Pengertian dan Dasar Hukum Pihak Ketiga dalam Perjanjian Asuransi

47

BAB III PIHAK KETIGA DALAM ASURANSI

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pihak Ketiga dalam Perjanjian Asuransi

Dalam asuransi terdapat istilah Tanggung Jawab Hukum terhadap pihak ketiga atau selanjutnya disebut TJH III. Istilah TJH III dapat dijumpai khususnya di salah satu jenis asuransi, yaitu Asuransi Tanggung Jawab Hukum yang merupakan salah satu jenis dari asuransi kerugian. Asuransi Tanggung Jawab Hukum adalah suatu pertanggungan dimana penanggung akan membayar ganti rugi sejumlah nilai, karena tertanggung secara hukum wajib membayar kerugian keuangan yang diderita seseorang pihak ketiga akibat adanya kelalaian yg dilakukan oleh tertanggung. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam kontrak Asuransi Tanggung Jawab Hukum ini adalah : 1. Tuntutan ganti rugi hanya akan dibayarkan oleh penanggung berdasarkan keputusan pengadilan dan bukan berdasarkan keputusan persetujuan bersama antara tertanggung dengan pihak lain. 2. Tidak ada batasan kepada siapa saja pertanggungan ini berlaku, jadi apabila tertanggung melakukan kelalaian dan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga, tidak peduli orang tersebut kaya atau miskin, pejabat atau buruh, orang pribumi atau asing maka pertanggungan tersebut tetap berlaku. 47 Universitas Sumatera Utara 48 3. Bahwa tindakan tersebut haruslah merupakan suatu kecelakaan, walaupun dalam batas batas tertentu dapat dilakukan untuk tuntutan diluar kecelakaan. 4. Dasar pertanggungan dari asuransi tanggung jawab hukum tidak lagi didasarkan pada “caused by accident” akan tetapi lebih kepada “for any occurance ” yang menimbulkan tuntutan hukum. 43 Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian menyatakan Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 44 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: 43 Anonim, “ asuransi tanggung gugat”, dalam http:sikapiuangmu.ojk.go.ididarticle119asuransi-tanggung-gugat, diakses pada 3 Januari 2015. 44 Undang-Undang No 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Universitas Sumatera Utara 49 a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan danatau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Badan yang menyalurkan risiko disebut Tertanggung, dan badan yang menerima risiko disebut Penanggung. Perjanjian antara kedua badan ini disebut Kebijakan. Kebijakan ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung untuk risiko yang ditanggung disebut Premi. Ini biasanya ditentukan oleh penanggung untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan. Asuransi pada umumnya menurut Pasal 264 KUHD menentukan, bahwa asuransi dapat diadakan tidak hanya untuk kepentingan sendiri, melainkan juga untuk kepentingan orang ketiga voor rekening van een derde. Hal ini dapat terjadi berdasarkan atas suatu kuasa umum atau khusus, yang diberikan oleh orang ketiga itu, atau dapat terjadi diluar pengetahuan orang ketiga tersebut. Universitas Sumatera Utara 50 Jika seorang bertindak atas nama orang yang berkepentingan, maka kejadian ini adalah hal yang biasa saja dan orang itu bertindak sebagai kuasa, dan dalam hal ini ia tunduk pada aturan-aturan mengenai pemberian kuasa lastgeving sehingga bukanlah ia sendiri yang terikat kepada penanggung, akan tetapi adalah orang yang berkepentingan sendiri. Berhubungan dengan ini, hukum asuransi atau pertanggungan mengenal suatu bentuk yang menunjukkan suatu keganjilan keanehan bahwa orang yang bertidak untuk kepentingan orang lain yang karena itu mengadakan perjanjian pertanggungan untuk kepentingan dari orang yang sesungguhnya mempunyai kepentingan, dalam pada itu ia tetap mengikat dirinya sendiri dan berfungsi sebagai pihak tertanggung terhadap penaggung. Bentuk yang demikian itu oleh undang-undang dikenal dengan nama “pertanggungan untuk tanggungan orang ketiga verzekering voor rekening van een derde ”. Istilah “tanggungan” ini terdapat pada Pasal-Pasal 250, 256 sub 2, 264, dan 267 KUHD, yang boleh dikatakan kurang tepat, oleh karena soalnya bukanlah atas tanggungan siapa perjanjian diadakan, akan tetapi justru tentang untuk kepentingan siapakah perjanjian itu diadakan. Sehingga istilah yang lebih tepat dipakai untuk bentuk ini ialah seperti apa yang disebut didalam Pasal 265 KUHD : Pertanggungan untuk Kepentingan Pihak Ketiga. Bentuk pertanggungan ini sudah dikenal sejak zaman dahulu, demikian menurut Mr. T.J. Dorhout Mees, terutama mengenai pertanggungan untuk danatau jiwa orang lain. Cara mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga ditetapkan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal 265 KUHD : Universitas Sumatera Utara 51 1. Berdasarkan pemberian kuasa lastgeving 2. Diluar pengetahuan dari orang yang berkepentingan. Perbedaan yang utama di antara kedua cara itu ialah mengenai sahnya perjanjian apabila orang yang berkepentingan itu sendiri telah lebih dulu mempertanggungkan kepentingannya itu di tempat lain. Tetapi apabila sebaliknya, pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga dibuat tanpa pemberian kuasa atau diluar pengetahuan orang berkepentingan, maka pertanggungan batal dengan tidak mengingat waktu dalam mana perjanjian pertanggungan itu diadakan apabila dan sejauh mana kepentingan yang sama oleh orang yang berkepentingan atau oleh seorang pihak ketiga atas kuasanya telah dipertanggungkan pada saat sebelum dia menerima pemberitaan tentang pertanggungan yang dibuat diluar pengetahuannya. Pada pertanggungan untuk pihak ketiga tidak perlu untuk menyebutkan nama orang yang berkepentingan itu sama sekali. Akan tetapi, yang menjadi syarat penting adalah bahwa polis haruslah menyebutkan secara tegas apakah pertanggungan diadakan berdasarkan pemberian kuasa atau diluar pengetahuan oleh orang yang berkepentingan. Syarat ini harus tegas disebutkan walaupun tidak diberikan sanksi secara tegas. Sehingga dari keterangan-keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak ketiga adalah pihak yang disebutkan secara tegas di dalam polis dan jika tidak disebutkan didalam polis secara tegas, maka tertanggung dianggap telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri. Universitas Sumatera Utara 52 B. Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga dalam Asuransi dan Kedudukan Hukum Pihak Ketiga dalam Asuransi Secara umum, dikenal beberapa jenis asuransi salah satunya asuransi kerugian. Dalam asuransi kerugian dikenal pula beberapa jenis asuransi kerugian yaitu Asuransi Tanggung Jawab. Asuransi Tanggung Jawab adalah jenis asuransi yang menutup risiko tanggung gugat dari member pihak tertanggung asuransi itu. 45 Risiko yang ditutup menanggung kewajiban untuk membayar ganti kerugian indemnity terhadap pihak lain, dimana dia terikat dalam suatu perjanjian yang diakibatkan terjadinya cedera janji atau tidak ditepatnya isi perjanjian. Cedera janji ini menimbulkan kerugian pihak lain dimana dia terikat suatu perjanjian dengan mereka contractual liability atau timbulnya tuntutan membayar ganti rugi oleh pihak lain yang tidak ada hubungan hukum sebelumnya diantara mereka. jenis asuransi memberikan jaminan perlindungan kepada tertanggung terhadap risiko yang timbul karena adanya tuntutan dari pihak lain pihak ketiga sehubungan dengan aktifitas personalperusahaan milik tertanggung. Produk asuransi tanggung jawab tidak terlepas dari Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga. Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga adalah kewajiban menurut polis yang harus dipenuhi tertanggung terhadap pihak ketiga, apabila risiko-risiko yang dijamin oleh polis menyebabkan pihak ketiga tersebut mengalami kerugian. 45 Sugiyanto, Hukum Asuransi Maritim- Proctection Indemnity, Jakarta, Salemba Humanika, 2009, hal. 22. Universitas Sumatera Utara 53 Hal yang dijamin oleh Asuransi Tanggung Jawab adalah kewajiban tertanggung membayar ganti rugi atau kompensasi atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Ganti rugi atau kompensasi diberikan kepada pihak ketiga sehubungan dengan kerusakan harta benda, cedera badan, kerugian financial, atau kehilangan keuntungan yang dideritanya. Dalam setiap asuransi selalu ada evenemen dan akibat yang ditimbulkannya adalah kerugian. Evenemen tersebut bergantung pada jenis asuransi yang diadakan. Dalam asuransi tanggung jawab, evenemen adalah perbuatan melawan hukum. Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut adalah kerugian bagi orang lain. Menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, “tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 46 Pasal ini merupakan pasal yang paling populer berkaitan dengan perbuatan melawan hukum untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut. Tanggug jawab untuk melakukan pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengalami kerugian tersebut baru dapat dilakukan apabila orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut adalah orang yang mampu bertanggung jawab secra hukum tidak ada alasan pemaaf. Secara teoritis, dikatakan bahwa tuntutan ganti kerugian berdasarkan 46 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara 54 alasan perbuatan melanggar hukum baru dapat dilakukan apabila memenuhi 4 unsur, yaitu: 1. Ada perbuatan melanggar hukum 2. Ada kerugian 3. Ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melanggar hukum 4. Ada kesalahan. 47 Sesuai dengan sifat evenemen, maka perbuatan melawan hukum itu harus tidak dapat diduga dan tidak diharapkan terjadi. Jika perbuatan nelawan hukum karena disengaja untuk menimbulkan kerugian bagi orang lain pihak ketiga, penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 276 KUHD. Menurut ketentuan pasal tersebut, tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri menjadi beban penanggung. Bahkan, penanggung tetap berhak atas premi yang sudah diterimanya atau menuntut pelunasannya jika dia sudah mulai menjalani risiko. Kepentingan merupakan syarat mutlak untuk dapat mengadakan kontrak asuransi. Ketiadaan Kepentingan menyebabkan kontrak asuransi ilegal, atau batal demi hukum. Kepentingan merupakan hak hukum bagi seseorang untuk mengasuransikan subject-matter of insurance objek pertanggungan karena 47 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 97. Universitas Sumatera Utara 55 adanya hubungan atau kepentingan keuangan yang diakui hukum antara tertanggung dengan objek pertanggungan. 48 seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila ia menderita kerugian keuangan akibat kehilangan atau kerusakan atas obyek yang diasuransikan tersebut. Hal itu disebabkan, apabila seseorang yang tidak mempunyai kepentingan terhadap suatu obyek asuransi dapat mengasuransikan obyek tersebut, maka akibatnya tanpa mengalami kerugian pun, orang tersebut tetap akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki menimpa obyek yang dimaksud. Itulah mengapa kepentingan merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi. Pihak ketiga sendiri merupakan pihak yang disebutkan secara tegas di dalam polis dan jika tidak disebutkan didalam polis secara tegas, maka tertanggung dianggap telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri. Kedudukan hukum pihak ketiga tergantung pada peristiwa yang dihadapi, misalnya pada peristiwa kecelakaan kendaraan bermotor, kedudukan hukum pihak ketiga adalah sebagai korban dari kecelakaan tersebut, sedangkan dalam sewa menyewa rumah kedudukan hukum pihak ketiga adalah pemilik rumah sewa yang mengalami kerugian. Contoh: Badu menyewa sebuah rumah mewah milik Adi. Karena takut akan peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan rumah tersebut rusak atau berkurang nilainya, maka Badu mengasuransikan rumah tersebut untuk pihak ketiga yaitu Adi. 48 Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 31. Universitas Sumatera Utara 56 Merujuk dari contoh diatas, kedudukan hukum pihak ketiga Adi yaitu sebagai pemilik dari rumah tersebut. Jadi, ketika peristiwa yang tidak dinginkan akibat kelalaian Badu menyebabkan kerusakan atau berkurangnya nilai dari rumah tersebut, maka Adi yang kedudukan hukumnya selaku pemilik rumah tersebut menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialaminya.

C. Hak Pihak Ketiga dalam Memperoleh Ganti Kerugian