Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan dinamis dapat diaplikasikan
pada bored pile. Dengan pengertian lain pengujian daya dukung dengan menggunakan beban
dinamikdengan sebuah sistem komputerisasi yang dilengkapi dengan strain transducer
dan accelerator untuk menentukan gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik,pada saat pondasi tiang yang diuji dipikul dengan hammer. Untuk melakukan
tes ini diperlukan tumbukan beban dinamik pada tiang. Pada tiang pancang, biasanya tes PDA dilakukan dengan menggunakan hammer pancang yang ada.
Sedangkan pada bored pile, perlu menggunakan hammer manual untuk memberikan tumbukan pada tiang. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan gelombang,
pembacaan gaya dan kecepatan gelombang itu lah yang menjadi dasar untuk menghitung daya dukung pondasi.Hasil dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh
menggunakan Case Pile Wave Analysis Program CAPWAP.
Secara umum, pengujian PDA dilakukan setelah tiang memilki kekuatan kapasistas daya dukung yang cukup untuk menahan pukulan hammer. Cara lain yang dapat
dilakukan dengan menggunakan bantalan cushion atau merendahkan tinggi jatuh hammer dan menggunakan hammer yang lebih berat .
Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara lain :
1. PDA-Model PAX
2.
Empat 4 strain transducer dengan kabel
Universitas Sumatera Utara
3.
Empat 4 accelerometer dengan kabel
4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan
keamanan.
Gambar 2.14 PDA instrumen dan aksesoris pendukung Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian adalah sebagai
berikut : a.
Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata. b.
Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang. c.
Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang saling berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala tiang. Keempat
pasang sensor tersebut dipasang vertikal atau sejajar as tiang. d.
Periksa hubungan antara seluruh instrumen dengan PDA. e.
Lakukan Kalibrasi strain transducer dan accelerometer.
Universitas Sumatera Utara
f. Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrument lain sebagai data
masukan input PDA model PAX. g.
Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh
sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik
Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan pemukulan hammer seberat 7,5 ton dengan tinggi jatuh 1,5 m untuk mendapatkan
energi yang cukup dan tegangan yang terjadi pada kepala tiang tidak menyebabkan kerusakan tiang. Selama pemukulan hammer, variabel-variabel yang diperoleh dari
pengujian dimonitor dan dievaluasi.
2.9 Kapasitas Daya Dukung Lateral Bored Pile
Gaya tahanan maksimum dari beban lateral yang bekerja pada tiang tunggal adalah suatu persoalan yang kompleks, karena merupakan permasalahan interaksi
antara elemen bangunan agak kaku dengan tanah, yang mana dapat diperlakukan berdeformasi sebagai elastis ataupun plastis.
Tiang vertikal yang menanggung beban lateral akan menahan beban ini dengan memobilisasi tahanan tanah pasif yang mengelilinginya. Pendistribusian tegangan
tanah pasif akibat beban lateral akan memmpengaruhi kekakuan tiang, kekauan tanah da kondisi ujung tiang. Secara umum tiang yang menerima beban lateral dapat dibagi
dalam dua bagian besar, yaitu tiang pendek rigid pile dan tiang panjang elastic pile. Berdasarkan kondisi ujung atas dikenal istilah free head dan
fixed head . Jika kepala tiang dapat berinteraksi dan berotasi akibat beban geser
danatau momen maka tiang tersebut dikatakan berkepala bebas free head
Universitas Sumatera Utara
sedangkan jika kepala tiang hanya bertranslasi maka disebut dengan kepala jepit fixed head. Menurut McNulty 1956, tiang yang disebut berkepala jepit fixed head
adalah tiang yang yang ujung atasnya terjepit dalam pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan tiang berkepala bebas free head adalah tiang yang tidak terjepit
ke dalam pile cap atau terjepit ke dalam pile cap tetapi kurang dari 60 cm.
2.9.1 Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit
Langkah pertama yang perlu kita lakukan untuk menentukan kapasitas lateral tiang adalah menentukan apakah tiang tersebut berperilaku sebagai tiang panjang atau
tiang pendek. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan tiang R dan T. Faktor kekakuan tersebut dipengaruhi oleh kekauan tiang EI dan
kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam modulus tanah K yang tidak konstan untuk sembarang tanah tetapi bergantung pada lebar dan kedalaman tanah yang
dibebani. Untuk tanah berupa lempung kaku terkonsolidasi berlebihan stiff over
consolidated clay , modulus tanah umumnya dianggap konstan di seluruh
kedalamannya. Faktor kekakuan R dinyatakan dengan persamaan : � = �
�� �
4
…………………………………………………………………….2.13 sumber :Hardiyatmo,2002
Dimana, K = khd = k11,5 = modulus tanah
ki = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi
Universitas Sumatera Utara
E = modulus elastis tiang I = momen inersia tiang
d = lebar atau diameter tiang Untuk tanah lempung terkonsolidasi normal normally consolidated dan tanah
granuler, modulus tanah dapat dianaggap bertambah secara linier dengan kedalamannya semakin ke bawah semakin besar. Faktor kekakuan untuk modulus
tanah yang tidak konstan T dinyatakan oleh persamaan : � = �
�� �ℎ
5
………………………………………………………………..........2.14 sumber :Hardiyatmo, 2002
Dengan modulus tanah: K = nh. z
Kh = nh zd Dimana:
K = modulus tanah E = modulus elastis tiang
I = momen inersia tiang nh = koefisien fariasi modulus
d = lebar atau diameter tiang
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Nilai-nilai n
h
untuk Tanah Granuler c=0 Hardiyatmo, 2002
2.9.1.1 Tahanan Lateral Ultimit Tiang dalam Tanah Granular
Untuk tiang dalam tanah granuler c = 0, Broms, menganggap sebagai berikut : 1. Tekanan tanah aktif yang bekerja dibelakang tiang, diabaikan.
2. Distribusi tekanan tanah pasif disepanjang tiang bagian depan sama dengan tiga kali tekanan tanah pasif Rankine.
3. Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah ultimit atau tahanan lateral ultimit.
4. Tahanan tanah lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang diperhitungkan.
Distribusi tekanan tanah dinyatakan oleh persamaan : pu = 3 po Kp ………………………………………………………………2.15
dimana: pu = tahanan tanah ultimit
po = tekanan overburden efektif
Universitas Sumatera Utara
Kp = tan
2
45 ˚+ Ø2
Ø = sudut geser dalam efektif
a. Tiang Ujung Bebas
Untuk tiang pendek Gambar 2.22, tiang dianggap berotasi di dekat ujung bawah tiang. Tekanan yang terjadi di tempat ini dianggap dapat digantikan oleh gaya
terpusat yang bekerja pada ujung bawah tiang. Dengan mengambil momen terhadap ujung bawah,
�� = 0,5 ���
3
�
�
� + �…………………………………………………...2.16 Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah, dimana :
Hu = 1,5γ d Kp f
2
……………………………………………………………2.17 dan
� = 0,82�
�
�
��
�
�
……………………………………………………………2.18 sumber :Hardiyatmo, 2002
sehingga momen maksimum dapat dinyatakan oleh persamaan Mmaks = Hu e + 1,5f ……………………………………………………2.19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler menurut Broms a Tiang Pendek b Tiang Panjang Hardiyatmo,2002
b. Tiang Ujung Jepit
Universitas Sumatera Utara
Untuk tiang ujung jepit yang kaku tiang pendek, keruntuhan tiang akan berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :
Hu = 1,5γ d L
2
Kp …………………………………………………………..2.20
Gambar 2. 16 Tiang Ujung Jepit dalam Tanah Granular menurut Broms a Tiang pendek b Tiang panjang
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku tiang panjang, dimana momen maksimum mencapai My di dua lokasi Mu+ = Mu- maka Hu dapat
diperoleh dari persamaan: Hu = 2
�
y
e+ 2 �
3
………………………………………………………….2.21
disubstitusi ke persamaan di atas, sehingga nilai H
u
menjadi :
Hu = 2 ���+0,54������………………………………………………2.22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang pada Tanah Granuler Hardiyatmo,2002
2.10 Penurunan elastis Tiang Tunggal
Menurut Poulus dan Davis 1980, penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari
tanahrelatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuatdukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya
Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan : a.
Untuk tiang apung atau friksi � =
�.� �
�.
�
…………...............................................................................2.23 dimana :
� = � .
�
�
. �
ℎ.
�
�
………………………………………………………..2.24
b. Untuk tiang dukung ujung
� =
�.� �
�.
�
……………………………………………………………..2.25 Dimana
; � = �
. �
�
. �
�.
�
�
………………………………………………………..2.26 Keterangan :
S = besar penurunan yang terjadi Q = besar beban yang bekerja
D = diameter tiang Es = modulus elastisitas bahan tiang
Universitas Sumatera Utara
I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat Incompressible dalam massa semi tak terhingga
Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk μ=0,3
Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras
Rμ = faktor koreksi angka poisson Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
H = kedalaman K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang
dinyatakan oleh persamaan � =
�
�
. �
�
�
�
………………………………………………………………………………………………….2.27
Dimana :
�
�
=
�
� 1
4
��
2
………………………………………………………………………………………………….2.28
Dengan :
K = faktor kekakuan tiang Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Faktor penurunan I Poulus dan Davis, 1980
Gambar 2.19 Faktor penurunan R
µ
Poulus dan Davis, 1980
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Faktor Penurunan R
k
Poulus dan Davis, 1980
Gambar 2.21 Faktor Penurunan R
h
Poulus dan Davis, 1980
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22Faktor Penurunan R
b
Poulus dan Davis, 1980
2.11 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis kedalaman bagian-bagian yang kecil.
Bagian-bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen.Semakin banyak pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati
kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam
rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen
hingga terdapat perdeaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.
Adapun tahapan-tahapan analisa dengan menggunaka metode elemen hingga adalah sebagai berikut :
a Pemilihan Tipe Elemen
Gambar 2.23. Jenis-Jenis Elemen
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, elemen-elemen dalam Metode Elemen Hingga MEH bisa dibedakan menjadi 3, yaitu 1D disebut juga line elements, 2D disebut juga plane
elements, dan 3D. Untuk alasan biaya, sebisa mungkin pemodelan MEH bisa dilakukan dengan elemen yang sesederhana mungkin.Jika elemen-elemen 1D sudah
mencukupi, maka tidak perlu elemen-elemen 2D.Demikian pula, jika 2D sudah cukup, tidak perlu 3D.Tentu saja, problem yang sebetulnya cukup dimodelkan
dengan elemen-elemen 1D bisa dimodelkan dengan 2D atau 3D.Demikian pula problem yang sebetulnya cukup dimodelkan dengan elemen-elemen 2D bisa
dimodelkan dengan 2D. Namun biaya akan lebih besar untuk hasil yang tidak berbeda.
Gambar 2.24 Titik Nodal dan Titik Integrasi
Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga titik integrasi.Titik nodal adalah titik yang menghubungkan elemen satu dengan elemen
lainnya.Pada titik nodalah terjadi perpindahan.Sementara Titik Integrasi adalah adalah titik yang berada di dalam elemen.Dari titik integrasi dapat diperoleh tegangan
Universitas Sumatera Utara
dan juga regangan di elemen. Titik integrasi juga dikenal sebagai stress point. Elemen 1D yang mirip dengan spring element adalah truss element. Bedanya dengan spring
element, truss element memiliki sifat-sifat yang berasal dari material yaitu Young Modulus E, Poison ratio v, luasan penampang, dan panjang. Dengan demikian,
besarnya stress akan bisa dihitung, dengan terlebih dulu mengetahui strain, displacement, dan gaya yang bekerja. Problem fisik yang bisa dianggap sebagai truss
adalah batang yang cukup panjang, dan disambung dengan pin pada ujung-ujungnya.
Pada spring element dan truss element, response hanya memiliki nilai pada satu arah saja, yaitu arah memanjang longitudinal.Dengan demikian, kedua elemen
ini hanya memiliki Degree Of Freedom dof translasi pada arah longitudinalnya saja.Hanya saja, jika spring element atau truss element diletakkan menyudut pada
sistem koordinat global, maka response bisa diuraikan dalam dua arah sumbu x, y atau tiga arah sumbu x, y, z.
Elemen 1D lain yang juga sering dipakai dalam pemodelan adalah beam element. Elemen ini sama dengan truss, dengan tambahan bahwa beam element
menerima beban bending, yang dengan demikian stress tidak hanya berupa normal stress, namun juga shear stress. Berbeda dengan spring element dan truss element
yang hanya memiliki Degree Of Freedom dof translasi pada arah longitudinalnya, beam element memiliki dof translasi ke semua arah dan juga dof rotasi ke semua
arah.
Universitas Sumatera Utara
Elemen-elemen 2D digunakan jika response memiliki nilai signifikan ke 2 arah biasanya x dan y, sedangkan response pada arah yang lainnya yaitu z
diabaikan. Load hanya bekerja “along the x-y plane”. Namun geometri pada arah z tidak selalu harus diabaikan, misalnya pada kasus plain strain, dimana dimensi pada
arah z bisa sangat besar nilainya misalnya sebuah pipa yang panjang namun strain hanya diukur pada bidang x dan y saja.Dof yang dimiliki oleh elemen plane hanyalah
translasi pada arah x dan arah y, tanpa ada rotasi.
Bentuk elemen 2D yang umum dipakai adalah triangular element segitiga dan quadrilateral element segiempat. Jika order elemennya adalah 1 maka sisi-sisi
elemen tersebut edges berupa garis lurus. Namun jika order elemennya lebih dari 1 kuadrat, kubik, dst maka sisi-sisinya bisa berupa kurva.
Adapun pada elemen-elemen 3D, response pada ketiga arah x, y, z memiliki besar yang signifikan.Secara umum elemen-elemen 3D bisa dibedakan menjadi solid
elements, shell elements, dan solid-shell elements.Semua elemen 3D memiliki dof translasi pada arah x, y, dan z pada setiap nodenya, tanpa dof rotasi.
Bentuk elemen 3D yang umum dipakai adalah tetrahedral element limas segitiga dan hexahedral element balok, batubata. Jika order elemennya adalah 1
maka edge dan surface elemen tersebut berupa garis yang rata dan bidang yang rata. Namun jika ordernya lebih dari satu, maka dimungkinkan edge dan surface elemen
tersebut berupa garis dan bidang yang melengkung. Terdapat pula elemen 3D yang memiliki node ditengah-tengah titik beratnya.
Universitas Sumatera Utara
b Pemilihan Fungsi Perpindahan
Fungsi perpindahan atau yang lebih dikenal dengan shape function dan disimbolkan dengan N adalah fungsi yang menginterpolasikan perpindahan di titik
nodal ke perpindahan di elemendengan menggunakan segitiga pascal.Pemilihan fungsi perpindahan bergantung pada jenis elemen yang dideskripsikan.
Di dalam pemilihan fungsi perpindahan, hal mendasar yang perlu diketahui adalahan, fungsi perpindahan di titik yang ditinjau selalu bernilai 1 dan bernilai 0 di
titik lainnya.Berikut penjabaran fungsi perpindahan menggunakan matriks.
Tabel 2.4 Pemilihan Fungsi Perpindahan
Contoh : ��, � = �
1
+ �
2
� + �
3
� ��, � = �
4
+ �
5
� + �
6
�
Dimana u di evaluasi pada node i
jr
j
,z
j
ir
i
,z
i
mr
m,
z
m
Universitas Sumatera Utara
��
�
, �
�
= �
�
= �
1
+ �
2
�
�
+ �
3
�
�
Matrix fungsi perpindahan global
〈Ѱ〉 = ���� = 〈 �
1
+ �
2
� + �
3
� �
4
+ �
5
� + �
6
�〉 = � 1
� � 0 0 0 0 0 0 1
� �� ⎩
⎪ ⎨
⎪ ⎧
�
1
�
2
�
3
�
4
�
5
�
6
⎭ ⎪
⎬ ⎪
⎫
� �
1
�
2
�
3
� = � 1
�
�
�
�
1 �
�
�
�
1 �
�
�
�
�
−1
� �
�
�
�
�
�
�
� �
4
�
5
�
6
� = � 1
�
�
�
�
1 �
�
�
�
1 �
�
�
�
�
−1
� �
�
�
�
�
�
�
� �
1
�
2
�
3
� = 1
2 � �
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
−1
� �
�
�
�
�
�
�
� �
4
�
5
�
6
� = 1
2 � �
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
−1
� �
�
�
�
�
�
�
Dimana: �
�
= �
�
�
�
− �
�
�
�
�
�
= �
�
− �
�
�
�
= �
�
− �
�
�
�
= �
�
�
�
− �
�
�
�
�
�
= �
�
− �
�
�
�
= �
�
− �
�
�
�
= �
�
�
�
− �
�
�
�
�
�
= �
�
− �
�
�
�
= �
�
− �
�
Sehingga di dapat shape function
Universitas Sumatera Utara
�
�
=
1 2�
�
�
+ �
�
� + �
�
� �
�
=
1 2�
��
�
+ �
�
� + �
�
�� �
�
= 1
2 �
�
�
+ �
�
� + �
�
�
{ Ѱ} = ��
�, � ��, ��
= �
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
� ⎩
⎪ ⎨
⎪ ⎧
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
⎭ ⎪
⎬ ⎪
⎫
{ Ѱ} = [�]{�}
c Pendefenisian Regengan dan Tegangan
Pada tahapan ini matriks perpindahan merupakan turunan pertama dari fungsi perpindahan yang dipilih di tahap sebelumnya. Dengan demikian dapat diketahui
tegangan dan regangan yang terjadi di titik integrasi untuk setiap elemennya. Adapun persamaan matriksnya adalah sebagai berikut :
�
�
= ��
��
{ �} =
⎩ ⎪
⎨ ⎪
⎧ �
2
�
6
�
1
� +
�
2
+ �
3
� �
�
3
+ �
5
⎭ ⎪
⎬ ⎪
⎫
� �
�
�
�
�
�
�
��
� = ⎣
⎢ ⎢
⎢ ⎡
1 �
1 1
� �
1 1
0⎦ ⎥
⎥ ⎥
⎤
⎩ ⎪
⎨ ⎪
⎧ �
1
�
2
�
3
�
4
�
5
�
6
⎭ ⎪
⎬ ⎪
⎫
Universitas Sumatera Utara
{ �} =
1 2
� ⎣
⎢ ⎢
⎢ ⎡
�
�
�
�
� +
�
�
+ �
�
� �
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
� +
�
�
+ �
�
� �
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
� +
�
�
+ �
�
� �
�
�
�
�
�
�
⎦ ⎥
⎥ ⎥
⎤
⎩ ⎪
⎨ ⎪
⎧ �
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
⎭ ⎪
⎬ ⎪
⎫
{ �} = ��
�
�
�
�
�
� ⎩
⎪ ⎨
⎪ ⎧
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
⎭ ⎪
⎬ ⎪
⎫
[ �
�
] = 1
2 �
⎣ ⎢
⎢ ⎢
⎡ �
�
�
�
� �
�
+ �
�
+ �
�
� �
�
�
�
�
⎦ ⎥
⎥ ⎥
⎤
{ �} = [�]{�}
[ �] = ��
�
�
�
�
�
�
{ �} = [�][�]{�}
d Menentukan Metriks Kekakuan
Persamaan dari matriks kekakuan adalah sebagai berikut :
[ �] = �[�
�
]
�
[ �][�]��
[ �] = 2� �[�
�
][ �][�]��� ��
�
Universitas Sumatera Utara
Dimana D adalah matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis permodelan.
� =
� 1−�
� 1
� � 1
1−� 2
�Untuk elemen plain stress
� =
� 1+�1−2�
� 1
− � �
� 1
− �
1−� 2
� Untuk elemen plain strain………2.29
� =
� 1+�1−2�
1 − �
� �
� 1
− � �
� �
1 − �
1−2� 2
untuk elemen axysimetri
Setelah matriks kekakuan untuk setiap elemen diperoleh makan rubahlah koordinat lokal menjadi koordinat global untuk mengetahui gaya-gaya yang berkerja
pada elemen yang dimodelkan.
2.12 Plaxis
Plaxis merupakan program yang berbasis metode elemen hingga dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah yang berkaitan dengan tanah. Plaxis
pertama kali dikembangkan di Belanda pada tahun 1987 oleh Technical University Of Delft
yang dimaksudkan sebagai alat bantu dalam menganalisis permasalahan tanah yang sering dihadapi oleh ahli-ahli Geoteknik. Walaupun pengujian dan
Universitas Sumatera Utara
validasi telah banyak dilakukan, tetap tidak ada jaminan bahwa prgram plaxis bebas dari kesalahan.Simulasi geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga telah
secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya di lapangan sangat bergantung
pada keahlian pengguna dalam memodelkan permasalahan, pemahaman terhadap model-model, penentuan parameter yang akan digunakan dan kemampuan untuk
melakukan interpretasi dari hasil analisis menggunakan program plaxis tersebut. Di dalam program plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah beberapa diantaranya
adalah model soft soil,hardening soil, jointed rock, Hoek dan Brown serta model tanah Mohr – Coulomb .
2.12.1 Model Tanah Mohr – Coulomb
Model Mohr – Coulomb adalah model Linear elastic dan Plastic sempurna Linear Elastic Perfectly Plastic Model yang melibatkan lima buah parameter inti,
yaitu : • Modulus kekakuan tanah mod. Young , E dan Poisson rasio yang
memodelkankeelastikan tanah, v • Kohesi tanah, c dan sudut geser dalam tanah, Ф yang memodelkan perilaku
plastic dari tanah. • Sudut dilatansi, ψ yang memodelkan prilaku dilatansi tanah.
Model ini cukup baik sebagai tingkat pertama first order pendekatan perilaku tanah dan batuan.Disini setiap lapis tanah dianggap mempunyai kekakuan
Universitas Sumatera Utara
yang konstan atau meningkat secara linear terhadap kedalaman. Selain itu kelebihan model Mohr Coloumb adalah pada kondisi tanah Drained perilaku keruntuhan tanah
dapat didekati dengan cukup baik , serta efek dari dilatansi dapat disertakan dalam model ini. Disamping itu model Mohr coloumb juga memiliki beberapa kelemahan
diantaranya melinearkan kekakuan tanah tidak memperhitungkan perubahan nilai E terhadap perubahan tegangan. Akibat dari asumsi nilai E yang konstan maka prediksi
deformasi dalam Mohr Coloumb tidak akan tepat. Selain itu pada model Mohr Coloumb prilaku tanah diasumsikan isotropik homogen, sampai keruntuhan terjadi
tanah masih diasumikan linear elastik, kekakuan tanah di anggap konstan dan tidak tergantung pada tegangan yang bekerja, dan tidak ada prilaku yang bergantung
kepada fungsi waktu no time dependent behaviourGouw Tjie-Liong, 2012
2.12.2 Pemodelan pada Program Plaxis
Pada perhitungan dengan metode numerik digunakan dengan bantuan komputer, yaitu menggunakan program Plaxis. Sebelum melakukan perhitungan
secara numerik, maka harus terlebih dahulu dibuat model dari pondasi tiang bor yang akan dianalisis, seperti pada gambar 2.25 di bawah ini:
Gambar 2.25 Model Pondasi Tiang Bor
Universitas Sumatera Utara
Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut meliputi material tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunya sifat-sifat
teknis yang mempengaruhi perilakunya..Pemodelan ini mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat isotropis elastis linier berdasarkan hukum Hooke.Namun
demikian, model ini sangat terbatas dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga umum digunakan untuk struktur yang padat dan kaku di dalam tanah.
2.13 Parameter Tanah 1. Modulus Young E
Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanha granuler maka beberapa pengujian lapangan in-situ-test telah dikerjakan untuk mengestimasi
nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujiansondir yang dilakukan oleh DeBeer 1965 dan Webb
1970 memberikan korelasi antara tahanan kerucut q
c
dan E sebagai berikut : q
c
= 4N untuk pasir.………..……………………………………………2.30 Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengumpulan
data sondir, sebaai berikut : E=3.q
c
untuk pasir…………………………………………………………..2.31 E = 2.sampai dengan 8.q
c
untuk lempung…………………………………..2.32 dengan q
c
dalam kgcm
2
Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT Standart Penetration Test.
Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
E = 6 N + 5 kft
2
untuk pasir berlempung……………………………….2.33 E = 10 N + 15 kft
2
untuk pasir………………………………………….2.34 Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga di cari dengan pendekatan terhadap
jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada tabel berikut
Tabel 2.5 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung Randolph,1978
Subsurface condition
Penetration resistance
range N bpf
Ɛ50 Poisson’s
Ratio v Shear
strengh Su
psf Young’s
Modulus Range Es
psi Shear
Modulus Range G
psi Very soft
2 0,020
0,5 250
170-340 60-110
Soft 2-4
0,020 0,5
375 260-520
80-170 Medium
4-8 0,020
0,5 750
520-1040 170-340
Stiff 8-15
0,010 0,45
1500 1040-2080 340-690
Very stiff 15-30
0,005 0,40
3000 2080-4160 690-
1390 Hard
30 0,004
0,35 4000
2890-5780 960- 1930
40 0,004
0,35 5000
3470-6940 1150- 2310
60 0,0035 0,30
7000 4860-9720 1620-
Universitas Sumatera Utara
3420 80
0,0035 0,30 9000
6250- 12500
2080- 4160
100 0,003
0,25 11000
7640- 15270
2540- 5090
120 0,003
0,25 13000
9020- 18050
3010- 6020
Tabel 2.6 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir Schmertman,1970
Subsu rface
condit ion
Penetrati on
Resistan ce range
N Friction
Angle Ø deg
Pois son
Rati o v
Cone penetrat
ion qc=4N
Relatief Density
Dr Young’s
Modulus Range Es
psi Shear
Modulus Range G
psi
Very loose
0-4 28
0,45 0-16
0-15 0-440
0-160
Losse 4-10
28-30 0,4
16-40 15-35
440-1100 160-390
Mediu m
10-30 30-36
0,35 40-120
35-65 1100-
3300 390-
1200 Dense 30-50
36-41 0,3
120- 100
65-85 3300-
5500 1200-
1990
Universitas Sumatera Utara
1. poisson’s Ratio μ