Tinjauan pustaka Nilai Kecantikan Perempuan (Studi Etnografi Tentang Nilai Kecantikan oleh Pelanggan Salon Kecantikan di Pasar 1 Kelurahan Padang Bulan Medan)

Jauh dari penampilan bahwa seharusnya kualitas menjadi prioritas. Kecantikan bukan hanya persoalan tampilannya, namun pemaknaan kecantikan itu sendiri. Sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan fenomena- fenomena sosial dikalangan perempuan dalam menghadapi modernitas. Seperti yang dinyatakan Johnson dan Ferguson 1990, “Perempuan perlu belajar untuk menerima ukuran tubuh mereka yang normal untuk melawan citra ideal perempuan langsing yang dipromosikan oleh media dan kebudayaan kita”. 5

1.2. Tinjauan pustaka

Banyak definisi yang menyebutkan mengenai cantik, telah mengisyaratkan bahwa cantik memang relatif. Seperti salah satu definisi yang mengatakan kecantikan adalah apa yang dilihat oleh mata dan diresapi dengan hati, yang menimbulkan berbagai perasaan tertentu. Berbicara dengan kata cantik sama halnya dengan pengertian nilai budaya yang sudah terkonsep dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat yang mereka anggap berharga, bernilai, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman orientasi kepada kehidupan warga masyarakat tadi. Kecantikan tidak bisa terlepas dari keindahan fisik atau tubuh. Tubuh yang ideal adalah langsing, proporsianal, perut datar, payudara kencang, pinggang ysng berlekuk, dan pantat sintal itulah yang dikatakan cantik Melliana, 2006: 4. Dan menurut Yulianto 2007: 36 mengatakan idealisme kecantikan perempuan kini diidentikkan dengan kulit putih atau wajah Indo. Seorang teolog Charles Davis 1976: 38 juga mengatakan: “Kecantikan tubuh laki-laki dan perempuan, kecantikan yang bersinar secara fisik, bukanlah murni fisik. Setiap orang akan mengakui bahwa hal ini terkait dengan wajah manusia. Kecantikan wajah sejauh berasal dari proporsi fisik yang sempurna, daging yang kuat dan kulit yang teksturnya baik, dapat saja membuat dirinya mati dan tidak menarik. Sebelumnya, ciri-ciri seperti itu dapat saja menjadi dasar bagi air muka 5 Ibrahim, Idi Subandi. Kritik Budaya Komunikasi. Yogyakarta: Jala Sutra, 2011. Universitas Sumatera Utara yang jelek, mengungkapkan sebuah kepribadian yang mementingkan diri dan penuh kebencian. Namun suatu wajah dapat juga memiliki kecantikan luar biasa melalui ekspresi-ekspresinya yang berubah-ubah, yang darinya ia mampu menghadirkan sebuah kepribadian yang matang dan dapat dicintai, meskipun ciri-ciri wajahnya secara fisik jelek. Hal yang sama juga benar bagi tubuh secara keseluruhan. Kecantikannya yang hidup tidak pernah fisik melulu.” Dalam esainya “Of the Standart of Taste” 1956: 6 David Hume mencatat 6 : “Kecantikan bukanlah kualitas di dalam dirinya sendiri: ia eksis hampir- hampir dalam pikiran yang memikirkannya; dan masing-masing pikiran menerima satu kecantikan yang berbeda. Seseorang mungkin menerima sesuatu sebagai kelemahan, sementara yang lain melihatnya sebagai keindahan. Mencari kecantikan yang real, atau kelemahan yang real, merupakan sebuah pencarian yang sia-sia, sama seperti memaksakan diri untuk memastikan rasa manis yang real atau rasa pahit yang real.” Bagi perempuan kecantikan merupakan anugerah terindah yang dipercaya bisa menambah keyakinan, percaya diri, dan energi kehidupan. Konsep cantik memang relatif, karena cantik bagi satu orang belum tentu cantik bagi orang lain. Oleh karena itu, cantik memiliki sifat relatif dan kontekstual dan tidak mengenal kelas. Koentjaraningrat 2002: 186 menyebutkan ada tiga wujud kebudayaan yakni: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Artinya konsep kecantikan berada didalam pikiran individu-individu dalam masyarakat, itulah yang menyebabkan kecantikan bersifat relatif. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Sehingga dalam pemikiran masyarakat 6 Synnott, Anthony. Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat. Yogyakarta Bandung: Jalasutra, 2007. Universitas Sumatera Utara mengenai cantik tadi diwujudkannya dengan mengunjungi salon, agar terwujudlah cantik yang ada didalam pikirannya. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan dalam penelitian ini tampak dengan munculnya berbagai produk kosmetik. Contohnya produk makeup, produk creambath untuk rambut, produk spa dan sebagainya. Ketiga wujud budaya tersebut juga senada dengan yang disebutkan oleh Parsudi Suparlan mengenai budaya hubungan antar sukubangsa, 2-19: “Sebagai pengetahuan kebudayaan adalah satuan ide yang ada dalam kepala manusia yang terdiri dari satuan nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan dan alam berisikan serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan dan alam. Jadi nilai-nilai tersebut dalam penggunaanya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang dihadapi oleh pendukungnya”. Walaupun kecantikan bersifat relatif yang adanya didalam pemikiran manusia namun tetap memiliki pandangan tersendiri mengenai apa yang disebut dengan cantik. Misalnya kecantikan dipandang dari aspek kebudayaannya. Berikut ini beberapa referensi yang dikumpulkan peneliti mengenai kecantikan yang ideal diberbagai daerah menurut budaya masing-masing: pada suku Mursi di selatan Ethopia menyebutkan cantik ketika seorang perempuan memiliki tindik di bagian bibir bawah, dengan piringan yang dipasang membuka lebar mulut. Semakin besar Universitas Sumatera Utara piringan tersebut semakin bertambah pula nilai kecantikan mereka. Piringan tersebut menyimbolkan harga diri dan kematangan seksual seorang perempuan 7 . P e r e m p u a n A m a z o n d i k e n a l m e m i l i k i t r a d i s i m e n g h i a s i p e r m u k a a n k u l i t t u b u h n y a d e n g a n c a t y a n g t e r b u a t d a r i t a n a m a n d a n d a r a h b i n a t a n g . M e r e k a m e l a k u k a n h a l t e r s e b u t k a r e n a d i a n g g a p d a p a t m e m p e r c a n t i k d i r i n y a d a n m e n a r i k p e r h a t i a n l a w a n j e n i s n y a . D i M a u r i t a n i a H a m p i r d i s e m u a n e g a r a m e n g a n g g a p c a n t i k i t u i b a r a t d e n g a n l a n g s i n g , t e t a p i d i n e g a r a b a g i a n A f r i k a b a r a t ‘ B i g i s B e a u t i f u l ’ . M a u r i t a n i a n e g a r a b e r p a s i r y a n g t e r l e t a k d i s e b e l a h b a r a t l a u t A f r i k a d i m a n a b e s a r i t u l e b i h b a i k S e x y d a r i p a d a l a n g s i n g . S e m a k i n B e s a r G e n d u t s e o r a n g w a n i t a , m a k a s e m a k i n b a n y a k p r i a y a n g s u k a , j i k a s e m a k i n l a n g s i n g m a k a s e m a k i n t i d a k l a k u . K e m u d i a n S u k u M a s a i , s e m a k i n p a n j a n g t e l i n g a m e r e k a m a k a s e m a k i n t i n g g i p u l a n i l a i k e c a n t i k a n s e o r a n g p e r e m p u a n . B e r b a g a i c a r a m e r e k a l a k u k a n u n t u k m e n d a p a t k a n d a u n t e l i n g a y a n g p a n j a n g , m u l a i d e n g a n m e n i n d i k n y a d e n g a n b e n d a t a j a m b e r d i a m e t e r b e s a r , r a n t i n g , b e b a t u a n d a n b a h k a n g a d i n g g a j a h y a n g t e l a h m e r e k a b e n t u k . P e r e m p u a n S u k u M a s a i p u n d i k e n a l d e n g a n k e p a l a p l o n t o s d a n m e n c a b u t d u a g i g i t e n g a h d i b a g i a n r a h a n g b a w a h n y a . K e c a n t i k a n a l a s u k u M a s a i i n i p u n m i r i p d e n g a n s u k u D a y a k d i I n d o n e s i a , b a g i p e r e m p u a n S u k u D a y a k m e r e k a t e r l i h a t c a n t i k k e t i k a m e m i l i k i t e l i n g a p a n j a n g y a n g d i t i n d i k d e n g a n a n t i n g - a n t i n g b e r b a h a n t e m b a g a , e m a s , p e r a k . S e t i a p s a t u b u a h t i n d i k n y a m e n y a t a k a n u s i a d a n p r e s t i s e t e r s e n d i r i y a n g d i s e b u t d e n g a n c a n t i k . Contoh lain dalam sastra Jawa yang mendeskripsikan idealisme kecantikan perempuan, kecantikan priyayi dideskripsikan sebagai berikut: kecantikan priyayi 7 5 nilai kecantikan perempuan di berbagai suku dunia www.uniknya.com.htm diakses jumat, 4april 2014 Universitas Sumatera Utara adalah bila ia bergerak secara lamban. Seperti seorang yang kelelahan, ia menggerakkan matanya pelan manakala ia melihat seseorang lain. Jangan bersolek hanya akan menimbulkan hasrat saja. Kulitnya gelapkehitam-hitaman, ia tidak suka tertawa. Jika tertawa ia selalu berusaha menutupi mulutnya 8 . Masih banyak lagi penilaian mengenai cantik menurut persfektif budaya seperti Suku Jepang, Timur Tengah, Suku Maori di Selandia Baru yang semuanya mulai terkikis oleh kemajuan zaman kehadiran dan teknologi. Namun bukan berarti nilai kecantikan yang demikian tidak lagi dipegang, hanya dalam kuantitas yang kecil. Memang dari dulu kecantikan dianggap menjadikan simbol keberadaan wanita untuk menarik perhatian kaum pria. Lebih kompleksnya kecantikan menarik perempuan menuju kesejahteraan Berscheid dan Walster: 1972: 46 yang dipengaruhi oleh keberadaan teknologi yakni media massa maupun media elektronik. Sehingga perubahan nilai kecantikan secara budaya tidak menjadi norma yang baku dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, yang artinya norma sebagai acuan terhadap nilai yang polanya bersifat tradisional berubah menjadi pola kompleks atau modern. Perempuan tidak lagi memikirkan kualitas diri, tetapi hanya mempertontonkan kecantikan dan kemolekan tubuh. Tubuh dijadikan konsumsi publik dan mencitrakan keberadaan dirinya hal ini disebutkan Nancy Etcoff “Survival of the prettiest” dalam David Chaney, 1996: 16 sebagai gejala lookism. 9 Tampil cantik merupakan keinginan setiap perempuan. Semua perempuan ingin kelihatan cantik di mata semua orang, terutama oleh lawan jenis. Hal inilah yang kemudian mendorong perempuan untuk selalu terlihat cantik dan berlomba-lomba untuk tampil cantik dan menarik. Agar tampil cantik dan menarik konsekuensi logisnya adalah pemakaian produk-produk kosmetik yang akan menunjang penampilan. Dengan kata lain perempuan selalu erat kaitannya dengan produk kosmetik dan hampir-hampir tidak bisa dilepaskan dari produk-produk tersebut. 8 Hubungan antara kecantikan, produk kosmetik dan keputusan pembelian oleh Ayu Arini, Mahesarani Vini A., Laila Kurniawati, dan Rocmatul Maghfuro https:www. Hubungan antara kecantikan, produk kosmetik dan keputusan pembelian.html. diakses pada 4 april 2014 9 Teori yang menganggap bahwa bila tampilan anda lebih baik, maka lebih sukseslah anda dalam kehidupan. Dalam abad citra, citra mendominasi persepsi kita, pikiran kita, dan juga penilaian kita akan penampilan wajah, kulit, atau tampang seseorang Gaya hidup : sebuah pengantar komprehensif Universitas Sumatera Utara Untuk mencari produk yang berkualitas, perempuan seringkali mengunjungi dokter spesialis kecantikan. Atau seminimalnya wanita mengkonsultasikan dengan salon langgannya. Di salon, perempuan tidak hanya berkonsultasi namun juga dilayani dengan berbagai jenis perawat tubuh dari ujung kaki sampai ujung rambut. Salon menciptakan suatu kecantikan yang general 10 dengan dukungan media. Baik itu media massa seperti majalah, Koran, tabloid dan lainnya sampai media massa melalui iklan produk televisi. Dengan demikian bahwa memang perubahan nilai kecantikan secara perspektif budaya tersebut dipengaruhi oleh nilai modernitas dan gaya hidup dewasa ini. Jauh daripada kecantikan secara fisik dapat menunjang kesejahteraan namun kualitas diri perempuan itu sendirilah yang membawa mereka menuju kesejahteraan. Bukan berarti perempuan boleh mengabaikan penampilan namun dalam tulisan ini hendak ditelusuri bagaimana pandangan perempuan mengenai kecantikan dengan meninjau perspektif budaya mengenai kecantikan.

1.3. Perumusan Masalah