T2 752012003 BAB III

(1)

BAB III

KONTEKS SOSIO POLITIK 1 KORINTUS

3.1. Kitab Korintus

Surat 1 Korintus diyakini ditulis oleh Paulus pribadi.1 Paulus adalah seorang Yahudi (bdk. Filipi 3:5) dan seorang Yahudi yang bangga dengan ke-Yahudian-nya (bdk. Roma 9:1-5). Paulus adalah seorang Yahudi Diaspora dan perantauan. Menurut Kisah Para Rasul 22:3 (bdk 21:39) Paulus lahir di kota Tarsus, di daerah Kilikia, Asia Depan. Berarti disalah satu pusat kebudayaan Yunani.2

Surat 1 Korintus kemungkinan besar ditulis Paulus di kota Efesus. Dibuktikan dengan adanya pengakuan dari penulis sendiri, kuatnya ciri khas Pauline, serta dikuatkan oleh pengakuan para bapak Gereja awal.3 Surat Paulus ini berisi berbagai pergumulan yang terus dihadapi oleh jemaat Korintus berhadapan dengan berbagai pengaruh gaya hidup di kota besar.4

3.1.1.Konteks Sosial Politik Korintus

Jemaat yang paling baik dikenal dari semua jemaat Kristen pada pertengahan abad pertama Masehi ialah jemaat di Kota pelabuhan, dibagian selatan negeri Yunani. Di jaman Perjanjian Baru Korintus menjadi ibukota propinsi Negara Roma, Akhaya (bdk 2 Korintus 1:1). Kota Korintus menjadi tempat kediaman gubenur Roma (Kisah Para Rasul 18:12). Di jaman Perjanjian Baru ada dua pelabuhan yaitu dipantai timur bernama Kenkrea dan dibagian barat bernama Lekhaion.5

Kota Korintus terletak 50 mil di barat kota Athena. Kota Korintus merupakan kota pelabuhan yang penting, yang menghubungkan bagian timur dengan bagian barat kawasan

1 C. Groenen Ofm , Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 231. 2 Groenen, Pengantar, 211.

3 Groenen, Pengantar, 231. 4

Alkitab, 1865.

5


(2)

disekitar Laut Tengah. Bagian terbesar jemaat Kristen di Korintus ialah orang bukan Yahudi dan dari lapisan rendahan masyarakat.(1 Korintus 1 :26-31).6

Kota Korintus terletak di sebuah daratan sempit yang memiliki pelabuhan dibagian timur dan di bagian Barat. Korintus merupakan kota yang sangat duniawi dan dipengaruhi oleh kebudayaan. Orang-orang yang hidup di Korintus memiliki tradisi lama yaitu penyembahan terhadap dewi cinta, Afrodite.7 Jumlah penduduk kota Korintus dijaman Perjanjian baru sekitar 600.000 jiwa yang terdiri dari berbagai macam bangsa dan suku. Sebagian besar penduduknya budak (boleh jadi sekitar 400.000), buruh, tukang, pedagang kecil. Penduduk kota Korintus mempunyai watak yang sangat dinamis, suka rewel dan suka keras kepala.8

Korintus, Yunani: Κό ν ο - KORINTOS, Salah satu kota yang paling tua dan paling terkemuka di Yunani kuno, terletak kira-kira 5 km di sebelah barat daya kota Korintus modern. Korintus menjadi kota penting terutama karena lokasinya yang strategis di ujung barat tanah genting, atau sebidang lahan sempit, yang menghubungkan bagian tengah atau daratan utama Yunani dengan Sememanjung Peloponesus di sebelah selatan. Semua lalu lintas darat, untuk perdagangan atau yang lain, ke arah utara dan selatan harus melewati Korintus sewaktu melintasi tanah genting itu, yang bagian tersempitnya hanya selebar 6 km. Tetapi Korintus juga menjadi persinggahan lalu lintas laut internasional, karena para navigator biasanya lebih senang memanfaatkan tanah genting di antara Teluk Korintus dan Teluk Saronik ini daripada mengambil risiko menempuh perjalanan yang panjang dan berbahaya mengitari tanjung-tanjung yang sering dilanda badai di ujung selatan semenanjung itu. Jadi, kapal-kapal dari Italia, Sisilia, dan Spanyol berlayar melintasi Laut Ionia, masuk ke Teluk Korintus, dan berlabuh di pelabuhan laut dalam Lekheum, kota pelabuhan bagian barat yang dihubungkan dengan Korintus oleh dua tembok yang tidak terputus. Kapal-kapal dari

6 Kitab Suci Perjanjian Baru, (Lembaga Biblika Indonesia, Percetakan Arnoldus Ende,1990), 343. 7

Alkitab,1865.

8


(3)

Asia Kecil, Siria, dan Mesir melintasi Laut Aegea dan berlabuh di fasilitas pelabuhan timur, yakni Kenkhrea, atau mungkin di pelabuhan Skhoenus yang lebih kecil (Roma 16:1). Barang dagangan dari kapal-kapal besar dibongkar di pelabuhan yang satu dan diangkut sejauh beberapa kilometer lewat darat ke pelabuhan yang lain untuk ditransfer ke kapal lain. Kapal-kapal yang lebih kecil, dengan muatannya, ditarik melintasi tanah genting itu melalui semacam kanal untuk kapal yang disebut Δίο ο - DIOLKOS, harfiah, "lintas-angkut". Tidak heran, pada waktu itu tanah genting Korintus dikenal sebagai jembatan untuk laut.9

Ketika Paulus mengunjungi Korintus pada sekitar tahun 50 atau 51, ia sama sekali tidak tahu bahwa Allah akan memakainya untuk menghasilkan suatu jemaat yang besar dan berpengaruh di kota yang modern ini. Ia juga tidak tahu bahwa kota ini akan menyaksikan lahirnya kesusasteraan Kristen. Dari pandangan manusia hal ini sama sekali tidak mungkin. Sebenarnya, dilihat dari banyak segi, perjalanan Paulus ke Kota Korintus merupakan salah satu perjalanan yang paling berhasil dalam sejarah.10 Selama perjalanan misi yang kedua dalam tahun 50-52.11

3.1.2.Ajaran yang berkembang di Korintus

1 Korintus memberikan pandangan yang jelas mengenai berbagai persoalan yang dihadapi para pengikut Yesus Perdana. Surat ini juga mengemukakan ajaran-ajaran Paulus, diantaranya tentang karunia-karunia Roh dan mengenai kasih sebagai karunia paling utama dari semua karunia lainnya (12-14).12

Meskipun Korintus terkenal sebagai pusat wewenang pemerintahan dan kota perdagangan utama di Yunani, dalam benak banyak orang, kota itu merupakan simbol pengumbaran hawa nafsu dan kemewahan tanpa batas, sedemikian merajalelanya sampai

9

Charles Ludwig, Kota-Kota Pada Zaman Perjanjian Baru, Kalam Hidup, Bandung, 1975,

41-10

Ludwig Charles, Kota-Kota, 41-49.

11

Kitab Suci, 343.

12


(4)

ungkapan ”berkorintus” digunakan untuk "mempraktekkan perbuatan amoral". Sensualitas ini merupakan produk ibadat orang Korintus, khususnya ibadat kepada dewi Afrodit (padanan dewi Venus dari Roma, dewi Astarte dari Fenisia dan Kanaan, serta dewi Istar dari Babilonia). Sebuah kuil yang dibaktikan untuk penyembahan kepadanya berdiri di puncak Akrokorintus, bukit terjal dan berbatu-batu yang menjulang setinggi 513 m di atas agora. Sungguh beralasan apabila Paulus memberikan nasihat dan peringatan keras kepada orang-orang Kristen di Korintus berkenaan dengan perilaku moral (1 Korintus 6:9–7:11; 2 Korintus 12:21).13

Tentu saja, Korintus memiliki kuil-kuil untuk banyak dewa dan dewi lain. Di kuil Asklepios, sang dewa penyembuhan, para arkeolog telah menemukan patung-patung terakota dengan warna dan bentuk menyerupai bagian-bagian tubuh manusia. Patung-patung ini ditinggalkan di kuil itu sebagai persembahan dari para penyembahnya, masing-masing mewakili anggota tubuhnya yang sedang sakit (tangan, kaki, mata, dan sebagainya).

Selain orang Yunani, ada cukup banyak orang Italia keturunan para penjajah sebelumnya. Banyak murid asal Korintus yang mempunyai nama Latin, seperti Yustus, Tertius, Kuartus, Gayus, Krispus, Fortunatus, dan Akhaikus (Kisah 18:7; Roma 16:22, 23; 1 Korintus 1:14; 16:17). Sejumlah besar orang Yahudi telah bermukim di sana dan mendirikan sebuah sinagoga, yang didatangi oleh beberapa pengikut berkebangsaan Yunani (Kisah 18:4). Keberadaan orang Yahudi di Korintus ditunjukkan oleh inskripsi Yunani pada ambang pintu marmer yang ditemukan di dekat gerbang menuju Lekheum. Inskripsi itu, yang berbunyi "Sunanoge Hebraion" berarti "Sinagoga Orang Ibrani". Para musafir dan pedagang senantiasa datang, demikian pula orang-orang yang mencari kesenangan di kota hiburan dan atletik ini. Tidak diragukan, hal ini turut menghasilkan sikap yang lebih toleran daripada sikap yang dijumpai sang rasul di kota-kota lain yang dikunjunginya, termasuk Athena, pusat

13


(5)

kebudayaan Yunani. Paulus menerima suatu penglihatan yang meyakinkan dia bahwa di Korintus ada banyak orang yang berkecenderungan adil-benar, maka ia tinggal selama satu setengah tahun di tempat yang strategis ini, yang merupakan pertemuan antara Timur dan Barat (Kisah 18:9-11). Pada waktu itulah, kemungkinan besar ia menulis dua pucuk surat kepada jemaat di Tesalonika.14

3.2. Perempuan Di Abad Pertama Budaya Mediterania

Dalam kerangka patriarkal umum, hadir untuk tingkat yang lebih besar atau lebih kecil di seluruh negara-kota Yunani dan koloni dari zaman Homer melalui masa kekaisaran Romawi, orang menemukan keragaman peran dan pandangan perempuan yang melampaui batas-batas rabi Yudaisme. Ada banyak perbedaan, namun antara menjadi seorang perempuan di Sparta atau Athena, dan di Makedonia. Setiap daerah akan dinilai pada kemampuannya sendiri. Perempuan di Yunani memiliki berbagai derajat kebebasan dalam kehidupan keluarga mereka, mulai dari tingkat kebebasan yang sangat terbatas, terutama mereka yang telah berada dalam keluarga.15

Perempuan warga Athena biasanya menikah pada usia lima belas atau enam belas tahun. Perempuan yang telah menikah biasanya tinggal di ruang yang terpisah dan dijaga, tidak pernah diizinkan keluar, berbeda dengan perempuan Yahudi - kelas atas di Tannaitic times. Perempuan warga negara Athena tidak diizinkan untuk menjadi saksi di pengadilan Athena kecuali mungkin dalam kasus-kasus pembunuhan.16

Perempuan Sparta sangat dipuji dalam prasasti untuk kehati-hatian mereka, kebijaksanaan, dan cinta sejati kepada suaminya. Masyarakat Sparta menikah secara

14

Ludwig Charles, Kota-Kota, 41-49

15

Women in the Earlist Churches, (Cambridge: Ben Witherington, 1988), 5-6.

16


(6)

monogami. Biasanya, Perempuan Spartan tidak makan dengan suaminya, kebanyakan dari mereka adalah tentara yang makan dengan resimen mereka. Dalam kaitan dengan posisi agama mereka, seperti di tempat lain di Yunani, Perempuan Spartan sering berpartisipasi dalam kultus dan memiliki peran resmi.17

Warga perempuan Korintus memiliki kebebasan dan rasa hormat yang lebih besar dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di Athena. Warga perempuan Korintus bebas berpartisipasi dan dihormati dalam sebuah festival. Para perempuannya terkenal dengan keberanian membela tempat perlindungan tertentu terhadap serangan dari pria Spartan. Tidak hanya itu, Perempuan Korintus memiliki kepentingan dan peran penting dalam sekte-sekte keagamaan. Ini adalah salah satu dari beberapa fitur kehidupan bahwa perempuan dari seluruh Yunani bersama sama. Di sebuah pulau kecil di lepas kota pesisir Troecenia Argolis, seorang gadis muda menjabat sebagai seorang pejabat di sebuah kuil Poseidon. Hal ini penting karena biasanya perempuan hanya sebagai administrasi kultus dewi.18

Pseudo-Demosthenes, menulis sekitar 340 SZB, tampaknya tulisannya yang ringkas memadai pandangan umum tentang perempuan Yunani dari Homer ke zaman Romawi. Meskipun ada kemungkinan bahwa perempuan Yunani secara bertahap mendapatkan lebih banyak kebebasan selama periode Helenistik dan Romawi, dan kemungkinan bahwa kebanyakan perempuan Yunani baik dibandingkan dengan perempuan Yahudi sewaktu di Tannaitic, mereka membandingkan dalam status dan posisi yang buruk untuk perempuan tetangga Makedonia, Asia Kecil, dan Mesir.19

Sebagian besar bukti tentang perempuan Makedonia dan Asia Minor berhubungan terutama untuk perempuan yang kaya atau dari garis keturunan kerajaan. Namun demikian,

17 Women in, 9. 18

Women in, 10-11.

19


(7)

bukti-bukti yang berkaitan dengan itu misalnya, Lydia dalam Kisah Para Rasul 16 digambarkan sebagai perempuan baik dalam hal bisnis dan ia tampaknya telah diasumsikan berperan penting dalam komunitas Kristen di daerah itu. Posisi dan peran agama khusus seperti itu tidak biasa bagi perempuan di Makedonia atau Asia Kecil. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan ahli Perjanjian Baru bahwa banyak perempuan di Makedonia dari periode Helenistik dan seterusnya memiliki banyak pengaruh dan menonjol.20

Perempuan diperbolehkan untuk memegang jabatan publik dan kultis di Asia Kecil yang di tempat lain hanya dilakukan oleh laki-laki. Keunggulan dan hak-hak perempuan Asia Kecil yang mungkin hasil dari pertumbuhan dan penyebaran kultus Isis ke wilayah dari Mesir di mana perempuan diperbolehkan kebebasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Faktor pemicunya kemungkinan adalah Helenisasi Asia Kecil selama dan setelah masa Alexander.21

Menurut Markus Barth, pelindung gerakan perempuan Mesir adalah Isis. Dengan penyebaran kultus Isis ini menerangkan bahwa perempuan Mesir bisa berkumpul untuk beribadah tanpa laki-laki, seorang perempuan harus diterima sebagai manusia yang sama dalam banyak hal. Ratu Mesir memiliki lebih dari kehormatan raja-raja, dan di kalangan rakyat biasa istri bisa memerintah suami. Perempuan Yunani yang asa di Mesir masih membutuhkan wali dalam banyak situasi yang melibatkan masalah hukum, sedangkan perempuan Mesir tidak. Perempuan Mesir sebagai yang bertanggung jawab membayar pajak dibanding laki-laki, dan bahkan perempuan Yunani bisa mengajukan petisi kepada pemerintah untuk dukungan atau bantuan.22 Sebenarnya kerangka patriarkal terus ada dari jaman dahulu di semua daerah melalui periode Romawi, meskipun dengan penurunan

20 Women in, 12. 21

Women in, 14.

22


(8)

dominasi laki-laki seperti yang bergerak dari Athena, Sparta, ke Makedonia, ke Asia Kecil, ke Mesir.23

Untuk memahami posisi perempuan Romawi dalam sebuah keluarga Romawi abad pertama, kita harus mempertimbangkan bagaimana situasi telah berubah sejak zaman kuno. Peran perempuan Romawi dalam keluarga, kultus, dan status mereka sebagai saksi, guru, atau pemimpin sangat penting. Di Roma kuno, otoritas seorang ayah memiliki kewenangan yang lebih besar dari seorang ayah Yahudi dalam konteks Yudaisme rabinik. Seorang ayah Romawi memiliki kekuatan hidup dan mati atas anak-anaknya dan istri, dan haknya untuk membunuh anaknya, terutama jika itu adalah anak perempuan, ada setidaknya sampai abad terakhir SZB.24

Perempuan Romawi tidak diizinkan untuk memilih atau memegang jabatan publik bahkan di zaman Kekaisaran, meskipun sering mereka sangat terlibat dan sangat berpengaruh dalam urusan negara dan masalah-masalah hukum.25 Dalam rangka untuk membahas peran perempuan Romawi dalam agama pertama-tama harus mempertimbangkan contoh yang paling terkenal, Perawan Vestal adalah perempuan properti. Meskipun mereka didedikasikan selama tiga puluh tahun untuk keperawanan dan merawat api suci (yang mewakili kesehatan dan keselamatan Roma ), perempuan tidak berada di bawah kekuasaan siapapun, tidak terikat oleh sumpah lain dari satu suci, dan tidak tunduk pada keterbatasan hukum Voconian dari 169 SZB yang mencegah perempuan dari bersaksi tanpa bersumpah.26

Memang benar bahwa perempuan Romawi memiliki kekuatan politis yang lebih daripada perempuan di Yunani maupun Palestina karena, meskipun mereka tidak bisa duduk di tahta atau memegang jabatan terpilih, mereka bisa menjadi kekuatan di balik posisi

23 Women in, 15-16. 24 Women in, 16-17. 25

Women in, 18.

26


(9)

tersebut. Perempuan Makedonia dalam kekaisaran memiliki lebih banyak kebebasan karena mereka sering tidak duduk di atas takhta di Helenistik dan periode Romawi. Perempuan Romawi tidak menguntungkan dibandingkan dalam hak-hak politik perempuan di Asia Kecil yang sering diadakan kantor publik.27

Sampai munculnya kultus asing ke Roma, perempuan di sana memiliki sedikit kesempatan untuk menjadi Pendeta daripada perempuan di Yunani. Di sisi lain, perempuan berpendidikan lebih banyak di Roma daripada di tempat lain di Mediterania. Bahkan seorang perempuan Romawi dibebaskan berada di posisi yang lebih baik daripada banyak warga perempuan di Athena.28

Masyarakat Romawi diarahkan dalam kerangka patriarkal yang pasti. Bahwa banyak perempuan Romawi mampu memimpin penuh, informasi, dan kehidupan memuaskan mungkin menyaksikan pada fakta bahwa patriarki tidak perlu selalu mengarah pada kebencian terhadap perempuan. Roma menawarkan lebih untuk perempuan daripada Yunani atau Palestina, tetapi perempuan Romawi memiliki lebih banyak kerugian daripada beberapa rekan-rekan mereka di Asia Kecil, Makedonia, dan Mesir sampai munculnya berbagai sekte asing dan ide-ide Helenistik dan Mesir tertentu ke Kota Abadi.29

3.3. Perempuan Dan Keluarga Dari Imam Di Surat-Surat Paulus

Korintus, tampaknya ada kebiasaan dan pakaian tertentu yang sangat tepat bagi perempuan di Korintus dalam konteks ritual (misalnya, pernikahan, pemakaman, prosesi keagamaan, festival, dan ibadah).30 Menurut C.M. Kiprah yang telah mengumpulkan sejumlah besar bukti, baik gambar dan inscriptional, untuk menunjukkan bahwa kebiasaan dominan untuk perempuan dewasa di Yunani selama zaman Helenistik dan kemudian dalam

27 Women in, 22-23. 28 Women in, 23. 29

Women in, 23.

30


(10)

konteks ritual adalah memakai penutup kepala. "Dia juga telah menunjukkan bahwa dalam bahasa Yunani ritual keagamaan dan tarian perempuan dewasa umumnya mengenakan penutup kepala dan bahwa kebiasaan ini jelas terutama di Korintus.31 Sejauh Korintus adalah sebuah koloni Romawi ini merupakan bukti yang sangat penting. Plutarch berbicara tentang perempuan dalam 'kebiasaan Romawi akan keluar memakai tutup kepala, sedangkan laki-laki pergi keluar tidak memakai tutup kepala. Ketika Plutarch melanjutkan untuk berbicara tentang Kebiasaan Romawi di festival keagamaan (seperti pengorbanan), ia menyatakan bahwa penutup kepala yang dikenakan. 32

Melihat kebiasaan bahwa perempuan berkerudung dalam konteks ritual (kecuali mungkin dalam beberapa ritus misteri) di dokumentasikan dengan baik untuk Yunani di era Helenistik dan kemudian, untuk Korintus khususnya, dan untuk Roma selama Kekaisaran. Selanjutnya dapat bukti-bukti menunjukkan bahwa dalam konteks kota di Yudea (khususnya Yerusalem) perempuan Yahudi diharapkan untuk mengenakan penutup kepala. Ada baik bukti sastra dan numismatik untuk penggunaan penutup kepala di Tarsus. Tarsus menunjukkan bukti bahwa Paulus dibesarkan dengan kebiasaan perempuan mengenakan penutup kepala di depan umum, mungkin terutama dalam ibadah. Apalagi Paulus mendapat pendidikan teologi di Yerusalem. Tampaknya cukup untuk menunjukkan bahwa pemakaian penutup kepala oleh seorang perempuan dewasa di depan umum (khususnya dalam konteks ritual) adalah praktek tradisional yang dikenal orang Yahudi, Yunani, dan Roma.33

Paulus hanya tertarik pada penutup kepala, bukan penutup wajah, maka tidak Persis seperti jilbab. Paulus mencoba untuk menghubungkan suatu perbuatan yang harus telah dilihat oleh jemaat Korintus sebagai yang memalukan dengan aturan pergi tanpa penutup kepala dalam ibadah. Perhatian utama Paulus adalah untuk memperbaiki perilaku perempuan

31 Women in, 82. 32

Women in, 82.

33


(11)

Korintus, yang mencolok adalah bagaimana ia berbicara tentang laki-laki dan perempuan secara bergantian, ayat.7-10.34 Sedangkan menurut Barrett berpendapat yang paling alami diambil sebagai merujuk mundur karena asal dan tujuan penciptaan seorang perempuan, ia seharusnya memakai penutup kepala.35

Paulus mengatakan perempuan seharusnya memiliki otoritas atau lebih kepala mereka. Perempuan harus memiliki wewenang untuk melakukan apa yang mereka lakukan dalam ibadah - berdoa dan bernubuat. Paulus menyiratkan bahwa kemungkinan kewenangan baru, ada bukti perempuan diharapkan untuk diam di rumah ibadat. Hooker berpendapat, kemuliaan Tuhan harus ada dalam bukti ibadah Kristen. Jika seorang perempuan merupakan kemuliaan manusia, dan rambut perempuan adalah kemuliaan sendiri, maka ada alasan bagus mengapa kepala perempuan harus ditutupi. Perempuan yang mengenakan tutup kepala memiliki fungsi ganda: (1) untuk mempertahankan urutan yang tepat dalam ibadah (hanya kemuliaan Allah dinyatakan di sana), dan (2) untuk kewenangan perempuan untuk berdoa dan bernubuat tanpa menyangkal perbedaan urutan penciptaan. Paulus hanya menegaskan kembali tatanan patriarkal tua dengan penekanan bukan pada superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan. 36

3.4. Perempuan Dalam Kitab 1 Korintus 14:33-40

14:33 Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. 14:34 Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. 14:35 Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat. 14:36

34 Women in, 86. 35

Women in, 87.

36


(12)

Atau adakah firman Allah mulai dari kamu? Atau hanya kepada kamu sajakah firman itu telah datang? 14:37 Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan. 14:38 Tetapi jika ia tidak mengindahkannya, janganlah kamu mengindahkan dia. 14:39 Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang berkata-kata dengan bahasa roh. 14:40 Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.37

Sidang jemaat di Korintus rupanya agak kacau dan tidak tertib (14:33-40). Dalam sidang itu muncul gejala-gejala yang kurang lazim yaitu ekstatik. Agaknya orang membawa masuk gejala-gejala yang dahulu mereka alami dan nikmati atau saksikan dalam ibadat agama-agama kafir (12:12). Oleh karena itu, Rasul Paulus mencoba mengatur halnya sedikit.38

Gejala yang paling merepotkan Paulus ialah apa yang disebut” bahasa roh”(glosolalia). Seluruh bab 14 berpusat pada gejala itu, suatu cara berbicara ekstatik yang begitu saja dapat dimengerti. Rupanya orang-orang Korintus paling gemar akan karunia itu. Tetapi sikap itu oleh Paulus dinilai kekanak-kanakan (14:20). Paulus berusaha menurunkan penilaian yang melampaui batas, sebab karunia itu sebenarnya kurang berguna bagi jemaat (14:6-12,17), malah menjadi tanda iman tidak sejati (14:21-22). Paulus menerima adanya “karunia bahasa roh” itu (14:5,18-19), tetapi dianggap tidak terlalu bernilai. Paulus sendiri menjunjung tinggi apa yang disebut “karunia bernubuat”, oleh karena cara berbicara semacam itu membina jemaat (14:1,3,24-25), asal terkendali (14:29-33). Selanjutnya Paulus memberi beberapa petunjuk konkret tentang hal tersebut.(14:26-33).39

37

Alkitab, 1884. 38

Groenen, Pengantar, 237.

39


(13)

Paulus kembali mengecam perempuan (14:34-40). Rupanya perempuan kharismatik merebut dirinya dalam sidang jemaat suatu peranan yang tidak disetujui Paulus. Mungkin sekali ayat 34-36 merupakan sisipan atau interpolasi. Orang karismatik sejati pasti menuruti petunjuk-petunjuk Paulus (14:37-40).40 Beberapa sarjana menganggap 1 Kor 14:33-36 sebagai suatu usaha interpolasi atau “Penyisipan”. Bagian tersebut diduga baru ditambahkan kemudian setelah surat-surat Paulus dan Pastoral mulai beredar. Gaya pada bagian ini sangat mendekati gaya yang terdapat pada surat-surat Pastoral dan dianggap berkontradiksi dengan 1 Kor 11:2-6. Ayat 34-35 ditempatkan setelah ayat 40 dalam banyak manuskrip penting seperti pada Naskah Claromontanus dari Paris, Boernerianus dari Dresden, Minuscule nr 88, dan berbagai versi terjemahan Latin kuno-Italia (2-4 ZB.).41

Paulus memberikan adat atau tradisi diterima Gereja, namun ia tidak ingin hal itu ditafsirkan sedemikian rupa bahwa perempuan dibungkam dalam ibadah Korintus. Pendapat bahwa ayat 33b-36 atau 34-35 mengganggu aliran argumen tergantung pada asumsi bahwa mereka tidak cocok dengan apa yang mendahului dan mengikuti, tapi alamat subjek yang berbeda. Robinson telah menemukan pola nasihat tentang pidato terinspirasi (nubuatan, bahasa, lagu-lagu rohani) yang secara teratur diikuti dengan perintah untuk perempuan yang melibatkan.42 Perempuan diperbolehkan untuk terlibat tidak hanya dalam nubuatan tetapi juga dalam berat nubuat bahkan jika yang terakhir adalah hadiah terpisah juga dilakukan oleh para nabi. Nubuatan yang ditawarkan perempuan Korintus (1 Kor 11:5) hanya terinspirasi ke tingkat otoritatif. Nubuat dapat dibedakan dari pengajaran dan khotbah, meskipun mungkin ada beberapa tumpang tindih di antara penonton, dalam fungsi karunia ini, dalam kenyataan bahwa semua adalah karunia dari kata, dan semua karunia-karunia Roh.43

40 Groenen, Pengantar, 238.

41

Groenen, Pengantar, 238

42

Women in, 90-91.

43


(14)

Sepanjang jaman partisipasi perempuan adat tidak hanya dalam kultus keluarga, tetapi juga di kultus publik dan perayaan Misteri. Dalam kultus Dionisia perempuan memainkan bagian yang sangat penting sebagai maenads dan thyads. Pelayanan mereka tidak sedikit pun dibatasi untuk laki-laki. 44 Orang-orang Korintus terkejut pada pembungkaman peran perempuan dalam ibadah. Ia mengerahkan lima kewenangan untuk mendapatkan perempuan Korintus untuk mematuhi putusan ini: (1) praktek gereja umum (ayat 36b), (2) hukum (ay 34); (3) konvensi umum dari apa yang tepat atau memalukan (ay 35), (4) firman Allah (ayat 36), dan (5) otoritas kerasulannya (jika kita menerapkan ayat 37-40 dengan apa yang segera mendahului. itu, serta 14,1-33a). Ini menumpuk otoritas, ditambah dengan banding ke apa yang terhormat atau tercela, adalah praktek Pauline umum ketika sesuatu yang penting yang dipertaruhkan (1 Kor 11,2-16), dan sangat menunjukkan 1 Kor 14.33b-36 adalah bahan Pauline otentik. Tampaknya Korintus mencoba untuk membuat aturan mereka sendiri, mungkin berpikir kata-kata mereka sendiri sudah cukup atau otoritatif atau bahkan firman Allah bagi diri mereka sendiri (lih. ay 36). Kita juga tahu dari ayat 33a, 40 bahwa hal-hal yang tidak dilakukan sopan ketika karunia rohani yang digunakan dalam kebaktian.45

Ketika Paulus mengatakan perempuan tidak diizinkan atau diperbolehkan untuk berbicara (ayat 34), dengan menggunakan kata kerja epitrepo dalam bentuk pasif, tampak bahwa 'titik pasif kembali ke peraturan yang sudah berlaku'. Jika masalah itu hanya masalah kesopanan, kesusilaan, atau ketertiban (seperti dengan 14:1-33a). Maka Paulus tidak akan melarang perempuan dari berbicara tapi diperintahkan mereka untuk melakukannya dengan benar dan teratur. Tapi mungkin ia telah diperintahkan mereka, mengatakan perempuan untuk bertanya di rumah.46

44 Women in, 97. 45

Women in, 97-98.

46


(15)

Perempuan dilarang berbicara di gereja Santo Paul menunjuk tentang hal ini dalam surat pertamanya kepada jemaat Korintus: “Biarkan perempuan-perempuan kamu tetap diam ketika mereka berada di gereja, karena mereka tidak diizinkan berbicara; mereka diperintah untuk patuh dan begitu pula hukum memerintah mereka untuk patuh. Bila mereka ingin belajar apa saja, biarkan mereka meminta atau menanyakannya kepada suami mereka. Adalah memalukan bagi perempuan untuk berbicara di gereja (Korintus 14:34-35).

Perintah yang terdapat dalam naskah Korintus yang diperoleh dari St Paul ini equivalen dengan ide bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan. Kontrol atas perempuan yang sangat dikenal dengan tubuh merupakan analog mengenai kontrol terhadap gereja yang merupakan tubuh Kristus. Larangan bagi perempuan untuk berbicara di gereja, dipahami dari bab 15 Kitab Leviticus (Imamat), yang menyebutkan bahwa pendeta yang melakukan sesajian atau persembahan kepada Tuhan harus dalam keadaan bersih. Dalam konteks ini, perempuan dianggap tidak bersih ketika mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan dilarang berbicara di gereja karena dengan “kekotorannya” berarti ia tidak bisa melaksanakan kewajiban agamanya. Lagi-lagi, dalam ritual-pun, perempuan dianggap tidak memiliki porsi yang sama dengan laki-laki, ia dianggap berkurang agamanya dari laki-laki.47

Dalam konteks berkaitan dengan ketertiban dalam ibadah gereja muncul bagian ini memerintahkan untuk membungkam perempuan di gereja: Biarkan perempuan diam di gereja, untuk itu tidak diperbolehkan bagi mereka untuk berbicara, tetapi biarkan mereka menjadi bawahan, seperti hukum mengatakan. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakan di rumah dari suami mereka, untuk itu adalah rasa malu bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat. (1 Korintus 14:34-35).48

47Masdar Farid Mas’udi,

Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan (Bandung: Mizan, 2001), 42.

48


(16)

Ada beberapa manfaat penafsiran diantaranya, sama sekali tidak meniadakan hak perempuan untuk berdoa atau bernubuat di gereja, tetapi hanya membatasi dia dari menilai nubuat dalam beberapa cara sehingga tuan atas baik suami atau laki-laki pada umumnya. Ini cocok dengan apa yang mendahului dan mengikuti bagian kontekstual. Jika Paulus sedang berbicara tentang penghakiman nubuat dalam 1 Korintus 14:33b-36, maka ini akan menjadi aliran alami 1 Korintus 14:29-30. Paulus akan berbalik dari desakan yang lebih umum untuk prosedur tertib dalam hal berat nubuat (ayat 32-33), untuk kasus yang lebih spesifik perempuan dengan berat badan atau mempertanyakan nubuat. Perempuan tidak diperintahkan untuk tunduk kepada suami mereka, tetapi prinsip urutan ibadah, prinsip keheningan dan penghormatan yang ditunjukkan ketika yang lain sedang berbicara. Orang-orang Korintus harus tahu bahwa Perjanjian Lama berbicara tentang keheningan hormat ketika menasihati diucapkan (Ayub 29.21). Pada titik ini kita dapat menyimpulkan bahwa ayat 34-35 tidak dapat diambil sebagai larangan perempuan berdoa atau bernubuat, atau mengajar atau berkhotbah, dalam pengaturan ibadah.49

1 Korintus 14:33 harus dilihat sebagai upaya untuk memperbaiki masalah yang disebabkan oleh perempuan menilai para nabi. Alih-alih mengganggu layanan, mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Seperti yang terlihat dalam 1 Korintus 14:34 dan mungkin juga 1 Timotius 2:11, Upotasso mengacu pada pengajuan, bukan untuk suami, tetapi prinsip-prinsip gereja ketertiban dan sopan santun dalam ibadah (dengan asumsi sikap yang tepat dari orang yang belajar).50

Dalam 1 Korintus 14:34-35, dipandang membawa pesan bahwa perempuan harus tutup mulut dalam ibadah, bahkan dalam Efesus 5 ditafsirkan bahwa perempuan harus menempatkan diri dibawah suaminya. Kaum feminisme menggolongkan bahwa cara

49

Women in, 102-103.

50


(17)

pandang, cara penafsiran itu adalah penafsiran tradisional yang merupakan sebuah penindasan terhadap perempuan.51

Dalam rangka membaca kisah-kisah Alkitab, pertama-tama harus disadari bahwa Alkitab sebagai salah satu tradisi utama Kekristenan merupakan suatu karya yang dihasilkan oleh masyarakat Israel yang nota bene merupakan masyarakat yang menganut sistem patriarkal dengan budaya patriarki yang kuat. Oleh karena itu, tidak heran kalau konteks masyarakat Israel pada waktu itu juga turut mempengaruhi tulisan-tulisan dalam Alkitab.52

Seringkali ada pendapat bahwa ayat 34b-36 merupakan bagian yang asing dari pasal ini dan bahwa mereka merupakan suatu interpolasi (atau sisipan dikemudian hari ke dalam teks ini) yang didasarkan pada nas yang serupa yakni 1 Timotius 2:11-15.53 Ada masalah dalam menentukan apakah ayat 34 merupakan bagian dari ayat-ayat sebelumnya atau sesudahnya. Meskipun ada masalah-masalah, teks ini harus ditafsirkan sebagaimana adanya. Tidak ada naskah yang mendukung untuk menghapus ayat 34-36, meskipun beberapa teks memang menempatkan bagian ini setelah ayat 40. Bahkan bila ayat-ayat ini aslinya muncul pada akhir pasal ini, maknanya akan tetap sama. Ayat 28-30, baik si pembicara maupun nabi telah diperintahkan untuk berdiam diri di bawah kondisi-kondisi tertentu, selanjutnya ayat 34b kaum perempuan diperintahkan untuk berdiam diri juga. Paulus tidak berbicara tentang penggunaaan karunia-karunia kharismatis, ia masih sangat prihatin dengan usaha mengatur pembicaraan dalam ibadah umum, sehingga ketertiban yang membangun dapat dipertahankan.54

Bahwa perempuan-perempuan harus berdiam diri bukanlah sebuah perintah yang mutlak; dalam pertemuan-pertemuan jemaat, memperlihatkan bahwa rasul itu sedang berbicara tentang partisipasi kaum perempuan di dalam pertemuan-pertemuan ibadah umum.

51 Perempuan Indonesia, 54-55. 52 Perempuan Indonesia, 130. 53

Pfitzner, Kesatuan, 280.

54


(18)

Menurut beberapa penafsir, Paulus menekankan bahwa kaum perempuan harus jelas tampil sebagai perempuan dimata orang lain.55

Jika kaum perempuan ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya dirumah. Paulus berbicara tentang perilaku kaum perempuan yang sopan dengan suami mereka yang Kristen, peraturan Paulus jelas mempradugakan bahwa kaum perempuan yang tidak menikah, atau orang-orang Kristen yang bersuamikan kafir (7:8-16) akan menaati praktik yang sama. Dalam sinagoge Yahudi jaman Paulus, kaum perempuan bukanlah anggota penuh dari jemaat yang beribadah; mereka biasanya duduk di belakang atau dilorong, kadang-kadang dibalik kisi-kisi, untuk memisahkan mereka dengan kaum laki-laki. Secara teoritis, seorang perempuan, seperti seorang laki-laki dewasa, dapat maju ke depan untuk membaca taurat, tetapi ada anggapan dikalangan orang Yahudi bahwa kaum perempuan tidak akan pernah melakukan hal tersebut dan tidak ada kesempatan bertanya jawab setelah pembacaan. Setiap pertanyaan yang perempuan miliki harus ditanyakan kepada suaminya dirumah. Demikian juga dengan masyarakat Yunani menuntut kaum perempuan menahan diri di depan umum, Plutarch (Conjugal Precept 31): bukan hanya tangan, tetapi bahkan suara dari seorang perempuan yang sopan tidak akan diperlihatkan didepan umum; ia akan menghindarkan diri dari berbicara, seperti halnya pula ketelanjangan. Plutarch juga menambahkan bahwa kaum perempuan harus berbicara kepada suami mereka, bila mereka mempunyai pertanyaan.56

Meskipun Injil membawa perubahan-perubahan radikal terhadap status kaum perempuan, Paulus menekankan bahwa perempuan Kristen tidak boleh membuat orang lain tersinggung dengan menyombongkan diri mereka sendiri dan kemerdekaan yang baru saja mereka temukan di dalam Kristus dengan memaksakan agar mereka didengar didepan umum. Kata tidak sopan menunjuk pada apa yang dianggap membuat tersinggung orang-orang lain

55

Pfitzner, Kesatuan, 282.

56


(19)

dilingkungan masyarakat pada umumnya, bukan hanya dikalangan jemaat. Sebagian orang Korintus berkeinginan agar jemaat mereka diizinkan untuk mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan orang luar, tanpa khawatir apa yang mungkin akan dilihat oleh jemaat-jemaat lainnya (lihat ayat 34). Sebenarnya, Paulus ingin mengakhiri akibat dari entusiasme rohani yang keliru di Korintus. 57

Menurut Paulus, kaum perempuan harus menundukkan diri seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat dengan menggunakan cara para rabi dalam mengacu pada Kitab Suci. Namun demikian, tidak ada perintah yang jelas atau eksplisit di dalam Perjanjian Lama bahwa kaum perempuan harus tunduk kepada laki-laki.58 Kemungkinan bahwa acuannya pada hukum Taurat disini bukan dimaksud mengacu kepada Kitab Suci Perjanjian Lama melainkan tradisi hukum Yahudi. Kaum perempuan tidak diizinkan oleh Paulus untuk menguasai pertemuan, dan dengan demikian melanggar praktik umum saat itu atau standar tentang apa yang layak pada masa itu.59

3.5. Kesimpulan.

Surat 1 Korintus diyakini ditulis oleh Paulus pribadi. Surat 1 Korintus memberikan pandangan yang jelas mengenai berbagai persoalan yang dihadapi para pengikut Yesus perdana. Surat ini juga mengemukakan ajaran-ajaran Paulus, diantaranya tentang karunia-karunia Roh dan mengenai kasih sebagai karunia-karunia paling utama dari semua karunia-karunia lainnya (12-14). Kota Korintus terletak disebuah daratan sempit yang memiliki pelabuhan dibagian timur dan di bagian barat. Korintus merupakan kota yang sangat duniawi dan dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan. Orang-orang yang hidup di Korintus memiliki tradisi lama penyembahan terhadap dewi cinta, Afrodite. Surat Paulus ini berisi berbagai pergumulan

57 Pfitzner, Kesatuan, 283. 58

Pfitzner, Kesatuan, 283-284.

59


(20)

yang terus dihadapi oleh jemaat Korintus berhadapan dengan berbagai pengaruh gaya hidup di kota besar.

Perempuan di Yunani memiliki berbagai derajat kebebasan dalam kehidupan keluarga mereka, mulai dari tingkat kebebasan yang sangat terbatas, terutama mereka yang telah berada dalam keluarga. Perempuan warga Athena biasanya menikah pada usia lima belas atau enam belas tahun. Perempuan yang telah menikah biasanya tinggal di ruang yang terpisah dan dijaga, tidak pernah diizinkan keluar, berbeda dengan perempuan Yahudi - kelas atas di Tannaitic times. Perempuan warga negara Athena tidak diizinkan untuk menjadi saksi di pengadilan Athena kecuali mungkin dalam kasus-kasus pembunuhan. Perempuan Yunani secara bertahap mendapatkan lebih banyak kebebasan selama periode Helenistik dan Romawi, dan kemungkinan bahwa kebanyakan perempuan Yunani baik dibandingkan dengan perempuan Yahudi sewaktu di Tannaitic, mereka membandingkan dalam status dan posisi yang buruk untuk perempuan tetangga Makedonia, Asia Kecil, dan Mesir. Perempuan di Makedonia dari periode Helenistik dan seterusnya memiliki banyak pengaruh dan menonjol. Perempuan diperbolehkan untuk memegang jabatan publik dan kultis di Asia Kecil yang di tempat lain hanya dilakukan oleh laki-laki. Faktor pemicunya kemungkinan adalah Helenisasi Asia Kecil selama dan setelah masa Alexander.

Menurut Markus Barth, pelindung gerakan perempuan Mesir adalah Isis. Dengan penyebaran kultus Isis ini menerangkan bahwa perempuan Mesir bisa berkumpul untuk beribadah tanpa laki-laki, seorang perempuan harus diterima sebagai manusia yang sama dalam banyak hal.

Peran perempuan Romawi dalam keluarga, kultus, dan status mereka sebagai saksi, guru, atau pemimpin sangat penting. Perempuan Romawi tidak diizinkan untuk memilih atau


(21)

memegang jabatan publik bahkan di zaman Kekaisaran, meskipun sering mereka sangat terlibat dan sangat berpengaruh dalam urusan negara dan masalah-masalah hukum.

Memang benar bahwa perempuan Romawi memiliki kekuatan politis yang lebih daripada perempuan di Yunani maupun Palestina karena, meskipun mereka tidak bisa duduk di tahta atau memegang jabatan terpilih, mereka bisa menjadi kekuatan di balik posisi tersebut. Perempuan Makedonia dalam kekaisaran memiliki lebih banyak kebebasan karena mereka sering tidak duduk di atas takhta di Helenistik dan periode Romawi.

Perempuan di Roma memiliki sedikit kesempatan untuk menjadi Pendeta daripada perempuan di Yunani. Di sisi lain, perempuan berpendidikan lebih banyak di Roma daripada di tempat lain di Mediterania.

Korintus, tampaknya ada kebiasaan dan pakaian tertentu yang sangat tepat bagi perempuan di Korintus dalam konteks ritual (misalnya, pernikahan, pemakaman, prosesi keagamaan, festival, dan ibadah). Plutarch berbicara tentang perempuan dalam 'kebiasaan Romawi akan keluar memakai tutup kepala, sedangkan laki-laki pergi keluar tidak memakai tutup kepala. Pemakaian penutup kepala oleh seorang perempuan dewasa di depan umum (khususnya dalam konteks ritual) adalah praktek tradisional yang dikenal orang Yahudi, Yunani, dan Roma.

Paulus mengatakan perempuan seharusnya memiliki otoritas atau lebih kepala mereka. Perempuan harus memiliki wewenang untuk melakukan apa yang mereka lakukan dalam ibadah - berdoa dan bernubuat. Paulus menyiratkan bahwa kemungkinan kewenangan baru, ada bukti perempuan diharapkan untuk diam di rumah ibadat.

Ketika Paulus mengatakan perempuan tidak diizinkan atau diperbolehkan untuk berbicara (ayat 34), dengan menggunakan kata kerja epitrepo dalam bentuk pasif, tampak


(22)

bahwa 'titik pasif kembali ke peraturan yang sudah berlaku'. Jika masalah itu hanya masalah kesopanan, kesusilaan, atau ketertiban (seperti dengan 14:1-33a). Maka Paulus tidak akan melarang perempuan dari berbicara tapi diperintahkan mereka untuk melakukannya dengan benar dan teratur. Tapi mungkin ia telah diperintahkan mereka, mengatakan perempuan untuk bertanya di rumah.

Larangan bagi perempuan untuk berbicara di gereja, dipahami dari bab 15 Kitab Leviticus (Imamat), yang menyebutkan bahwa pendeta yang melakukan sesajian atau persembahan kepada Tuhan harus dalam keadaan bersih. Dalam konteks ini, perempuan dianggap tidak bersih ketika mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan dilarang berbicara di gereja karena dengan “kekotorannaya” berarti ia tidak bisa melaksanakan kewajiban agamanya. Biarkan perempuan diam di gereja, untuk itu tidak diperbolehkan bagi mereka untuk berbicara, tetapi biarkan mereka menjadi bawahan, seperti hukum mengatakan. 1 Korintus 14: 34-35 dipandang membawa pesan bahwa perempuan harus tutup mulut dalam ibadah, bahkan dalam Efesus 5 ditafsirkan bahwa perempuan harus menempatkan diri dibawah suaminya. Oleh karena itu, tidak heran kalau konteks masyarakat Israel pada waktu itu juga turut mempengaruhi tulisan-tulisan dalam Alkitab.

Menurut Paulus, kaum perempuan harus menundukkan diri seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat dengan menggunakan cara para rabi dalam mengacu pada Kitab Suci. Namun demikian, tidak ada perintah yang jelas atau eksplisit di dalam Perjanjian Lama bahwa kaum perempuan harus tunduk kepada laki-laki.


(1)

pandang, cara penafsiran itu adalah penafsiran tradisional yang merupakan sebuah penindasan terhadap perempuan.51

Dalam rangka membaca kisah-kisah Alkitab, pertama-tama harus disadari bahwa Alkitab sebagai salah satu tradisi utama Kekristenan merupakan suatu karya yang dihasilkan oleh masyarakat Israel yang nota bene merupakan masyarakat yang menganut sistem patriarkal dengan budaya patriarki yang kuat. Oleh karena itu, tidak heran kalau konteks masyarakat Israel pada waktu itu juga turut mempengaruhi tulisan-tulisan dalam Alkitab.52

Seringkali ada pendapat bahwa ayat 34b-36 merupakan bagian yang asing dari pasal ini dan bahwa mereka merupakan suatu interpolasi (atau sisipan dikemudian hari ke dalam teks ini) yang didasarkan pada nas yang serupa yakni 1 Timotius 2:11-15.53 Ada masalah dalam menentukan apakah ayat 34 merupakan bagian dari ayat-ayat sebelumnya atau sesudahnya. Meskipun ada masalah-masalah, teks ini harus ditafsirkan sebagaimana adanya. Tidak ada naskah yang mendukung untuk menghapus ayat 34-36, meskipun beberapa teks memang menempatkan bagian ini setelah ayat 40. Bahkan bila ayat-ayat ini aslinya muncul pada akhir pasal ini, maknanya akan tetap sama. Ayat 28-30, baik si pembicara maupun nabi telah diperintahkan untuk berdiam diri di bawah kondisi-kondisi tertentu, selanjutnya ayat 34b kaum perempuan diperintahkan untuk berdiam diri juga. Paulus tidak berbicara tentang penggunaaan karunia-karunia kharismatis, ia masih sangat prihatin dengan usaha mengatur pembicaraan dalam ibadah umum, sehingga ketertiban yang membangun dapat dipertahankan.54

Bahwa perempuan-perempuan harus berdiam diri bukanlah sebuah perintah yang mutlak; dalam pertemuan-pertemuan jemaat, memperlihatkan bahwa rasul itu sedang berbicara tentang partisipasi kaum perempuan di dalam pertemuan-pertemuan ibadah umum.

51 Perempuan Indonesia, 54-55. 52 Perempuan Indonesia, 130. 53

Pfitzner, Kesatuan, 280.

54


(2)

Menurut beberapa penafsir, Paulus menekankan bahwa kaum perempuan harus jelas tampil sebagai perempuan dimata orang lain.55

Jika kaum perempuan ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya dirumah. Paulus berbicara tentang perilaku kaum perempuan yang sopan dengan suami mereka yang Kristen, peraturan Paulus jelas mempradugakan bahwa kaum perempuan yang tidak menikah, atau orang-orang Kristen yang bersuamikan kafir (7:8-16) akan menaati praktik yang sama. Dalam sinagoge Yahudi jaman Paulus, kaum perempuan bukanlah anggota penuh dari jemaat yang beribadah; mereka biasanya duduk di belakang atau dilorong, kadang-kadang dibalik kisi-kisi, untuk memisahkan mereka dengan kaum laki-laki. Secara teoritis, seorang perempuan, seperti seorang laki-laki dewasa, dapat maju ke depan untuk membaca taurat, tetapi ada anggapan dikalangan orang Yahudi bahwa kaum perempuan tidak akan pernah melakukan hal tersebut dan tidak ada kesempatan bertanya jawab setelah pembacaan. Setiap pertanyaan yang perempuan miliki harus ditanyakan kepada suaminya dirumah. Demikian juga dengan masyarakat Yunani menuntut kaum perempuan menahan diri di depan umum, Plutarch (Conjugal Precept 31): bukan hanya tangan, tetapi bahkan suara dari seorang perempuan yang sopan tidak akan diperlihatkan didepan umum; ia akan menghindarkan diri dari berbicara, seperti halnya pula ketelanjangan. Plutarch juga menambahkan bahwa kaum perempuan harus berbicara kepada suami mereka, bila mereka mempunyai pertanyaan.56

Meskipun Injil membawa perubahan-perubahan radikal terhadap status kaum perempuan, Paulus menekankan bahwa perempuan Kristen tidak boleh membuat orang lain tersinggung dengan menyombongkan diri mereka sendiri dan kemerdekaan yang baru saja mereka temukan di dalam Kristus dengan memaksakan agar mereka didengar didepan umum. Kata tidak sopan menunjuk pada apa yang dianggap membuat tersinggung orang-orang lain

55

Pfitzner, Kesatuan, 282.

56


(3)

dilingkungan masyarakat pada umumnya, bukan hanya dikalangan jemaat. Sebagian orang Korintus berkeinginan agar jemaat mereka diizinkan untuk mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan orang luar, tanpa khawatir apa yang mungkin akan dilihat oleh jemaat-jemaat lainnya (lihat ayat 34). Sebenarnya, Paulus ingin mengakhiri akibat dari entusiasme rohani yang keliru di Korintus. 57

Menurut Paulus, kaum perempuan harus menundukkan diri seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat dengan menggunakan cara para rabi dalam mengacu pada Kitab Suci. Namun demikian, tidak ada perintah yang jelas atau eksplisit di dalam Perjanjian Lama bahwa kaum perempuan harus tunduk kepada laki-laki.58 Kemungkinan bahwa acuannya pada hukum Taurat disini bukan dimaksud mengacu kepada Kitab Suci Perjanjian Lama melainkan tradisi hukum Yahudi. Kaum perempuan tidak diizinkan oleh Paulus untuk menguasai pertemuan, dan dengan demikian melanggar praktik umum saat itu atau standar tentang apa yang layak pada masa itu.59

3.5. Kesimpulan.

Surat 1 Korintus diyakini ditulis oleh Paulus pribadi. Surat 1 Korintus memberikan pandangan yang jelas mengenai berbagai persoalan yang dihadapi para pengikut Yesus perdana. Surat ini juga mengemukakan ajaran-ajaran Paulus, diantaranya tentang karunia-karunia Roh dan mengenai kasih sebagai karunia-karunia paling utama dari semua karunia-karunia lainnya (12-14). Kota Korintus terletak disebuah daratan sempit yang memiliki pelabuhan dibagian timur dan di bagian barat. Korintus merupakan kota yang sangat duniawi dan dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan. Orang-orang yang hidup di Korintus memiliki tradisi lama penyembahan terhadap dewi cinta, Afrodite. Surat Paulus ini berisi berbagai pergumulan

57 Pfitzner, Kesatuan, 283.

58

Pfitzner, Kesatuan, 283-284.

59


(4)

yang terus dihadapi oleh jemaat Korintus berhadapan dengan berbagai pengaruh gaya hidup di kota besar.

Perempuan di Yunani memiliki berbagai derajat kebebasan dalam kehidupan keluarga mereka, mulai dari tingkat kebebasan yang sangat terbatas, terutama mereka yang telah berada dalam keluarga. Perempuan warga Athena biasanya menikah pada usia lima belas atau enam belas tahun. Perempuan yang telah menikah biasanya tinggal di ruang yang terpisah dan dijaga, tidak pernah diizinkan keluar, berbeda dengan perempuan Yahudi - kelas atas di Tannaitic times. Perempuan warga negara Athena tidak diizinkan untuk menjadi saksi di pengadilan Athena kecuali mungkin dalam kasus-kasus pembunuhan. Perempuan Yunani secara bertahap mendapatkan lebih banyak kebebasan selama periode Helenistik dan Romawi, dan kemungkinan bahwa kebanyakan perempuan Yunani baik dibandingkan dengan perempuan Yahudi sewaktu di Tannaitic, mereka membandingkan dalam status dan posisi yang buruk untuk perempuan tetangga Makedonia, Asia Kecil, dan Mesir. Perempuan di Makedonia dari periode Helenistik dan seterusnya memiliki banyak pengaruh dan menonjol. Perempuan diperbolehkan untuk memegang jabatan publik dan kultis di Asia Kecil yang di tempat lain hanya dilakukan oleh laki-laki. Faktor pemicunya kemungkinan adalah Helenisasi Asia Kecil selama dan setelah masa Alexander.

Menurut Markus Barth, pelindung gerakan perempuan Mesir adalah Isis. Dengan penyebaran kultus Isis ini menerangkan bahwa perempuan Mesir bisa berkumpul untuk beribadah tanpa laki-laki, seorang perempuan harus diterima sebagai manusia yang sama dalam banyak hal.

Peran perempuan Romawi dalam keluarga, kultus, dan status mereka sebagai saksi, guru, atau pemimpin sangat penting. Perempuan Romawi tidak diizinkan untuk memilih atau


(5)

memegang jabatan publik bahkan di zaman Kekaisaran, meskipun sering mereka sangat terlibat dan sangat berpengaruh dalam urusan negara dan masalah-masalah hukum.

Memang benar bahwa perempuan Romawi memiliki kekuatan politis yang lebih daripada perempuan di Yunani maupun Palestina karena, meskipun mereka tidak bisa duduk di tahta atau memegang jabatan terpilih, mereka bisa menjadi kekuatan di balik posisi tersebut. Perempuan Makedonia dalam kekaisaran memiliki lebih banyak kebebasan karena mereka sering tidak duduk di atas takhta di Helenistik dan periode Romawi.

Perempuan di Roma memiliki sedikit kesempatan untuk menjadi Pendeta daripada perempuan di Yunani. Di sisi lain, perempuan berpendidikan lebih banyak di Roma daripada di tempat lain di Mediterania.

Korintus, tampaknya ada kebiasaan dan pakaian tertentu yang sangat tepat bagi perempuan di Korintus dalam konteks ritual (misalnya, pernikahan, pemakaman, prosesi keagamaan, festival, dan ibadah). Plutarch berbicara tentang perempuan dalam 'kebiasaan Romawi akan keluar memakai tutup kepala, sedangkan laki-laki pergi keluar tidak memakai tutup kepala. Pemakaian penutup kepala oleh seorang perempuan dewasa di depan umum (khususnya dalam konteks ritual) adalah praktek tradisional yang dikenal orang Yahudi, Yunani, dan Roma.

Paulus mengatakan perempuan seharusnya memiliki otoritas atau lebih kepala mereka. Perempuan harus memiliki wewenang untuk melakukan apa yang mereka lakukan dalam ibadah - berdoa dan bernubuat. Paulus menyiratkan bahwa kemungkinan kewenangan baru, ada bukti perempuan diharapkan untuk diam di rumah ibadat.

Ketika Paulus mengatakan perempuan tidak diizinkan atau diperbolehkan untuk berbicara (ayat 34), dengan menggunakan kata kerja epitrepo dalam bentuk pasif, tampak


(6)

bahwa 'titik pasif kembali ke peraturan yang sudah berlaku'. Jika masalah itu hanya masalah kesopanan, kesusilaan, atau ketertiban (seperti dengan 14:1-33a). Maka Paulus tidak akan melarang perempuan dari berbicara tapi diperintahkan mereka untuk melakukannya dengan benar dan teratur. Tapi mungkin ia telah diperintahkan mereka, mengatakan perempuan untuk bertanya di rumah.

Larangan bagi perempuan untuk berbicara di gereja, dipahami dari bab 15 Kitab Leviticus (Imamat), yang menyebutkan bahwa pendeta yang melakukan sesajian atau persembahan kepada Tuhan harus dalam keadaan bersih. Dalam konteks ini, perempuan dianggap tidak bersih ketika mengalami menstruasi. Karena itu, perempuan dilarang

berbicara di gereja karena dengan “kekotorannaya” berarti ia tidak bisa melaksanakan

kewajiban agamanya. Biarkan perempuan diam di gereja, untuk itu tidak diperbolehkan bagi mereka untuk berbicara, tetapi biarkan mereka menjadi bawahan, seperti hukum mengatakan. 1 Korintus 14: 34-35 dipandang membawa pesan bahwa perempuan harus tutup mulut dalam ibadah, bahkan dalam Efesus 5 ditafsirkan bahwa perempuan harus menempatkan diri dibawah suaminya. Oleh karena itu, tidak heran kalau konteks masyarakat Israel pada waktu itu juga turut mempengaruhi tulisan-tulisan dalam Alkitab.

Menurut Paulus, kaum perempuan harus menundukkan diri seperti yang dikatakan oleh hukum Taurat dengan menggunakan cara para rabi dalam mengacu pada Kitab Suci. Namun demikian, tidak ada perintah yang jelas atau eksplisit di dalam Perjanjian Lama bahwa kaum perempuan harus tunduk kepada laki-laki.