85
BAB IV MEMAHAMI ULANG 1 KORINTUS 14:34-40
DARI PRESPEKTIF PEREMPUAN JAWA 4.1.
Pendahuluan.
Pengalaman patriakal yang terjadi dalam konteks gereja, masyarakat, keluarga terhadap peran perempuan dan konteks Korintus serta dominasi Romawi telah dijabarkan dalam Bab II
dan Bab III. Pada Bab IV sebagai kelanjutan dari tulisan ini penulis akan melakukan pemahaman ulang dari perspektif bab II dan konteks sosial politik 1 Korintus yang ada dalam
bab III. Pemahaman ulang terhadap tafsiran teks 1 Korintus 14: 33-40 dengan berpijak pada
perspektif perempuan yang mengalami diskriminasi dalam konteks gereja, masyarakat dan
keluarga. Dalam proses pemahaman ulang terhadap teks 1 Korintus 14: 33-40 maka penulis akan mengawalinya dengan dua pertanyaan penuntun yaitu apakah teks 1 Korintus 14: 33-40
memunculkan konsep Tuhan yang menyatakan perbedaan peran Perempuan dengan laki-laki
dan apakah teks 1 Korintus 14: 33-40 dapat memberikan pemahaman yang adil tentang
peran perempuan.
4.2. Memahami teks dalam 1 Korintus 14 :34-40
Setelah membahas mengenai teori poskolonial dan meneliti tentang latar belakang historis budaya patriarkal dalam teks 1 Korintus 14:34-40 dan budaya Jawa, maka dapat
diketahui bahwa ternyata ada bentuk-bentuk pengganjalan Perempuan Jawa untuk menduduki berbagai jabatan atau menjadi seorang pemimpin. I Korintus 14:33-34 menimbulkan
beberapa masalah kritis bagi para pembaca Alkitab yang berusaha untuk menjadi pengikut Kristus yang setia dan juga penafsir yang tepat dari seluruh perkataan Allah yang
diungkapkan dalam Kitab Suci. Pertama, serangkaian pertanyaan ditimbulkan bagi pembaca oleh teks itu sendiri dan kata-kata yang mengikutinya dalam ayat 34-35: Apakah Perjanjian
86
Baru secara keseluruhan menunjukkan bahwa perempuan secara rutin tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi secara lisan dalam ibadah Kristen? Mengapa mereka tidak diijinkan
untuk berbicara? Hukum manakah yang dimaksudkan dalam ayat 34? Apa hubungan antara kata menundukkan diri dan berdiam diri?
Selanjutnya pertanyaan yang kedua, Bagaimana Paulus dapat mengatakan lebih awal dalam surat ini bahwa para perempuan harus memakai tudung ketika berdoa dan
memberitakan Injil 11:3-16? Bagaimana kemudian dalam surat yang sama melarang partisipasi perempuan secara lisan? Bagaimana harus memahami kesenjangan yang jelas
antara larangan ini dengan begitu banyaknya contoh partisipasi perempuan secara aktif dalam kehidupan ibadah jemaat Kristen pada jaman itu?
Posisi teks ini terletak pada bagian penutup sebuah bacaan yang panjang yaitu pasal 11- 14, Paulus membahas situasi yang bermasalah dalam konteks ibadah. Paulus telah membahas
kebiasaan yang pantas untuk laki-laki dan perempuan ketika berdoa dan bernubuat 11:2-16; dan kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam Perjamuan Malam 11:17-34; dan akhirnya
hakikat, fungsi, penggunaan dan penyalahgunaan karunia-karunia roh 12-14, dengan pemikiran khusus pada fenomena berkata-kata dengan bahasa roh dan nubuat 14:1-25.
Jelas dari konteks bacaan langsung 14:26-40 ucapan yang sulit di pahami 14:33-34, bahwa sikap meninggikan dan memuja bahasa roh dari beberapa golongan dalam gereja
menimbulkan ketidakteraturan dan kekacauan dalam ibadah. Karena itu ketika membicarakan jemaat yang berkata-kata dengan bahasa lidah ayat 27-28, Paulus memerintahkan
keteraturan yaitu mereka harus berbicara seorang demi seorang. Bahasa roh harus ditatsirkan ayat 27, karena tanpa memahami penafsiran akan mengacaukan para pendengar
dan membuat mereka bertanya-tanya apakah orang-orang yang berbicara itu sudah gila 14:23. Kalimat itu ada dalam ayat 28, jika tidak ada orang yang menafsirkan, hendaklah
mereka berdiam diri dalam pertemuan Jemaat. Ketika berbicara tentang jemaat yang
87
memiliki karunia untuk bernubuat tentang Injil 14:29-33, keprihatinannya terhadap keteraturan dalam ibadah juga nampak jelas. Mereka harus berbicara secara bergiliran,
tidak secara bersamaan. Tujuan dari komunikasi lisan adalah membangun jemaat 14:26 melalui pengajaran dan penguatan setiap orang 14:31. Tujuannya, menurut Paulus, hanya
dapat dilaksanakan jika ada keteraturan dalam jemaat bukan melarang, Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera 14:33; lihat juga 14:40.
Hal-hal yang tersebut di atas menunjukkan bahwa Paulus berurusan dengan kebiasaan- kebiasaan yang salah dalam ibadah yang menghalangi tujuan Allah dan karena itu perlu
diperbaiki dengan pemahaman yang baru. Dalam konteks semacam ini, teks nampaknya tergolong ke dalam kategori teks korektif yang tujuannya terfokus pada keadaan lokal.
Karena itu ucapan Paulus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan- pertemuan Jemaat nampaknya memiliki makna kuasa Apa yang kukatakan kepadamu
adalah perintah Tuhan 14:37 untuk situasi khusus di Korintus dan juga situasi-situasi serupa; misalnya, teks yang dibicarakan pada I Timotius 2:11-12. Karena itu harus berhati-
hati untuk tidak melompat pada kesimpulan bahwa perintah Paulus ini memiliki implikasi untuk semua perempuan dalam semua jemaat.
Dukungan untuk membatasi peran perempuan sebenarnya berasal dari tulisan-tulisan Paulus yang lahir dari kebiasaan-kebiasaan di jemaat mula-mula yang menunjukkan bahwa
partisipasi perempuan secara lisan dalam hal ibadah dan peran pengajaran atau kepemimpinan lainnya diterima dan diakui. Paulus dalam suratnya yang sama menyatakan
keabsahan dan kelayakan perempuan sebagai partisipan penuh dalam doa jemaat dan pemberitaan Injil 11:5,13. Menurut Paulus yang tidak benar dan tidak dapat diterima adalah
mereka yang melibatkan diri dalam aktivitas ini tanpa tudung kepala, karena penolakan terhadap norma, budaya atau agama bisa menciptakan penghalang yang besar. Paulus bahkan
menyatakan dalam konteks itu bahwa Jemaat-Jemaat Allah tidak mempunyai kebiasaan
88
yang demikian 11:16, yaitu, kesesuaian tudung kepala bagi perempuan-perempuan yang berdoa dan bernubuat dalam jemaat.
Seandainya Paulus meyakini bahwa perempuan harus berdiam diri dalam jemaat dalam pengertian yang menyeluruh dan universal, ia tidak akan menghabiskan begitu banyak waktu
pasal 11 untuk memberitahukan kepada perempuan apa yang harus mereka lakukan dengan kepala mereka, ia hanya akan melarang mereka berdoa dan bernubuat dalam pertemuan-
pertemuan jemaat. Teks-teks Perjanjian Baru lainnya yang berkaitan dengan peranan perempuan dalam jemaat pada jaman itu dibahas dalam I Timotius 2:11-12.
Cara pandang Paulus yang lebih luas mengakui dan membenarkan partisipasi perempuan yang besar dalam jemaat didukung dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya.
Misalnya pemberitaan perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah yaitu pekerjaan penebusan-Nya di dalam dan melalui Yesus dari Nazareth Kisah Para Rasul 2:11;22-36
dalam khotbah Pentakosta Petrus ditafsirkan sebagai pemenuhan nubuat dalam Yoel 2:28-29, yaitu bahwa pada hari-hari terakhir, karena wahyu dari Roh Allah yang tercurah, Anak-
anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat ... Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan, akan kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu, dan mereka akan bernubuat
Kisah Para Rasul 2:17-18. Sehubungan dengan kata-kata nubuat ini dan dimulainya pemenuhan nubuat tersebut pada hari Pentakosta, Lukas menyebutkan dengan sebenarnya
bahwa penginjil Filipus mempunyai empat anak perempuan yang melibatkan diri dalam pelayanan nubuat kabar baik Kisah Para Rasul 21:8-9.
Berdasarkan fakta yang ada, menjelaskan bahwa perempuan-perempuan dalam jemaat yang mula-mula digerakkan oleh Karya Roh Kudus untuk melibatkan diri dalam pelayanan
Firman berdampingan dengan laki-Iaki, maka tidak mungkin memahami perintah Paulus ini sebagai perintah tegas yang dimaksudkan untuk semua gereja di segala tempat sepanjang
waktu. Namun sebaliknya, perintah ini harus dimengerti dalam konteksnya sendiri dan
89
konteks-konteks serupa dalam semua Jemaat orang-orang kudus I Korintus 14:34, sebagai pembahasan sebuah masalah di Korintus yang perlu dipecahkan.
Menurut Paulus masalah yang khusus dalam ibadah jemaat adalah tentang kekacauan, kurangnya keteraturan, dan kebingungan. Situasi ini jelas disebabkan oleh pengungkapan
karunia bernubuat dan berbahasa roh secara tidak benar 14:26-31. Jadi mungkin sekali nasihat untuk berdiam diri ini sedikit banyak berkaitan dengan partisipasi perempuan dalam
penggunaan karunia-karunia ini secara tidak benar. Mungkin perempuan-perempuan dalam jemaat Korintus, karena pengalaman Injil yang membebaskan dari segala macam ikatan
budaya dan agama, berdiri di garis terdepan dan berkata-kata dengan bahasa roh yang tidak dltafsirkan
glossolalia
dan melakukan pemberitaan nubuat yang antusias, tanpa memberikan kesempatan kepada yang lain. Kemungkinan beberapa orang terus berbicara
sementara yang lainnya bernubuat, menimbulkan kekacauan yang hiruk-pikuk di mana tidak seorang pun dapat diajar dan dikuatkan.
Adanya korelasi antara para perempuan yang diminta untuk berdiam diri dengan pengungkapan bahasa lidah dan nubuat yang tidak teratur ini didukung oleh dua rangkaian
kalimat yang paralel dalam teks. Jemaat yang berkata-kata dengan bahasa roh tanpa penafsiran, Paulus mengatakan, hendaklah mereka berdiam diri 14:28. Kemudian, dalam
1 Korintus 14:34, ia menggunakan kata-kata yang tepat sama, perempuan- perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Variasi terjemahan dalam versi NIV
The
New International Version
tidak mencerminkan bahwa kata kerja bahasa Yunaninya
sigao
sama. Membicarakan masalah bahasa nubuat yang tidak teratur 14:29-32, Paulus sekali lagi
mendorong beberapa orang untuk berdiam diri sehingga yang lainnya dapat berbicara secara bergantian. Terjemahan Alkitab versi NIV yang pertama harus berdiam diri 14:30 sekali
lagi tidak mengungkapkan bahwa kata kerja
sigao
tetap diam digunakan di sini. Tetapi
90
yang lebih penting, ketika memberitahukan kepada para nabi dalam jemaat untuk menyadari bahwa mereka saling tergantung, Paulus mengatakan, Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi
14:32. Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan menjadi takluk kepada adalah
hypotasso.
Kata ini sama dengan yang digunakan Paulus dalam 1 Korintus 14:34, di mana ia melanjutkan nasihatnya agar berdiam diri berdasarkan Alkitab versi NIV dengan kata-kata,
mereka harus menundukkan diri. Dengan kata lain, para nabi harus menundukkan diri kepada nabi-nabi lain dan dengan demikian mereka menundukkan diri satu kepada yang
lain di dalam jemaat. Seandainya perempuan secara menyolok berada dalam kelompok nabi yang
dikesampingkan sebagai nabi-nabi yang tidak teratur, maka dalam 1 Korintus 14:34 Paulus kemungkinan berbicara kepada mereka secara khusus sehubungan dengan masalah tunduk
kepada nabi-nabi lain ini demi timbulnya damai sejahtera 14:32-33. Kesejajaran dalam perintah untuk berdiam diri dan tunduk ini memberikan kesan yang kuat bahwa masalah
partisipasi yang tidak teratur dalam pemberitaan nubuat dan bahasa roh sangat menonjol di antara perempuan-perempuan yang beriman di Korintus, dan dalam kaitan dengan konteks
inilah nasihat-nasihat Paulus harus dimengerti. Apa yang dimaksud dengan Hukum Taurat yang mendasari perintah untuk tunduk itu
14:34? Dengan mengasumsikan bahwa ketaatan yang digambarkan ini adalah ketaatan kepada laki-laki atau suami di dalam jemaat, beberapa orang meneliti Perjanjian Lama yang
mungkin mendasari perintah itu. Teks yang paling umum dikutip dari Hukum Taurat adalah Kejadian 3:16. Dua faktor bertentangan dengan anggapan ini. Dimana pun Paulus berbicara
tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan, ia tidak pernah menyebutkan bacaan ini. Selain itu, jelas dari konteks Kejadian 2-3 bahwa isi Kejadian 3:16, Engkau akan berahi
kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu tidak menyatakan rancangan Allah mengenai kepemimpinan laki-laki melainkan pernyataan keadaan yang terkutuk karena dosa. Paulus
91
tentu saja mengetahui bahwa pekerjaan penebusan Kristus membebaskan umat manusia dari kutukan taman Firdaus.
Pernyataan Paulus mengacu kepada norma-norma Yahudi dan kafir yang membatasi partisipasi perempuan dalam jemaat, dan pembatasan ini terjadi dalam konteks budaya
dimana laki-laki dominan. Tetapi sebenaranya Paulus menggunakan kata tunduk tanpa mengatakan kepada siapa. Sehingga dengan demikian dugaan bahwa hal ini berarti laki-laki
atau suami mungkin tidak benar. Paulus lebih mungkin kembali kepada pernyataan bahwa karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. 14:32. Pertanyaan tunduk kepada siapa atau apa?
kemudian akan terjawab dalam konteksnya nabi lain, atau prinsip tatanan yang berasal dari Allah 14:33.
Prinsip Paulus yang berlaku untuk kehidupan jemaat dan ibadah itu tetap. Sehingga apapun yang menghalangi gerakan Injil menimbulkan kekacauan dan bukan pertumbuhan,
mengganggu dan bukannya mendorong atau menguatkan, menguntungkan diri sendiri dan mengorbankan orang lain semua ini bertentangan dengan tujuan Allah. Dan selama
perempuan-perempuan di Korintus dan di jemaat manapun menggunakan karunia mereka bertentangan dengan tujuan Allah, perintah untuk berdiam diri merupakan kata yang tepat
dan berkuasa. Prinsip yang mendasari perintah itu memiliki kuasa atas laki-laki maupun perempuan di semua jemaat.
1
4.3. Pandangan perempuan dalam 1 Korintus 14: 34-40