17
C. Prinsip-Prinsip Dasar dan Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi
Prinsip mendasar yang harus dimiliki adalah prinsip adanya itikad baik atau utmost go faith atau uberrimai fides.
19
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian khusus, maka selain asas-
asas hukum perjanjian pada umumnya, dalam perjanjian asuransi mengharuskan diterapkannya prinsip-prinsip perjanjian asuransi sebagai berikut:
1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan Insurable Interest 2. Prinsip iktikad baik Utmost Goodfaith
3. Prinsip keseimbangan Idemniteit Principle 4. Prinsip Subrogasi Subrogation Principle
5. Prinsip Sebab Akibat Causaliteit Principle 6. Prinsip kontribusi Contribution Principle
7. Prinsip kausa proksimal Cause Principle.
20
1. Insurable Interest
Insurable Interest atau kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan syarat mutlak untuk dapat diadakan kontrak asuransi. Ketiadaan Insurable Interest
menyebabkan kontrak asuransi ilegal, atau batal demi hukum. Insurable Interest sebagaimana dinyatakan oleh Chris Parsons, David Green, and Mike Mead 1995
merupakan “legal right to insure arising out of financial relationship, recognized at law, between the insured and the subject-
matter of insurance”, Insurable Interest merupakan hak hukum bagi seseorang untuk mengasransikan subject-
matter of insurance objek pertanggungan karena adanya hubungan atau kepentingan keuangan yang diakui hukum antara tertanggung dengan subject-
matter of insurance.
21
19
Ketut Sendra, Klaim Asuransi Gampang, BMAI, Jakarta, 2009, hal. 53.
20
Tuti Rastuti, Op.Cit, hal. 47.
21
Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi Proteksi Kecelakaan Transportasi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hal. 31.
Universitas Sumatera Utara
18
Lebih lanjut, seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila ia menderita kerugian keuangan akibat kehilangan atau
kerusakan atas obyek yang diasuransikan tersebut. Menurut M. Suparman Sastrawidjaja, diharuskan ada Insurable Interest dalam perjanjian asuransi dengan
maksud untuk mencegah agar asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian.
22
Hal itu disebabkan, apabila seseorang yang tidak mempunyai kepentingan terhadap suatu obyek asuransi, dapat mengasuransikan obyek tersebut, maka
akibatnya, tanpa menderita kerugian orang tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristwa yang tidak dikehendaki menimpa obyek yang dimaksud.
Sri Rejeki Hartono, memberikan metode bagaimana mendeteksi apakah seseorang mempunyai Insurable Interest atau tidak, dengan menggunakan
indikator sebagai berikut: a.
Seberapa jauh keterkaitan tertanggung terhadap bendaobyek perjanjian asuransi terhadap terjadinya peristiwa yang diperjanjikan.
b. Apakah peristiwa yang terjadi menyebabkan kerugian atau tidak terhadap
tertanggung.
23
Adapun penerapan Insurable Interest ini bisa berbeda-beda. Tergantung jenis asuransinya.
1. Life Insurance
Sejatinya setiap orang memiliki Insurable Interest yang tidak tergantung batas atas dirinya dan secara teori setiap orang dapat mengasuransikan dirinya
untuk sejumlah nilai pertanggungan berapapun. Dalam praktek, kemampuan
22
Ibid
23
Ibid
Universitas Sumatera Utara
19
seseorang untuk membayar premi akan membatasi jumlah uang pertanggungan yang diinginkan. Disamping seseorang memilik Insurable Interest atas dirinya
sendiri, seseorang yang hidup dalam ikatan perkawinan dapt pula memiliki Insurable Interest atas pasangan hidupnya. Sang suami dapat mengasuransikan
istrinya, demikian sebaliknya 2.
Property Insurance Insurable Interest untuk asuransi harta benda relatif lebih mudah
diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan kepemilikan,. Pemilik dari harta benda pasti akan mengalami kerugian apabila harta benda miliknya mengalami
kerusakan atau musnah. Dalam kaitan dengan Part or Joint Owners, kepemilikan atas sebagian harta
benda dapat mengasuransikan harat benda tersebut secaa penuh. Ini tidak berarti bahwa pihak yang mengasuransikan akan memperoleh ganti rugi atas hilang atau
rusaknya harta benda secara penuh pula. Ganti rugi yang diterima tetap disesuaikan dengan bagian atau kerugian yang diderita atas kepemilikan bersama
tersebut. Sebagai contoh badan Trustee dapat mengasuransikan dalam jumlah penuh harta benda yang diamanahkan kepadanya.
Dalam hal terjadi Klaim, maka kelebihan atas sejumlah kepentingannya harus diserahkan kepada pihak lain yang juga memiliki kepentingan yang sama.
3. Mortgagees Mortgagors
Mortgage sangat popular dalam transaksi pembelian rumah. Mortgage atau hipotek merupakan penyerahan secara tertulis mengenai hak atas harta benda
Universitas Sumatera Utara
20
tak bergerak untuk menjamin pembayaran suatu hutang dengan kentuan bahwa penyerahan itu akan dibatalkan pada waktu pembayaran.
Adapun para pihak yang terlibat dalam mortgage adalah Mortgagepemberi pinjaman atau pemegang surat hipotek dan mortgagorpembeli atau orang yang
berhutang dengan jaminan hipotek. Kedua belah pihak memiliki insurable insurance. Mortgagor sebagai pemilik rumah dan mortgagee sebagai kreditor.
Kepentingan mortgagee sebatas jumlah uang yang dipinjamkan. Biasanya pihak mortgagee memasukkan klausul dalam perjanjian asuransinya bahwa
mortga gee juga menjadi pemilik atas rumah dimaksud. 4.
Executor Trustee Executor Trustee sering memiliki hak atas asuransi harta benda yang
berada dalam penguasaannya. Secara hukum mereka bertanggung jawab atas harta benda yang dititipkan, sehingga menimbulkan atau memberikan insurable
insurance pada mereka terhadap harta benda yang dititpkan 5.
Bailees Seorang bailee adalah orang yang bertanggung jawab atas barang-barang
milik orang lain yang dititipkan kepadanya baik karena atas dasar fee maupun tidak. Pemilik Rumah Gadai, pemilik Laundry, pemilik bengkel adalah contoh
bailee dan masing-masing bertanggung jawab atas barang yang diserahkan oleh pemiliknyasebagai barang jaminan untuk rumah gadai, barang yang dicuci untuk
laundry, diperbaiki untuk bengkel, yang membuat mereka harus bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang milik konsumen mereka.
Universitas Sumatera Utara
21
6. Agents
Seorang prinsipal atau majikan memiliki Insurable Insurance atas agennya dan dapt mengasuransikan atas namanya.
7. Marine Insurance
Hukum Inggris memberi batasan autentik untuk kepentingan yang dapat diasuransikan dalam Pasal 5 marine Insurance Act 1906 di bidang asuransi laut.
Pasal tersebut menyatakan bahwa tertanggung mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan jika ia dapat menikmati keselamatan barangnya atau dapat
menderita kerugian jika barang tersebut musnah atau rusak. 2.
Utmost Good Faith Prinsip
Utmost Good
Faith yaitu
kewajiban tertanggung
menginformasikan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai objek yang dipertanggungkan secara benar.
24
Praktik asuransi sebagai suatu sarana pengendalian risiko telah berkembang selama bertahun-tahun, sehingga telah menjadi suatu ilmu
pengetahuan yang semakin rumit dan butuh pengkajian lebih dalam. Ilmu asuransi telah dikembangkan melalui berbagai cara, sarana, dan teknis perasuransian yang
mencakep bidang-bidang dokumentasi, penjaminan underwriting, pemasaran, klaim, dan sebagainya.
Pengertian dari Utmost Good Faith atau Uberrima Fides diterjemahkan sebagai “itikad baik yang terbaik”.
25
Dalam kontrak asuransi , itikad baik saja belum cukup tapi dituntut yang terbaik dari itikad baik dari calon tertanggung atau
24
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika , Jakarta, 2008, hal.162.
25
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
22
tertanggung. Penalarannya sebagaimana disimpulkan oleh Scrutton L J dalam perkara Rozannes V. Bowen bahwa “as the underwriter knows nothing and the
man who comes to him to ask him to insure knows everything, it is the duty of the assured…. To make a full disclosure to the underwriter without being asked of all
the material circu mstances”.
Dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang obyek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh
fakta material material facts yang berkaitan obyek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada underwriter.
Baik diminta atau tidak diminta, sepanjang fakta material tersebut dinilai dapat mempengaruhi keputusan underwriter untuk menerima atau menolak risiko
yang akan dipertanggungkan, maka wajib hukumnya bagi calon tertanggung dinilai memenuhi underwriting standards, maka permohonan penutupannya akan
diterima dengan premi standar, tapi jika calon tertanggung gagal atau tidak dapat memenuhi underwriting standards, maka underwriter akan menolak atau dapat
menerima dengan mengenakan premi yang lebih mahal. Jadi Good Faith-nya terletak pada itikad baik untuk selalu menjawab atau
mengungkapkan secara jujur setiap pertanyaan yang disampaikan oleh underwriter.
Sedangkan “Utmost” adalah menekankan pada inisiatif dari tertanggung untuk menggunakan juga fakta pentng yang tidak dipertanyakan atau
diminta oleh underwriter. Tatkala ia menyadari bahwa fakta tersebut akan memperbesar risiko dari obyek pertanggungan.
Universitas Sumatera Utara
23
Menurut Gunarto, prinsip Utmost Good Faith menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dalam rangka
pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
26
Untuk asuransi laut di Inggris hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 marine Insurance Act 1906, yang menyatakan bahwa principle of utmost good
faith harus diindahkan atau dilaksanakan sebelum kontrak. Salah satu contohnya ialah ketika tertanggung meminta suransi barang muatan kapal yang semula
diakui bernilai £2.800, padahal nilai sebelumnya ternyata hanya £970. Karena penilaian berlebihan tersebut berasal dari tertanggung, maka penanggung berhak
membatalkan polis atau menolak membayar klaimnya. Tapi pendapat berbeda disampaikan oleh Chris Parsons, David Green, dan Mike Mead, bahwa durasi
kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting bisa berbeda, tidak selalu sebelum kontrak asuransi dilakukan. Berikut perbedaan mengenai kewajiban
untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku, yaitu: 1.
Common Law. Bermula saat negosiasi kontrak dilakukan dan berakhir pada saar kontrak disetujui oleh para pihak
2. Contractual Duty. Mensyaratkan tidak menyembunyikan fakta-fakta
penting selama kontrak masih berlaku dan memberikan hak kepada penanggung menolak untuk meng-underwrite perubahan yang terjadi.
3. Position at renewal. Keharusan untuk mengungkapkan fakta-fakta penting
tergantung jenis kontraknya: a.
Long-term business: untuk jenis asuransi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan,
penanggung diwajibkan
untuk menerima
premi perpanjangan
kontrak jika
tertanggung menghendaki
untuk memperpanjang kontraknya dan tidak ada kewajiban untuk
mengungkapkan fakta-fakta material pada saat perpanjangan
26
Kun Wahyu Wardana, Op,Cit, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
24
b. Other business: untuk jenis asuransi lain, pada saat perpanjangan tetap
dibutuhkan persetujuan dari penanggung dengan mengungkapkan kembali fakta-fakta penting.
4. Alternations to the contract. Pada saat terjadi peubahan pada kontrak
asuransi antara lain mengenai peningkatan niai pertanggungan atau perubahan deskripsi dari obyek pertanggungan, berlaku kewajiban untuk
mengungkapkan fakta-fakta penting. Ketentuan ini juga berlaku bagi long- term business dan other business.
27
Pendapat senada juga dikemukakan AM Hasan Ali, yang mencoba mengambil intisari penerapan Utmost Good Faith bahwa kewajiban untuk
memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku: 1.
Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarkan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat para pihak menyetujui kontrak
tersebut. 2.
Pada saat perpanjangan kontrak tersebut 3.
Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
28
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari penerapan Utmost Good Faih adalah kejujuran atau itikad baik yang harus selalu
ada dari tertanggung untuk mengungkapakan fakta material yang dinilai akan berpengaruh terhadap keputusan seorang underwriter. Dan idealnya prinsip
tersebut berlaku sebelum dan selama kontrak asuransi tersebut masih berlaku. Sebenarnya prinsip ini bukanlah hal yang baru dikenal. Prinsip ini
merupakan bahasa lain dari penerapan norma dan etika yang memang seharusnya menjadi bagian yang integral dari diri seorang manusia yang beradab.
27
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 36.
28
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
25
Selain itu, menurut Kepler A. Marpaung sangat sering terjadi kesalhpahaman atas penerapan prinsip ini dalam bisis asuransi. Utmost Good
Faith seolah-olah hanya menjad kewajiban tertanggung, sedangkan penanggung tidak perlu atau seakan-akan tidak memiliki kewajiban untuk beritikad baik
kepada tertanggung. Banyak penanggung mengklaim bahwa tertanggung tidak melaksanakan
itikad baik breach of utmost good faith sehingga klaim asurangsi yang diajukan ditolak perusahaan asuransi. Dalam banyak kasus, sering kali nit baik tertanggung
untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan klaim asuransi menjadi boomerang karena ternyata tindakan itu dianggap melanggar ketentuan kontrak.
Dalam setiap perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung akan memberikan segala keteranggannya secara benar. Di lain
pihak, tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa penanggung akan membayar ganti rugi.
Disisi lain, si tertanggung sendiri kadang tidak mengetahui bahwa niat baik itu ternyata bakal merugikannya. Hal semacam ini inilah yang pada akhirnya
menjadi gray area timbunya konflik dari tuntutan ganti rugi. Sepintas penerapan Utmost Good Faith dinilai tidak berimbang. Seolah-
olah kewajiban untuk beritikad baik hanya menjadi beban tertanggung. Tapi sejatinya tidak demikian. Karena dalam asuransi pun berlaku asas Reciprocal
Duty kewajiban timbale balik. Penanggung pun harus bersikap yang sama terhadap tertanggung. Penanggung tidak boleh menyembunyikan informasi yang
mengiring tertanggung masuk kedalam kontrak yang berat sebelah.
Universitas Sumatera Utara
26
Adalah menjadi kewajiban si penanggung untuk menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan kontrak asuransi, termasuk sebelum dimulai kontrak.
Apabila si penanggung tidak menjelaskan hak dan kewajiban si tertanggung, maka penanggung telah melanggar prinsip Utmost Good Faith. Karena itu, kelak
terjadi klaim dan merugikan kepentingan tertanggung, maka penanggung dapat dituntut dan harus bertanggung jawab atas ganti rugi yang diderita tertanggung.
Adapun bentuk dari penerapan Reciprocal Duty bagi penanggung, antara lain:
1. Tidak menyembunyikan informasi dari tertanggung bahwa tertanggung
berhak atas discount premi Asuransi kebakaran atas pemasangan speinkle alat pemadam kebakaran pada bangunan;
2. Tidak menerima penutupan asuransi yang diketahui tidak terjamin atau
tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang beraku; 3.
Tidak memberikan pernyataan yang tidak benar selama melakukan negosiasi kontrak.
3. Idemniteit Principle
Penerapan Idemniteit Principle dalam asuransi sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak identik dengan perjudian. Dalam perjudian, tidak dikenal
ganti rugi bagi yang kalah. Kerugian akibat kekalahan yang diterima oleh penjudi adalah konsekuensi yang harus diterima.Sedangkan dalam asuransi, ganti rugi
merupakan tujuan. Bahwa asuransi merupakan risk transfer mechanism.
29
Mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan diderita atau dihadapi oleh
29
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
27
tertanggung ataus suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan belum pasti terjadi. Harapannya, beban financial tertanggung menjadi lebih pasti. Fixed cost dalam
bentuk premi. Namun satu hal yang perlu digarisbawahi dalam prinsip Indemnity,
tertanggung tidak diperkenankan unutk memperoleh keuntungan dari ganti rugi yang diberikan oleh penanggung. Besarnya ganti rugi yang diterima oleh
tertanggung harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya. Untuk menciptakan keseimbangan antara kerugian dengan ganti rugi,
maka harus diketahui terlebih dahulu berapa nilai atau harga dari obyek yang diasuransikan. Dengan dasar tersebut, maka Idemniteit Principle hanya berlaku
bagi asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang, yaitu asuransi umum generalinsurance yang berkaitan dengan kerugian material.
Adapun kepentingan didalam asuransi jumlah manfaat seperti dalam asuransi jiwa yang tidak dapat diukur secara financial kerugian yang diderita,
prinsip indemnity tidak berlaku. Bentuk kontraknya agreement to pay a specified sum. Besar yang dibayarkan kepada tertanggung ditentukan oleh berapa nilai
pertanggungan manfaat yang dikehendaki dan kesanggupan dari tertanggung dalam mebayar preminya. Semakin besar nilai pertanggungan yang dikehendaki,
maka semakin besar pula premi yang harus dibayarkan. Dalam penerapan Idemniteit Principle, terdapat beberapa metode
pembayaranpengganti kerugian, antara lain: 1.
Tunai cash. Ganti rugi dibayarkan dalam bentuk sejumlah uang sesuai dengan nilai kerugian yang diderita tertanggung. Misalnya santunan dalam
Asuransi Kecelakaan Diri, atau biaya perbaikan yang dibayarkan kepada tertanggung atas kendaraannya yang rusak akibat kecelakaan;
Universitas Sumatera Utara
28
2. Perbaikan repair. Penanggung menunjuk bengkel tertentut untuk
memperbaiki kerusakan kendaraan tertanggung. Jadi, tertanggung tidak perlu membayar biaya perbaikan kendaraan tersebut;
3. Membangun kembali reinstate. Biasanya metode ini berlaku unutk
kerugian terhadap property. Misalnya bangunan yang diasuransikan rusak atau terbakar. Maka penaggung bertanggung jawab untuk membangun
kembali bangunan tersebut;
4. Mengganti replace. Dalam hal mesin-mesin, atau kendaraan mengalami
kerusakan total total loss yang tidak mungkin diperbaiki atau bias juga karena hilang dicuri, maka penaggung akan memberikan penggantian
sesuai dengan spesifikasi mesin atau kendaraan tersebut.
30
4. Subrogation Principle
Subrogasi merupakan pendukung konsep indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendaatkan recovery lebih dari kerugian yang
dideritanya. Sehingga subrogasi disebut juga Corollary of indemnity.
31
Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untut menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya
kerugian terhadap obyek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi tersebut kepada tertanggung sesuai jaminan
polis.
32
Tapi satu hal yang perlu digarisbawahi, subrogasi ini hanya berlaku untuk contract of indemnity.
Pemahaman tersebut senada dengan ketentuan dalam Pasal 284 KUHD yang mengatur subrogasi sebagai berikut:
“ seorang penanggung yang telah membayar kerugian suatu barang yang diasuransikan, menggantikan kerugian dalam segala hak yang dipeolehnya
terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut dan
30
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 40.
31
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 41.
32
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
29
tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang-
orang ketiga itu” Namun penerapan pasla ini sepatutnya tidak mutlak dan kaku. Agar
tertanggung tidak dirugikan. Sebab jika kerugian yang diderita tertanggung seluruhnya sudah dikompensasikan oleh penanggung, meamang tidak menjadi
masalah. Akan tetapi, bagaimana jka kerugian yang diderita oleh tertanggung hanya diganti sebagian oleh penaggung. Apakah hak tertanggung untuk meminta
recovery atas selisih kurang tersebut kepada pihak yang menimbulkan kerugian, kemudian ikut tercabut juga dan kemudian menjadi keuntungan bagi penanggung
karena bisa mendapatkan recovery melebihi dari nilai ganti rugi yang diberikan kepada tertanggung. Tentu penafsiran ini tidak sejalan dengan prinsip asuransi di
satu sisi dan merugikan kepentingan tertanggung di sisi lain. Oleh karena itu Diplock L J menandaskan dalam kasus Glen Line V.
Attorney General 1930 bahwa “….the simple principle which I apply is that the
insurer cannot recover under rhe doctrine of subrogation…. Anything more than he had paid
”. Maknanya penerapan subrogasi pun tidak rigid. Apabila penggantian kerugian hanya sebagian saja diberikan oleh penaggung, maka
tertanggung mensubrogasi haknya hanya untuk sejumlah kerugian yang telah di recovery dari penanggung. Hak-hak selebihnya dari tertanggung terhadap pihak
ketiga yang menyebabkan terjadinya kerugian, masih tetap dipegang tertanggung.
33
33
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
30
Sejatinya prinsip subrogasi ini timbul karena dalam hukum berlaku Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengharuskan pihak yang
menyebabkan kerugian tersebut bertanggung jawab dengan mengganti kerugian tersebut kepada pihak yang dirugikan. Atau dalam bahasa lain, pihak yang
dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang menyebabkan kerugian. Dengan demikian, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat
kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka penanggung setelah memberikan ganti kerugian kepada tertanggung, maka penanggung menggantikan kedudukan
tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
34
5. Causaliteit Principle
Causaliteit PrincipleProximate Principle merupakan salah satu prinsip penting dalam penyelesaian santunan. Dengan menggunakan prinsip ini, maka
suatu peristiwa dapat ditentukan penyebabnya. Penggantian kerugian oleh Perusahaan Asuransi hanya akan dibayarkan apabila peristiwa yang dominan
menimbulkan kerugian itu termasuk dalam jaminan Polis Asuransi yang bersangkutan.
35
Adapun pengertian Proximate Cause sebagaimana dikutip dari pandangan hakim dalam kasus Pawsey V. Scotttish Union and National 1908 adalah “the
active, efficient cause that sets in motion a train of events which brings about a result, without intervention of any forcestarted and working activelyfrom a new
and independent source ”. Secara bebas diterjemahkan bahwa Proximate Cause
merupakan sebab utama yang aktif dan efisien yang menyebabkan timbulnya
34
Tuti Rastuti, Op.Cit, Hal. 52.
35
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
31
suatu kerugian dalam suatu rangkaian peristiwa yang terjadi secara berkesinambungan dan tidak terputus-putus oleh suatu peristiwa lainnya yang
berasal dari luar, atau tidak terputus oleh suatu sebab yang baru.
36
Untuk memudahkan memahaminya, cara kerja proximate cause ini sama dengan ‘efek domino’ dalam permainan kartu domino yang ditegakkan dan
disusun memanjang seperti ular. Apabila kartu domino yang tertimpa kartu domino sebelumnya akan terjatuh dan menimpa kartu berikutnya. Demikian
seterusna hingga seluruh kartu domino itu terjatuh sampai kartu domino terakhir. Sepanjang tidak ada intervensi untuk menghentikan efek domino tersebut,
dengan menahan atau mengambil kartu domino dari tengah, maka proximate cause dari terjatuhnya kartu domino terakhir adalah kartu domino yang paling
awal dijatuhkan. Namun dalam praktek, terkadang tidak semudah itu menentukan
proximate cause dari suatu peristiwa. Sebagai ilustrasi, kasus yang sering kali dijadikan rujukan dalam berbagai literatur asuransi adalah kasus Leyland Shipping
Co. V. Norwiich Union Fire Insurance Society Ltd 1918. Ketika itu sedang berkecamuk perang. Kapal milik Leyland Shipping Co
mengalami kerusakan parah dibagian tubuh lambung dsebabkan hantaman torpedo musuh. Akibatnya kapal tersebut terancam tenggelam. Nahkoda kapal
yang meyadari bahaya tersebut, berupaya mengarahkan kapal ke pelabuhan terdeka untuk diperbaiki. Usahanya berhasi, tapi baru saja pekerjaan perbaikan
dimulai, badai mulai berhembus dengan kuat dan mulai menerjang pelabuhan.
36
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
32
Syah Bandar menyadari kemungkinan kapal tersebut akan karam di pelabuhan semakin pasti. Karena badai terus menghantam pelabuhan yang
menyebabkan air laut masuk ke dalam kapal melalui lubang yang menganga di lambung kapal yang belum sempat diperbaiki. Dikhawatirkan jika kapal tersebut
karam di pelabuhan, maka akan menghalangi kapal-kapal lain untuk bersandar. Untuk menghindarkan hal tersebut, Syah Bandar kemudian memaksa kapal
tersebut ke luar dari pelabuhan. Namun tak lama berselang setelah kapal berlayar menjauhi pelabuhan,
akhirnya karam dihantam badai. Dalam kasus peril manakah yang menjadi proximate cause yang menyebabkan kerusakan pada lambung kapal atau karena
badai yang menyebabkan air laut masuk ke dalam kapal hingga tenggelam. Sepintas mungkin akan menyimpulkan bahwa badailah yang menjadi
penyebab tenggelamnya kapal tersebut. Jadi badai adalah hakim House of Lord, UK dalam putusannya berpendapat bahwa: “what does proximate here mean? To
treat proximate cause as if it was the cause which is proximate in time is, as I have said, out of the question. The cause which is truly proximate is that which is
proximate in efficiency. That efficiency may have been preserved although other causes may meantime have sprung up which have yet not destroyed remains the
real efficient cause to which that can be ascribed ”. Proximate cause tidak
semata-mata ditentukan oleh suatu sebab yang terjadi dalam waktu dekat atau yang terdekat dari suatu peristiwa. Tapi ditentukan oleh efisiensi dari suatu sebab.
Universitas Sumatera Utara
33
Bisa saja efisiensi suatu sebab tetap eksis meski sebab lain timbul dalam rangkaian peristiwa tersebut.
37
Dalam kasus tersebut menjadi penting untuk menentukan proximate cause-nya apakah karena perang atau badai. Karena polis asuransi kapal tersebut
mengecualikan peril yang disebabkan perang. Memang benar bahwa pada saat air laut masuk melalui lubang dilambung
kapal yang menyebabkan kapal tenggelam. Tapi harus diingat bahwa kerusakan yang ditimbulkan torpedo sama sekali belum sirna. Efektifitas peril masih terus
berlangsung hingga tenggelamnya kapal. Bahkan masuknya air laut adalah melalui kerusakan kapal yang disebabkan torpedo. Dengan demikian klaim
Leyland Shipping ditolak. Karena peril perang yang dikecualikan dalam polis. 6.
Contribution Principle Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa peanggung, maka
masing-masing penanggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari
kerugian itu yang diderita oleh tertanggung. Prinsip kontribusi ini terjadi apabla ada asuransi berganda double
insurance sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 KUHD, yang menyatakan sebagai berikut:
“Apabila dalam satu-satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan, oleh berbagai penanggung yang melebihi harga, maka mereka itu bersama-sama,
menurut keseimbangan daripada jumlah-jumlah untuk mana mereka telah
37
Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
34
menandatangani polis
tadi, memikul
hanya harga
sebenarnya yang
dipertanggungkan”.
38
Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas objek yang
diasuransikan, maka secara otomatis berlaku konsep kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa, apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang
menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan- perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan secara bersama-sama menutup
asuransi harta benda milik tertanggung untuk membayar bagian kerugian masing- masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.
Prinsip kontribusi atau saling menanggung ini pada hakikatnya bukan hanya berlaku dalam hal asuransi, melainkan juga berlaku dalam hal reasuransi.
Hubungan mendasar antara penanggung pertama dan penanggung ulang prinsip ganti kerugian yang juga menganut ketentuan tolak ukur ganti kerugian dan
ketentuan lainnya yang telah dijelaskan, kontribusi juga dipakai sebagai dasar menentukan pembagian risiko danatau sesi kepada para pihak yang bersangkutan
termasuk pembagian beban klaim yang harus ditanggng bersama seusai dengan saham atau penyertaannya dalam hal asuransi, ko-asuransi dan reasuransi.
Dalam hal asuransi dibawah harga kontribusi dilaksanakan antara penanggung dan tertanggung. Sebab, dalam hal ini tertanggung dianggap ikut
serta menanggung sebagian risiko atas kepentingan yang dipertanggungkan,
38
Tuti Rastuti, Op.Cit, hal 55.
Universitas Sumatera Utara
35
sedangkan dalam hal reasuransi, kontribusi dilaksanakan antara penanggung pertama dan pihak penanggung ulang.
7. Cause Principle
Prinsip penyebab utama yang aktif dan efisien menimbulkan suatu kerugian dalam suatu kejadian.Apabila kepentingan yang diasuransikan
mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa
tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut.
Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah:
“Unbroken Chain of Events” yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus.
39
Perjanjian asuransi atau pertanggungan merupakan salah satu perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD.
40
Sebagai suatu perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUHPrdt berlaku juga bagi perjanjian
asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka disamping ketentuan sayarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syrat
– syarat khusus yang diatu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Supaya
sahnya suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan haruslah memenuhi semua syarat-syarat yang disebut untuk sesuatu perjanjian. Dalam Pasal 1320 Kitab
39
http:tripakarta.co.idnewprofilsejarah-dan-pengertian-dasar-asuransi, diakses pada tanggal 3 Januari 2015.
40
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.49.
Universitas Sumatera Utara
36
Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
41
Syarat-syarat yang dikemukakan diatas juga merupakan syarat sah untuk mengadakan Asuransi Tanggung Jawab. Berikut dibawah ini akan diuraikan satu
persatu syarat-syarat tersebut ditambah dua syarat-syarat sah pertanggungan lainnya.
1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Persetujuan Kehendak
Antara pihak-pihak yang mengadakan pertanggungan harus ada persetujuan kehendak consensus, toestemming, meeting of minds. Artinya kedua
belah pihak menyetujui tentang benda yang menjadi objek perjanjian dan tentang syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian tersebut.
Apa yang disetujui oleh pihak penanggung, disetujui juga oleh pihak tertanggung. maka menurut Pasal 1321 KUH Perdata maka adanya paksaan,
kekeliruan dan penipuan dari persesuaian kehendak menyebabkan persesuaian kehendak itu tidak berlaku. Dengan demikian tercapai suatu pengertian yang sama
antara kedua belah pihak tentang syarat-syarat yang berlaku bagi perjanjian itu.
41
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
37
2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan
Kedua belah pihak yang mengadakan pertanggungan harus cakap melakukan perbuatan hukum bekwaam, authorized. Artunya kedua belah pihak
itu sudah dewasa, tidak dibawah pengampuan curatele, tidak dalam keadaan sakit ingatan, tidak dalam keadaan Pailit. Demikian juga apabila pihak-pihak itu
mewakili pihak lain mengadakan pertanggungan perlu menyebutkan untuk kepentingan itu.
Kedua belah pihak dapat berupa manusia pribadi dan dapat juga berupa badan hukum, biasanya berbentuk suatu badan usaha. Pihak penanggung selalu
dalam bentuk badan usaha yang pekerjaannya bergerak dalam bidang pertanggungan.
3. Suatu Hal Tertentu
Dalam setiap pertanggungan harus ada benda yang dipertanggungkan voorwerp
der verzekering,
object of
insurance. Karena
yang mempertanggungkan benda itu adalah tertanggung, maka tertanggung harus
mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Dikatakan ada hubungan langsung, apabila tertanggung
memiliki benda tersebut. Dikatakan ada hubungan yang tidak langsung, apabila tertanggung mempunyai kepentingan atas benda tersebut.
Pihak tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia betul-betul memiliki atau mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu.
Apabila ia tidak dapat membuktikannya, mengakibatkan timbul anggapan bahwa ia tidak mempunyai kepentingan apa-apa, Hal mana mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
38
pertanggungan batal nietig, null and coid. Undang-undang tidak akan mentolerir orang yang tidak mempunyai kepentingan dalam pertanggungan.
Walaupun orang yang mengadakan pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, ia harus menyebutkan untuk
kepentingan siapa pertanggungan itu diadakan. Dianggap tidak mempunyai kepentingan, orang yang mempertanggungkan benda yang dilarang oleh undang-
undang. Jika diadakan pertanggungan juga, pertanggungan itu batal Pasal 599 KUHD.
4. Suatu Sebab yang Halal Yang dimaksud dengan sebab causa yang halal diperbolehkan disini
adalah bahwa isi dari perjanjian pertanggungan itu tidak dilarang oleh undang- undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan
dengan kesusilaan. Misalnya isi pertanggungan itu ialah mempertanggungkan benda yang dilarang undang-undang, disini tidak ada causa yang halal.
5. Pembayaran premi premie betaling, premium payment
Asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil sedikit yang sudah pasti sebagai pengganti substitusi kerugian-kerugian besar
yang beum pasti.
42
Untuk mengadakan suatu perjanjian asuransi ada kewajiban-kewjiban yang harus dipenuhi oleh tertanggung salah satunya pembayaran premi. Premi ini
biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah yang diasuransikan, di dalam presentase mana tercermin penilaian risiko dari penanggung. Penilaian atau
42
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
39
penghargaan dari penanggung mengenai risiko dapat berbeda-beda pada beberapa penanggung, akan tetapi tetap selalu dikuasai oleh hukum penawaran dan
permintaan. Asuransi itu adalah perjanjian timbal balik, maka kedua belah pihak harus
berprestasi. Penanggung menerima peralihan risiko atas benda yang dipertanggungkan, sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi
sebagai imbalannya. Besar atau kecil jumlah premi bukan soal penting. Hal terpenting adalah kedua belah pihak telah mencapai suatu persetujuan. Jika premi
dibayar, risiko beralih. Jika premi tidak dibayar, risiko tidak beralih. 6.
Kewajiban Pemberitahuan Kewajiban pemberitahuan notificatie, notification ini ada pada
tertanggung. Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung tentang keadaan benda yang dipertanggungkan. Kewajiban ini dilakukan pada saat
mengadakan persetujuan. Jika tertanggung lalai, mengakibatkan pertanggungan itu batal.
Kewajiban pemberitahuan Pasal 251 KUHD ini tidak digantungkan kepada apakah karena ada iktikad baik atau tidak dari tertanggung. Apabila
tertanggung keliru memberitahukan, tanpa disengaja, juga mengakibatkan batalnya pertanggungan, kecuali apabila pihak-pihak telah memperjanjikan lain.
Biasanya perjanjian semacam itu dinyatakan dengan tegas di dalam polis dengan klausula “sudah diketahui”.
Mengenai syarat nomor 1 diatur lebih lanjut khusus untuk perjanjian pertanggungan di dalam KUHD. Menurut Pasal 1321 KUH Perdata BW, maka
Universitas Sumatera Utara
40
adanya paksaan, kekeliruan, dan penipuan dari persesuaian kehendak menyebabkan persesuaian kehendak itu tidak berlaku.
Pembentukan Undang-Undang menganggap bahwa peraturan ini masih kurang cukup untuk member perlindungan bagi penanggung sehingga diatur lagi
dalam Pasal 251 KUHD yaitu tentang keharusan adanya pemberitahuan dari semua keadaan-keadaan yang diketahui oleh si tertanggung mengenai benda yang
dipertanggungkan. Dan mengenai syarat nomor 4 itu dipandang hanya ada, apabila di dalam pertanggungan itu ada kepentingan yang dipertanggungkan.
Perjanjian pertanggungan itu adalah bebas dalam bentuknya. Untuk terjadinya perjanjian itu tidak diahruskan adanya syarat-syarat yang lebih dari apa
yang tlah ditetapkan di dalam Pasal 1320 BW. Menurut Pasal 257 KUHD perjanjian pertanggungan itu ada, segera setelah tercapai persesuaian kehendak
antara kedua belah pihak. Untuk berlaku sah perjanjian asuransi atau pertanggungan, tidak
tergantung pada adanya suatu syarat formalitas atau akta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sifat perjanjian pertanggungan itu adalah konsensuil. Akan tetapi
adalah bijaksana apabila dibuat suatu akta. Sebab perjanjian sedemikian itu adalah mengenai nilai keuangan yang jumlahnya sangat besar dari tentang pemberitahuan
dari semua keadaan-keadaan yang diketahui oleh si tertanggung mengenai benda yang dipertanggungkan adalah sangat diperlukan.
Sehingga adalah sangat baik dan bijaksana apabila misalnya pihak-pihak dapat membuktikan secara tertulis bahwa telaha ada perjanjian pertanggungan
pada saat timbulnya kerugian. Dalam hal ini penaggung dilindungi oleh Undang-
Universitas Sumatera Utara
41
Undang dengan mengatakan bahwa pembuktian tentang adanaya suatu pertanggungan tidak dapat dibuktikan terhadapnya selain dengan suatu
pembuktian tidak terulis. Ketentuan yang disebut dalam Pasal 255 KUHD yang berbunyi:
pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk akta yang bernama polis, adalah seolah-olah menggambarkan, bahwa Perjanjian Pertanggungan itu
baru berlaku sah kalau terjadinya adalah dengan suatu polis. Sehingga dapat dikatakan bahwa polis itu merupakan suatu syarat untuk adanya perjanjian itu
bestaanvoorwaarde. Akan tetapi kalau membaca apa yang ditentukan dalam Pasal 257 ayat 1
KUHD, maka gambaran dari Pasal 255 itu tadi akan menjadi hilang. Sebab Pasal 257 ayat 1 itu menetapkan bahwa Perjanjian Pertanggungan itu telah ada, segera
setelah diadakan hak-hak dan kewajiban timbale balik dari penanggung dan tertanggung mulai sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditanda tangani.
Dari Pasal 257 ayat 1 ini bahwa polis itu bukan merupakan syarat untuk adanya perjanjian pertanggungan, akan tetapi merupakan hanya suatu alat
pembuktian saja. Lebih lanjut dapat didasarkan atas ketentuan di dalam Pasal 258 ayat 1 KUHD yang menetapkan : Bahwa untuk membuktikan diadakannya
perjanjian itu diharuskan pembuktian dengan surat, akan tetapi semua upaya pembuktian akan diperkenankan, bilamana ada permulaan pembuktian dengan
surat. Bahwa adanya perjanjian itu harus dibuktikan dengan surat. Yang
dimaksud pertama-tama dengan surat di sini ialah polis yang disebutkan di dalam
Universitas Sumatera Utara
42
Pasal 255 ayat 1 KUHD, sedangkan upaya-upaya pembuktian lain, yaitu yang disebutkan didalam Pasal 1866 BW, dapat diperkenankan bila telah ada
permulaan pembuktian dengan surat. Suatu pandangan yang jauh, masih diberikan oleh undang-undang yaitu
pengaturan mengenai tenggang yang harus diindahkan antara diikatnya perjanjian pertanggungan itu dengan penyerahan dari polis. Dalam jarak waktu antara
keduanya itu, mengenai janji-janji bedingen khusus dan syarat-syarat yang dibuat berhubungan dengan pertanggungan, itu dapat dibuktikan dengan semua
upaya pembuktian, lihat Pasal 258 ayat2 KUHD. Hanya ada suatu pengecualian, yaitu mengenai janji pada beberapa
pertanggungan yang harus tegas-tegas disebutkan didalam polis seperti yang disebut dalam Pasal 272 ayat 2, 263 ayat 2 dan 606 KUHD harus dibuktikan
deidalam jarak waktu itu dengan suatu tulisan jika terjadi suatu perselisihan mengenai hal itu.
Pasal 255 KUHD ayat 1 mengatakan bahwa perjanjian pertanggungan harus diadakan dengan membuat suatu akta, yang disebut polis. Polis merupakan
suatu bukti yang sempurna vollegigbewijs tentang apa yang mereka perjanjikan di dalam perjanjian pertanggungan itu, dan tanpa polis, pembuktian akan menjadi
sulit dan terbatas. Polis menurut Pasal 259 ayat 1 KUHD harus ditawarkan kepada
penanggung supaya ditandatangani dan di dalam waktu 24 jam setelah ditawarkan harus diserahkan kembali kepada tertanggung. Dari bunyi Pasal 259 KUHD, maka
dapat disimpulkan bahwa pembentuk undang-undang berpendapat bahwa yang
Universitas Sumatera Utara
43
membuat polis adalah pihak tertanggung. Tetapi pada prakteknya perusahaan- perusahaan besar asuransi memakai polis mereka sendiri-sendiri dan mengisinya
menurut kepentingan keadaannya atau memakai standard kontrak polis atau polis bursa seperti polis bursa Amsterdam dan polis bursa Rotterdam yang sangat
terkenal. Di dalam polis bursa tersebut banyak sekali syarat-syaratkausula- klausula yang ditentukan oleh para penanggung.
Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD pertanggungan tidak hanya dapat diadakan untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk kepentingan pihak ketiga
verzekering voor rekening van een derde, insurance for the liability of the third party, baik berdasarkan atas kausa umum atau khusus, maupun diluar
pengetahuan pihak ketiga itu. Apabila pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka hal itu harus disebutkan secara tegas dinyatakan
didalam polis. Jika tidak demikian, maka tertanggung dianggap telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri Pasal 267 KUHD.
Maksud dari pengertian ini ialah jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, pihak ketiga itu tidak berhak menuntut ganti kerugian karena ia bukan
pihak, sedangkan pihak tertanggung itu sendiri tidak mempunyai kepentingan. Dengan demikian, meskipun pertanggungan telah dibuat, tetapi tidak mempunyai
kekuataan apa-apa bagi tertanggung, sedangkan penanggung tidak mempunyai kewajiban membayar ganti kerugian Pasal 250 KUHD.
Dalam prakteknya, untuk mengatasi kesulitan semacam ini, biasanya penanggung telah merumuskan kalimat di dalam polis yang dibuatnya, bahwa
yang bertanda tangan the undersigned = penanggung menanggung kepada orang
Universitas Sumatera Utara
44
lain misalnya A yang mungkin berkepentingan or for whom it may concern. Dengan adanya klausula ini didalam polis, sudah dianggap cukup untuk
menyatakan bahwa pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, atau orang yang kemudian akan menjadi pemilik atau mempunyai kepentingan
atas benda pertanggungan. Pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga dapat dilakukan dengan
jalan: 1.
pemberian kuasa umum general authorization 2.
pemberian kuasa khusus special authorization 3.
tanpa kuasa without authorization. cara tersebut dapat diketahui dari ketentuan Pasal 265 KUHD. Menurut
ketentuan pasal ini, pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga dilakukan dengan pemberian kuasa atau tanpa diketahui oleh yang bersangkutan, yang
demikian itu harus disebutkan dengan tegas didalam polis. Dalam hal adanya pemberian kuasa, apabila orang yang berkepentingan
sendiri telah lebih dulu mempertanggungkan kepentingan atas benda itu ditempat lain, yang terjadi lebih dulu itulah yang berlaku. Sedangkan pertanggungan yang
terjadi kemudian itu dibebaskan; jika pertanggungan yang terjadi lebih dulu itu tidak dengan jumlah penuh pertanggungan yang terjadi kemudian itu berlaku
untuk jumlah selebihnya Pasal 277 KUHD Dalam hal tanpa kuasa, pertanggungan yang dibuat tanpa kuasa itu batal
nietig, null and void. Dilihat dari kedudukan dari pihak-pihak dalam pertanggungan, maka si penerima kuasa atau si pelaksana tanpa kuasa dalam
Universitas Sumatera Utara
45
pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga, berkedudukan sebagai pihak dalam pertanggungan contract party, jadi dia bertindak atas nama sendiri. Jika
terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, dialah yang berhak mengajukan tuntutan pembayaran ganti kerugian kepada penanggung, bukan pihak yang
berkepentingan. Penanggung berdasarkan perikatannya yang timbul dari pertanggungan itu
adalah wajib untuk menanda tangani polis yang ditawarkan kepadanya dalam waktu tertentu dan menyerahkannya kembali kepada tertanggung. Mengenai
waktunya adalah ditentukan oleh undang-undang sendiri. Apabila pertanggungan itu langsung diikat antara penanggung sendiri
dengan tertanggung atau oleh orang yang diberi wewenang untuk itu, maka polis ditanda tangani dan diserahkan kembali oleh penanggung di dalam waktu 24 jam
setelah penawaran Pasal 259 KUHD. Tetapi apabila perjajian pertanggungan itu diikat dengan perantaraan
seorang makelar di dalam pertanggungan, maka waktu dimana polis harus ditanda tangani dan diserahkan kembali, ialah di dalam waktu 8 hari setelah perjanjian
pertanggungan ini diikat Pasal 260 KUHD. Apabila ada kealpaan mengenai ketentuan-ketentuan waktu, baik mengenai yang pertama atau kedua, maka
menurut Pasal 261 KUHD penanggung atau makelar diwajibkan membayar ganti kerugian yang mungkin ditimbulkan kealpaan itu.
Biasanya tenggang-tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal-pasal diatas jarang sekali dimuat di dalam praktek. Berhubungan dengan macam-macam
sebab, misalnya peroalan administrasi dan masih menunggu keterangan-
Universitas Sumatera Utara
46
keterangan yang lebih lanjut diperlukan bagi pengisian polis itu, maka polis tersebut baru dapat diselesaikan dalam tenggang waktu yang lebih lama dari 24
jam dan 8 hari. Oleh karena itu dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi.
Universitas Sumatera Utara
47
BAB III PIHAK KETIGA DALAM ASURANSI