Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen 1981 menurut contoh berikut:
7,10
a. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.
b. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa.
c. 873.66: Konkusi concussion, injuri pada struktur pendukung gigi yang
bereaksi terhadap perkusi.
d. 873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan
kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi.
e. 873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke
aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar.
2.2.4 Klasifikasi Menurut Andreasen .
Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi
Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:
7
a. Fraktur Spontan
Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen email gigi mengalami atrisi dan aus karena
adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah.
b. Fraktur Traumatik
Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba- tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena
pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami
fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: i.
Fraktur Mahkota Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian email
hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2. Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:
a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang
terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa.
b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi
pada sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak
menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan suhu. Rasa
sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan.
c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian
besar mahkota dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi
perubahan suhu. Sekitar 4 penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini. ii.
Fraktur Akar Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mengetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur.
a. Fraktur Mahkota Akar
Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat
dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut
periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika
digunakan untuk menggigit.
Universitas Sumatera Utara
b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari
alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah.
Andreasen 1981 juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran klinis, seperti:
a. Perubahan warna email menjadi lebih putih atau kuning hingga
kecokelatan. b.
Perubahan warna email yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.
c. Dilaserasi mahkota.
d. Malformasi gigi.
e. Dilaserasi akar.
f. Gangguan pada erupsi.
2.3 Etiologi