Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambien Dengan Timbal Dalam Darah Pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan
TESIS
Oleh
ERMI GIRSANG 067031004/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
(2)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERMI GIRSANG 067031004/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(3)
Nomor Pokok : 067031004
Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS) (Ir. Indra Chahaya S, Msi)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya, MSi
2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS 3. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK
(5)
DALAM DARAH PADA PEGAWAI DINAS PERHUBUNGAN TERMINAL ANTAR KOTA MEDAN
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2008
(6)
maka makin tinggi tingkat pencemaran timbal (Pb) di udara ambien. Salah satu pekerja yang memiliki resiko tinggi terpapar timbal (Pb) adalah pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan timbal (Pb) Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan tahun 2008.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dan sampel adalah pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota, dengan besar sampel sebanyak 35 pegawai yang diambil secara total sampling. Data yang diperoleh selanjutnya diolah secara statistic menggunakan fisher’exact test.
Hasil penelitian diperoleh bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar timbal (Pb) di udara ambien pada lingkungan kerja Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada Pegawai Dinas Perhubungan terminal antar kota di Medan dengan nilai P value = 0,288 > 0,05, tidak ada hubungan yang signifikan antara umur kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan dengan nilai P value = 0,735 > 0,05, tidak ada hubungan yang signifikat antara masa kerja dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan dengan nilai P value 0,275>0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan perlunya pengawasan yang baik dari Dinas Perhubungan dan Dinas Kesehatan seperti pemeriksaan kualitas udara dan pengukuran kadar timbal (Pb) di udara ambient dan kadar timbal (Pb) dalam Darah secara terus-menerus atau sekurang-kurangnya enam(6) bulan sekali serta bagi orang yang terpapar dengan timbal (Pb) diharapkan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).
(7)
still be dominated by usage lead gasoline so that more and more big consume the BBM energy from lead gasoline, so more and more high level of lead contamination in ambient air. One of the worker which have high risk hit Pb is officer on duty of terminal communication intercity Medan. Intention of this research is to know the relation lead on the ambient air with lead of officer on duty of terminal communication intercity in Medan on 2008.
The design of research which be used is cross sectional. In population and sampel are officer on duty of terminal intercity with big sample counted 32 officer which be taken in total sampling. The receveid data will be analyze statistically by using fisher’exact test.
From result of research is be optained that nothing relation which significan among lead rate on the ambient air at job environmental on duty of terminal communication intercity in Medan with lead rate in blood at officer on duty of terminal commnunication intercity Medan value P = 0.288 > 0.05, nothing relation which significan communication intercity in Medan with value P = 0,735 > 0,05, nothing relation which significan between year of services with lead rate in blood at officer on duty of terminal communication in Medan with value P=0,275>0,05.
The resulth show that the importance of observation which either from on duty of communication and public health department like inspection of quality air and measurement lead rate in the ambient air and lead rate in blood constinouly or at least once in 6 months,
(8)
1. Nama : Ermi Girsang
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Agama : Kristen Protestan
4. Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 17 Juni 1975
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Inpres T. Beringin tahun 1981-1987
2. SMP Negeri 1 T. Beringin tahun 1987-1990
3. SMA Negeri 1 Sumbul tahun 1990-1993
4. D III Pertanian Yogjakarta tahun 1994-1997
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Prima Indonesia tahun 2001-2003
6. Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara tahun 2006-2008
C. RIWAYAT PEKERJAAN
(9)
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan Judul Hubungan Kadar timbal (Pb) di udara ambien dengan kadar timbal dalam darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan Tahun 2008 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata-2 pada Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Proses penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H. Sp.A (K), Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, selaku ketua komisi pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesadaran di tengah-tengah kesibukannya. 5. Ir. Indra Chahaya S, MSi, Anggota komisi pembimbing atas bimbingan,
saran-saran dan masukan untuk menyelesaikan Tesis ini.
6. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku komisi pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Tesis ini.
7. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku komisi pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Tesis ini.
(10)
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pembelajaran selama penulis mengikuti pendidikan.
10.dr. I Nyoman E.L, yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama mengikuti perkuliahan sampai selesai.
11.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2006-2007.
12.Keluarga yang tercinta, teristimewa suamiku Lamsahat P. Malau, anakku Reghita Claudia Malau dan Timothy Malau, Ayahanda M. Girsang, Ibunda R. Munthe (RIP) / T.Munthe, Mertua M. Malau / T. Sidauruk, Sefrida Eva Riani, R. Munthe serta semua keluarga atas pengertian, doa, dukungan dan semangat yang diberikan selama mengikuti pendidikan
13.Seluruh pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan tesis ini.
Medan, September 2008
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 salah satu programnya adalah lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat. Program lingkungan sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat dan memungkinkan interaksi sosial serta melindungi masyarakat dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan, sehingga tercapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Depkes, 2003).
Pencemaran udara diartikan sebagai bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama akan menganggu kehidupan manusia hewan dan tumbuhan (Wardhana, 2004).
Kontribusi pencemaran udara oleh gas buang kenderaan bermotor dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM) merupakan terbesar (49%) dari penggunaan (Ekuwasbang, 1997). Seperti kita ketahui bahwa saat ini penggunaan BBM di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan bensin bertimbal, maka makin tinggi tingkat pencemaran Pb di udara ambien, hal ini dikarenakan sekitar 70 % Pb yang ada dalam bahan bakar yang dibakar dalam mesin kenderaan akan
(12)
diemisikan ke udara. Adapun bahan bakar pencemaran yang dikeluarkan oleh kenderaan bermotor selain Pb adalah CO, NOx, Hidrokarbon (HC) dan Partikulat debu yang di dalamnya mengandung logam berat seperti Pb. Asap hitam yang dikeluarkan kenderaan bermotor merupakan gambaran parahnya emisi gas buang yang dihasilkan oleh kenderaan bermotor (Kusnoputranto, 2000).
Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 menyatakan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan komponen lain ke dalam udara ambien akibat kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak dapat memenuhi fungsinya.
Pencemaran udara kenderaan bermotor berasal dari asap yang keluar dari knalpot. Asap tersebut merupakan hasil pembakaran bahan bakar yang berupa bensin, solar dan gas. Bahan pencemaran udara yang utama terdapat di dalam gas buang kenderaan bermotor adalah gas CO, berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx), sulfur (SOx), dan partikulat tersebut dapat menyebabkan gangguan baik lingkungan maupun kesehatan (Fardiaz, 1995).
Senyawa timbal dalam bentuk tetraethyl lead (TEL) dan Tetramethyl lead (TML) ditambahkan pada bahan bakar bensin sebagai upaya untuk meningkatkan
“octane number” dari bahan bakar tersebut, meningkatkan daya pelumas,
meningkatkan efisiensi pembakaran bahan bakar bensin sehingga kinerja kenderaan bermotor meningkat. Timbal yang mencemari udara terdapat dalam bentuk padatan atau partikel-partikel. Padatan timbal terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kenderaan bermotor yang terdiri dari 62 %
(13)
tetraetil-Pb, 18 % etilendikhlorida, 18 % etilendibromida dan sekitar 2 %
campuran tambahan senyawa-senyawa lain. Tidak musnahnya Pb dalam peristiwa pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kenderaan bermotor menjadi sangat tinggi (Palar, 2004).
Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat meningkatnya kadar timah hitam dalam tubuh yaitu gangguan pada sistem pembentukan darah berupa anemia, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan pada sistem saluran pernafasan dan gangguan sistem reproduksi dan saluran kemih. Penelitian center for diases
control and prevention (CDC) pada tahun 2001 menunjukkan timbal dalam darah
pada anak-anak dapat menyebabkan penyakit anemia. Sampel diambil dari 397 anak sekolah di Jakarta dengan hasil sebanyak 35 % anak mempunyai kadar timbal dalam darah 20mg/dl. Sekitar 25 % anak-anak mempunyai kadar timbal dalam darah antara 10-20 mg/dl. Rata-rata tingkat haemoglobin adalah 13,1 g/ml(medium 13,3g/dl, kisaran 6,7-18.4g/dl, N=358). Ditemukan 8,2 % anak-anak anemia berat (KLH, 2005)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djangsih (1984), Haryanto (1993) dan Haryanto (2003), 30-46 % supir angkotan kota dan polisi lalulintas dan 50 % pedagang asongan kaki lima di kota Bandung mempunyai kadar Pb darah > 40%/g/dl. Pengukuran kadar Pb di dalam darah dengan jumlah sampel yang lebih terbatas dilakukan oleh ITB (Lestari, 2004) menunjukkan bahwa 7-10 anak sekolah yang diambil contoh darahnya mempunyai kadar Pb lebih besar dua kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di pedesaan pada tahun 1987 (Tugaswati, 1987). Haryanto (1993) terdapat perokok yang bekerja
(14)
di daerah padat lalu lintas di Bandung menemukan sebanyak 50 % responden menpunyai kadar Pb dalam darah di atas normal orang dewasa (>40ug/dl). Tes darah di Surabaya menunjukkan anak-anak tercemar timah hitam antara 20,9-111,1 ug/dl, sementara Pb dalam ASI antara 4,1-90ug/dl (KBPP, 2006).
Dari beberapa hasil penelitian tersebut di atas jelas bahwa yang memiliki resiko tinggi terpapar timbal adalah pekerja yang aktivitasnya lebih banyak dipinggir jalanan atau sepanjang jalur padat lalu lintas.
Berdasarkan hal tersebut Petugas Dinas Perhubungan adalah :
1. Merupakan kelompok salah satu yang banyak terpapar timbal di udara ambien.
2. Survei awal yang dilakukan kepada petugas di terminal Amplas dan Pinang Baris kodya Medan dijumpai bahwa Petugas Pegawai Dinas Perhubungan tidak semuanya memakai APD (alat pelindung diri)
3. Belum adanya pemeriksaan kesehatan secara berkala
4. Dinas Perhubungan belum mempunyai Rumah sakit sendiri untuk lebih memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan Petugas Dinas Perhubungan. 5. Belum pernah dilakukan penelitian tentang kadar timbal di udara ambien
dengan kadar timbal dalam darah untuk daerah terminal Amplas dan P. Baris
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah Hubungan kadar timbal di udara ambien dengan timbal dalam darah pada Petugas Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Kota Medan Tahun 2008.
(15)
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan timbal di udara ambien dengan timbal dalam darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan tahun 2008.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya kadar debu di udara ambien pada lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan pada bulan Mei Tahun 2008.
2. Diketahuinya kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan tahun 2008 .
3. Diketahuinya kadar timbal dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota di Medan tahun 2008.
4. Diketahuinya hubungan umur dengan kadar timbal dalam darah pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan Tahun 2008.
5. Diketahuinya hubungan masa kerja dengan kadar timbal dalam darah pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan Tahun 2008.
6. Diketahuinya hubungan antara kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja dengan kadar timbal dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan Tahun 2008.
(16)
1.4 Manfaat Penelitian
1. Institusi Dinas Perhubungan Kota Medan
Dapat digunakan sebagai informasi tentang kadar timbal di udara ambien dan timbal dalam darah serta hasil penelitian diharapkan menjadi langkah untuk lebih memperhatikan pegawai Dinas Perhubungan yang berada di Lapangan.
2. Masyarakat
Sebagai upaya mengurangi dampak pencemaran timbal di udara ambien dan timbal dalam darah dan meningkatkan kesadaran tentang kesehatan lingkungan terutama tentang bahaya pencemaran udara oleh timbal.
3. Peneliti Selanjutnya
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan informasi tentang kadar timbal dalam darah dan dokumen ilmiah yang mungkin dapat dikembangkan peneliti selanjutnya dan hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk pengendalian pencemaran udara khususnya timbal (Pb) di Kota Medan.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian tentang timbal di udara ambien dan hubungannya dengan timbal dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota Medan Tahun 2008, yaitu Data timbal di udara ambien didapat dari hasil pengukuran pada lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota Medan yaitu terminal Amplas dan terminal Pinang Baris.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Atmosfir
Atmosfir adalah lingkungan udara, yakni udara yang meliputi planet bumi ini. Atmosfir terdiri atas beberapa lapisan yang terbentuk karena adanya interaksi antara sinar matahari, gaya tarik bumi, rotasi bumi dan permukaan bumi. Atmosfir memelihara keseimbangan panas di bumi dengan mengabsorbsi sinar infra merah dari matahari dan dari pancaran kembali permukaan bumi. Unsure kimia di dalam atmosfir juga sangat menunjang kehidupan di bumi. Jumlah oksigen yang diperlukan makhluk hidup 21% Nitrogen yang terdapat sebanyak 78%. Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara rata-rata manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa udara lebih dari tiga menit (Slamet, 2002).
2.2 Beberapa Pengertian
2.2.1 Pengertian pencemaran dan lingkungan
Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.
(18)
Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunannya. Ornament-ornamen yang ada di dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut dengan ekosistem (Palar, 2004).
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk perilaku manusianya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya termasuk hubungan timbal-baliknya. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya. (Depkes, 2001).
2.2.2 Pencemaran udara
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesai No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan komponen /atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi
(19)
adalah air dalam bentuk uap H2O dan karbon Dioksida (CO2). Jumlah uap air
yang terdapat di udara bervariasi tergantung di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti Sulfur Dioksida (SO2),
Hidrogen Sulfida (H2S) dan Karbon Monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara
sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktifitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan dan sebagainya. Selain itu partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan polutan alami tersebut polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktifitas manusia (Fardiaz, 1992). Defenisi lain dari Wardhana (1999), pencemaran diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan dalam normalnya. Kehadiran bahan zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama akan dapat menggangu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut maka dalam pelaksanaanya sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut misalnya, ketentuan umum untuk baku mutu ambien adalah adalah batas yang diperbolehkan bagi zat atau pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan harta benda, sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemar, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. Selain itu pemerintah
(20)
mengeluarkan ketentuan parameter apa saja yang harus diuji dan berapa nilai untuk menentukan kedua baku mutu udara tersebut (Achmad, 2004).
Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua, yaitu : (Kusnoputranto, 2000).
1. Alamiah (Faktor internal)
a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin
b. Abu (debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik)
c. Pembusukan sampah organic
Zat pencemar yang terbentuk secara alamiah, dapat berasal dari dalam tanah, hutan/pegunungan (radon, metana, uap air / kelembaban)
2. Aktivitas manusia
a. Pencemaran akibat lalu lintas : CO, debu, karbon, Nitrogen Oksida b. Pencemaran Industri : NOx, SO2 Ozone, Pb.
c. Rumah tangga : Pembakaran
Menurut tempatnya pencemaran udara dapat dikategorikan ke dalam :
1. Indoor air pollutan, yakni pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah
yang berkaitan dengan kegiatan memasak, merokok, kejadian di tempat kerja (perkantoran), serta tempat-tempat umum seperti kenderaan umum, hotel, supermarket, dan lain-lain.
2. Outdoor air pollution, yakni pencemaran udara yang terjadi di luar,
sebagaimana lazimnya di kawasan perkotaan yang disebabkan karena kenderaan bermotor dan industri (Achmadi, 2005).
(21)
2.2.3 Sumber pencemaran udara dan sekitarnya
Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara pencemaran udara dapat dibedakan menjadi pencemaran udara primer dan pencemaran sekunder. Pencemaran udara primer yaitu semua pencemaran di udara yang ada dalam bentuk yang hamper tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemaran udara primer mencakup 905 dari jumlah pencemar seluruhnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti industri (cerobong asap industri) dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam dan juga dihasilkan dari sector transportasi (mobil, bus, sepeda motor dan lainnya). Dari seluruh pencemar primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sector transportasi, yang memberikan andil 60 % dari pencemaran udara (Kristanto, 2004).
Pencemaran udara sekunder adalah semua pencemar di udara yang sudah berubah reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Pencemaran sekunder contohnya reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis atau partikel logam di udara (Kristanto, 2004).
2.2.4 Pencemaran udara akibat kenderaan bermotor
Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kenderaan, gas buang kenderaan bermotor seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang dan kapal laut, kenderaan bermotor saat ini maupun
(22)
dikemudian hari menjadi sumber dominan dari pencemaran udara di perkotaan (Tugaswati, 1995).
Sarana transportasi yang menggunakan bahan bakar menghasilkan emisi zat atau gas pencemar yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sebagai konsekuensi logis dan bertambahnya jumlah kenderaan. (Achmad, 2004).
Emisi kenderaan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin atau solar sama hanya berbeda proporsinya karena perbedaan operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari kanlpot kenderaan bermotor dengan bantuan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kenderaan bermotor berbahan bakar bensin. Gas baung kenderaan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, oksida nitrogen dan sulfur (SOx) dan partikulat debu termasuk timbel (Tugaswati, 1995).
2.3 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan
Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari-kehari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan, seperti bronchitis, emphysema dan kanker paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara berbeda-beda antara individu. Populasi yang rentan adalah kelompok individu
(23)
berusia lanjut dan balita. Menurut penelitian di Amerika Serikat, kelompok balita mempunyai kerentanan enam kali lebih besar dibanding orang dewasa. Kelompok balita lebih rentan karena aktif dan dengan menghirup udara lebih banyak, sehingga lebih banyak menghirup zat-zat pencemar (Tugaswati, 1995).
Polutan-polutan beresiko terhadap kesehatan manusia. Efek kesehatan terhadap manusia dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya keterpajanan, selain itu juga dipengaruhi oleh status kesehatan penduduk yang terpajan.
Tabel 2.3
Sumber Pencemaran Partikel
Sumber Pencemaran % Bagian % Total
Transportasi : 4,3
- mobil bensin 1,8
- mobil diesel 1,0
- pesawat terbang (dapat diabaikan) 0,0
- kereta api 0,7
- kapal laut 0,4
- sepeda motor dll. 0,4
Pembakaran stasioner : 31,4
- batubara 29,0
- minyak 1,0
- gas alam 0,7
- kayu 0,7
Proses industri : 26,5
Pembuangan limbah padat 3,9
Lain-lain : 33,9
- kebakaran hutan 23,7
- pembakaran batubara sisa 1,4
- pembakaran limbah pertanian 8,4
- lain-lain 0,4
Total 100 100
(24)
Beberapa penelitian mengatakan bahwa tingkat polutan yang tinggi cukup berbahaya bagi anak-anak, orang yang telah lanjut usia, penduduk miskin yang biasa tinggal di daerah yang polusinya cukup tinggi dan bagi penderita penyakit jantung dan saluran pernafasan. Akan tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan antara polutan dengan terjadinya suatu penyakit atau terjadinya kematian. Hal ini disebabkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Jumlah dan keanekaragaman zat pencemar.
2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang membahayakan pada
konsentrasi rendah.
3. Interaksi sinergistik antara zat-zat pencemar.
4. Kesulitan dalam mengisolasi faktor-faktor tunggal, bilamana masyarakat terpajan terhadap sejumlah besar zat/senyawa kimia selama bertahun-tahun. 5. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat
dipercaya.
6. Penyebab jamak dan panjangnya masa inkubasi dari penyakit-penyakit.
7. Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke manusia.
(Kusnoputranto dan Susanna, 2000).
Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan sangat luas. Secara umum dampak pencemaran udara dapat diklasifikasikan ke dalam dampak :
1. Sistemik, yakni dampak mengenai hampir semua bagian dan fungsi tubuh manusia. Misalnya, karbonmonoksida. Karbonmonoksida adalah hasil samping dari sebuah pembakaran bahan bakar yang mengandung rantai C
(25)
secara tidak sempurna, pembakaran yang sempurna menghasilkan gas CO2.
Gas karbonmonoksida (CO) yang tidak berwarna dan tidak berbau, kemudian masuk ke dalam sistem pernapasan dan diserap alveoli dengan sangat efektif. Tergantung tekanan parsial oksigen di sekitar orang tersebut berdiri di mana terdapat juga gas CO. Dalam tubuh CO akan mengikat haemoglobin yang membentuk carboxyhaemoglobin yang sifatnya sangat labil. Dalam waktu beberapa saat akibat ikatan carboxyhaemoglobin ini, maka beberapa organ akan kekurangan oksigen secara relatif. Apabila otak yang terkena kekurangan oksigen, maka otak tidak dapat berpikir dengan baik seperti kehilangan koordinasi, kehilangan daya reflex, dan seterusnya. Bahkan dalam kondisi akut, seseorang bisa meninggal.
Contoh, gangguan sistemik lain dari pencemaran udara adalah pencemaran udara Pb (timbal). Timbal merupakan partikel sebagai hasil pembakaran bensin bertimbal (lead gasoline). Timbal diserap dengan efektif oleh mukosa saluran pernapasan dan beredar ke seluruh tubuh. Dampak dari timbal organik adalah hipertensi, anemia, penurunan intelegensia pada anak-anak, serta gejala neurologik lainnya.
2. Gangguan lokal pada organ sistem pernapasan. Gangguan bervariasi, namun secara umum berupa gangguan fungsi paru yakni sesak napas, alergi, dan iritasi. Salah satu contoh, misalnya adanya penumpukan debu kapas dalam alveoli yang menimbulkan bissinosis, ataupun debu silika dalam alveoli yang dapat menimbulkan silicosis. Partikel irritant, seperti SO2 atau gas NOx dapat menimbulkan iritasi pada sistem pernapasan (Achmadi, 2005).
(26)
2.4 Timah Hitam
2.4.1 Penyebaran timah hitam
Timah hitam atau yang dikenal sehari-hari dengan nama timbal, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan logam ini disimpulkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Timah hitam mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327OC dan titik didih 1620OC, Pada suhu
550-600OC. Pb menguap dan membentuk timbal oksida. Bentuk oksida yang
paling umum adalah timbel (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air asam, timah hitam dapat larut asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2004).
Senyawa Pb-organik seperti Pb-tetraetil dan Pb tetrametil merupakan senyawa yang paling penting karena banyak digunakan sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin. TEL dan TML secara bersama-sama ditambahkan ke dalam bensin sebagai aditif antiketukan mesin dalam upaya meningkatkan angka oktan secara ekonomi. TEL berbentuk cairan berat dengan kerapan 1,659 g/ml, titik didih 200OC (=390OF) dan larut dalam bensin (Palar, 2004).
Jumlah Pb di udara mengalami peningkatan ynang sangat drastis sejak dimulai revolusi industri di Benua Eropa, asap yang berasal dari cerobong asap pabrik sehinggaa kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada tahun 1969. Emisi Pb ke dalam atmosfir dapat berbentuk gas partikulat emisi Pb
(27)
yang masuk ke dalam bentuk gas terutama sekali berasal dari senyawa tetraetil-Pb. Metil klorida (CH3CL) dan etil klorida (C2H5Cl) merupakan bahan utama
pembuatan senyawa TEL, dengan reaksi pembentukan sebagai berikut : 4 CH3+Cl
-
+ 4 Na+Pb - å 4Na+Cl- + 3 Pb- + (CH3) + Pb-
metil klorida tetra metil lead (TML)
4C2H5 + Cl- + 4 Na +Pb - å 4 Na + Cl- + 3 Pb + + (C2H5)Pb+
etil klorida tetra etil lead (TEL)
2.4.2 Sifat timbal
Logam timbal mempunyai sifat-sifat yang khusus sebagai berikut :
a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga logam timbal sering digunakan sebagai coating
c. Mempunyai titik leburrendah hanya 327,5OC
d. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa kecuali emas dan merkuri
e. Merupakan penghantar listrik yang baik (Palar, 2004).
2.4.3 Penggunaan Timah Hitam
Timah hitam digunakan dalam bentuk yaitu bentuk murni maupun bentuk
(28)
1. Industri pengecoran maupun pemurnian, industri ini menghasilkan timbal konsentrat (primary lead maupun secondary lead) yang berasal dari potongan logam (scrap)
2. Industri bateray yaitu industri yang banyak menggunakan logam Pb terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya. 3. Industri bahan bakar yaitu Pb yang berupa tetra ethil lead dan methil lead
banyak dipakai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemar Pb. 4. Industri kabel yaitu kabel yang memerlukan Pb untuk melapisi label. Saat
ini pemakai Pb di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan makhluk hidup.
5. Industri kimia, yang mengandung bahan pewarna bentuk. Bentuk-bentuk dari persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya, serta fungsi dari bentuk persenyawaan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4 (Mukono dll., 2006).
Tabel 2.4
Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya
No Bentuk Persenyawaan Kegunaan
1. Pb + Sb Kabel telepon
2. Pb + As + Sn + Bi Kabel Listrik
3. Pb + Ni Senyawa Azida untuk bahan peledak
4. Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat
5. Pb – asetat Pengkilapan keramik dan bahan anti api
6. Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas
7. Tetrametil-Pb (CH3)4-Pb Tetraetil-Pb (C2H5)4-Pb
Aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor.
(29)
2.5 Timbal Dalam Bakar Kenderaan Bermotor
Komponen-komponen Pb yang mengandung halogen terbentuk selama pembakaran bensin karena ke dalam bensin sering ditambahkan cairan anti letupan yang mengandung scavenger kimia. Bahan anti letupan yang aktif terdiri dari tertraetil-Pb atau Pb(C2H5)4, tetrametil-Pb atau Pb(CH3)4, atau kombinasi dari
kedua. Scavenger ditambahkan supaya dapat bereaksi dengan komponen Pb yang tertinggal di dalam mesin sebagai akibat pembakaran bahan anti letup tersebut. Bahan aditif yang ditambahkan ke dalam bensin terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18% etilen dibromida, 18% etilen dikhloride, dan 2% bahan-bahan lainnya. Jenis dan jumlah komponen-komponen Pb yang diproduksi dari asap mobil dapat dilihat pada Tabel 2.5. Dari senyawa timbal yang ditambahkan ke bensin, kurang lebih 70% diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam inorganik, 1% diemisikan masih dalam bentuk tetraalkyl lead dan sisanya terperangkap dalam sistem
exhaust dan mesin oli (Mukono, 2002).
Tabel 2.5
Komponen Pb di Dalam Asap Mobil
Persen dari total partikel Pb di dalam asap
No. Komponen Pb
Segera setelah starter 18 jam setelah starter
1. PbBrCl 32.0 12.0
2. PbBrCl.2PbO 31.4 1.6
3. PbCl2 10.7 8.3
4. Pb(OH)Cl 7.7 7.2
5. PbBr2 5.5 0.5
6. PbCl2.2PbO 5.2 5.6
7. Pb(OH)Br 2.2 0.1
8. PbOx 2.2 21.2
9. PbCO3 1.2 13.8
10. PbBr2.2PbO 1.1 0.1 11. PbCO3.2PbO 1.0 29.6 Sumber : Anonim (1971) dalam Stoker dan Seager (1972), seperti dikutip
(30)
Menurut Hirschler & Gilbert (1964) dan Habibi (1970), semakin tinggi kecepatan mobil akan meningkatkan jumlah timbal yang akan diemisikan dari kendaraan bermotor.
2.6 Penyebaran Timbal di lingkungan
Konsentrasi tertinggi dari timbal di udara ambien ditemukan pada daerah dengan populasi yang padat, makin besar suatu kota makin tinggi konsentrasi timbal di udara ambien. Kualitas udara di jalan raya dengan lalu lintas yang sangat padat mengandung timbal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di jalan raya dengan kepadatan lalu lintas yang rendah. Konsentrasi timbal di udara bervariasi dari 2-4 μg/m³ di kota besar dengan lalu lintas yang padat sampai kurang dari 0,2 μg/m³ di daerah pinggiran kota dan lebih rendah lagi di daerah pedesaan. Konsentrasi tertinggi terjadi di sepanjang jalan raya bebas hambatan selama jam-jam sibuk di mana konsentrasinya bisa mencapai 14-25 ug/m³. (WHO Expert Committee, 1969) (EHC, 1977 ).
2.7. Absorbsi, Metabolisme dan Ekskresi Timah Hitam
Manusia dapat terpapar dengan timah hitam hitam melalui udara, air, tanah maupun makanan yang diabsorbsi dari saluran pernafasan dan saluran pencemaran. Kira-kira 5-10 % senyawa timah hitam yang masuk ke dalam tubuh manusia diserap melalui saluran pencernaan. Keadaan defisiensi besi dan kalsium serta diet lemak yang tinggi dapat meningkatkan absorbsi timah hitam,
(31)
penyerapan ini paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak daripada orang dewasa (Woro, 1997).
Absorpsi timah hitam dari lingkungan tidak semata-mata hanya bergantung pada bentuk fisik dan kimia dari logam tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor host seperti umur, stautus fisik, kondisi fisik dan faktor genetik. Absorbsi melalui pernafasan merupakan jalur utama pada pemaparan timah hitam akibat kerja sedangkan pada pemaparan diluar kerja, absorbsi lebih banyak terjadi melalui saluran pernafasan. Timah hitam yang diabsorbsi tubuh akan mengikat sel darah merah, kemudian didistribusi ke dalam darah, cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit yang jaringan lunak (hati, ginjal dan saraf), dan jaringan mineral (tulang dan gigi). Timah hitam dalam darah diperkirakan 90 % dari jumlah timah keseluruh timah hitam dalam tubuh (Woro, 1997).
Waktu paruh timah hitam adalah 20 hari dan diekskresikan dari tubuh dalam waktu sekitar 28 hari melalui urin, feses dan keringat. Jumlah timah hitam yang dieksresikan melalui berbagai jalur dipengaruhi oleh umur, karakteristik pemajanan dan tergantung pada jenis timah hitamnya. Chamberlain (1985) melaporkan bahwa sekitar 60 % dari timah yang terabsorpsikan tertinggal dalam tubuh dan 40 % akan diekresikan. Timah hitam yang masuk melalui makanan dan tidak diabsorbsikan oleh saluran pencernaan akan dieksresikan melalui feses. (Woro, 1997).
Kadar timah hitam dalam darah merupakan indikator pemaparan yang sering digunakan sebagai paparan eksternal dan kadar timah dalam darah menjadi
(32)
petunjuk langsung timah hitam yang masuk ke dalam tubuh juga dapat diketahui dari urin, lebih kurang 75-80% timah hitam diekskresikan melalui urin dengan cepat (Woro, 1997).
2.8 Level di Lingkungan dan Ekspos pada Manusia
Menurut WHO (1987), kadar Pb dalam darah menusia yang tidak terpapar oleh Pb adalah sekitar 10µg/dl. Dalam memahami bagaimana suatu populasi bisa terekpos timbal, sangat penting untuk memahami hubungan antar jalur transportasi alami timbal, dan media transfer di lingkungan tersebut. Suatu populasi terekspos timbal dalam waktu yang bersamaan, dari berbagai sumber dan dari cara yang berbeda pula. Khusus bagi mereka yang bekerja di bidang industrial yang menggunakan atau memproduksi timbal, mendapat ekspos tambahan dan lebih banyak dari populasi umum (Palar, 2004).
Tingkat ekspos kelompok tertentu dalam suatu populasi bisa sangat bervariasi karena faktor fisiologis, perilaku, atau faktor lainnya. Contohnya sebagai anggota populasi umum, selain terekspos timbal secara umum; fetus terekspos timbal sejak dalam kandungan, bayi yang sedang menyusui terekspos timbal melalui ASI, anak-anak terekspos melalui debu dan benda-benda selain makanan (contohnya mainan), konsumsi rokok dan alkohol meningkatkan ekspos terhadap timbal, pola makan tertentu bisa mempengaruhi tingkat ekspos, sementara beberapa orang terekspos timbal melalui hobi atau aktivitas pekerjaan (EHC- WHO, 1995).
(33)
Pada populasi manusia dewasa yang tidak merokok, ekpos timbal utama melalui makanan dan air. Sementara ekpos dari udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti; penggunaan tembakau, pekerjaan, kedekatan dengan jalan atau tempat peleburan, dll. Atau melalui kegiatan seperti kerajinan tangan, atau olahraga menembak. Makanan, udara, dan air adalah penyebab ekspos utama pada balita dan anak-anak. Pada balita usia 4-5 bulan, udara, susu, dan air adalah sumber ekspos utama (EHC- WHO, 1995).
Level timbal dalam air, makanan, debu, dan udara, bervariasi diseluruh dunia, tergantung pada tingkat perkembangan industri, urbanisasi, dan faktor gaya hidup. Kandungan timbal 10 ug/m3 di udara banyak terjadi di daerah urban yang
dekat dengan peleburan, sementara di beberapa kota yang tidak lagi menggunakan bensin bertimbal kandungan timbal di udara bisa turun mencapai 0,2 ug/m3. Maka
bisa disimpulkan kontaminasi timbal dari udara sangat bervariasi mulai dari 4 ug/ hari hingga 200 ug/hari (Ardyanto, 2005).
Pada balita dan anak-anak, timbal dalam debu dan tanah seringkali menjadi jalan utama kontaminasi. Level timbal dalam debu tergantung pada beberapa faktor seperti; usia dan kondisi rumah, penggunaan cat bertimbal, dan kepadatan penduduk. Kontaminasi juga dipengaruhi oleh usia dan perilaku karakteristik si anak (Mukono, 1997).
Pernapasan adalah jalan utama ekspos pada pekerja industri yang memproduksi, mengolah, menggunakan, atau pembuangan timbal dan senyawa-nya. Selama 8 jam, seorang pekerja bisa menyerap hingga 400 ug, hal ini
(34)
dikarenakan yang terserap adalah partikel yang cukup besar, dengan tambahan 20– 30 ug/hari dari makanan, minuman, dan udara (EHC / WHO, 1995).
Udara bisa jadi merupakan jalan utama distribusi timbal di lingkungan. Sumbernya bisa dari produk pembakaran bahan bakar yang menggunakan zat timbal sebagai tambahan, tempat pematrian, tempat pembakaran, dan beberapa proses industri tertentu yang memakai bahan bakar fosil. (Elias, 1995).
Hampir semua timbal di udara merupakan partikel dengan diameter kurang dari 1 um. Ukuran partikel-partikel ini bervariasi tergantung sumber dan usia partikel sejak diemisikan. Kebanyakan merupakan timbal inorganik, dan sumber utamanya adalah dari pembakaran tertraethyl dan tetramethyllead yang digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar (EPA 1986, WHO 1987) (EHC , WHO, 1995).
2.9 Timbal Dalam Darah
Dikarenakan mudahnya dalam pengumpulan data, dan homogenitas sampel, darah telah secara luas digunakan sebagai spesimen untuk menentukan kandungan timbal dalam tubuh manusia. Namun karena umur timbal dalam darah relatif pendek (28 -36 hari), pengukuran Pb Blood (Pb-B) hanya mampu memberi gambaran tentang ekspos yang baru saja terjadi. Apalagi dari sudut pandang distribusi kinetis dalam tubuh (daur darah, tulang, dan jaringan tubuh), sulit untuk membedakan antara ekspos kronis dosis rendah dengan ekspos singkat dosis tinggi jika hanya mengandalkan pengukuran PbB Maka untuk menginterpretasi level PbB dengan rentang yang sangat lebar antar nilai-nya (value), diperlukan
(35)
hubungan kurvalinear antara asupan timbal dengan konsentrat PbB, begitu juga dengan proporsi timbal dalam plasma (Manton & Cook, 1984).
Tabel 2.9
Tingkat Dampak Paparan Timbal (Pb) Dalam Darah
Timbal (Pb) Dalam Darah
(μg/dl)
Dampak Populasi
< 10 Meningkatkan kadar enzim
ALAD dalam sel darah merah
Dewasa, Anak-Anak 20 – 25 Meningkatkan Kadar protoporin
dalam sel darah merah
Anak-Anak 20 – 30 Meningkatkan Kadar protoporin
dalam sel darah merah
Dewasa Perempuan 25 – 35 Meningkatkan Kadar protoporin
dalam sel darah merah
Dewasa Laki-Laki
30 – 40 Meningkatnya ekskresi ALA Umum
40 Meningkatkan ALA dalam urin Dewasa, Anak-Anak
40 Meningkatkan CP dalam urin Dewasa
40 Anemia Dewasa, Anak-Anak
40 – 50 Gangguan sistem syaraf tepi Dewasa
50 – 60 Gangguan fungsi otak Anak-Anak
60 – 70 Gangguan fungsi otak Dewasa
60 – 70 Gangguan neurologi (susunan saraf) berupa encephalopathy dan Keracunan Timah Hitam
Anak-Anak
> 80 Gangguan neurologi (susunan saraf) berupa encephalopathy dan Keracunan Timah Hitam
Dewasa
ALAD = Amino Levulinic Acid Dehidrase ALA = Amino Levulinic Acid
CP = Coproporphyrine
( Sumber : EHC 3, WHO, 1977)
Sejumlah studi kelompok telah mengumpulkan rangkaian pengukuran PbB pada anak-anak dari sejak lahir hingga usia 7 atau 10 tahun. Pada anak-anak yang tidak mengalami perubahan lingkungan yang berarti, ada korelasi yang baik antar rangkaian pengukuran PbB mereka (McMichael, 1988; Bellinger, 1992, Baghurst,
(36)
1992, Dietrich, 1993). Dari studi jangka panjang ini, jelaslah bahwa dari sebuah analisis PbB yang dilakukan pada usia 6 tahun, bisa dibuat perkiraan kadar ekspos si anak terhadap timbal untuk sepanjang hidupnya. Sampel acak level PbB yang dilakukan sebelum usia 6 tahun bisa jadi kurang tepat, karena ekspos puncak biasanya terjadi pada saat si anak berusia 2 tahun (SAHC, 1993).
2.10 Kesehatan Lingkungan Dinas Perhubungan Kota Medan
Dinas Perhubungan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang perhubungan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang perhubungan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pegawai Unit Pelaksana Teknis terminal yang aktivitasnya berada di pinggir jalanan sepanjang jalur padat lalu lintas merupakan kelompok yang rentan terhadap pencemaran timbal. Salah satunya adalah terpajannya melalui pernafasan bersama debu, asap dan gas. Timbal yang digunakan dalam bahan kenderaan bermotor merupakan kontributor utama konsentrasi timbal yang ada di udara yang mana konsentrasinya tersebut bervariasi tergantung jaraknya dari jalan raya dan jumlah kenderaan bermotor melalui jalan tersebut (ECH, 1995)
Kegiatan penanggulangan secara sistematis dan terprogram terhadap dampak pencemaran oleh timbal di kota Medan belum ada. Yang sudah dilakukan
(37)
oleh Pemko Kota Medan berupa kegiatan-kegiatan proyek sporadis untuk mengurangi dampak pencemaran udara oleh timbal, yaitu :
1. Membuat jalan layang /fly-over untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di daerah terminal Amplas yang belum selesai sewaktu survey pendahuluan 2. Menertibkan angkutan umum /angkot
3. Menambah jalur hijau sebagai paru-paru kota.
2.11 Kerangka Konsep
Variabel yang menjadi target penelitian adalah Kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja, umur, masa kerja, konsentrasi Pb dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan terminal antar kota di Kota Medan Tahun 2008. Kerangka Konsep di bawah ini yg menjadi variabel independentnya adalah umur, masa kerja, sedangkan yang menjadi variabel dependentnya adalah kadar timbal dalam darah pada petugas terminal antar kota di Medan tahun 2008.
Variabel Independent Variabel Dependent
1. Umur 2. Masa Kerja Kadar timbal (Pb)
di udara ambien Kadar timbal dalam darah
(38)
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan menggunakan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, yaitu pengukuran dan pengumpulan data kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja, kadar timbal dalam darah, dan faktor-faktor resiko lainnya pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan yang dilakukan dalam kurun waktu bersamaan. Pengukuran dan pengumpulan data tersebut dilakukan hanya sekali saja.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di terminal Amplas dan Pinang Baris dengan pertimbangan bahwa terminal tersebut merupakan terminal yang padat kenderaan dan merupakan terminal antar kota.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 bulan dari Nopember 2007 sampai dengan Juni 2008.
28
(39)
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar Kota di Medan dan sampel dalam penelitian ini adalah semua pegawai Dinas Perhubungan yang bertugas di terminal Amplas dan Pinang Baris. Besar sampel 35 pegawai, diambil secara total sampling.
3.3 Manajemen Data 3.3.1 Sumber Data
a. Dilakukan pengumpulan data primer tentang kadar Pb udara ambien dan kadar Pb dalam darah Pegawai Dinas Terminal Antar Kota di Medan
b. Data Sekunder
Gambaran umum lokasi penelitian
3.3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Data kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008
a. Menentukan titik pengukuran timbal (Pb) di udara di terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris. Pengukuran Kadar timbal (Pb) di udara terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris dilakukan sebanyak 2 kali. Pengukuran dilakukan pada 3 tempat dengan 1 titik 4 kali pengukuran di sekitar wilayah kerja pegawai dinas perhubungan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Titik pengukuran timbal di wilayah kerja pegawai dinas perhubungan Terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris
(40)
Keterangan :
= Titik pengukuran
Klp III P
I N T U MASUK Klp II
Klp I
TERMINAL AMPLAS / TERMINAL PINANG BARIS
b. Peralatan
1. High Volume Air Sampler (HVAS)
2. Desikator dengan kondisi ruang timbangan terkontrol (temperatur 15– 270C) dengan kelembaban relatif antara 0 – 50%
3. Timbangan analitik yang mampu membaca hingga 0,1 mg 4. Barometer yang mampu mengukur hingga 0,1 kPa (1 mmHg)
5. Manometer deferensial yang mampu mengukur hingga 4 kPa (40 mmHg).
6. Pencatat waktu 7. Termometer 8. Filter
(41)
Udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan menggunakan pompa vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter selama periode waktu tertentu diukur dengan menimbang filter (yang sebelumnya telah diketahui bobotnya) setelah pengambilan contoh. Laju alir diukur saat periode pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per satuan volume contoh uji udara yang diambil sebagai µg/m3.
d. Pengambilan contoh uji
1. Tempatkan filter pada filter holder.
2. Tempatkan alat uji di posisi dan lokasi pengukuran.
3. Nyalakan alat uji dan catat waktu serta tanggal, baca indikator laju alir dan catat pula laju alirnya (Q1) untuk diteruskan pembacaan hasil dari kalibrasinya. Catat pula temperatur dan tekanan baromatik.
4. Catat semua pembacaan seperti baca laju alir (Q2), temperatur, dikumpulkan hingga seluruh data terkumpul pada akhir pengukuran. 5. Pindahkan filter secara hati-hati, jaga agar tidak ada partikel yang
terlepas, lipat filter dengan partikulat tertangkap di dalamnya. Tempatkan lipatan filter dalam alumunium foil dan tandai untuk identitas.
Selanjutnya contoh uji yang telah didapat dibawa ke Laboratorium untuk analisa dan perhitungan lebih lanjut.
(42)
2. Data kadar timbal dalam darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008
Data diperoleh melalui pengambilan specimen darah oleh petugas Laboratorium Kesehatan dengan perincian sebagai berikut :
a. Pengambilan Spesimen 1. Alat dan bahan
a. Spuit/disposible syringe b. Blood lancet
c. Karet pengikat lengan/torniquet
d. Kapas
e. Alkohol 70% 2. Wadah spesimen
a. Botol terbuat dari kaca atau spuit b. Ukuran 5 ml
3. Bahan Anti koagulan
a. Ethylene Diamine Tetra acetat (EDTA) dapat digunakan dalam
bentuk padat dengan perbandingan 1:1
b. Heparin dapat digunakan dalam bentuk cair atau padat 4. Tempat Pengambilan dan volume spesimen
Lipatan lengan/siku (darah vena), digunakan apabila mengambil darah dalam jumlah agak banyak, misalnya : 1 s.d. 10 ml
(43)
Pada orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti, pada bayi dapat digunakan vena jugularis superficialis atau sagittals superior. Cara pengambilan sampel sebagi berikut :
a. Ikat lengan atas dengan mengunakan karet pengikat/torniquet, kemudian tangan dikepalkan.
b. Tentukan vena yang akan diambil darahnya, kemudian sterilkan dengan kapas beralkohol 70%.
c. Suntikkan jarum spuit atau disposable syringe dengan posisi 450
dengan lengan.
d. Setelah darah terlihat masuk dalam spuit, ubah posisi spuit menjadi 300 dengan lengan, kemudian tarik spuit perlahan-lahan hingga
volume yang diinginkan.
e. Setelah volume cukup, buka karet pengikat lengan kemudian tempelkan kapas beralkohol pada ujung jarum yang menempel dikulit kemudian tarik jarum perlahan-lahan.
f. Biarkan kapas beralkohol pada tempat suntikan, kemudian lengan ditekuk atau dilipat dan biarkan hingga darah tidak keluar.
g. Pindahkan darah dari disposibel syringe ke wadah berisi anti koagulan yang disediakan, kemudian digoyang secara perlahan agar bercampur.
h. Jika spesimen ingin tetap dalam spuit, setelah darah diambil kemudian dengan spuit yang sama diambil pengawet atau antikoagulan.
(44)
6. Identitas Spesiemen. Spesiemen diberi nomor/kode, sedangkan identitas lengkap dapat dilihat pada buku registrasi yang berisikan nomor, nama responden, umur, dan jenis kelamin.
b. Pengiriman Spesimen Darah
1. Setelah spesimen terkumpul masing-masing dalam wadah/botol kecil, kemudian dimasukan dalam wadah/tempat yang lebih besar dengan diberi es sebagai pengawet sementara (cool box)
2. Wadah spesimen kecil diatur sedemikian rupa sehingga tidak mudah terbalik atau tumpah
3. Wadah diberi label (nomor) 4. Sampel dikirim ke Laboratorium c. Pemeriksaan Spesimen Darah
Pemeriksaan kadar timbal (Pb) di Laboratorium dengan menggunakan metoda
Atomic Absorption Spectrometer (AAS).
3.3.3 Pengolahan Data
Untuk menghasilkan informasi yang benar, maka data yang telah diperoleh akan dilakukan tahapan sebagai berikut :
a. Editing, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk pengecekan isian
kuisioner.
b. Koding, merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
(45)
c. Proccessing, memproses data agar dapat dianalisa. Data yang ada dimasukkan
kedalam program SPSS versi 14.0.
d. Cleaning, merupakan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan.
e. Tabulating, data yang telah sesuai dengan populasi yang dibutuhkan lalu
dimasukkan ke dalam tabel-tabel distribusi.
Kemudian dari hasil pengolahan data tersebut selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan untuk menjawab tujuan penelitian.
3.3.4 Analisis Data a. Analisis Univariat
Variabel-variabel yang akan dianalisis univariat adalah sebagai berikut : kadar timbal di udara ambien, kadar timbal dalam darah, umur pegawai dan masa kerja pegawai dinas perhubungan terminal antar kota di Medan tahun 2008. Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel tersebut di atas.
b. Analisis Bivariat
Analis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen sebagai berikut : Kadar timbal di udara ambien pada lingkungan kerja dengan kadar timbal dalam darah, Umur dengan kadar timbal dalam darah, Masa kerja dengan kadar timbal dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008, dengan uji Chi Square.
(46)
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : Tabel 3.5
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Skala Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Kategori 1. Kadar
timbal di udara ambien
Kadar timbal di udara ambien pada
lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008
Interval High Volume Air Sampler (HVAS)
Pengukuran langsung .
1. ≥ 2 μg/m3
2. < 2 μg/m3
1. Berlebihan 2. Sandar 2. Kadar timbal dalam darah
Kadar Pb dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008 Interval Atomic Absorption Spectrometer (AAS) Pengambilan sampel darah responden untuk diperiksa di laboratorium
1.0-5 μg/dl 2.5- 10 μg/dl
1.Standar 2.Toleransi
4. Umur Usia Pegawai Dinas
Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan Tahun 2008 pada saat dilakukan penelitian
Ordinal Wawancara Wawancara Tahun
1. < 39 thn 2. ≥ 39 thn 5. Masa Kerja Masa kerja sebagai Pegawai
Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan sejak direkrut sebagai pegawai hingga pada saat dilakukan penelitian
Ordinal Wawancara Wawancara Tahun
1.< 10 thn 2.≥ 10 thn
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kota Medan
4.1.1. Letak Geografis
Secara geografis kota Medan terletak di sebalah barat, timur dan selatan berb batasan dengan kabupaten Deli Serdang dan disebelah utara berbatasan dengan langsung dengan selat Malaka, dan terletak pada koordinat3O 30’ – 3O 43’
Lintang utara dan 98O-98O 44’ Bujur timur . kota Medan topograpinya cendrung
miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Iklim kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum 23,2OC-
(47)
84-85 % serta kecepatan angina rata-rata sebesar 0,48/sec. Di kota Medan ada 2 (dua) terminal antar Kota dan antar propinsi yaitu terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris. Luas Terminal Amplas 5,961 Ha dan Luas Terminal Pinang Baris 3,4 Ha
Terminal Amplas merupakan terminal yang paling besar di kota Medan, dan merupakan pool atau pemberhentian bus kecil dan besar menuju kota Medan dan dari kota Medan. Adapun batas-batas terminal Amplas adalah :
Sebelah utara berbatasan dengan : Kel. Amplas atau Jl. Migratio
Sebelah timur berbatasan dengan : Kel. Tj. Deli atau Jl.
Sisingamangaraja
Sebelah selatan berbatasan dengan : Kel. Tj. Deli atau Jl. Pertahanan Sebelah barat berbatasan dengan : Kel. Tj. Deli atau Jl. Selamat Terminal Pinang Baris juga merupakan terminal yang merupakan pool atau pemberhentian bus menuju kota Medan dan dari kota Medan terutama berasal dan ke Nanggro Aceh Darussalam. Adapun batas-batas terminal Pinang Baris adalah :
Sebelah utara berbatasan dengan : Jl. Swadaya 37
Sebelah timur berbatasan dengan : Jl. PU Sebelah selatan berbatasan dengan : Jl. PU
Sebelah barat berbatasan dengan : Jl. Pinang Baris
4.2. Gambaran Kadar Debu Di Udara Ambien Pada Lingkungan Kerja Pegawai Dinas Terminal Antar Kota .
(48)
Pelaksanaa pengukuran debu di udara ambien pada lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Antar Kota di Medan dilaksanakan di 6 (enam) titik dengan 4 kali pengukuran. 3 (tiga) titik di Terminal Amplas dan 3 (Tiga) titik di Terminal Pinang Naris. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisa menunjukkan bahwa kadar debu dalam udara ambien di lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Antar Kota di Medan tertinggi pengukuran kadar debu dalam udara ambien di daerah terminal Amplas pos Pos II (dua) yaitu 334 µg/M3 dan terendah
pengukuran kadar debu dalam udara ambien pada Pos I (satu) yaitu 34 µg/M3 dan
Terminal Pinang Baris tertinggi pengukuran kadar debu dalam udara ambien di Pos 2 (dua) tertinggi pada Pos I (satu) yaitu 237 µg/M3 dan terendah pengukuran
kadar debu dalam udara ambien pada Pos 3 (tiga) yaitu 46µg/M3 untuk lebih jelas
dapat dilihat pada lampiran1
4.2. Kadar Timbal (Pb) di Udara Terminal
4.2.1. Rata-rata Kadar Timbal (Pb) di Udara Ambien Terminal Amplas bulan Mei tahun 2008
Berdasarkan hasil analisa dari kadar debu didapat kadar timbal (Pb) di udara ambien pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Amplas diperoleh dari rata-rata kadar Pb pada 4 kali pengukuran.
Tabel 4.1. Distribusi Kadar Timbal (Pb) di Udara Ambien Pada Lingkungan Kerja Terminal Amplas bulan Mei tahun 2008
NO Titik Pengukuran
RATA-RATA KADAR Pb (µg/m3)
KATEGORI
1. POS 1 3.228 Berlebihan
2. POS 1 3.228 Berlebihan
3. POS 1 3.228 Berlebihan
4. POS 1 3.228 Berlebihan
5. POS 2 1.385 Standar
6. POS 2 1.385 Standar
(49)
8. POS 2 1.385 Standar
9. POS 2 1.385 Standar
10. POS 2 1.385 Standar
11. POS 2 1.385 Standar
12. POS 2 1.385 Standar
13. POS 2 1.385 Standar
14. POS 2 1.385 Standar
15. POS 3 1.232 Standar
16. POS 3 1.232 Standar
17. POS 3 1.232 Standar
18. POS 3 1.232 Standar
19. POS 3 1.232 Standar
20. POS 3 1.232 Standar
21. POS 3 1.232 Standar
22. POS 3 1.232 Standar
23. POS 3 1.232 Standar
24. POS 3 1.232 Standar
Ket :
Standard = kadar Pb di udara ambien < 2 µg/m3 Berlebihan = kadar Pb di udara ambien ≥ 2 µg/m3
Rata-rata kadar Pb di setiap lokasi kerja pegawai dinas perhubungan Terminal Amplas ini kemudian dikategorikan menjadi berlebihan (kadar Pb di udara ambien ≥ 2 µg/m3 ) dan masih standar (kadar Pb di udara ambien < 2 µg/m3)
4.2.4. Rata-rata Kadar Timbal (Pb) di Udara Terminal Pinang Baris bulan Mei tahun 2008
Berdasarkan hasil analisa dari kadar debu didapat kadar timbal (Pb) di udara ambien pada lingkungan kerja Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Pinang Baris diperoleh dari rata-rata kadar Pb pada 4 kali pengukuran.
Tabel 4.2. Distribusi Kadar Timbal (Pb) di Udara Ambien Pada Lingkungan Kerja Terminal Pinang Baris bulan Mei tahun 2008
NO TITIK PENGUKURAN RATA-RATA KADAR Pb (µg/m3)
KATEGORI
1 POS I 0.762 Standar
2 POS I 0.762 Standar
3 POS I 0.762 Standar
(50)
5 POS 2 1.053 Standar
6 POS 2 1.053 Standar
7 POS 2 1.053 Standar
8 POS 3 0.889 Standar
9 POS 3 0.889 Standar
10 POS 3 0.889 Standar
11 POS 3 0.889 Standar
Ket :
Standard = kadar Pb di udara ambien < 2 µg/m3 Berlebihan = kadar Pb di udara ambien ≥ 2 µg/m3
Rata-rata kadar Pb di setiap lokasi kerja pegawai dinas perhubungan Terminal Amplas ini kemudian dikategorikan menjadi berlebihan (kadar Pb di udara ambien ≥ 2 µg/m3 ) dan masih standar (kadar Pb di udara ambien < 2 µg/m3)
4.3. Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan
4.3.1. Kadar Timbal(Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Amplas Tahun 2008
Pengukuran kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal Amplas dilakukan pada 24 orang yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.
Tabel 4.3. Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Amplas Tahun 2008
NO UMUR (tahun) MASA KERJA (tahun) Pb (µg/dl) KATEGORI
1. 35 6 4,4 Standard
2. 55 10 2,5 Standard
3. 52 9 3,3 Standard
4. 36 17 4,6 Standard
5. 51 6 5,5 Toleransi
6. 42 10 3,6 Standard
7. 40 17 3,9 Standard
8. 41 17 4,5 Standard
9. 38 17 2,7 Standard
10. 32 5 6,4 Toleransi
11. 54 10 5,2 Toleransi
(51)
13. 43 5 3,6 Standard
14. 49 5 4,2 Standard
15. 41 5 3,7 Standard
16. 53 10 2,7 Standard
17. 45 6 3,2 Standard
18. 30 10 4,1 Standard
19. 33 10 4,7 Standard
20. 27 2 4,8 Standard
21. 22 2 3,5 Standard
22. 48 2 3,2 Standard
23. 53 8 4,5 Standard
24. 30 10 5,3 Toleransi
Keterangan :
standar : kadar Pb darah < 5 µg/dl toleransi : kadar Pb darah ≥ 5 µg/dl
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar Pb dalam darah pada semua pegawai dinas perhubungan di terminal Amplas masih dibawah standar (10 µg/dl). Akan tetapi dari 24 pegawai ini, ada 4 orang (16,7%) dengan kadar Pb ≥ 5 µg/dl, artinya kadar Pb dalam darahnya sudah mendekati ambang batas (toleransi) sehingga perlu diperhatikan.
4.3.2. Kadar Timbal di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Pinang Baris Tahun 2008
Pengukuran kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal Pinang Baris dilakukan pada 11 orang yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.
Tabel 4.4. Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Pinang Baris Tahun 2008
NO UMUR (tahun)
MASA KERJA (tahun)
Pb (µg/dl)
KATEGORI
1. 56 8 4,3 Standard
2. 38 16 3,5 Standard
3. 34 2 6,0 Toleransi
4. 37 16 3,8 Standard
(52)
6. 36 10 3,5 Standard
7. 39 13 6,2 Toleransi
8. 36 13 4,1 Standard
9. 27 4 5,2 Toleransi
10. 36 13 3,1 Standard
11. 34 12 3,6 Standard
Keterangan :
standar : kadar Pb darah < 5 µg/dl toleransi : kadar Pb darah ≥ 5 µg/dl
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar Pb dalam darah pada semua pegawai dinas perhubungan di terminal Pinang Baris juga masih dibawah standar (10 µg/dl). Akan tetapi dari 11 pegawai ini, ada 3 orang (27,3%) dengan kadar Pb ≥ 5 µg/dl, artinya kadar Pb dalam darahnya sudah mendekati ambang batas (toleransi) sehingga perlu diperhatikan.
4.4. Hubungan Umur dengan Kadar Timbal(Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan
Salah satu faktor yang berhubungan dengan kadar Pb dalam darah adalah umur.
Tabel 4.5. Hubungan umur dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar Kota Tahun 2008
KADAR Pb DARAH (µg/dl) TOTAL
< 5 µg/dl (RENDAH)
> 5 µg/dl (TOLERANSI
) UMUR
(tahun) n % n % n
%
df
p.valu e < 39 14 77,8 4 22,2 18 100
≥ 39 14 82,4 3 17,6 17 100
Jumlah 28 80,0 7 20,0 35 100 1 0,735
Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari responden yang berumur < 39 tahun, mayoritas kadar Pb dalam darahnya rendah yaitu 14 orang ( 77,8%) dan
(53)
minoritas kadar Pb dalam darahnya dalam batas toleransi yaitu 4 orang ( 22,2 %), sedangkan dari responden yang berumur ≥ 39 tahun, mayoritas kadar Pb dalam darahnya rendah yaitu 14 orang ( 82,4%) dan minoritas kadar Pb dalam darahnya dalam batas toleransi yaitu 3 orang ( 17,6 %). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p = 0,735dengan demikian p value lebih besar dari alpha (0,735 > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal Antar Kota tahun 2008.
4.6. Hubungan Masa Kerja dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Tahun 2008
Salah satu faktor yang berhubungan dengan kadar Pb dalam darah adalah masa kerja.
Tabel 4.6. Hubungan Masa Kerja dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar Kota Tahun 2008
KADAR Pb DARAH (µg/dl) TOTAL
< 5 µg/dl (RENDAH)
> 5 µg/dl (TOLERANSI) MASA
KERJA
(tahun) N % N % N
%
Df
P value
< 10 18 75,0 6 25,0 24 100
≥ 10 10 90,9 1 9,1 11 100
Jumlah 28 80,0 7 20,0 35 100 1 0,275
=1,000 Prob=0,534
Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa dari responden yang masa kerjanya < 10 tahun, mayoritas kadar Pb dalam darahnya rendah yaitu 18 orang ( 75,0 %) dan minoritas kadar Pb dalam darahnya dalam batas toleransi yaitu 6 orang ( 25,0 %), sedangkan dari responden yang masa kerjanya ≥ 10 tahun, mayoritas kadar Pb
(54)
dalam darahnya rendah yaitu 10 orang ( 90,9%) dan minoritas kadar Pb dalam darahnya dalam batas toleransi yaitu 1 orang ( 9,1 %). Maka untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan timbal (Pbalam darah) bahwa tabulasi silang (2x2) terdapat nilai harapan < 5 lebih dari 20%, maka tidak dapat digunakan uji exact
fishers, dan ternyata probabilitas (0,534) > =0,05, artinya tidak ada hubungan artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar kota Tahun 2008.
. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan di terminal Antar Kota tahun 2008.
4.7. Hubungan Kadar Timbal (Pb) di Udara dengan Kadar Timbal (Pb) dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota
Berdasarkan hasil pengolahan data, distribusi kadar timbal (Pb) di udara ambien pada lingkungan kerja dan kadar timbal dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7. Hubungan Kadar Timbal (Pb) di udara ambien dengan Kadar Timbal (Pb) di Dalam Darah Pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar kota Tahun 2008
Kadar Pb di udara(µg/m3) TOTAL < 2 µg/m3
(standar)
≥ 2 µg/m3 (berlebihan) KADAR Pb
DARAH
(µg/dl) n % N % N
%
df
pvelue < 5 µg/dl
(rendah) 24 85,7 4 14,3 28 100
≥ 5 µg/dl
(toleransi) 7 100 0 0 7 100
(55)
Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa kadar Pb timbal di udara dengan kadar Pb dalam darah dapat diketahui bahwa dari responden yang kadar Pb dalam darahnya < 5 µg/dl (rendah), mayoritas memiliki kadar Pb di udara < 2 µg/m3 (standar) yaitu 24 orang (85,7%), dan minoritas
memiliki kadar Pb di udara ≥ 2 µg/m3 (berlebihan) yaitu 4 orang (14,3%). Sedangkan dari semua responden yang kadar Pb dalam darahnya ≥ 5 µg/dl (toleransi), semua memiliki kadar Pb di udara < 2 µg/m3 (standar) yaitu 7 orang
(100%). Maka untuk mengetahui hubungan timbal (Pb) dalam darah bahwa tabulasi silang (2x2) terdapat nilai harapan < 5 lebih dari 20%, maka tidak dapat digunakan uji chi-square sehingga digunakan uji exact fisher’s, dan ternyata probabilitas (0,391) > =0,05, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar timbal (Pb) di dalam darah pegawai Dinas Perhubungan di Terminal Antar kota Tahun 2008.
.
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Kadar Debu di Udara Ambien pada Lingkungan Kerja Pegawai Dinas Terminal Antar Kota
Pencemaran kadar timbal (Pb) di udara sangat ditentukan oleh jumlah akumulasi kadar debu di udara ambien. Hasil pengukuran dan analisa pada 6 (enam) titik didapat bahwa kadar debu dalam udara ambien di lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Kota Medan berkisar antara
(56)
34 – 366 µg/m3. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, memperlihatkan bahwa kadar debu dalam udara ambien di lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Kota Medan telah melebihi nilai baku mutu.
Hampir semua timbal di udara merupakan partikel dengan diameter kurang dari 1 um. Ukuran partikel-partikel ini bervariasi tergantung sumber dan usia partikel sejak diemisikan. Kebanyakan merupakan timbal in-organik, dan sumber utamanya adalah dari`pembakaran tertraethyllead dan tetramethyllead yang digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar (WHO, 1987).
5.2. Hubungan Umur pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota dengan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Tahun 2008
47
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai dinas perhubungan terminal antar kota, artinya perbedaan kadar timbal (Pb) dalam darah tidak terlalu berbeda antara pekerja yang berumur < 39 tahun dan ≥ 39 tahun.
Menurut asumsi peneliti, keadaan ini (tingginya kadar timbal (Pb) pada pegawai dinas perhubungan yang berusia muda) dimungkinkan karena pekerja yang berumur < 39 tahun lebih sering mengabaikan aturan-aturan seperti menggunakan masker pada saat sedang melakukan tugas di lapangan, sehingga dalam waktu yang lama, akan menimbulkan gangguan kesehatan melalui inhalasi. Dari sudut manajemen, diketahui tidak adanya pelatihan pada pekerja yang baru bekerja mengenai perlunya perlindungan kesehatan terhadap faktor-faktor resiko
(57)
yang terdapat di lingkungan kerja, khususnya pencemaran udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Pelaksanan rotasi kerja antara usia < 39 dan ≥ 39 tahun telah dilaksanakan di ke-2 (dua) terminal tersebut sehingga terjadi pemerataan resiko dan terkena pencemaran udara (khususnya Pb) jika tidak menggunakan alat pelindung diri karena udara merupakan partikel jalan utama distribusi timbal di lingkungan dan merupakan partikel yang diameter kurang dari 1µm. Jumlah kadar timbal (Pb) dalam darah tidak hanya dipengaruhi umur, tapi juga kekerapan pekerja berhubungan dengan timbal (Pb), kadar yang dijumpai di udara, dan proteksi yang dilakukan untuk mengurangi paparan timbal (Pb). Konsentrasi timbal (Pb) dalam tulang akan meningkat seiring dengan pertambahan umur dan jumlah timbal (Pb) yang diekresikan dipengaruhi oleh umur, karakteristik pemajanan dan tergantung jenis timah hitam yang terabsorpsikan tertinggal dalam tubuh dan 40 % akan dieksresikan.
Penelitian lain dilakukan oleh Fauzi (2007), bahwa 78% anak berumur dibawah 2 tahun dan 28% anak berumur 3-5 tahun, memiliki kandungan timbal dalam darah yang melebihi batas, dan penelitian lain juga dilakukan pada anak-anak sekolah dasar (SD) di Jakarta tahun 2005, bahwa dari 162 siswa SD yang dijadikan sampel, ada 1,3% anak yang kandungan Pb dalam darahnya di atas 10 mg/dl dengan rata-rata 4,2 mg/dl. Ini artinya umur tidak berhubungan dengan kadar Pb dalam darah, karena anak kecil juga bisa memiliki kadar yang tinggi jika terpapar dengan Pb pada waktu yang lama (PPKUI, 2005).
(58)
Jika kadar Pb ini semakin tinggi dan diikuti umur yang semakin tua, maka kemungkinan untuk mengalami hipertensi yaitu 20%, Karena seiring dengan tingginya polutan di udara, maka tekanan darah akan cenderung naik (WHO, 1999).
5.3. Hubungan Masa Kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota dengan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Tahun 2008
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota di Medan antara pekerja yang memiliki masa kerja <10 tahun dan ≥10 tahun atau dengan kata lain tidak hubungan yang signifikan antara lama kerja di lapangan dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai Dinas Perhubungan Terminal antar kota. Pada penelitian ini, kadar timbal (Pb) pada pegawai dinas perhubungan yang mendekati batas standar (toleransi) tidak hanya pada yang masa kerjanya ≥10 tahun, tapi juga pada masa kerja yang < 10 tahun. Ini bisa disebabkan karena pekerja yang telah bekerja < 10 tahun, sebelumnya telah sering terpapar dengan timbal (Pb) ketika bekerja. Walaupun tidak ada hubungan yang signifikan tetapi upaya pencegahan terhadap pencemaran udara (khususnya timbal) perlu dilakukan dengan tetap menggunakan alat pelindung diri ketika bertugas di lapangan. Dari data yang ada juga dimungkinkan tidak dapat dianalisa dengan baik karena data masa kerja hampir homogen. Ada sebanyak 24 orang (68,5%) memiliki masa kerja <10 tahun sehingga tidak dapat dianalisa secara jelas hubungan masa kerja dengan kadar timbal (Pb) dalam darah.
(59)
Hasil tersebut cukup bertentangan dengan dengan teori karena semakin lama paparan timbal (Pb) maka akan berdampak secara signifikan pada kadar timbale (Pb) dalam darah.
Berdasarkan teori, umur timbal (Pb) dalam darah dan jaringan tubuh berkisar antara 28-36 hari. Sehingga akumulasi timbal (Pb) dalam darah lebih dipengaruhi pada lama paparan seketika. Begitu terserap, tidaklah terditribusi secara merata ke seluruh tubuh. Kebanyakan terserap oleh darah dan jaringan tubuh lunak, diikuti redistribusi pada tulang. Tulang mengakumulasi timbal sepanjang hidup manusia dan bertindak sebagai sumber timbal dalam tubuh. semakin semakin lama waktu paparan timbal (Pb) maka akan berdampak secara signifikan pada kadar timbal (Pb) dalam darah.(WHO,1995). Hal ini dijumpai pada pekerja di perusahaan yang memproduksi mesin Cartdrige dengan tipe N-29, akibat sering mengabaikan menggunakan APD. Selain itu, Pengawasan yang tidak adekuat terhadap pekerja dalam bekerja sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja juga dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan kadar timbal dalam darah dalam suatu jangka waktu.
5.4. Hubungan kadar Timbal (Pb) di Udara Terminal Antar Kota dengan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Tahun 2008
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar timbal (Pb) di udara ambien terminal antar kota dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pegawai di terminal antar kota. Berdasarkan hasil hasil pengukuran kadar debu di udara ambien pada pada lingkungan kerja dinas
(60)
perhubungan antar kota di Medan semua pos pengukuran tidak homogen dan sebagian pengukuran telah melebihi baku mutu ambang batas, tetapi kandungan timbalnya sangat rendah, selanjutnya, dari kualitas udara tersebut di atas didapat pegawai dinas perhubungan terminal antar kota kadar timbal (Pb) ≥ 5 µg/dl sebanyak 7 orang (100 %) Hal ini disebabkan karena hanya sedikit kadar timbal (Pb) di udara yang sudah berlebihan, yaitu di lingkungan pegawai dinas perhubungan terminal Amplas. Tapi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kadar timbal (Pb) dalam darah pegawai, maka kadar timbal (Pb) dalam darah pegawai dinas perhubungan antar kota, semua masih standar. Akan tetapi, mengingat sudah ada lingkungan terminal yang kadar Pb nya melebihi standar, maka kadar Pb dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan terminal antar kota di Medan yang mendekati standar (toleransi) perlu mendapat perhatian. Perhatian yang dimaksud misalnya adalah pengawasan di lapangan, terkhusus bagi pekerja muda dan memiliki masa kerja yang pendek. Seharusnya bagi pekerja yang muda, diberi pengarahan tentang pentingnya pelindung pada saat sedang berada di lapangan. Manajemen kerja seperti rotasi kerja, sangat membantu pekerja terhindar terpapar lama dengan Pb, sehingga mengurangi kadar Pb di dalam darah. Dan perlu diketahui rendahnya timbal (Pb) di udara ambien dan timbal (Pb) dalam darah untuk daerah Terminal Amplas karena tidak semua kenderaan masuk ke terminal kecuali angkutan dalam kota dan untuk terminal Pinang Baris masih banyak tanaman di dalam terminal yang mempunyai kemampuan efektif untuk mengatasi dan menurunkan konsentrasi timbal yang melayang di udara karena tanaman dapat meningkatkan turbulensi aliran udara. Dan Pengujian emisi gas
(61)
buang untuk terminal Amplas dan Terminal Pinang Baris sudah dilaksanakan untuk semua jenis kenderaan.
Penelitian di atas bertentangan dengan beberapa penelitian timbal (Pb). Kelompok supir bis kota Jakarta mempunyai kadar dalam darah rata-rata 24,6 µg/dl pada tahun 1987 (Ahmad et al, 1978); Para supir bis kota di Jakarta ditemukan kadar timbal (Pb) dalam darah dua kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan pada tahun 1987 (Tugaswati, 1987), separuh dari para pekerja di daerah padat lalu lintas di kota Bandung mempunyai kadar timbal (Pb) dalam darah di atas 40 µg/dl pada tahun 1992 (Haryanto, 1993).
(62)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN
1. Rata-rata kadar debu di udara ambien pada lingkungan kerja pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota terendah sebesar 34 µg/m3 di Pos 1 P. Baris. Kadar debu di udara ambien tertinggi 366 µg/m3 pada pos 2 terminal P. Baris.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai dinas perhubungan terminal antar kota Medan tahun 2008.
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai dinas perhubungan terminal antar kota Medan tahun 2008.
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar timbal (Pb) di udara dengan kadar timbal (Pb) dalam darah pada pegawai dinas perhubungan terminal antar kota Medan tahun 2008
(63)
1. Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota tetap melaksanakan pengawasan dan pemantauan kualitas udara serta pengukuran kadar timbal (Pb) di udara maupun di dalam darah Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota dan Program Penghijauan khususnya pemenuhan ruang terbuka hijau menjadi prioritas dengan penanaman pohon mahoni.
54
2. Bagi yang terpapar diharapkan agar menggunakan APD seperti masker saat bertugas di lapangan dan perlu adanya rotasi bagi pegawai tingkat keterpaparan yang lama untuk mengurangi tingkat paparan timbal (Pb) ditempat kerja.
3. Peneliti selanjutnya perlu penelitian kadar timbal (Pb) dalam darah lebih lanjut untuk kota Medan dengan populasi yang lebih beragam dan sampel yang besar pada kelompok-kelompok resiko tinggi terpapar timbal (Pb) di udara dan penyebaran pencemaran Pb di udara dan karakteristik meterologi (cuaca, kelembababan dan kecepatan angin) juga di ukur.
STATISTIK
Frequencies
Statistics
35 35 35
0 0 0
40,40 9,29 4,157
39,00 10,00 4,100
8,876 4,762 ,9894
Valid Missing N Mean Median Std. Deviation umur pegawai dinas perhubungan terminal antar kota masa kerja pegawai dinas perhubungan terminal antar kota kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan terminal antar kota
(1)
Statistics
rata-rata kadar Pb di udara pegawai dinas perhubungan terminal antar kota
35 0 1,40389 1,23200 ,694464 ,762 3,228 Valid
Missing N
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
rata-rata kadar Pb di udara pegawai dinas perhubungan terminal antar kota
31 88,6 88,6 88,6
4 11,4 11,4 100,0
35 100,0 100,0
<2 (standar) >2 (berlebihan) Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Crosstabs
Case Processing Summary
35 100,0% 0 ,0% 35 100,0%
kadar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan terminal antar kota * rata-rata kadar Pb di udara pegawai dinas perhubungan terminal antar kota
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(2)
ar Pb dalam darah pegawai dinas perhubungan terminal antar kota * rata-rata kadar Pb di ud pegawai dinas perhubungan terminal antar kota Crosstabulation
24 4 28
85,7% 14,3% 100,0%
7 0 7
100,0% ,0% 100,0%
31 4 35
88,6% 11,4% 100,0% Count
% within kadar Pb dalam darah pegawa dinas perhubungan terminal antar kota Count
% within kadar Pb dalam darah pegawa dinas perhubungan terminal antar kota Count
% within kadar Pb dalam darah pegawa dinas perhubungan terminal antar kota <5
(rendah)
>5 (toleransi) kadar Pb dalam
darah pegawai dinas perhubungan terminal antar kota
Total
<2 (standar)
>2 (berlebihan) rata-rata kadar Pb di udara pegawai dinas perhubungan
terminal antar kota
Total
Chi-Square Tests
1,129b 1 ,288
,159 1 ,690
1,910 1 ,167
,562 ,391
1,097 1 ,295
35 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80.
(3)
Penelitian tentang :
Hubungan Timbal Di Udara Ambien Dengan Timbal Dalam Darah Pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota
di Medan Tahun 2008
No. Kuisioner : Nama Responden :
ID. Responden :
Tanggal :
Lokasi tugas :
Pewawancara :
Pertanyaan Jawaban Berapakah umur anda ?
Sudah berapa lama anda bekerja di Dinas Perhubungan Kota Medan?
Sudah berapa lama anda bertugas sebagai petugas lapangan Terminal Dinas Perhubungan Kota Medan ? Apakah selama bertugas di lapangan, anda senantiasa berada di jalan raya/terminal ?
1. Ya
2. Tidak
Setelah jam kerja selesai, apa yang anda kerjakan ? 1. Duduk di pos jaga
2. Pulang ke rumah
Apakah selama kurun waktu 1 bulan kebelakang anda selalu bertugas di tempat yang sama
1. Ya
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi ,UF (2005). Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan. Kompas, Jakarta.
Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Andi Yogyakarta
Ardyanto D. (2005) Deteksi Pencemaran Timah Hitam. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Komite Penghapusan BensinBertimbal (KPBB) (2001), Kebijakan Energi Bersih Melalui Penghapusan Bensin Bertimbal (Pb) tgl. 10 Februari 2003 http:www.infokus.org.id,
Darmono (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI-Press, Jakarta. Depkes. (2003). SOP Analisi Dampak Kesehatan Lingkungan Dalam
Program Kesehatan Dirjen PPM & PL.
Denni Ardyanto, (2005) Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) dalam Darah Masyarakat Terpanjang Timbal (Plumbum) Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1 Juli 2005.
Ecoton (2003). Mewaspadai Racun Timbal Di Udara Kita. Artikel. Diakses 17 Desember 2007; www.ecotor.or.id.
Ecoton (2003), Mewaspadai Bahaya Polusi Timbal di Surabaya. Artikel. Diakses 17 Desember 2007; www.ecotor.or.id.
Fardiaz, S (2006). Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogykarta.
Haryanto, B (2005). Dampak Kesehatan Pencemaran Udara. UAQ-I Healt Kementrian Lingkungan Hidup dan KBPP (2006). Indonesia Fuel Quality
Report. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup (2005), Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI). Jakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup (2005). Program Penghapusan Timbal Dalam Bensin. Makalah. Diakses 17 Desember 2007;
www.menlh.go.id.
(5)
Kementrian Lingkungan Hidup (2004). Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
406/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Pada Spesimen Biomarker Manusia.
Kusnoputranto, H dan Susanna, D (2000). Kesehatan Lingkungan. FKM-UI, Jakarta.
Kusnoputranto, H (2000). Penghapusan Bensin Bertimbal Sebagai Suatu Keharusan. Makalah, diakses 10 November 2007; www.kpbb.org. Lu,F (1995). Toksikologi Dasar. UI-Press, Jakarta.
Mukono (1997). Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Airlangga University Press, Surabaya.
Mulia, R (2005). Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu, Jakarta.
Notoadmodjo, S (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Rineke Cipta, Jakarta.
Palar, H (2004). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta.
Pelangi (2003). Udara Bersih Hak Kita Bersama. Pelangi, Jakarta.
R. Woro, 1997, Pengaruh Pencemaran Pb (Plumbum) Terhadap Kesehatan Media LidBangkes. Depkes RI. Jakarta.
Tri Tugaswati A. (1995) Emisi Gas Buang Kenderaan Bermotor dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Diakses Tanggal 20 November 2007.
Samin (2006). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. UMM Press, Malang.
Soemirat, J (2005). Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soemirat, J (2004). Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
(6)