Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Garut

(1)

(BAPUSIPDA) KABUPATEN GARUT

Transactional Leadership and Influence the Organitation’s Communication

On Performance the Agency Officer Regional Library and Arcives

(BAPUSIPDA) Kabupaten Garut

USULAN PENELITIAN

Diajukan kepada fakultas ekonomi Guna memenuhi salah satu syarat menempuh gelar sarjana

Di susun Oleh Nama

Nim

:Anantya putri : 21212809

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

INIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

iv

Puji dan syukur tak henti peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Di Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA ) Kabupaten Garut”.

Penyusunan Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat sidang guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia.

Peneliti menyadari dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena didalamnya tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti baik dalam hal kemampuan, pengetahuan dan pengalaman peneliti. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar dalam penyusunan karya tulis selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Selama penyusunan Skripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa dorongan moril maupun materil. Terutama kepada Isniar Budiarti, SE., M.Si., Selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan berkenan memberikan bimbingan, membina dan mengarahkan penulis sehingga laporan ini dapat selesai.


(3)

v

1. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec. Lic, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

2. Dr. Raeny Dwi Santy, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Universitas Komputer Indonesia

3. Windy Novianti, SE., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Universitas Komputer Indonesia.

4. Staf Dosen Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman serta dukungan kepada peneliti selama kegiatan perkuliahan.

5. Staf Kesekretariatan Program Studi Manajemen yang telah memberikan pelayanan dan informasi.

6. Kedua orang tua tercinta ayahanda serta ibunda dengan kasih sayangmu selalu menjadi kekuatan dan motivasi bagi peneliti dalam menyusun Skripsi ini, semoga anakmu ini dapat menjadi kebanggaan keluarga.

7. Kakak serta keluarga besaryang selalu memberikan suport

8. Teman-teman Manajemen 2012 khususnya kelas Manajemen 6, terimakasih atas kebersamaannya.

9. Semua pihak yang ikut membantu dan terlibat dalam penyusunan laporan Skripsi ini.


(4)

vi

Akhir kata peneliti panjatkan do‟a kepada Allah SWT, semoga amal berupa bantuan, dorongan dan do‟a yang telah diberikan kepada peneliti akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda. “Amin Ya Rabbal „Alamin”

Bandung, Agustus 201 Peneliti


(5)

vii

ABSTAK ……… ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... .. 8

1.2.1 Identifikasi masalah... 8

1.2.2 Rumusan masalah... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1. Maksud Penelitian ... 9

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1. Kegunaan Praktis ... 10

1.4.2. Kegunaan Akademis ... 11

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

1.5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11


(6)

viii

2.1.1. KepemimpinanTransaksional ... 13

2.1.1.1. Pengertian Kepemimpinan Transaksional .. 13

2.1.1.2.Indikator Kepemimpinan Transaksional... 17

2.1.2. Komunikasi Organisasi ... 18

2.1.2.1. PengertianKomunikasi Organisasi ... 18

2.1.2.2. Unsur – Unsur Dasar Komunikasi ... 20

2.1.2.3. Fungsi Komunikasi ... 22

2.1.2.4. Indikator Dalam Komunikasi Organisasi ... 25

2.1.3. Kinerja Pegawai ... 27

2.1.3.1. PengertianKinerja Pegawai ... 27

2.1.3.2. Penilaian Kinerja ... 29

2.1.3.3. Jenis – Jenis Penilaian Kinerja ... 30

2.1.3.4. Tujuan Penilaian Kinerja ... 31

2.1.3.5. Faktor – Faktor Kinerja ... 33

2.1.3.6. Indikator Kinerja Pegawai ... 34

2.1.4. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 34

2.2. Kerangka Pemikiran ... 36

2.2.1. Pengaruh Kepemimpinan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai... 38


(7)

ix

Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja

Pegawai... 40

2.3. Hipotesis ... 41

BAB III OBJEK DAN METODELOGI PENELITIAN... 43

3.1. Objek Penelitian ... 43

3.2. Metode Penelitian ... 45

3.2.1. DesainPenelitian ... 44

3.2.2. Operasionalisasi Variabel ... 49

3.2.3. Sumber dan Teknik Penentuan data... 51

3.2.3.1. Sumber Data ... 51

3.2.3.2. Teknik Penentuan Data ... 53

3.2.4. Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.2.4.1. Uji Validitas ... 56

3.2.4.2. Uji Reliabilitas ... 58

3.2.4.3. Uji MSI ... 60

3.2.5. Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis... 62

3.2.5.1. Rancangan Analisis ... 62

3.2.5.1.1.Analisis Data Deskriptif ... 62

3.2.5.1.2.Analisis Data Verifikatif ... 64


(8)

x

4.2. Karakteristik Responden ... 73

4.3. Analisis Deskriptif ... 74

4.3.1 Analisis Deskriptif Kepemimpinan transaksional sebagai Variabel X1 ... 74

4.3.2 Analisis Deskriptif Komunikasi organisasi sebagai Variabel X2 ... 78

4.3.3. Analisis Deskriptif Kinerja pegawai sebagai Variabel Y... ... 81

4.4. Analisis Verifikatif ... 86

4.4.1 Persamaan Linier Berganda ... 87

4.4.2 Uji Asumsi Klasik ... 88

4.4.3 Analisis Korelasi ... 93

4.4.4 Analisis Koefisien Determinasi ... 95

4.5. Uji Hipotesis ... 97

4.4.4.5.1 Pengujian Secara Parsial ( Uj i-T) ... 97

4.4.4.5.2 Pengujian Secara Simultan(Uji - F) ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

5.1. Kesimpulan ... 104

5.2. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(9)

(10)

Sabardini, 2006, “Peningkatan Kinerja Melalui Perilaku Kerja Berdasarkan Kecerdasan Emosional”, Telaah Bisnis, Vol.7, No.1.

Suit, Jusuf, 1996, “Aspek Sikap Mental dalam MSDM”, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Suranta, 2002, “Dampak Motivasi Karyawan Pada Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Karyawan Perusahaan Bisnis”, Empirika,

Vol.15, No.2.

Terry, George, 1985, ”Manajemen”, Edisi terjemahan, Penerbit Gahlia

Indonesia,Jakarta.

Koesmono, Teman H. 2005, Pengaruh Budaya Organisasi, Terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7 No.2

Kotter, John P. and Heskett, james L., 1992, Corporate Culture and Performance, New York: The Free Press, A Division of Mac Millan, Inc. Linz, Susan J., 2002, Job Satisfaction Among Russian Workers, William Davidson Institute Working Paper, Reseacrh Feelow Wlliam Davidson Institute University of Michigan pp. 8-15.

Lodge, B. dan C. Derek (1993), Organizational Behavior and Design (Terjemahan Sularno Tjiptowardoyo. Jakarta: PT. Gramedia. Kadir, dan Ardiyanto Didik, 2003, Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja dan Keinginan Karyawan Untuk Berpindah, Jurnal Bisnis dan Strategi, Vol. 2.

Siagian, P.S., 1997, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta: Gunung Agung


(11)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Garut ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Inspektorat Kabupaten Garut (Lembaran Daerah Tahun 2012 Nomor 8).

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Garut sebagai unsur pendukung pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dan diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Garut sebagai salah satu lembaga teknis daerah mempunyai tugas dan fungsi pokok yaitu merumuskan kebijakan umum dan teknis operasional, mengkoordinasikan, melaksanakan kerja sama dan mengendalikan pelaksanaan urusan pemerintah daerah bidang perpustakaan dan kearsipan. Ruang lingkup Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Garut yaitu bidang perpustakaan dan kearsipan yang berfungsi sebagai:


(12)

1. Perpustakaan Kabupaten yaitu perpustakaan daerah yang berfungsi sebagai perpusakaan pembina, perpustakxaan rujukan, perpustakaan penelitian, dan perpustakaan pelestarian yang berkedudukan di ibukota kabupaten.

2. Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) yang menangani urusan bidang kearsipan yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan arsip in aktif, arsip

statis, pembinaan kearsipan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan

urusan kearsipan.

Dalam melaksanakan fungsi perpustakaan untuk mewujudkan masyarakat pembelajar diperlukan usaha yang maksimal dengan mengadakan perubahan sikap dan perilaku budaya dari tidak suka membaca menjadi masyarakat yang gemar membaca. Menurut UNESCO (1996) ada empat pilar prinsip belajar dalam abad 21 yaitu: belajar berpikir, belajar berbuat, belajar untuk tetap hidup, dan belajar hidup bersama antar bangsa. Bermula dari masyarakat belajar, maka akan tercapai bangsa yang cerdas. Dengan pembudayaan membaca bagi masyarakat akan memudahkan dalam mencerna informasi sekaligus menambah wawasan pengetahuan.

Kepemimpinan oleh Kenneth H. Blanchard (Wahjosumidjo, 2012 : 24 - 25) adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Tanpa kepemimpinan, organisasi hanya merupakan kelompok manusia yang kacau tidak teratur dan tidak akan melahirkan peilaku yang memiliki tujuan. (Keith Davis dalam Sudarwan, 2004 : 18)


(13)

Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin merupakan sosok yang penting dan sangat dibutuhkan dalam membangun budaya organisasi dan membentuk karakter dari anggota organisasi. Jika hal tersebut dapat diwujudkan oleh seorang pemimpin, maka tujuan dan nilai-nilai organisasi akan dapat dicapai oleh semua anggota organisasi.

Dalam penelitian ini, penulis menemukan masalah pada gaya kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi yang meyebabkan adanya penurunan Kinerja Pegawai. Penurunan kinerja tersebut terjadi karena pengaplikasian kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi yang kurang efektif yang terjadi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut yang dapat dilihat dari Pegawai merasa Pimpinan tidak membantu Pegawai untuk mengeksplorasi dan mengevaluasi rencana-rencana yang dilakukan, sehingga Pegawai tidak dapat mengembangkan ide yang dimiliki. Selain itu pimpinan tidak pernah membimbing dan memotivasi pegawai.

Sebagaimana teori yang diungkapkan bahwa pemimpin memberikan tuntunan, memadu dan memberi motivasi kerja tapi pada kenyataannya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut, pemimpin belum sepenuhnya melakukan hal tersebut, hal ini dapat dilihat Dari survey awal yang dilakukan kepada 30 responden terhadap variabel kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut pada penelitian ini diukur melalui 4 indikator kepemimpinan transaksional dan 2 indikator pada komunikasi organisasi.


(14)

Berikut tabel survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 30 responden yaitu para pegawai BAPUPSIDA Kab. Garut:

Tabel 1.1.

Survey Awal Kepemimpinan Transaksional di Bapupsida Kabupaten Garut

No. Pertanyaan

Jawaban

Ya Tidak

1. Apakah setiap kinerja anda selalu dihargai dengan

imbalan sebuah jabatan 9 30% 21 70% 2. Apakah pemimpin anda sudah mampu mengawasi

setiap kegiatan di kantor 8 27% 22 73% Sumber: Data diolah 2016

Berdasarkan tabel survei awal tentang kemampuan manajerial di terdapat masalah faktor-faktor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut bahwa 70% responden menyatakan bahwa setiap kinerja anda tidak selalu dihargai dengan imbalan sebuah jabatan dan 73% responden pemimpin anda sudah mampu mengawasi setiap kegiatan di kantor

Hal ini mengindikasikan bahwa Pegawai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut sebagian besar masih merasa kurang puas dengan gaya kepemimpinan Transaksional yang diterapkan oleh kepala Badan terkait dengan pengaruh Imbalan Kontingen (Contingent Reward), Manajemen eksepsi aktif (active

management by exception) dan Manajemen eksepsi pasif (passive management by


(15)

Berikut tabel survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 30 responden yaitu para pegawai BAPUPSIDA Kab. Garut:

Tabel 1.2.

Survey Awal Komunikasi Organisasi di Bapupsida Kabupaten Garut

No. Pertanyaan

Jawaban

Ya Tidak

1. Apakah komunikasi setiap pegawai selalu berjalan

dengan baik 10 33% 20 67%

2. Apakah komunikasi setiap pegawai sudah berjalan

dengan baik 10 33% 20 67%

Sumber: Data diolah 2016

Berdasarkan tabel survei awal tentang komunikasi organisasi di terdapat masalah faktor-faktor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut bahwa 67% responden menyatakan bahwa komunikasi setiap pegawai tidak selalu berjalan dengan baik dan 67% responden komunikasi setiap pegawai belum berjalan dengan baik

Hal ini mengindikasikan bahwa Pegawai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut sebagian besar masih merasa kurang puas dengan Komunikasi Organisasi yang diterapkan oleh kepala Badan terkait dengan pengaruh Komunikasi Internal dan Komunikasi Eksternalterhadap tiap bawahannya.

Di dalam organisasi pimpinan memiliki cara sendiri dalam mengatasi permasalahan Pegawai tanpa memberikan kebebasan kepada Pegawai untuk mengembangkan ide dan memandang suatu masalah dengan sudut pandang yang berbeda. Responden mengatakan bahwa Pimpinan memiliki banyak kegiatan lain yang lebih penting dan adanya Tim Supervisi dianggap cukup mewakili peran Pimpinan


(16)

dalam hal evaluasi dan mengatasi berbagai kesulitan dan permasalahan yang terjadi pada Pegawai.

Dalam implementasi Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi yang merupakan perilaku pemberian penghargaan dari pimpinan kepada Pegawai atas prestasi yang dilakukan Pegawai. Diketahui terdapat beberapa Pegawai merasa pimpinan tidak mengaplikasikan hal tersebut, karena pemberian penghargaan dilakukan oleh pihak organisasi, namun dalam pemberian penghargaan berupa pujian dan dorongan bagi Pegawai tidak maksimal dalam pemberiannya sehingga Pegawai tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik dan Pegawai hanya bertujuan untuk memenuhi tugas dan tanggung jawabnya saja tanpa mementingkan kecepatan waktu dalam penyelesaian tugas.

Berikut tabel survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 30 responden yaitu para pegawai BAPUPSIDA Kab. Garut:

Tabel 1.3.

Survey Awal Kinerja Pegawai di Bapupsida Kabupaten Garut

No. Pertanyaan

Jawaban

Ya Tidak

1. Apakah ada reward khusus untuk setiap inisiati kerja yg dilakukan pegawai

10 33% 20 67% 2. Apakah pengetahuan pegawai sudah cukup luas

untuk menyelesaikan setiap masalah 11 37% 19 63% 3. Apakah kuantitas kerja yang semakin banyak

membuat pegawai bekerja dengan baik

13 43% 17 57% Sumber: Data diolah 2016

Berdasarkan tabel survei awal tentang kinerja pegawai di terdapat masalah faktor-faktor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut


(17)

bahwa 67% responden menyatakan bahwa tidak diberikan reward khusus untuk setiap

inisiatif kerja yg dilakukan pegawai, 63% responden menyatakan bahwa pengetahuan pegawai tidak cukup luas untuk menyelesaikan setiap masalah dan 53% responden menyatkan bahwa kuantitas kerja yang semakin banyak membuat pegawai tidak bekerja dengan baik

Dilihat dari cukup besarnya persentase responden yang menyatakan setuju terhadap pernyataan, mengindikasikan bahwa Pegawai Di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut sebagian besar merasa kinerja mereka sudah baik terkait dengan kualitas kerja, kuantitas kerja, wawasan, kreatifitas, kerjasama tim, kehandalan, inisiatif, dan kepribadian mereka. Akan tetapi penilaian kinerja terhadap diri sendiri seringkali kurang obyektif.

Data-data tersebut memberikan informasi bahwa kinerja pegawai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut belum optimal karena antara target yang ditetapkan dengan hasil yang dicapai masih berbeda. Capaian yang diraih oleh pegawai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut masih dibawah apa yang seharusnya. Upaya peningkatan kinerja Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan kegiatan pelatihan kerja, peningkatan kompetensi kerja pegawai dan motivasi dari pimpinan agar dapat memberikan suatu rangsangan positif bagi pegawai.


(18)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengambil judul “Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Di Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA ) Kabupaten Garut”

1.2 Identifikasi dan rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Manusia merupakan sumber daya yang paling menentukan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan suatu organisasi. Permasalahan di Organisasi ini terkait dengan adanya indikasi rendahnya gaya Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasiyang ditunjukan oleh tingkat turn over didukung dengan Kinerja Pegawai

yang menurun. Dengan permasalahan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut tersebut di duga faktor gaya Kepemimpinan organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pertanyaan peneliti yang di rumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Gaya kepemimpinan Transaksional di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.


(19)

2. Bagaimana Komunikasi Organisasi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.

3. Bagaimana Kinerja Pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.

4. Bagaimana Gaya kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut. .

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dalam latar belakang maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui gaya Kepemimpinan Transaksional di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.


(20)

2. Untuk mengetahui Komunikasi Organisasi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut

3. Untuk mengetahui Kinerja Pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.

4. Untuk mengetahui Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang besarnya pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi organisasi terhadap kinerja Pegawai, sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi Pegawai dalam mencapai kinerja Pegawai secara optimal.


(21)

b. Bagi seluruh Pegawai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut

Memberi informasi tentang Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi serta kinerja Pegawai agar menjadi gambaran bagi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut dalam menerapkan Gaya Kepemimpinan Transaksionaldan Komunikasi organisasi sehingga diharapkan menghasilkan Kinerja yang tinggi yang dapat menjadi

feedback terhadap Organisasi.

1.4.2 Kegunaan Akademis

a. Bagi pengembangan ilmu bidang sumber daya manusia, dapat memberikan referensi keterkaitan antara gaya kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai.

b. Bagi peneliti lain, dapat menjadi referensi bagi peneliti yang akan mengangkat tema dan permasalahan yang sama.


(22)

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang di ambil sebagai tempat penelitian di Badan Perpustakaan dan arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut. yang berlokasi di jalan Alamat: Jl. RSU kecamatan tarogong kidul telpon.: (0262) 236197 terhitung mulai dari Bulan April 2016 sampai Bulan Agustus 2016

1.5.2 Waktu penelitian

Waktu yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai dengan September 2016. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat rencana jadwal penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai ketahap akhir yaitu pelaporan hasil penelitian. Secara lebih rinci waktu penelitian dapat dilihat pada tabel 1.4. dibawah ini:

Tabel 1.4

Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Uraian Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan

2 Studi

kepustakaan 3 Observasi Awal 4 Pendaftaran

Seminar 5 Seminar UP 6 Pengumpulan

Data 7 Pengolahan

Data


(23)

13 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kepemimpinan Transaksional

2.1.1.1. Pengertian Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai kepemimpinan yang memberikan penjelasan tentang apa yang menjadi tanggung jawab atau tugas bawahan serta imbalan yang dapat mereka harapkan jika standar yang ditentukan tercapai.

Menurut Robbins (2008 : 90) pemimpin transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka.

Gaya kepemimpinan ini, terbuka dalam hal membagikan informasi dan tanggung jawab kepada bawahan. Meskipun keterbukaan ini merupakan komponen yang penting dalam menjalankan suatu organisasi, namun kepemimpinan ini tidak cukup untuk menerangkan usaha tambahan dan motivasi kerja bawahan, apa yang sebetulnya dapat digali seorang pemimpin dari pegawainya.

Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada


(24)

penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya.

Dalam kepemimpinan transaksional pemimpin dan pengikut bertindak sebagai pelaku tawar–menawar dalam suatu proses pertukaran yang melibatkan imbalan dan hukuman. Ide utama pendekatan transaksional adalah adanya satu pertukaran, pemimpin kuantitas kerja yang semakin banyak membuat pegawai bekerja dengan baik menginginkan apa yang dimiliki pengikut dan sebagai balasan pemimpin akan memberikan apa yang diinginkan oleh pengikut.

Dengan demikian, pemimpin transaksional memotivasi bawahan untuk bertindak sesuai dengan yang diharapkan melalui penetapan imbalan dan hukuman. Menurut Burns (1978) dalam (Yukl, 2005 : 304) pada kepemimpinan transaksional, hubungan antara pemimpin dengan bawahan didasarkan pada serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya.

Karakteristik kepemimpinan transaksional adalah contingent reward dan

management by-exception. Pada contingent reward dapat berupa penghargaan dari

pimpinan karena tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberi penghargaan maupun pujian untuk bawahan terhadap upaya-upayanya.

Selain itu, pemimpin bertransaksi dengan bawahan, dengan memfokuskan pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan, menunda keputusan atau menghindari hal-hal


(25)

yang kemungkinan mempengaruhi terjadinya kesalahan. Management by-exception

menekankan fungsi manajemen sebagai kontrol. Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan untuk diadakan koreksi, pimpinan memberikan intervensi pada bawahan apabila standar tidak dipenuhi oleh bawahan.

Praktik management by-exception, pimpinan mendelegasikan tanggungjawab

kepada bawahan dan menindaklanjuti dengan memberikan apakah bawahan dapat diberikan pujian untuk membesarkan hati bawahan dan juga dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi standar.

Hubungan antara pemimpin transaksional dangan bawahan terjadi jika :

1. Mengetahui apa yang diinginkan bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa mereka akan memperoleh apa yang diiginkan apabila motivasi kerja mereka memenuhi harapan.

2. Memberikan / menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan atau janji memperoleh imbalan.

3. Responsif terhadap kepentingan pribadi bawahan selain kepentingan pribadi itu sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh bawahan.

Kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi atau pertukaran yang terjadi antar pemimpin, rekan kerja dan bawahannya. Pertukaran ini didasarkan pada diskusi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan apa yang dibutuhkan dan bagaimana spesifikasi kondisi dan upah / hadiah jika bawahan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.


(26)

Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan transaksional menunjuk pada hal-hal yang dilakukan pemimpin dalam penerapannya. Menurut Burns (dalam Yulk, 2009), suatu gaya kepemimpinan memiliki faktor-faktor yang menunjukkan gaya seorang pemimpin dalam memotivasi bawahannya. Upaya memotivasi bawahan agar menjadi efektif dilakukan dengan mempengaruhi bawahan agar bertindak sesuai dengan waktu dan saling kooperatif untuk mencapai tujuan.

(Gaya kepemimpinan transaksional menurut Mamesah Kusmaningtyas,2009:41) dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa imbalan kontingen (contingent reward),

manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi

pasif (passive management by exception).

Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan transaksional tersebut digunakan pemimpin untuk memotivasi dan mengarahkan bawahan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Bawahan yang berhasil dalam meyelesaikan pekerjaannya dengan baik akan memperoleh imbalan yang sesuai. Sebaliknya bawahan yang gagal dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik akan memperoleh sanksi agar dapat bekerja lebih baik dan meningkatkan mutu kerjanya.


(27)

2.1.1.2 Indikator Kepemimpinan Transaksional

Indikator kepemimpinan transaksional menurut Bass (Mamesah Kusmaningtyas,2009:41) sebagai berikut:

a. Imbalan Kontingen (Contingent Reward)

Faktor ini dimaksudkan bahwa bawahan memperoleh pengarahan dari pemimpin mengenai prosedur pelaksanaan tugas dan target-target yang harus dicapai. Bawaan akan menerima imbalan dari pemimpin sesuai dengan kemampuannya dalam mematuhi prosedur tugas dan keberhasilannya mencapai target-target yang telah ditentukan.

b. Manajemen eksepsi aktif (active management by exception).

Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan pengawasan secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yang dimaksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara langsung. Hal ni bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalkan tingkat kesalahan yang timbul selama proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin transaksional tidak segan mengoreksi dan mengevaluasi langsung kinerja bawahan meskipunproses kerja belum selesai. Tindakan tersebut dimaksud agar bawahan mampu bekeja sesuai dengan standar dan prosedur kerja yang telah ditetapkan.


(28)

c. Manajemen eksepsi pasif (passive management by exception)

Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang dilaksanaka masih berjalan sesuai standar dan prosedur, maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan.

2.1.2. Komunikasi Organisasi

2.1.2.1. Pengertian Komunikasi Organisasi

Vardiansyah, 2010:3, kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya communis adalah communico,

yang artinya berbagi (Stuart, dalam Vardiansyah, 2010 : 3). Menurut Cooley yang dikutif Setiadi, (2008: 239-240):

“Komunikasi berarti mekanisme yang mengadakan hubungan antara manusia dan yang mengembangkan semua lambing dari pikiran, bersama dengan arti yang

menyertainya dan melalui keleluasaan (space) serta menyediakan tepat waktunya”. Dengan kata lain, komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain


(29)

untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah – ubah (Muhammad, 2009 : 67).

Dalam hal ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris, communicate,

berarti :

1. Untuk bertukar pikiran – pikiran, perasaan perasaan, dan informasi. 2. Untuk membuat tahu.

3. Untuk membuat sama.

4. Untuk mempunyai sebuah hubugan yang simpatik.

Sedangkan dalam kata benda (noun), communication, berarti :

1. Pertukaran symbol, pesan – pesan yang sama, dan informasi.

2. Proses pertukaran di antara inividu – individu melaluisistem simbol – simbol yang sama.

3. Seni untuk mengekspresikan gagasan – gagasan; dan 4. ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi.

Sedangkan definisi komunikasi menurut Carl I. Hovland, Janis, an Kelley adalah:

“Communication is the process by which an individual transmits stimuly


(30)

“Dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus Dengan

kata lain, komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka

menganggap komunikasi sebagai suatu proses, bukan sebagai suatu hal”. (Muhammad,

2009 : 2)

2.1.2.2 Unsur - unsur Dasar Komunikasi

Komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau dudukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga di sebut elemen atau komponen komunikasi.

1) Komunikator

Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khlayak atau komunikan. Karena itu komunikator bisa disebut pengirim, sumber, source,

encoder.

Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Oleh karena itu, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi, dan juga kaya ide serta penuh daya kreativitas.


(31)

2) Pesan

Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda.

Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. Untuk membuatnya konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambang komunikasi berupa suara, mimik, gerak – gerik, bahas lisan, dan bahasa tulisan (Cangara, 2009 : 23).

3) Media

Dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2009 : 119), media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antarmanusia, maka media yang paling dominasi dalam berkomunikasi adalah pancaindera manusia seperti mata dan telinga. Pesan – pesan yang diterima selanjutnya oleh pancaindera selanjutnya diproses oleh pikiran manusia untuk mengontrol dan menentikan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan.

Sedangkan dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, media bentuk jamak dari medium medium komunikasi diartikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. Jadi, unsur


(32)

utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media komunikasi. (Vardiansyah, 2010 : 24 - 26)

4) Komunikan

Komunikan atau penerima pesan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.

5) Efek

Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikasn, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu), dan konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu).

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi

Fungsi Komunikasi menurut Mulyana (2010 : 5) adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyarakan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, untuk kelansungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.


(33)

a) Pembentukan konsep diri

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Konsep diri yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang – orang dekat lainnya dekat sekitar kita, termasuk kerabat, mereka itulah yang disebut dengan significan

others.

b) Pernyataan eksistensi diri

Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri.

c) Untuk keberlangsungan hidup

Memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan Komunikasi, dalam konteks apapun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi dilakukan untuk pemenuhan diri, untuk merasa terhibur, nyaman dan tentram dengan diri sendiri dan juga orang lain.


(34)

2. Komunikasi Ekspresif

Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakuakan baik sendirian ataupun dalam kelompok.. komunikasi ekspresif tidak bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan – perasaan (emosi) kita.

3. Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif.

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi istrumenya mempunyai beberapa tujuan umum : menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang bersifat memberitahukan atau menerangkan (to

inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara

menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. (Mulyana, 2010 : 5)


(35)

2.1.2.4. Indikator dalam Komunikasi Organisasi

1. Komunikasi Internal

Komunikasi internal didefinisikan oleh Lawrence D. brennan sebagai :

Interchange of ideas among the administrators and its particular structure (organization) and interchange of ideas horizontally and vertically within the firm

which gets work done (operation and management)". Pertukaran gagasan diantara para

administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan atau jawatan yang menyebabkan terwujudnya perusahaan atau jawatan tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal di dalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dalam manajemen) (Muhammad, 2009 : 68). Untuk memperoleh kejelasan, komunikasi internal dapat dibagi menjadi dua dimensi dan dua jenis, yaitu :

1) Dimensi komunikasi internal

Dimensi komunikasi internal terdiri dari komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.

a. Komunikasi vertikal

Komunikasi vertikal, yakni komunikasi dari atas ke bawah (downward

communications) dan dari bawah ke atas (upward communication), adalah

komunikasi dari pimpinan kepada bawahan, dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbal balik (two way traffic communication).


(36)

b. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan sesama karyawan, dan sebagainya.

2) Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada instansi – instansi pemerintah seperti departemen, direktorat, jawatan, dan pada perusahaan – perusahaan besar, disebabkan oleh luasnya ruang lingkup, komunikasi lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat (public relations officer) daripada oleh pimpina sendiri. Yang dilakukan

oleh pimpinan sendiri adalah terbatas pada hal – hal yang dianggap sangat penting, yang tidak bias diwakilkan kepada orang lain, umapamanya perundingan (negotiation) menyangkut kebijakan organisasi. Yang lainnya dilakukan oleh kepala

humas (PR) yang dalam kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan.

Komunikasi eksternal terdapat dua jalur secara timbal balik, yakni komunikasi dari organisasi kepada khalayak dan dari khalayak kepada organisasi.

a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak

Komunikasi dari organisasi kepada khalayak, pada umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidak – tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini


(37)

sangat penting dalam usaha memecahkan suatu masalah jika terjadi tanpa diduga.

Komunikasi dari organisasi kepada khalayak dapat melalui berbagai bentuk seperti : Majalah organisasi, Press release, Artikel surat kabar atau majalah,

Brosur, Leaflet, Poster, Konferensi pers.

b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi

Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek ari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi. Jika informasi yang disebarkn kepada khalayak itu menimbulkan efek yang sifatnya kontroversial (menyebabkan adanya yang pro dan kontra di kalangan khalayak), maka ini disebut opini publik (public opinion). (Effendy

dalam Rusnandi, 2012).

2.1.3 Kinerja Pegawai

2.1.3.1. Pengertian Kinerja Pegawai

Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)

karyawan, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawannya dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan mengacu pada prestasi seseorang yang diukur berdasarkan standar dan kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan. Pengelolaan untuk mencapai kinerja sumber


(38)

daya manusia tinggi dimaksudkan guna meningkatkan perusahaan secara keseluruhan

(Fuad Mas’ud, 2004). Sedangkan pengertian kinerja karyawan menurut ahli yaitu

sebagai berikut;

Menurut Fuad Mas’ud (2004), menjelaskan kinerja adalah hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu.

Menurut Mangkunegara (2000: 67), menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Hasibuan (2007:94) mengemukakan bahwa kinerja pegawai merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Menurut Fahmi (2011:2) Kinerja pegawai adalah hasil yang diperoleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang

dihasilkan selama satu periode waktu.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, kinerja karyawan dapat disimpulkan sebagai otuput atau hasil kerja karyawan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi.


(39)

2.1.3.2. Penilaian Kinerja

Dalam suatu organisasi penilaian kinerja merupakan mekanisme pentingbagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan, dan standar kinerja, serta memotivasi kinerja individu secara berkelanjutan (Simamora, 2006). Untuk mengetahui baik atau buruk kinerja seorang pegawai maka perlu dilakukan penilaian kinerja, yang pada dasarnya penilaian kinerja merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi mengawasi pelaksanaan kerja individu pegawai (Simamora, 2006). Menurut Dessler (2006) ada lima faktor dalam penilaian kinerja: kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, supervisi yang diperlukan, kehadiran, konservasi.

Dalam melakukan penilaian kinerja pegawai diperlukan langkah-langkah, berikut langkah-langkah penilaian kinerja (Dessler, 2006):

1. Mendefinisikan pekerjaan, yang berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan.

2. Menilai kinerja, berarti membandingkan kinerja aktual bawahan denganstandar yang telah ditetapkan dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian.

3. Sesi umpan balik, berarti kinerja dan kemajuan bawahan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.


(40)

2.1.3.3 Jenis-jenis Penilaian Kinerja

Jenis-jenis penilaian kinerja menurut Veithzal Rivai (2008:323):

a. Penilaian hanya oleh atasan, dapat dilakukan secara cepat dan langsung, dapat mengarah kedistorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.

b. Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai. Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasan sendiri dan individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.

c. Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta suatu atau lebih individu untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir seperti penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar.

d. Penilaian melalui keputusan komite: sama seperti pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir; hasilnya didasarkan pada plilihan mayoritas misalnya memperluas pertimbangan yang ekstrim dan memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab

e. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti pada kelompok staf, namun melibatkan wakil dari pinjaman wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independent misalnya membawa satu pikiran yang tetap kedalam suatu penilaian lintas sektor yang besar.


(41)

f. Penilaian oleh bawahan dan sejawat, mungkin terlalu subjektif dan mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain.

2.1.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan dilakukannya penilaian kinerja karyawan menutut Veithzal rivai (2008:312-313) adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat karyawan selama ini.

2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikaan gaji istimewa, insentif uang.

3. Mendorong pertanggung jawaban dari karyawan.

4. Untuk pembeda karyawan yang satu dengan yang lain.

5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi kedalam :

6. Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan.

a) Promosi, kenaikan jabatan.

b) Training atau latihan.

7. Meningkatkan motivasi kerja.


(42)

9. Memperkuat hubungan antar karyawan dengan supervisor melalui diskusi

tentang kemajuan kerja mereka.

10.Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karir selanjutnya.

11.Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan efektivitas.

12.Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karir dan keputusan perencanaan seleksi.

13.Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

14.Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan gaji, upah, insentif, kompensasi dan imbalan lainnya.

15.Sebagaai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.

16.Sebagai alat untuk menjaga tingkat kerja.

17.Sebagaai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif dalaam memperbaiki.

18.Untuk mengetahui efektifitas kebijakan SDM seperti seleksi, rekruitment, pelatihan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling bergantungan diantara fungsi-fungsi SDM.


(43)

19.Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi lebih baik.

20.Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.

21.Memutus hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.

2.1.3.5. Faktor-faktor Kinerja

Menurut Gibson dalam Syaiin (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

a) Faktor Individu

Kemampuan ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

b) Faktor Psikologis

Persepsi, peran, sikap, kepribadian, komitmen, motivasi, budaya dan kepuasan kerja.

c) Faktor Organisasi


(44)

2.1.3.5. Indikator Kinerja Pegawai

Bernadine (dalam Mas’ud, 2004) mengungkapkan beberapa indikator yang perlu mendapat perhatian sebagai indikator dalam pengukuran kinerja, antara lain :

1. Kualitas 2. Kuantitas

3. Ketepatan waktu 4. Efektifitas 5. Kemandirian

2.1.4. Hasil Penelian Terdahulu

Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini, dapat di sajikan daftar penelitian terdahulu dan teori yang sudah dijabarkan atau dikemukakan sehingga dapat membedakan keorisinalitasan penelitian ini:

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Hasil dan

Kesimpulan Persamaan Perbedaan 1 Maulizar, said

muklis dan mukhlis yunus (2012) Jurnal Manajemen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala ISSN 2302-0199 pp. 58- 65

Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional terhadap kinerja karyawan Bank Syariah mandiri cabang Banda Peran kepemimpinan transaksional dan transformasional sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan di Bank Syariah mandiri cabang Band Penggunaan variabel kepemimpinan transaksional sebagai variabel independen dan variabel kinerja sebagai variabel dependen Penggunaan variabel kepemimpinan transformasional sebagai variabel independen sedangkan peneliti menggunakan variabel komunikasi organisasi sebagai variabel


(45)

independen 2 Arif Sehfudin

(2011) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Pengaruh gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan Penggunaan variabel komunikasi organisasi sebagai variabel independen dan variabel kinerja sebagai variabel dependen Penggunaan variabel motivasi sebagai variabel independen sedangkan peneliti menggunakan variabel kepemimpinan transaksional sebagai variabel independen 3 Franky Ramli

Mokodompit (2013) Jurnal Acta Diurna Pengaruh komunikasi organisasi terhadap efektivitas kinerja pada PT.Radio Memora Anoa Indah Komunikasi organisasi berpengaruh terhadap efektivitas kinerja Penggunaan variabel komunikasi organisasi sebagai variabel independen Penggunaan variabel efektivitas kinerja sebagai variable dependen sedangkan peneliti menggunakan variabel kinerja sebagai variabel dependen 4 Lila Tintami

dan Dr. Ari prhadanawati, M.Si (2012) DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL AND POLITIC Hal. 1-8 Pengaruh Budaya organisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Djarum Kudus Gaya kepemimpinan transformasioal berpengaruh positif terhadap kinerja dan menjadi motivator untuk bekerja lebih baik lagi Penggunaan variabel kinerja sebagai variabel dependen Penggunaan variabel budaya organisasi dan kepemimpinan transformasional sebagai variabel independen sedangkan peneliti menggunakan variabel kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi sebagai variabel independen 5 Nurmadhani

Fitri Suyuthi (2012) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan PT. Telkom Makasar Kepemimpinan transformasional dan Kepemimpinan transaksional memberikan kontribusi kepada peningkatan kinerja Penggunaan variabel kepemimpinan transaksional sebagai variabel independen dan variabel kinerja sebagai Penggunaan variabel kepemimpinan transformasional sebagai variabel independen sedangkan peneliti menggunakan variabel


(46)

karyawan. variabel dependen komunikasi organisasi sebagai variabel independen 6 Andi Wijayato

(2013) DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL AND POLITIC Hal. 1-10 Kepemimpinan Transaksional dan Budaya organisassi terhadap kinerja karyawan PT. Pura Nusa persada Variabe kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh terhadap variabel kinerja, nilai koefisiensi determinasinya sebesar 34% hal ini berarti 34% variabel kinerja Karyawan dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan transaksional. Penggunaan variabel kepemimpinan transaksional sebagai variabel independen dan variabel kinerja sebagai variabel dependen Penggunaan variabel budaya organisasi dan kepemimpinan transformasional sebagai variabel independen sedangkan peneliti menggunakan variabel kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi sebagai variabel independen

7 Marline merke (2013) JURNAL AKUNTANSI, MANAJEMEN BISNIS ISSN 1829 – 9857 DAN SEKTOR PUBLIK (JAMBSP) Pengaruh gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap kepuasan dan terhadap kinerja karyawan Tidak adanya pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional hal ini dikarenakan masa kerja karyawan yang bervariasi di antara karyawan. Penggunaan variabel kepemimpinan transaksional sebagai variabel independen dan variabel kinerja sebagai variabel dependen Penggunaan variabel kepemimpinan transformasional sebagai variabel independen sedangkan peneliti menggunakan variabel komunikasi organisasi sebagai variabel independen

2.2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep awal yang menjadi acuan dalam sebuah penelitian. Kerangka pemikiran teoritis memiliki dasar – dasar dari sumber penelitian terdahulu yang relevan dan mendukung pelaksanaan sebuah penelitian yang


(47)

ingin dilakukan. Dalam konteks yang lebih sederhana, kerangka pemikiran teoritis menjadi gambaran sebuah penelitian yang ditunjukan oleh variabel – variabel yang saling berhubungan satu sama lain dan landasan sebuah penelitian. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pengaruh variabel independen, yaitu gaya Kepemimpinan Transaksional (X1) dan Komunikasi Organisasi (X2) terhadap variabel dependen, yaitu Kinerja Pegawai (Y2).

\

Gambar 2.1 Skema Paradigma

Komunikasi Organisasi

(X1) 1. Komunikasi Internal 2. Komunikasi Eksternal

Lawrence D (Muhammad, 2009 : 68) Gaya Kepemimpinan

Transaksional (X2)

1. Imbalan Kontingen (Contingent Reward)

2. Manajemen eksepsi aktif (active management by exception) 3. Manajemen eksepsi pasif

(passive management by exception)

Bass (Mamesah

Kusmaningtyas,2009:41) Kinerja Pegawai (Y)

1. Kualitas 2. Kuantitas

3. Ketepatan waktu 4. Efektifitas 5. Kemandirian


(48)

2.2.1. Pengaruh Kepemimpinan Transaksional Terhadap Kinerja Pegawai

Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Menurut Bycio et al. (1995) serta Koh et al. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Kepemimpinan transaksional adalah hipotesis terjadi ketika ada pertukaran sederhana dari satu hal yang lain. Burns (1978) berpendapat bahwa kepemimpinan transaksional terjadi "ketika salah satu orang mengambil inisiatif dalam melakukan kontak dengan orang lain untuk tujuan pertukaran dihargai sesuatu ". Untuk mencapai tujuan independen (Barker, 1990; Kirby, Surga dan King, 1992). Kepemimpinan transaksional akan ditemui apabila kuasa memainkan peranan penting. Kepemimpinan transaksional jika dilihat dari sudut yang positif mempunyai networking

dan jika dilihat dari sudut yang negatif, ia menyalahgunakan kedudukan. Ia senantiasa dikaitkan dengan kuasa kedudukan, status dan pengaruh yang datang dari kedudukan seseorang dalam hierarki (Schuster, 1994) dalam Jazmi 2009.

Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa gaya kepemimpinan transaksional pengaruhnya dalam kinerja pegawai adalah signifikan. Burns (1978) menyarankan kepemimpinan transaksional memotivasikan pengikut dengan membalas ganjaran untuk perkhidmatan mereka. Kepemimpinan jenis ini memfokus kepada motif luaran dan asas, serta keperluan (Sergiovanni, 1995). Dari uraian tersebut diajukan hipotesis sebagai


(49)

berikut: Gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai.

2.2.2. Pengaruh Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai

Komunikasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Komunikasi dapat mempengaruhi kinerja karyawan melalui supervisi yang baik dimana supervisor berkomunikasi dengan karyawan.

(Menurut Luthans dalam Aftoni Sutanto (2010:124) James G. Robbins dan Barbara S. Jones, dalam bukunya Effective for today manajer (dalam Arif

Sehfudin,2011), bahwa: “Komunikasi adalah suatu tingkah laku, perbuatan, atau

kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna dan Pace & Faules (dalam Arif Sehfudin,2011) mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi karyawan yang lebih baik pula. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa komunikasi yang baik akan membuat karyawan menjadi karyawan yang baik pula, artinya bahwa karyawan ini dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.


(50)

2.2.3 Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai

Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional membantu karyawannya dalam meningkatkan kinerja karyawannya untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui komunikasi yang tepat, yaitu seorang pemimpin mengenali apa yang harus disampaikan kepada bawahan untuk melaksanakan dan mencapai hasil yang sudah direncanakan setelah itu pemimpin mengklarifikasikan peran bawahannya kemudian bawahan akan merasa percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan perannya. Pace & Faules (dalam Arif Sehfudin, 2011) mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi karyawan yang lebih baik pula. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa komunikasi yang baik akan membuat karyawan menjadi karyawan yang baik pula, artinya bahwa karyawan ini dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja juga dijelaskan oleh Thomas (dalam Arif Sehfudin, 2011) yang mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional sebagai suatu gaya kepemimpinan yang mendapatkan motivasi para bawahannya dengan menyerukan ketertarikan mereka sendiri perilaku kepemimpinan terfokus pada hasil dari tugas dan hubungan dari pekerja yang baik dalam pertukaran untuk penghargaan yang diinginkan. Kepemimpinan transaksional mendorong pemimpin untuk menyesuaikan gaya dan perilaku mereka untuk memahami harapan bawahan.


(51)

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011:64) menjelaskan tentang hipotesis sebagai berikut :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik”.

Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

Sub Hipotesis:

1 : Variabel kepemimpinan transaksional berpengaruh terhadap kinerja pegawai BAPUPSIDA Kabupaten Garut

2 : Variabel komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai BAPUPSIDA Kabupaten Garut

Hipotesis Utama:

Terdapat pengaruh kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai BAPUPSIDA Kabupaten Garut


(52)

42

3.1 Objek Penelitian

Pengertian dari objek penelitian menurut Sugiyono (2011:32) adalah sebagai berikut :

“Objek penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek

atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari

dan ditarik kesimpulan”

Adapun pengertian objek penelitian menurut Umar Husein (2005:303) adalah sebagai berikut :

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek

penelitian, juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”.

Sesuai dengan pengertian diatas bahwa pengertian objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi sasaran dalam penelitian ilmiah. Objek dalam Penelitian ini adalah Kepemimpinan Transformasional, Komunikasi Organisasi dan Kinerja pegawai. Penelitian ini dilakukan pada Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA ) Kabupaten Garut dengan memilih responden penelitian adalah para para pegawai yang ada di Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA ) Kabupaten Garut.


(53)

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.

Metode penelitan menurut Sugiyono (2009:4) adalah sebagai berikut :

“Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”.

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2011:147) adalah sebagai berikut:

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi”.

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah satu sampai lima. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data dapat dikumpulkan, dianalisis,


(54)

dan ditarik kesimpulan dengan teori-teori yang telah dipelajari, untuk kemudian ditarik kesimpulan.

Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut Mashuri (2008) dalam Narimawati Umi (2010:29) adalah sebagai berikut:

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk

menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan” Metode verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu Regresi Berganda.

3.2.1 Desain Penelitian

Sebelum melakukan penelitian sangatlah perlu kita melakukan suatu perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan sistematis. Desain penelitian menurut Narimawati Umi (2008:21) adalah sebagai berikut:

“Desain Penelitian adalah Suatu Rencana Struktur, dan Strategi untuk menjawab permasalahan, yang mengoptimasi validitas”.

Desain penelitian menurut Indrianto Nur dan Supomo Bambang (2002:249) adalah sebagai berikut :

“Desain Penelitian adalah rancangan utama penelitian yang menyatakan metode-metode dan prosedur-prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam pemiliha,

pengumpulan, dan analisis data.”

Dari uraian di atas tersebut maka dapat dikatakan bahwa desain penelitian merupakan rancangan utama penelitian yang menyatakan metode-metode dan


(55)

prosedur-prosedur yang digunakan oleh penulis dalam pemilihan, pengumpulan, dan analisis data.

Menurut Sugiyono (2009:13) penjelaskan proses penelitian disampaikan seperti teori sebagai berikut :

Proses penelitian meliputi : 1) Sumber masalah 2) Rumusan masalah

3) Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan 4) Pengajuan hipotesis

5) Metode penelitian

6) Menyusun instrument penelitian

7) Kesimpulan.

Berdasarkan penjelasan proses penelitian diatas maka proses penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sumber Masalah

Peneliti melakukan survey awal untuk menentukan fenomena yang terjadi untuk

dijadikan sebagai dasar penelitian.

2) Rumusan Masalah

Penelitian ini merumuskan masalahnya sebagai berikut :

a. Bagaimana tanggapan responden tentang kepemimpinan Transaksional Badan Perpustakaan dan arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.


(56)

b. Bagaimana tanggapan responden tentang Komunikasi Organisasi Badan Perpustakaan dan arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.

c. Bagaimana tanggapan responden tentang kinerja pegawai Badan Perpustakaan dan arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut.

d Seberapa besar kepemimpinan Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja pegawai UKM Badan Perpustakaan dan arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut..

3) Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab hipotesis penelitian ini yang terdapat dalam rumusan masalah maka diperlukan sumber data teoritis yang relevan atau dalam penelitian sebelumnya dengan tema yang sama untuk digunakan dalam menjawab pertanyaan sementara.

4) Pengajuan Hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (factual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat

dalam penelitian ini adalah Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai.

5) Metodologi Penelitian

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode penelitian yang sesuai, pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode


(57)

survey dengan teknik analisis data menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif.

6) Menyusun Instrument Penelitian

Instrument ini digunakan sebagai alat pengumpul data. instrument pada

penelitian ini berbentuk data yang didapatkan dari data yang diterima dari Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA ) Kabupaten Garut yang termasuk kedalam penelitian. Teknik yang digunakan untuk menggunakan data-data kualitatif yang diperoleh menjadi urutan data-data kuantitatif adalah dengan menggunakan Skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. 7) Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat digambarkan desain dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:


(58)

Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelititan Metode yang

Digunakan Unit Analisis

Time Horizon

T-1 Descriptive Descriptive

Survey Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Cross Sectional

T-2 Descriptive Descriptive

Survey Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Cross Sectional

T-3 Descriptive Descriptive

Survey Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Cross Sectional

T-4 Verificative Explanatory

Survey Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Cross Sectional

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Menurut Umi Narimawati (2008) pengertian operasional variabel adalah sebagai berikut:

“Operasionalisasi variabel adalah proses penguraian variabel penelitian ke dalam sub variabel, dimensi, indikator sub variabel, dan pengukuran. Adapun syarat penguraian operasionalisasi dilakukan bila dasar konsep dan indikator masing-masing variabel sudah jelas, apabila belum jelas secara konseptual maka perlu

dilakukan analisis faktor”.

Menurut Sekaran (2007: 178) dalam Umi Narimawati (2008:30), operasionalisasi variabel adalah sebagai berikut:

Operationalizing or operationally defining a concept to render it measurable, is done by looking at the behavioral dimensions, facets or properties denoted by


(59)

Sesuai dengan judul penelitian yang diungkapkan oleh penulis yaitu Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja pegawai, maka variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Variabel Independen (X1) dan (X2)

Variebel independen yaitu variabel bebas yang biasa juga mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini kepemimpinan Transaksional (X1) dan Komunikasi Organisasi (X2).

Kepemimpinan Kepemimpinan Transaksional dan Komunikasi Organisasi, data-data diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner kepada pegawai Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA ) Kabupaten Garut

2) Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel terkait yang dipengaruhi atau mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen yaitu Kinerja pegawai.

Agar lebih jelas indikator tersebut dapat dituangkan dalam tabel operasional di bawah ini


(60)

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Indikator Ukuran Skala

Kepemimpin an

transaksional (X1)

Gaya kepemimpinan transaksional

dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa imbalan kontingen (contingent reward), manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exception)

Bass (Mamesah Kusmaningtyas,2009: 41) 1. Imbalan Kontingen 2. Manajemen eksepsi aktif 3. Manajemen eksepsi pasif

1. Tingkat pengarahan

1. Tingkat pengawasan langsung

1. Tingkat peringatan

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Komunikasi Organisasi (X2)

Pertukaran gagasan diantara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan atau jawatan yang menyebabkan terwujudnya

perusahaan atau jawatan tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal di dalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan

berlangsung (operasi dalam manajemen) (Muhammad, 2009 : 68).

1. Komunikasi Internal

2. Komunikasi Eksternal

1.Tingkat Komunikasi antar jabatan

2.Tingkat Komunikasi atasan dan bawahan 1. Tingkat Komunikasi dengan pers

2. Tingkat Komunikasi dengan masyarakat

Ordinal

Ordinal

Kinerja pegawai (Y)

Penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi mengawasi pelaksanaan kerja individu pegawai

1. Kualitas 1. Tingkat hasil pekerjaan yang di capai


(61)

Simamora, 2006 2. Kuantitas 3. Ketepatan waktu 4. Efektifitas 5. Kemandirian

1. Tingkat banyaknya pekerjaan

1. Tingkat target yang dicapai

1. Tingkat kecepatan pekerjaan

1. Tingkat kemampuan karyawan

Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal .

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data

3.2.3.1 Sumber Data

Sumber data ada dua yaitu data primer dan sekunder. Umar Husein (2005:41) menyatakan bahwa:

“Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Sedangkan data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk table-tabel atau diagram-diagram”.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dimana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara langsung, dengan mengadakan penelitian dan kuesioner. Data sekunder yaitu data yang diperoleh setelah diolah oleh pihak lain. Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini adalah pegawai Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut. Sedangkan data sekunder diperoleh


(62)

dari data pegawai yang terdapat di Badan perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

Untuk menunjang hasil penelitian, maka peneliti melakukan pengelompokan data yang diperlukan kedalam dua golongan, yaitu:

1) Populasi

Pengertian populasi menurut Umi Narimawati (2008:72), adalah:

“Populasi adalah objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu sesuai informasi yang ditetapkan oleh peneliti, sebagai unit analisis penelitian”.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah sehingga populasi untuk penelitian ini adalah 30 pegawai

2) Sampel

Pengertian sampel menurut Umi Narimawati (2008:77), adalah:

“Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih untuk menjadi unit

pengamatan dalam penelitian”.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 responden dari jumlah populasi yang berjumlah 30 pegawai.

Menurut Sugiyono (2013:122-123) sampel jenuh adalah sebagai berikut:

“Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi


(63)

kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus,

dimana semua anggota populasi dijadikan sampel”.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan daya yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Lapangan (Field Research), yang dilakukan dengan cara mengadakan

peninjauan langsung pada instansi yang menjadi objek untuk mendapatkan data primer dan sekunder (data yang diambil langsung dari pihak-pihak terkait).

Data primer ini didapatkan melalui teknik-teknik sebagai berikut:

1) Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu untuk memperoleh data dengan cara

membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan penelitian.

2) Studi Lapangan (Field Research) yaitu dengan mencari dan memperoleh data

dari perusahaan yang penulis teliti dengan cara :

a) Observasi, yaitu melakukan pengamatan dan mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan penelitian secara langsung dilapangan.

b) Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab pihak-pihak yang mempunyai kaitan langsung dengan objek yang diteliti.


(1)

merangkul bawahannya. Dapat diketahui Skor Total 145/300 = 48,3% yang menunjukkan tingkat komunikasi internal pada indikator komunikasi organisasi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat kurang baik.

b) komunikasi eksternal Berdasarkan item pertanyaan “Komunikasi antara pimpinan dengan media cetak sudah berjalan dengan baik”, dapat diketahui bahwa 0% menjawab sangat setuju, 3,3% menjawab setuju, 33,3% menjawab ragu-ragu, 63,4% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan keterbatasan seorang pemimpin untuk memberikan semua informasi kepada media sesuai dengan aturan instansi. Sedangkan pada item pertanyaan “Komunikasi antara pegawai dengan masyarakat sudah berjalan dengan baik”, dapat diketahui bahwa 0% menjawab sangat setuju, 10% menjawab setuju, 43,3% menjawab ragu-ragu, 43,7% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan pegawai harus mampu membatasi komunikasi tersebut agar masyarakat yang akan menggunakan fasilitas yang ada bisa lebih teratur. Dapat diketahui Skor Total 151/300 = 50,3% yang menunjukkan tingkat komunikasi eksternal pada indikator komunikasi organisasi di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat kurang baik.

c) Secara umum semua ukuran masuk dalam kategori kurang baik, maka dari itu secara keseluruhan komunikasi organisasi harus dilakukan evaluasi secara mendetail agar lebih bisa diterapkan di instansi.


(2)

3. Dari 5 indikator kinerja, yaitu kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas dan kemandirian.

a) Kualitas, Berdasarkan item pertanyaan mengenai “Saya selalu melakukan pekerjaan saya dengan sebaik baiknya”, dapat diketahui bahwa 0% menjawab sangat setuju, 3,3% menjawab setuju, 30% menjawab ragu-ragu, 66,7% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan pegawai menilai kesejahteraan yang dipenuhi belum tercapai sehingga pegawai tidak sepenuhnya bekerja dengan baik – baik. Dapat diketahui Skor Total 71/150 = 47,3% yang menunjukkan tingkat kualitas dalam kinerja pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat kurang baik.

b) Kuantitas, Berdasarkan item pertanyaan “Banyaknya pekerjaan menjadi masalah buat saya”, dapat diketahui bahwa 0% menjawab sangat setuju, 3,3% menjawab setuju, 40% menjawab ragu-ragu, 56,7% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan banyak atau tidaknya pekerjaan sudah menjadi tanggung jawab seorang pegawai dalam menyelesaikan tugasnya tersebut. Dapat diketahui Skor Total 74/150 = 49,3% yang menunjukkan tingkat kuantitas dalam kinerja pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat kurang baik.


(3)

c) Ketepatan waktu, Berdasarkan item pertanyaan “Saya selalu mampu melakukan pekerjaan dengan sesuai target yang ditentukan”, dapat diketahui bahwa 0% menjawab sangat setuju, 10% menjawab setuju, 23,3% menjawab ragu-ragu, 66,7% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan semua pekerjaan terkadang agar terganggu oleh berbagai hal sehingga menyebabkan target pekerjaan tidak sesuai dengan yang ditentukan. Dapat diketahui Skor Total 73/150 = 48,7% yang menunjukkan tingkat ketepatan waktu dalam kinerja pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat kurang baik.

d) Efektivitas, Berdasarkan item pertanyaan “Setiap Pekerjaan bisa saya lakukan secara efektif”, dapat diketahui bahwa 0% menjawab sangat setuju, 3,3% menjawab setuju, 50% menjawab ragu-ragu, 46,7% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan semua pekerjaan tidak bisa dilakukan secara efektif karena sulitnya pekerjaan tersebut untuk dilakukan. Dapat diketahui Skor Total 78/150 = 52% yang menunjukkan tingkat efektivitas dalam kinerja pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat kurang baik.

e) Kemandirian, Berdasarkan item pertanyaan “Saya mampu melakukan pekerjaan dengan sendiri” dapat diketahui bahwa 3,3% menjawab sangat setuju, 0% menjawab setuju, 53,4% menjawab ragu-ragu, 43,3% tidak setuju dan 0% sangat tidak setuju. Hal itu dikarenakan kemampuan seorang


(4)

pegawai cukup terbatas dalam melaksanakan aktivitas kerjanya oleh karena itu pegawai pasti membutuhkan bantuan dari pegawai lainnya untuk menyelesaikan hal tersebut. Dapat diketahui Skor Total 79/150 = 52,7% yang menunjukkan tingkat kemandirian dalam kinerja pegawai di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPUSIPDA) Kabupaten Garut berada pada tingkat cukup baik.

f) Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa total skor dengan persentase pada variabel Kinerja pegawai didapatkan hasil sebesar 49,8%, hasil skor tersebut berada pada kategori kurang baik, sementara indikator yang memiliki persentase tertinggi adalah gaji dan pekerjaan itu sendiri yaitu sebesar 51% berada pada kategori kurang baik sedangkan yang memiliki persentase terendah adalah promosi sebesar 47,4% berada pada kurang baik. 4. Secara parsial dan simultan penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara

kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi terhadap kinerja, hal ini ditunjukkan dengan pengujian hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi terhadap kinerja di Bapupsipda Kabupaten Garut.

5.2 Saran

Setelah penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian tentang kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi terhadap kinerja di Bapupsipda


(5)

Kabupaten Garut, maka penulis akan memberikan beberapa saran yang dapat digunakan oleh:

1. Penerapan kepemimpinan transaksional masih berjalan kurang baik di Bapupsipda Kabupaten Garut, namun adapun hal yang disarankan adalah dimana kurangnya pimpinan memberikan imbalan yang sesuai dengan apa yang karyawan telah kerjakan serta mengganti usaha-usaha yang telah dilakukan karyawan, dimana dengan memberikan imbalan yang di inginkan bawahan serta mengganti usaha-usaha yang telah karyawan berikan dengan imbalan yang sesuai dengan yang di harapkan karyawan maka dengan begitu karyawan memiliki semangat yang lebih untuk bekerja,karena sikap kepemimpinan ini membuat para karyawan mempunyai rasa nyaman terhadap pekerjaannya dan lingkungan kerjanya. Dengan gaya kepemimpinan ini karyawan memiliki rasa semangat bekerja untuk mencapai target yang ditentukan oleh kantor. Hal ini dapat mendorong kinerja yang maksimal. 2. Komunikasi organisasi di Bapupsipda Kabupaten Garut masih berjalan kurang

baik. Oleh karena itu instansi harus lebih bisa lebih menerapkan kepada karyawannya untuk saling berkomunikasi satu sama lain baik itu sesama divisi ataupun lintas bagian agar terdorong suatu kerjasama yang solid.

3. Kinerja Bapupsipda Kabupaten garut masih berjalan kurang baik. Namun terdapat hal yang disarankan kepada pihak instansi adalah pemimpin harus lebih memperhatikan kinerja karyawan terutama dari semangat kerja karyawan dalam mengerjakan pekerjaan, agar semua pekerjaan masing – masing


(6)

karyawan dapat berjalan sesuai aturan dan tidak terjadi penyimpangan. Pemimpin juga harus dapat melakukan pendekatan baik secara pribadi atau keseluruhan kepada karyawan agar pemimpin mengetahui bagaimana keinginan dari karyawan. Jika hubungan antara pemimpin dan karyawan sangat baik maka kinerja karyawan juga akan meningkat..

4. Pengaruh antara kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi terhadap kinerja di Bapupsipda Kabupaten Garut bisa dibilang baik, pada kondisi ini seharusnya bisa dimanfaatkan instansi untuk lebih mampu menerapkan kepemimpinan transaksional dan komunikasi organisasi yang baik pada instansi tersebut agar terciptanya kinerja yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan oleh pribadi ataupun instansi.