (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Mansour fakih, 2010: 17).

Peraturan yang mengatur tentang kekerasan lainnya terdapat dalam KUHPidana, misalkan tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap nyawa dan tubuh orang, seperti penganiayaan yang diatur pada Pasal 351-358 KUHP, pembunuhan dalam buku II KUHP mulai dari Pasal 338-350 KUHP, kejahatan dan pelanggaran mengenai kesopanan yang dimuat dalam Pasal 284 KUHP, perkosaan untuk bersetubuh dalam Pasal 285 KUHP, dan lain-lain.

b. Jenis-Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan menurut E. Kristi Poerwandari, terdapat pemetaan-gambaran umum mengenai kekerasan terhadap perempuan, sebagai berikut :


(38)

commit to user 23

Bentuk-bentuk/dimensi kekerasan

1) Fisik. Memukul, menampar mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat/senjata, membunuh.

2) Psikologis. Tindakan-tindakan yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat, dll)

3) Seksual. Melakukan tindakan-tindakan yang mengarah ke ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban.

4) Finansial. Mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan financial korban dengan maksud untuk dapat mengendalikan tindakan korban.

5) Spiritual. Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya (Achie Sudiarti Luhulima, 2000: 11-12).

Pengertian kekerasan yang telah dijelaskan diatas ialah kekerasan yang secara garis besar atau umumnya, sedangkan untuk ranah yang lebih khusus salah satunya adalah kekerasan dalam rumah tangga yang sebagian besar korbannya adalah perempuan atau isteri. Untuk kekerasan seperti ini negara memberikan perhatian khusus dengan mengesahkan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga menurut UU No 23 Tahun 2004 Pasal 1 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan


(39)

commit to user 24

fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Jenis kekerasan dalam lingkup rumah tangga menurut

Pasal 5 UU PKDRT adalah :

1) Kekerasan fisik, perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (Pasal 6).

2) Kekerasan psikis, perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7).

3) Kekerasan seksual, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (Pasal 8).

4) Penelantaran rumah tangga, setiap orang dilarang untuk menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberika kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Pasal 9).

3. Tinjauan Tentang Konvensi CEDAW

Pada 18 Desember 1979, Majelis Umum PBB menyetujui sebuah rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Konvensi ini dinyatakan berlaku pada tahun 1981 setelah 20 negara menyetujui dan telah di ratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 24 juli tahun 1984 dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1984 , dengan pensyaratan (reservation) terhadap Pasal 29


(40)

commit to user 25

(1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini, dengan konsekuensi bahwa Indonesia harus menerapkan

Pasal-Pasal yang tertuang dalam CEDAW disetiap kebijakan dan

peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan.

Teks yang paling penting tentang perjuangan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan adalah Deklarasi Umum Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW). CEDAW dilengkapi dan diberikan kekuatan hukum dari apa yang telah dihasilkan oleh Deklarasi Majelis Umum. Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan menyatakan keprihatinan bahwa diskriminasi yang luas terhadap perempuan terus eksis meskipun sudah adanya instrumen seperti Piagam dari Amerika Serikat, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan Kovenan Internasional tentang Hak Asasi Manusia (Felipe Gomez Isa. 2003 : 8).

Konvensi CEDAW ini di dalamnya terdapat 30 Pasal yang mengatur dengan pembagian per bagian sebanyak enam bagian yang berisi tentang :

a. Bagian I, Pasal 1-6, berisi tentang prinsip-prinsip konvensi yang di bagi ke dalam tiga bagian yaitu, prinsip non diskriminatif, prinsip persamaan atau keadilan substantif, dan prinsip kewajiban negara. b. Bagian II, Pasal 7-9, berisi tentang hak-hak sipil dan politik

perempuan. Pasal 7 yang berisi mengenai hak perempuan dalam kehidupan politik dan kemasyarakatan negaranya. Termasuk di dalam hak ini adalah, hak untuk memilih dan dipilih, berpartisipasi dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya,


(41)

commit to user 26

memegang jabatan dalam pemerintahan, berpartisipasi dalam organisasi-organisasi non pemerintah. Pasal 8 tentang hak perempuan untuk mendapat kesempatan mewakili pemerintah pada tingkat internasional dan berpartisipasi dalam organisasi internasional. Pasal 9 tentang hak perempuan dalam kaitan dengan kewarganegaraannya

c. Bagian III, Pasal 10-14, berisi tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya kaum perempuan, yang juga meliputi hak di bidang pendidikan pada Pasal 10 yang berisi tentang kesempatan untuk mengikuti pendidikan disegala tingkatan yang ada, hak dibidang pekerjaan pada Pasal 11 yang berisi tentang hak untuk bekerja, hak atas kesempatan kerja, hak memilih profesi dan pekerjaan, hak menerima upah, hak atas jaminan social, hak atas masa cuti yang dibayar, hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Hak dibidang kesehatan pada Pasal 12 tentang hak untuk bebas dari kematian pada saat melahirkan, perkembangan kesehatan sejak kanak-kanak, lingkungan yang sehat, mendapatkan pelayanan dan perhatian medis. Hak lainnya dalam bidang ekonomi dan sosial pada

Pasal 13 dalam hal mendapatkan hak atas tunjangan keluarga, atas

pinjaman bank, hipotek dan lain-lainnya, hak untuk ikut serta dalam kegiatan rekreasi, olahraga dan lain sebagainya. Hak khusus untuk perempuan pedesaan pada Pasal 14 yang meliputi hak berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan disegala tingkatan, memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai, memperoleh segala jenis pelatihan dan pendidikan, berpartisipasi dalam semua kegiatan masyarakat. d. Bagian IV, Pasal 15-16, berisi tentang persamaan hak antara laki-laki

dengan perempuan di mata hukum, dan penjaminan tentang hak-hak perempuan di dalam perkawinan. Pasal 15 mencantumkan


(42)

commit to user 27

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dihadapan hukum yang meliputi, hak untuk berurusan dengan instansi hukum, diakui kecakapan hukumnya, mengurus harta benda, serta perlakuan yang sama pada setiap tingkatan prosedur di muka penegak hukum. Pasal

16 secara khusus memberi tekanan hak yang sama dalam memasuki jenjang perkawinan, memilih suami secara bebas, tanggung jawab yang sama sebagai orang tua dalam hal urusan anak, hak pribadi yang sama sebagai suami istri, hak yang sama yang berhubungan dengan pemilikian atas perolehan, pengelolaan, penikmatan dan pemindahan harta benda.

e. Bagian V, Pasal 17-22, berisi tentang komite CEDAW dan mekanisme pelaporan dan pemantauan.

f. Bagian VI, Pasal 23-30, berisi tentang penegasan terhadap pentingnya menegakkan prinsip persamaan di dalam undang-undang negara khususnya di dalam undang-undang negara pihak maupun di dalam setiap Konvensi, traktat, atau perjanjian internasional yang berlaku terhadap para pihak (ELSAM, 2004 : 6-21).

Prinsip non diskriminatif di dalam Konvensi CEDAW adalah prinsip yang menjamin kaum perempuan untuk tidak dibedakan, tidak di kucilkan atau dibatasi berdasarkan jenis kelaminnya yang dapat mempengaruhi pengurangan atau penghapusan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. Prinsip persamaan atau keadilan substantif terdapat di dalam Konvensi CEDAW merupakan sebuah pendekatan yang mendasarkan pada hasil akhirnya, yaitu keadilan. Keadilan yang dimaksud disini adalah sesuai dengan proporsi atau bagiannya masing-masing antara laki-laki dengan


(43)

commit to user 28

perempuan, keadilan yang dimaksud disini dapat berbentuk perlakuan yang sama, perlakuan khusus untuk menyamakan situasi yang berbeda dengan tujuan agar dipercepatnya penghapusan kesejangan sehingga situasi menjadi sama.

Prinsip kewajiban negara merupakan prinsip ketiga yang terkandung di dalam Konvensi CEDAW ini, dimana negara wajib untuk menjalankan Konvensi ini. Kewajiban negara yang dimaksud dalam Konvensi ini adalah melaksanakan prinsip non diskriminatif dengan cara melindungi perempuan dari segala bentuk diskriminasi dan memenuhi segala hak-hak fundamentalnya, kemudian kewajiban negara dalam segi hukum seperti mengubah dan mencabut ketentuan yang diskriminatif serta memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan.

4. Tinjuan Tentang Perjanjian Internasional

Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional. Serupa dengan definisi dalam Konvensi Wina 1969, Konvensi Wina 1986 merumuskan perjanjian internasional sebagai perjanjian yang tunduk kepada hukum internasional dan dibuat dalam bentuk tertulis antara satu atau lebih negara dan satu atau lebih organisasi internasional atau antara organisasi internasional.

Bentuk-bentuk perjanjian internasional, sebagai berikut:

a. Treaty.

Merupakan alat yang paling formal, yang dipakai untuk mencatat perjanjian antara negara yang ketentuan-ketentuannya bersifat menyeluruh.


(44)

commit to user 29

b. Konvensi.

Biasanya dipakai untuk dokumen-dokumen yang bersifat resmi dan bersifat multilateral.

c. Protokol.

Merupakan suatu persetujuan yang sifatnya kurang resmi dibandingkan treaty atau Konvensi pada umumnya tidak dibuat oleh kepala-kepala negara.

d. Persetujuan.

Bentuk ini dipakai untuk persetujuan-persetujuan yang ruang lingkupnya lebih sempit dan pihak-pihak yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan konvensi biasa.

e. Arrangement.

Lebih banyak dipakai untuk transaksi-transaksi yang sifatnya mengatur dan temporer.

f. Proses Verbal.

Dipakai untuk mencatat suatu pertukaran atau himpunan ratifikasi atau untuk membuat perubahan kecil dalam konvensi.

g. Statuta.

Himpunan peraturan-peraturan penting mengenai pelaksanaan fungsi lembaga internasional.

h. Deklarasi.

Dokumen yang tidak resmi yang dilampirkan pada suatu traktat atau konvensi yang memberikan penafsiran ketentuan-ketentuan traktat atau konvensi.

i. Modus Vivendi.

Suatu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat temporer atau provisional yang dimaksudkan untuk diganti dengan arrangement yang sifatnya lebih permanen dan terinci.


(45)

commit to user 30

j. Pertukaran Nota atau Surat.

Merupakan suatu metode tak resmi yang seringkali digunakan pada tahun-tahun terakhir ini.

k. Ketentuan Penutup (Final Act).

Suatu dokumen yang mencatat laporan akhir acara suatu konferensi yang mengadakan suatu konvensi.

1) Ketentuan Umum (General Act).

Sebenarnya adalah traktat, tapi dapat bersifat resmi atau tidak resmi (T. May Rudy. 2011: 123-126).

Pengesahan suatu perjanjian internasional menurut Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan

(acceptance), dan penyetujuan (approval). Suatu perjanjian Internasional

mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut (Pasal 15 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional). Pasal 9 UU No 24 Tahun 2000 juga mengatur mengenai pengesahan suatu perjanjian internasional, dimana ayat 1 mengatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut, Pasal 2 nya juga mengatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan Undang-Undang atau Keputusan Presiden.

Perjanjian internasional dalam penerapannya terhadap negara-negara lain, sangat dimungkinkan adanya satu atau beberapa negara-negara yang tidak menyetujui seluruh materi perjanjian internasional tersebut, dikarenakan adanya beberapa materi perjanjian internasional tersebut


(46)

commit to user 31

yang tidak sesuai dengan kepentingan nasional dari negara yang bersangkutan. Alhasil, muncullah beberapa pensyaratan atau resevasi

(reservation) dari negara yang bersangkutan tersebut. Pasal 19 sampai

dengan Pasal 23 Konvensi Wina 1969 mengatur prosedur tentang pensyaratan, Untuk menguji validitas suatu reservasi, Pasal 19 Konvensi Wina 1969 dijadikan sebagai acuan, dan sesuai dengan ketentuan Pasal

19 tersebut, negara tidak dapat menyampaikan pensyaratan apabila:

a) Reservasi dilarang oleh suatu perjanjian.

b) Perjanjian mengatur hanya reservasi yang spesifik yang dapat dilakukan.

c) Dalam hal tidak termasuk ayat (1) dan (2), reservasi tidak sesuai dengan tujuan dan maksud suatu perjanjian (Eddy Pratomo. 2011: 277-278).

5. Tinjauan Tentang Efektivitas Hukum

Hukum itu sebagai alat yang dapat merubah masyarakat, yang artinya bahwa hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah sistem sosial. Hukum pula memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung di dalam mendorong terjadinya suatu perubahan sosial. Hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-perubahan yang dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan (intended change dan planned

change) (Soerjono Soekanto, 2011: 126).

Bila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum itu sendiri dalam mengatur atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektivitas hukum dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat,


(47)

commit to user 32

yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologi, berlaku secara filosofis. Faktor-faktornya yang membuat hukum itu berfungsi di dalam masyarakat ada empat, yaitu kaidah hukum / peraturan itu sendiri, petugas atau penegak hukum, sarana dan fasilitas yang digunakan penegak hukum, dan kesadaran masyarakat. Faktor-faktor tadi mempunyai penjelasan masing-masing sehingga dapat menjadi faktor yang menentukan yang membuat hukum itu berfungsi di dalam masyarakat.

Pertama, kaidah hukum memiliki tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, seperti kaidah hukum berlaku secara yuridis, kaidah hukum berlaku secara sosiologis, dan kaidah hukum berlaku secara filosofis. Kedua, penegak hukum ialah yang bertugas untuk menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, yang artinya dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, harus memiliki pedoman seperti peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang linkup tugas-tugasnya. Ketiga, sarana atau fasilitas amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung, dan yang terakhir adalah tentang warga masyarakat, faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat, kesadaran untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut sebagai derajat kepatuhan. Derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang dibuat (Zainuddin Ali, 2010: 62-64).

Menurut Lawrence, tiga elemen penting yang menentukan berfungsi atau tidaknya hukum antara lain :


(48)

commit to user 33

1. Struktur Hukum meliputi : tatanan daripada elemen lembaga hukum (kerangka organisasi dan tingkatan dari lembaga kepolisian, kejaksaan, kehakiman, pemasyarakatan, kepengacaraan).

2. Budaya hukum meliputi : nilai-nilai, norma-norma dan lembaga-lembaga yang menjadi dasar daripada sikap perilaku hamba hukum. 3. Substansi hukum meliputi : peraturan - peraturan atau regulasi yang

di buat oleh lembaga yang berwenang (Sabian Utsman.2009:356).

Hukum dalam merubah suatu masyarakat beserta sistemnya tidak dapat di lepas dari efektivitasnya sebagai hukum itu sendiri, hukum harus dapat mengenai sasaranya secara tepat sehingga manfaat kegunaannya dapat terasa secara langsung, penilaian secara efektivitas inilah yang sangat penting dan tidak dapat dilepaskan karena perlu adanya evaluasi terhadap hukum atau peraturan itu sendiri mengenai hasil output nya kepada masyarakat, oleh karena itulah efektivitas suatu hukum yang ada dalam masyarakat perlu di ketahui secara yuridis, secara sosiologi, dan secara filosofis agar dapat ditemukan apakah hukum tersebut telah berlaku sesuai dengan jalur atau track yang diinginkan atau malah di dalam masyarakat peraturan tersebut tidak efektif baik sebagain maupun keseluruhan.


(49)

commit to user 34

B.Kerangka Pemikiran

[Sesuai / Tidak Sesuai]

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender merupakan hal yang sudah terjadi sejak dahulu bahkan sejak jaman kerajaan sehingga menjadi sesuatu yang sudah membudaya dalam masyarakat baik di Indonesia sendiri maupun masyarakat internasional, oleh karena itu dibentuklah Konvensi CEDAW sebagai jawaban atas permasalahan yang

Kekerasan Terhadap Perempuan

Konvensi CEDAW Lembaga Swadaya Masyarakat SPEK HAM SOLO


(50)

commit to user 35

ingin segera dipecahkan dan dicari solusinya oleh masyarakat dunia, dan pada tanggal pada tanggal 18 Desember 1979 mendapat persetujuan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kemudian dinyatakan berlaku pada tahun 1981 setelah 20 negara menyetujui. Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi ini pada tanggal 24 juli tahun 1984 di dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1984 , dengan persyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 (1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini, dengan di ratifikasinya CEDAW oleh negara Indonesia maka setiap unsur-unsur dan bagian yang berada dalam lingkup negara harus dan wajib mematuhi dan mentaatinya.

SPEK-HAM Solo merupakan bagian dari Negara Indonesia sehingga lembaga ini pun harus patuh dan tunduk terhadap Konvensi tersebut dan menjadikannya sebagai dasar hukum dalam memberikan perlindungan terhadap kaum perempuan yang membutuhkan pertolongan termasuk di dalamnya terhadap kaum perempuan yang menjadi korban kekerasan yang terjadi di kota Solo, perlindungan dan pertolongan yang diberikan oleh SPEK-HAM Solo itulah yang akan peneliti teliti termasuk di dalamnya tentang langkah-langkah yang diambil dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan serta implementasi CEDAW dalam langkah-langkah penanganannya sebagai bentuk konsekuensi sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia.


(51)

commit to user 36

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Prinsip-Prinsip The Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination against Women (CEDAW) dalam penanganan

kasus kekerasan terhadap perempuan di SPEK-HAM Solo

Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia atau yang biasa disebut dengan SPEK-HAM Solo ini, merupakan sebuah organisasi yang non profit, independen, mandiri. SPEK-HAM Solo didirikan pertama kali pada tanggal 20 November 1998, organisasi ini terdiri dari elemen-elemen yang merupakan kumpulan dari orang-orang berlatar belakang gerakan mahasiswa, organisasi sosial, serta bersifat pluralis, dengan komitmen pada penegakan Hak Asasi Manusia khususnya Hak Asasi Perempuan. Perlunya suatu penyadaran bahwa masih berlanjutnya sampai sekarang ketidakadilan di masyarakat dalam macam-macam bentuk yang dalam kenyataannya problem sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada di masyarakat masih menempatkan perempuan dalam posisi tersubordinatkan dalam masyarakat yang termiskinkan. Persoalan dominasi ideologi atau budaya, persoalan kelas, gender dan lingkungan, sehingga menciptakan berbagai bentuk ketidakadilan yang menjadi muara atas situasi kemiskinan yang ada. Dalam situasi ini, kelompok perempuan yang secara kultural dan struktural didiskriminasikan menjadi bagian yang paling menderita dan terlemahkan.

SPEK-HAM Solo sejak awal berkiprahnya lembaga ini dalam pelayanan terhadap kaum perempuan, selalu mengupayakan berbagai upaya penguatan dan pembangunan kesadaran masyarakat sebagai bentuk


(52)

commit to user 37

komitmen untuk berperan dalam proses perubahan sosial menuju tatanan masyarakat yang lebih adil dan bermartabat, dengan menggunakan perspektif gender, hak asasi manusia, pluralisme, dan keseimbangan lingkungan sebagai landasan gerak organisasi dalam memperjuangkan visi, misi, dan tujuannya. SPEK-HAM melihat perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dan pemenuhan atas kebutuhan dasar masyarakat merupakan mandat organisasi. SPEK-HAM merumuskan tiga strategi utama, yaitu: pengorganisasian kelompok masyarakat miskin, pendidikan kritis untuk perubahan pola pikir, dan advokasi untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan hak dasar masyarakat sipil. Dari semua tahapan tersebut di atas, proses pembangunan gerakan sosial menuju masyarakat yang berkeadilan sosial dengan menggunakan perspektif gender, hak asasi manusia, pluralisme, dan lingkungan menjadi dimensi terpenting.

Pertama, pengorganisasian kelompok masyarakat miskin yang

dilakukan SPEK-HAM Solo lebih kepada mendukung peluang dukungan ekonomi alternatif seperti yang SPEK-HAM Solo lakukan dengan bermitra terhadap komunitas perempuan Kemlayan mengenai Kelompok Pra Koperasi KSG (Koperasi Sadar Gender), guna meningkatkan perekonomian perempuan di daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya perempuan atau ibu-ibu yang lebih sering memanfaatkan pinjaman untuk menutup kebutuhan sehari-hari, salah satunya kebutuhan konsumsi. Maka dari itu dengan bermitranya SPEK-HAM Solo dengan Kelompok Pra Koperasi KSG Kemlayan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian perempuan sekitar daerah tersebut, sesuai dengan salah satu semangat dari

Pasal CEDAWyaitu Pasal 14 huruf (e) mengenai “To organize self-help

groups and co-operatives in order to obtain equal access to economic


(53)

commit to user 38

Kedua, pendidikan kritis untuk perubahan pola pikir. Contoh

kegiatan yang dilakukan SPEK-HAM Solo guna meningkatkan pendidikan kritis guna perubahan pola pikir ini seperti sekolah perempuan yang diadakan di desa Pasung, desa Pacing, desa Melikan dan desa Kadilanggon yang berada di Klaten, dan desa Pandes yang berada di Bantul . Materi yang disampaikan di dalam sekolah perempuan tersebut cukup menarik yaitu mengenai sejarah perempuan dengan potensinya, pembangunan gerakan perempuan, perempuan dan ekonomi, perempuan dan globalisasi, analisis sosial, anggaran peka gender, dan alur materi dan rencana tindak lanjut. Selain itu masih ada lagi kegiatan lainnya yang bernama Pelatihan Jurnalis Berspektif Gender yang diikuti oleh jurnalis dan masyarakat sipil pada tanggal 16 – 17 Juli 2010. Semua kegiatan diatas yang dijalankan oleh SPEK-HAM Solo merupakan kegiatan yang bertujuan agar masyarakat luas dapat lebih paham secara baik mengenai gender dan berbagai permasalahannya guna terbentuknya perubahan pola pikir yang kritis di tengah-tengah masyarakat.

Ketiga, advokasi untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan

perlindungan hak dasar masyarakat sipil. Sebelum membahas lebih dalam mengenai advokasi untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan perlindungan hak dasar masyarakat sipil, penulis ingin menjelaskan data kasus yang diterima penulis dari SPEK-HAM Solo. Pada tahun 2008 jumlah data kasus yang masuk ke SPEK-HAM Solo berjumlah 22 kasus, di tahun ini tercatat bahwa daerah Surakarta menempati peringkat pertama dengan total kasus yang masuk pada tahun tersebut sebanyak 9 kasus dengan kasus KDRT yang sering terjadi. Secara keseluruhan pada tahun 2008 tersebut, memang KDRT lah yang paling banyak terjadi di tahun tersebut. Selain kota Surakarta, di tahun ini juga terdapat kota-kota seperti Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Boyolalai, Yogyakarta, dan kecamatan Klaten Utara. Kemudian di tahun


(54)

commit to user 39

2009 terjadi peningkatan jumlah kasus yang masuk ke SPEK-HAM Solo sebanyak 33 kasus, di tahun ini pula KDRT paling banyak di laporkan ke SPEK-HAM Solo terutama kasus KDRT yang berdasarkan pada masalah psikologi dan ekonomi yang menjadi awal mula kekerasan tersebut terjadi. Tidak hanya KDRT yang di laporkan, tetapi terdapat juga kasus-kasus seperti KDP (Kekerasan Dalam Pacaran) yang terjadi Klaten, pemerkosaan yang terjadi di Karanganyar, penelantaran yang terjadi di Surakarta yang dilakukan oleh suami kepada istrinya, dan incest yang terjadi di Karanganyar.

Tahun 2010 tercatat terjadi peningkatan lagi sebanyak 55 kasus, peningkatan ini cukup tinggi dibandingkan dengan 2 tahun terakhir. KDRT tetap menjadi kasus terbanyak yang diterima oleh SPEK-HAM Solo dengan total kasus KDRT sebanyak 35 kasus, di tahun ini terdapat pula kasus trafficking yang telah di tangani SPEK-HAM Solo sebanyak 7 kasus yang semuanya terjadi di kota Klaten, dengan proses hukum yang telah selesai dan masih pendekatan pada korban untuk penguatan psikologis. Lalu setelah terjadi adanya peningkatan kasus di tahun 2010 tersebut, di tahun 2011 terjadi penurunan hingga setengahnya dengan jumlah angka sebanyak 28 kasus. Meskipun begitu, KDRT dengan total 18 kasus tetap menjadi jenis kasus yang paling sering di tangani oleh SPEK-HAM Solo. Di tahun ini selain KDRT juga terdapat kasus sexual abuse sebanyak 2 kasus, trafficking sebanyak 1 kasus, perkosaan sebanyak 5 kasus, KDP-ingkar janji sebanyak 2 kasus.

Tahun 2012 jumlah kasus yang masuk ke SPEK-HAM Solo mengalami penurunan sebanyak 4 kasus menjadi total sebanyak 24 kasus dengan 19 kasus KDRT, 1 kasus perkosaan, 3 kasus pencabulan, dan 1 kasus KDP. Dari data diatas secara keseluruhan penulis mengambil kesimpulan


(55)

commit to user 40

sementara bahwa kasus KDRT merupakan kasus yang paling sering terjadi di tengah-tengah masyarakat eks Karesidenan Surakarta, fakta ini sangat memilukan ditambah hampir keseluruhan korban KDRT tersebut adalah pihak istri atau perempuan.

Dalam gerak dan perjuangan SPEK-HAM Solo untuk memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin terhadap kaum perempuan tetaplah dilandasi dengan berbagai aturan-aturan yang ada terkait perlindungan terhadap perempuan, dalam hal ini ialah perempuan-perempuan yang menjadi korban diskriminasi berbasis gender. Convention on the Elimination

of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) adalah sebuah

peraturan internasional yang ikut menjadi landasasan hukum bagi SPEK-HAM Solo untuk bergerak dan memberikan kontribusinya terhadap kaum perempuan yg menjadi korban kekerasan berbasis gender. SPEK-HAM Solo dalam menjalankan tugas dan fungsinya menempatkan dirinya sebagai

partner atau rekan kerja pemerintah yang saling bekerja sama dalam usaha

untuk terus dapat mengimplementasikan aturan-aturan yang tertuang di dalam CEDAW tersebut guna perlindungan terhadap kaum perempuan.

Aktifitas dan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh SPEK-HAM Solo dapat dilihat pada website SPEK-SPEK-HAM Solo yang penulis ketahui dari narasumber, beberapanya yaitu SPEK-HAM Solo Friday Morning, aksi 1.000 bantal simbol peringatan 16 hari tanpa kekerasan yang dilakukan oleh SPEK-HAM Solo bersama-sama dengan lembaga-lembaga perempuan lainnya pada Desember 2008, pelatihan jurnalis berperspektif gender, Gender Sensitive Training For Medical Staff pada Juli 2008, pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual) pada November 2012 di daerah Gilingan, penerbitan fact sheet dan newsletter, serta press realease


(56)

commit to user 41

(Wawancara dengan Ibu Maria Sucianingsih yang menjabat sebagai Bagian Penanganan Kasus, pukul 13.00 WIB 15 April 2013).

SPEK-HAM Solo dalam melakukan baktinya pada masyarakat memiliki standar prosedur penerimaan atau pelayanan suatu kasus, karena tidak hanya melakukan kegiatan-kegiatan penyadaran akan pentingnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender saja melainkan SPEK-HAM Solo juga menerima kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender yang terjadi di kota Solo yang memerlukan penanganan khusus dan membutuhkan perhatian besar. Kasus-kasus yang diterima SPEK-HAM Solo yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender, diperlukanlah standar prosedur penanganan suatu kasus agar dalam penanganannya sesuai dengan aturan dan tidak keluar dari jalur yang seharusnya. Prosedure penanganan kasus yang ada di SPEK-HAM Solo adalah sebagai berikut:

1. Pengaduan kasus bisa dilakukan dengan cara korban/keluarga korban/pengadu datang sendiri ke kantor HAM Solo, atau SPEK-HAM Solo melakukan out reach dari media massa atas kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi.

2. Mendatangi korban/keluarga korban untuk merespon (memberikan dukungan, mendampingi, dan menangani kasus kekerasan berbasis gender yang dialami korban).

3. Pengaduan bisa diterima melalui datang langsung di kantor SPEK-HAM Solo, telfon, surat/email, atau rujukan dari lembaga lain.

4. Pengaduan bisa dilayani langsung oleh para pendamping atau staff administrasi yang berada di kantor untuk mendengarkan pengaduan (identifikasi kasus dan kebutuhan korban) dengan mengisi form


(1)

commit to user

Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 18 Desember 1979.

Rekomendasi Umum Nomor 19 tentang Kekerasan terhadap Perempuan pada sidang ke-11 tahun 1992 Komite PBB.

L.ampiran-lampiran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1984

TENTANG

PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKIRIMINASI TERHADAP WANITA (CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMANATION AGAINST

WOMEN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a. bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam sidangnya pada tanggal 18 Desember 1979, telah menyetujui Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);

c. bahwa ketentuan-ketentuan di dalam Konvensi tersebut di atas pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;


(2)

commit to user

d. bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Konvensi tersebut pada tanggal 29 Juli 1980 sewaktu diadakan Konperensi Sedunia Dasawarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Wanita di Kopenhagen; e. bahwa berhubung dengan hal tersebut di atas maka dipandang perlu

mengesahkan Konvensi sebagaimana tersebut pada huruf b di atas dengan Undang-undang;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN KONVENSI

MENGENAI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

TERHADAP WANITA (CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN).

Pasal 1

Mengesahkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) yang telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Desember 1979, dengan pensyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini, yang salinannya dilampirkan pada Undang-undang ini.


(3)

commit to user

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta Pada tanggal 24 Juli 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

S O E H A R T O Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 24 Juli 1984 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

SUDHARMONO, S.H.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1984 NOMOR 29 PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1984

TENTANG

PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP WANITA

(CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN)

I.UMUM

Pada tahun 1967 Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan kewajiban wanita berdasarkan persamaan hak dengan pria dan


(4)

commit to user

menyatakan agar diambil langkah-langkah seperlunya untuk menjamin pelaksanaan Deklarasi tersebut.

Oleh karena Deklarasi itu sifatnya tidak mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan Wanita berdasarkan Deklarasi tersebut menyusun rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

Pada tanggal 18 Desember Tahun 1979 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui Konvensi tersebut. Karena ketentuan Konvensi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka Pemerintah Republik Indonesia dalam Konperensi Sedunia Dasawarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Wanita di Kopenhagen pada tanggal 29 Juli 1980 telah menandatangani Konvensi tersebut. Penandatanganan itu merupakan penegasan sikap Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 18 Desember 1979 pada waktu Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan pemungutan suara atas resolusi yang kemudian menyetujui Konvensi tersebut.

Dalam pemungutan suara itu Indonesia memberikan suara setuju sebagai perwujudan keinginan Indonesia untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha internasional menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap wanita karena isi Konvensi itu sesuai dengan dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan.

Ketentuan dalam Konvensi ini tidak akan mempengaruhi asas dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan nasional yang mengandung asas persamaan hak antara pria dan wanita sebagai perwujudan tata hukum Indonesia yang sudah kita anggap baik atau lebih baik bagi dan sesuai, serasi serta selaras dengan aspirasi bangsa Indonesia.

Sedang dalam pelaksanaannya, ketentuan dalam Konvensi ini wajib disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya, adat istiadat serta norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara luas oleh masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum nasional memberikan keyakinan dan jaminan bahwa pelaksanaan ketentuan Konvensi ini sejalan dengan tata kehidupan yang dikehendaki bangsa Indonesia.


(5)

commit to user

Pasal 1

Pasal 29 Konvensi memuat ketentuan tentang cara untuk menyelesaikan setiap perselisihan antara negara peserta Konvensi mengenai penafsiran atau penerapan ketentuan Konvensi.

Pemerintah Indonesia tidak bersedia untuk mengikatkan diri pada ketentuan pasal tersebut, karena pada prinsipnya tidak dapat menerima suatu kewajiban untuk mengajukan perselisihan internasional, dimana Indonesia tersangkut, kepada Mahkamah Internasional.

Dengan pertimbangan tersebut di atas Indonesia mengadakan pensyaratan terhadap Pasal 29 ayat (1) Konvensi, hingga dengan demikian Indonesia menyatakan dirinya tidak terikat oleh pasal tersebut.

Pasal 2

Cukup jelas.


(6)

Dokumen yang terkait

PANDANGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) ISLAMTERHADAP CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS Pandangan Hak Asasi Manusia (HAM) Islam Terhadap Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women (CEDAW) (Studi Kritis Pasal 5 Tentang K

0 3 23

PANDANGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) ISLAMTERHADAP CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS Pandangan Hak Asasi Manusia (HAM) Islam Terhadap Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women (CEDAW) (Studi Kritis Pasal 5 Tentang K

0 2 16

PENDAHULUAN Pandangan Hak Asasi Manusia (HAM) Islam Terhadap Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women (CEDAW) (Studi Kritis Pasal 5 Tentang Kesetaraan Perempuan).

0 2 22

STUDI KRITIS KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DALAM CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS STUDI KRITIS KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DALAM CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) TINJAUAN ISLAM.

0 2 18

STUDI KRITIS KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DALAM CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS STUDI KRITIS KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DALAM CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) TINJAUAN ISLAM.

0 4 17

PENDAHULUAN STUDI KRITIS KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DALAM CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) TINJAUAN ISLAM.

0 3 16

DAFTAR PUSTAKA STUDI KRITIS KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DALAM CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) TINJAUAN ISLAM.

0 5 10

PERLINDUNGAN HUKUM BURUH MIGRAN PEREMPUAN INDONESIA DITINJAU DARI CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW).

0 0 15

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)

0 4 42

CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN

0 0 9