B. Sastra dan Masyarakat
Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang
sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat.
Bahkan sering kali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman. Sementara itu, sastrawan adalah anggota masyarakat
yang terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus
membentuknya. Perkembangan yang serius mengenai masyarakat dan sastra dicetuskan
oleh Hippolyte Taine. Ia mengeluarkan doktrinnya yang terkenal mengenai keterkaitan sastra dan masyarakat. Taine via Fananie, 2000: 116-117
meyakini bahwa suatu karya sastra muncul hanya dalam konteks sosial tertentu, sebagai bagian dari kebudayaan, di dalam kondisi tertentu. Taine
merumuskan tiga hal yang menjadi faktor penentu kekhasan sebuah karya: ras, kondisi sekitar, dan momen. Baginya, sastra bukan hanya permainan imajinasi
seorang pengarang, namun rekaman ciri khas suatu zaman.
Esten 1978: 9 juga perpendapat bahwa sastra atau kesusastraan adalah
pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek
yang positif terhadap kehidupan manusia kemanusiaan.
Namun di sisi lain Semi 1993: 8 berpendapat bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia
dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Damono 1984: 3 juga menambahkan sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan
bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial. Sastra telah menjadi pengalaman dari hidup manusia, baik dari aspek
manusia yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptaannya, yang mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam
karya sastra. Sastrawan menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu gejala sosial, sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
ada hubungan antara sastrawan, sastra dan masyarakat Damono, 1984: 1 Plato via Ratna 2003: 4 juga mengatakan bahwa sastra merupakan
refleksi sosial. Sebagai suatu reflesi sosial ia akan menggambarkan kondisi sosial yang ada di sekelilingnya. Karena muatan yang ada dalam sastra adalah
gambaran atau reflesi sosial, sastra akan mendapatkan tanggapan dan kritik sekaligus penilaian dari pembaca. Dari jalan ini sastra akan mempengaruhi
pola pikir masyarakatnya. Dari beberapa pengertian sastra menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa sastra dan masyarakat saling terikat satu sama lain. Sastra sebagai sebagai bentuk hasil dari pemikiran seseorang mengenai kehidupan
kenyataan sosial dalam kurun waktu tertentu yang dituangkan dalam bentuk sebuah tulisan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Dalam hal ini Ratna 2003: 332 menambahkan bahwa ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan
masyarakat, yaitu sebagai berikut: 1. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang itu sendiri
2. Pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat 3. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada di masyarakat
4. Hasil karya sastra itu sendiri dimanfaatkan oleh masyarakat Pernyataan di atas sesuai dengan fungsi karya sastra menurut Budianta
2002: 19 yaitu sastrawan merespon suatu kejadian melalui karya sastra. Karya sastra diciptakan untuk mengekspresikan pengalaman batinnya
mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi sosial tertentu.
C. Sosiologi Sastra
Sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat
sebagai usaha manusia untuk menyesuakan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan demikian, Erzählung dapat dianggap sebagai usaha
untuk menciptakan kembali dunia sosial, yaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan juga urusan sosiologi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989: 855 sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau
mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama
mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta
khalayak yang ditujunya. Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari akar kata sosio Yunani sociuos berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman dan logi logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Perkembangan
berikutnya mengalami perubahan makna, soiosocious berarti masyarakat, logilogos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenal asal-usul dan
pertumbuhan evolusi masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya
umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas Sansekerta berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti
alat, sarana. Merujuk pada definisi secara etimologi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan sarana pemberian instruksi
mengenai hubungan dengan lingkungan sekitar dalam suatu kajian karya sastra Ratna, 2003: 1.
Teori mengenai sosial sastra sudah ada sejak zaman Plato dan Aristoteles abad ke 54 BC. Plato dalam Ratna 2003: 7 berpendapat bahwa
sastra merupakan cerminan masyarakat, namun pendapat ini dibantah oleh Aristoteles. Aristoteles berpendapat bahwa sastra bukanlah cerminan dari
masyarakat melainkan pengarang berusaha untuk menciptakan dunianya sendiri. Keberadaan sosiologi sastra sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan
menggunakan metode dan teori sendiri baru dimulai pada abad ke 18 yang