Prevalensi Dan Distribusi Lesi-Lesi Mukosa Mulut Pada Manusia Lanjut Usia Di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008)

(1)

Shelly Mayvira : Prevalensi Dan Distribusi Lesi-Lesi Mukosa Mulut Pada Manusia Lanjut Usia Di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008), 2009.

MULUT PADA MANUSIA LANJUT USIA DI PANTI

JOMPO ABDI DARMA ASIH BINJAI,

SUMATERA UTARA (2008)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

SHELLY MAYVIRA NIM : 050600143

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 20 Maret 2009

Pembimbing : Tanda tangan

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ……….. NIP. 132 161 242


(3)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 20 Maret 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi 2. Syuaibah Lubis, drg.


(4)

Tahun 2009

Shelly Mayvira

Prevalensi dan Distribusi Lesi-Lesi Mukosa Mulut pada Manusia Lanjut Usia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008)

xiii + 52 halaman

Prevalensi lesi-lesi mukosa mulut merupakan suatu hal yang penting untuk mengetahui dan mengevaluasi kesehatan mulut dan kebutuhan perawatan pada populasi manusia lanjut usia. Di Sumatera Utara, Indonesia, penelitian umumnya dilakukan hanya terbatas pada status dan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi lansia, belum mencerminkan kelainan-kelainan pada mukosa mulut yang sering dijumpai pada lansia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada tidaknya lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara, untuk mengetahui jenis, jumlah, lokasi serta prevalensi lesi-lesi mukosa mulut.

Penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong silang yang melibatkan 100 orang lansia (52 orang laki-laki dan 48 orang perempuan) yang diperiksa secara klinis dan hasilnya dicatat di rekam medik.

Prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia adalah 100 %, dimana pada 50 % lansia dijumpai lebih dari 3 lesi. Lesi lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan. Pigmentasi merupakan lesi yang paling banyak dijumpai


(5)

median rhomboid glossitis (1 %), black hairy tongue (1 %) dan fibroma (1 %). Lidah merupakan lokasi terbanyak dijumpai lesi sebesar 92 %. Keganasan tidak dijumpai dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi lesi-lesi mukosa mulut yang sangat tinggi pada lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai. Pencegahan dan pemeriksaan lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk menurunkan prevalensi lesi-lesi mukosa mulut

Daftar Rujukan : 37 (1973 – 2008)


(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Prevalensi dan Distribusi Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Manusia Lanjut Usia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008) “ sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Salawat beserta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad Rasulullah SAW atas suri teladan yang baik.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan segenap cinta dan ketulusan hati kepada keluarga tersayang, Ayahanda Nasir Ali dan ibunda Ellynawaty, serta adik penulis Reza Havhie dan Shanaz Alvikha atas segala perhatian, dukungan moril dan materil, motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan kasih sayang yang melimpah.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(7)

Indra Basar Siregar, drg., M.kes selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing, mendidik dan membantu penulis selama menuntut ilmu di masa pendidikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Nabari Ginting, M.Si selaku kepala Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara, seluruh staf Dinas Sosial dan Balai Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara, seluruh staf dan dokter poliklinik di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai yang telah memberikan izin serta banyak membantu dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk pembuatan skripsi ini. Tak lupa pula terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh penghuni panti jompo Abdi Darma Asih Binjai yang telah bersedia bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.

Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tiwi, Amy, Adiwika, Topik, Tm, Pepenk, Julita, Linda, Ivana, Rika, Heikal dan teman-teman stambuk 2005 lainnya atas bantuan, semangat, motivasi dan kebersamaan di FKG USU, Dita, Vira atas persahabatan yang tulus, Hiro Hidaya atas doa dan motivasi selama ini.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 20 Maret 2009

Penulis,

(SHELLY MAYVIRA)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia ... 6

2.2 Teori-teori Proses Menua ... 7

2.2.1 Teori Stochastik ... 7

2.2.2 Teori Cross Linking Colagen-Elastin ... 8

2.2.3 Teori Neuroendokrin ... 8

2.2.4 Teori Mutagenesis Intrinsik ... 8

2.2.5 Teori Imunologi ... 8

2.2.6 Teori Nutrional Component ... . 9

2.2.7 Teori Sintesa Protein ... 9

2.2.8 Teori Radikal Bebas ... 9

2.3 Perubahan Jaringan Tubuh Akibat Proses Menua ... 9

2.3.1 Perubahan Sel Tubuh ... 9

2.3.2 Perubahan Cairan Tubuh ... 9


(9)

2.4 Perubahan Mukosa Mulut Pada Lansia ... ... 10

2.4.1 Keratosis ... 11

2.4.2 Kelainan Pada Lidah ... 12

2.4.2.1 Fissured Tongue ... 12

2.4.2.2 Geografic Tongue ... 13

2.4.2.3 Coated Tongue ... 14

2.4.2.4 Sublingual Varikositis ... 14

2.4.2.5 Atropi Papila Lidah ... 15

2.4.3 Angular Cheilitis ... 16

2.4.4 Pigmentasi ... 16

2.4.5 Kandidiasis ... 17

2.4.6 Kelainan yang Berhubungan dengan Pemakaian Gigi Tiruan ... 18

2.4.6.1 Traumatic Ulcer ... 18

2.4.6.2 Denture Stomatitis ... 19

2.4.6.3 Denture Hiperplasia ... 19

2.4.7 Keganasan ... 20

KERANGKA TEORI ... 22

KERANGKA KONSEP ... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 24

3.4 Besar Sampel ... 25

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 25

3.5.1 Variabel Bebas ... 25

3.5.2 Variabel Terikat ... 25

3.5.3 Variabel Terkendali ... 26

3.5.4 Variabel Tak Terkendali ... 26

3.6 Defenisi Operasional ... 27

3.7 Sarana Penelitian ... 28

3.7.1 Alat dan Bahan ... 28

3.7.2 Formulir Pencatatan ... 29

3.8 Cara Pengumpulan Data ... 29

3.8.1 Data Demografi ... 29

3.8.2 Data Klinik ... 29

3.9 Pengolahan Data ... 30


(10)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 31

BAB 5 PEMBAHASAN ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Keratosis pada Mukosa Bukal ... 12

2 Fissured Tongue ... 13

3 Geografic Tongue ... 13

4 Coated Tongue ... 14

5 Sublingual Varikositis ... 15

6 Atropi Papila Lidah pada Lansia ... 15

7 Angular Cheilitis pada Sudut Mulut ... 16

8 Pigmentasi pada Gingiva ... 17

9 Kandidiasis Pseudomembran Akut ... 17

10 Kandidiasis Kronik Hiperplastik ... 18

11 Traumatic Ulcer ... 18

12 Denture Stomatitis ... 19

13 Denture Hiperplasia ... 19

14 Leukoplakia dan Eritroplakia ... 20

15 Skua mos Sel Karsinoma ... 21

16 Distribusi Lansia Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 31

17 Distribusi Lansia Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan dan Jenis Kelamin ... 32


(12)

18 Distribusi Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Jenis Kelamin ... 33 19 Distribusi Lansia Berdasarkan Latar Belakang Kerja

dan Jenis Kelamin ... 34 20 Distribusi Jumlah Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Lansia


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Distribusi Lansia Berdasarkan Suku Bangsa ... 35 2 Distribusi Lansia Berdasarkan Penyakit Sistemik

yang Diderita ... 36 3 Prevalensi Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Lansia ... 37 4 Distribusi Lansia Berdasarkan Keberadaan Penyakit

Sistemik dan Keberadaan Lesi-lesi Mukosa Mulut ... 38 5 Distribusi Lokasi Lesi-lesi Mukosa Mulut pada Lansia ... 40


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup.1 Di Amerika Serikat, pada tahun 1990, jumlah manusia yang berumur lebih dari 65 tahun sekitar 4%. Di Eropa pertumbuhan penduduk usia lanjut lebih dramatis lagi. Sebagai contoh pada tahun 1988, terdapat 15% penduduk Inggris dan Jerman yang berusia 65 tahun atau lebih.2 Demikian juga di Indonesia, sebagai suatu negara berkembang, usia harapan hidup penduduknya juga semakin meningkat. Pada tahun 1980, penduduk Indonesia yang berumur diatas 65 tahun mencapai 7,7% dan pada tahun 1990 mencapai 9,2%.3

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, di Indonesia pada tahun 2005 jumlah lansia yang berusia 60 tahun ke atas sebanyak 15.814.500 jiwa, sedangkan di propinsi Sumatera Utara sebanyak 664.900 jiwa.4 Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan hidup akan mencapai 73,7 tahun, suatu peningkatan yang cukup tinggi dari angka 69,0 tahun pada tahun 2005.2 Peningkatan tersebut mengisyaratkan adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi lansia.1

Kondisi fisik lansia berbeda dengan dewasa normal. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa terjadi perubahan degeneratif, fisiologis dan biologis yang


(15)

menua, kelainan pada rongga mulut dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut.6 Kondisi dalam mulut sendiri, seperti adanya gigi tiruan, gigi yang tajam dan restorasi yang tidak baik juga dapat menyebabkan kelainan pada mukosa mulut.7

Selama ini penelitian-penelitian yang berkenaan dengan rongga mulut lansia yang dilakukan di Indonesia hanya terbatas pada prevalensi edentulous dan kebutuhan akan gigi tiruan saja.8,9 Sementara itu penelitian-penelitian sehubungan dengan prevalensi kelainan-kelainan mukosa mulut pada lansia hanya banyak dilakukan di luar negeri, seperti di China, Brazil, Israel, Malaysia dan negara-negara Eropa dan Amerika dengan hasil yang berbeda-beda. Dalam penelitian tersebut ditemukan lesi-lesi mukosa mulut pada lansia diantaranya keratosis, sublingual varikositis, angular cheilitis, fissured tongue, pigmentasi, kandidiasis, traumatic ulcer, denture hiperplasia, denture stomatitis, dan keganasan.10-18

Corbet, dkk (1994) dalam penelitiannya mengenai lesi-lesi mukosa mulut terhadap 537 lansia di Cina menemukan bahwa pada 64% lansia tidak ditemukan adanya lesi, sedangkan 29% lansia memperlihatkan adanya satu lesi, sisanya memiliki dua lesi atau lebih.10 Penelitian serupa juga dilakukan di Brazil oleh Jorge J, dkk (1991) yang melakukan pemeriksaan terhadap 350 lansia dan pada 58,9 % lansia ditemukan adanya satu atau lebih lesi-lesi mukosa mulut.11

Penelitian mengenai prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di Indonesia masih sangat langka. Hal yang menggembirakan telah dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang melakukan penelitian serupa di Jakarta terhadap 347 lansia dari 607 orang yang menghuni panti jompo yang berusia 50 hingga 92 tahun,


(16)

ditemukan pada 60,5% lansia terlihat adanya satu atau lebih lesi mukosa mulut, sedangkan 39,5% memperlihatkan mukosa mulut yang sehat.19

Di Medan, Natamiharja L (2000) telah melakukan penelitian pada lansia, tetapi hanya terbatas pada status dan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi lansia, belum mencerminkan kelainan-kelainan pada mukosa mulut yang sering dijumpai pada lansia.20

Atas fakta tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di Sumatera Utara, khususnya di kotamadya Binjai.

Penelitian akan dilakukan di Panti Jompo Abdi Darma Asih yang terletak di daerah kebun lada kotamadya Binjai. Panti jompo ini berdiri pada tahun 1979 dengan luas sekitar 5 ha dan berada dibawah naungan Departemen Sosial Propinsi Sumatera Utara.


(17)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

- Apakah ada lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai?

- Berapakah prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai?

- Bagaimana jenis, jumlah, dan lokasi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai?

1.3 Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui apakah ada lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai

- Untuk mengetahui prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai

- Untuk mengetahui jenis, jumlah, dan lokasi lesi-lesi mukosa mulut di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui lesi-lesi mukosa mulut yang terdapat pada lansia, maka diharapkan:

- Dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sebaik-baiknya dalam menunjang kesehatan lansia secara keseluruhan


(18)

- Sebagai data awal bagi peneliti-peneliti lain untuk menelaah lebih lanjut kaitan antara proses menua dengan timbulnya kelainan pada mukosa mulut - Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pengelola panti dalam bidang nutrisi serta kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.

- Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi program pemerintah dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia

Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari.3

Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Proses menua merupakan proses alamiah yang terjadi terus-menerus dalam kehidupan yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan anatomik, fisiologik dan biomekanik dalam sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel, jaringan dan organ tubuh.1

Proses menua memiliki tanda-tanda, antara lain:1

1. Terjadi kemunduran biologis, yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, misalnya mulut mulai mengendor, wajah timbul garis-garis menetap dan keriput, rambut beruban dan memutih, kehilangan gigi, penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah dan cepat lelah, gerakan lamban dan tidak lincah, kerampingan tubuh hilang dan terjadi penimbunan lemak di beberapa bagian tubuh

2. Terjadi kemunduran kemampuan kognitif, misalnya menjadi pelupa dan ingatan tidak berfungsi dengan baik.

Lansia dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat usia. Menurut DEPKES RI, lansia dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu:1


(20)

1. Kelompok usia dalam masa virilitas (45-54 tahun), merupakan kelompok yang berada dalam keluarga dan masyarakat luas.

2. Kelompok usia dalam masa prasenium (55-64 tahun), merupakan kelompok yang berada dalam keluarga, organisasi lanjut usia dan masyarakat pada umumnya.

3. Kelompok usia masa senescrus (> 65 tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (>70 tahun), merupakan kelompok yang umumnya hidup sendiri, terpencil, hidup dalam panti dan menderita penyakit berat.

Sementara itu, WHO mengelompokkan lansia atas kelompok middle age (45-59 tahun), kelompok elderly (60-74 tahun) dan kelompok aged (75 tahun ke atas), sedangkan Pathy (1985) mengelompokkan lansia atas kelompok young elderly (65-75 tahun) dan kelompok old elderly (75 tahun ke atas).8,21

2.2 Teori-Teori Proses Menua

Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai proses menua, antara lain:8,21,22

2.2.1 Teori Stochastik

Teori ini merumuskan bahwa proses menua disebabkan oleh penimbunan sisa-sisa dari lingkungan, contohnya adalah mutasi somatik yang disebabkan oleh radiasi dan kemungkinan bahan-bahan radioaktif yang tertimbun. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan sintesis protein, kegagalan fungsi dan berakhir dengan kematian.


(21)

2.2.2 Teori Cross Linking Colagen-Elastin

Teori ini menyatakan adanya saling silang antara kolagen dan elastin yang menyebabkan serabut tersebut menjadi kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak dan akhirnya degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem vital tubuh (yang tersusun oleh serabut tersebut) mengalami kemunduran fungsional yang menyebabkan gejala menua.

2.2.3 Teori Neuroendokrin

Teori ini menempatkan hormon sebagai pusat dari proses menua. Menurut teori ini, proses menua tergantung pada peranan kelenjar hipofisis yang mengeluarkan hormon DECO (Decreasing Oxygen Consumption) yang dapat menstimulir pengurangan konsumsi oksigen dan mengurangi usaha hormon tiroid dalam proses menua.

2.2.4 Teori Mutagenesis Intrinsik

Pada mutagenesis intrinsik terdapat peranan DNA metilation sebagai faktor pengatur dalam menunjang proses menua. Adanya DNA metilation dapat menyebabkan kesalahan mengkode dalam replikasi akibat informasi genetik yang tidak sesuai atau tidak tepat, padahal informasi ini dibutuhkan oleh inti sel untuk menghasilkan protein di dalam menunjang fungsi sel secara normal.

2.2.5 Teori Imunologi

Teori ini menyatakan bahwa kapasitas fungsional sistem imun mengalami kemunduran dengan bertambahnya umur, mereduksinya fungsi sel limfosit T dan turunnya resistensi terhadap infeksi penyakit.


(22)

2.2.6 Teori Nutrional Component

Teori ini menjelaskan bahwa kekurangan makanan menyebabkan perubahan fisiologis dan anatomis yang selanjutnya menyebabkan kerusakan dan terbatasnya regenerasi sel sehingga terjadi proses menua.

2.2.7 Teori Sintesa Protein

Proses menua disebabkan karena gangguan mekanisme sintesa protein. Tahapan sintesa protein dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Perubahan aktivitas enzim menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein abnormal

2.2.8 Teori Radikal Bebas

Akhir-akhir ini proses menua banyak dikaitkan dengan aktifitas radikal bebas di dalam tubuh. Teori ini menyatakan bahwa radikal bebas yang bersifat sangat reaktif ini dapat merusak komponen sel dan inti sel sehingga terjadi degenerasi.

2.3 Perubahan Jaringan Tubuh Akibat Proses Menua

Proses menua akan mempengaruhi sel-sel tubuh, bahan intraseluler dan cairan tubuh. Perubahan jaringan tubuh yang terjadi meliputi:21

2.3.1 Perubahan sel tubuh

Sel-sel tubuh mengalami perubahan internal, sehingga fungsinya secara umum menjadi berkurang dan tidak sempurna. Sel-sel tubuh akan mengalami atropi yang dapat terjadi pada seluruh jaringan dan organ tubuh.


(23)

2.3.2 Perubahan cairan tubuh

Pada lansia terlihat berkurangnya cairan tubuh. Berkurangnya cairan tubuh akan menyebabkan berkurangnya berat badan juga keriputnya jaringan dan organ tubuh.

2.3.3 Perubahan serabut kolagen

Bertambahnya serabut kolagen atau kolagenisasi dapat menyebabkan kekakuan jaringan sehingga daya fleksibilitas berkurang akan tetapi menjadi lebih tahan terhadap enzim proteolitik.

2.3.4 Perubahan elastisitas

Serabut elastis tampak kehilangan elastisitasnya dan kelihatan bertambah tebal.

2.3.5 Perubahan bahan mineral

Pengendapan bahan mineral dan garam Ca pada jaringan akan mengurangi fisiologis jaringan.

2.4 Perubahan Mukosa Mulut Pada Lansia

Mukosa mulut manusia dilapisi oleh lapisan epitel yang berfungsi terutama sebagai suatu barier terhadap pengaruh lingkungan dalam dan luar mulut. Shklar melaporkan terdapat perbedaan mukosa mulut antara orang berusia muda dengan orang berusia lanjut.5

Dengan bertambahnya usia, lapisan epitel yang menutupi mukosa mulut cenderung mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya pembuluh


(24)

darah kapiler dan suplai darah, serta serabut kolagen yang terdapat pada lamina propria akan mengalami penebalan.5

Akibat perubahan-perubahan tersebut, secara klinis terlihat mukosa menjadi lebih pucat, tipis dan kering, proses penyembuhan menjadi lebih lambat, mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan ataupun gesekan. Keadaan ini dapat diperberat karena berkurangnya aliran saliva pada lansia.5

Selain dari proses menua, kelainan pada rongga mulut dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut.6 Kondisi dalam mulut sendiri, seperti adanya gigi tiruan, gigi yang tajam dan restorasi yang tidak baik juga dapat menyebabkan kelainan pada mukosa mulut.7

Perubahan-perubahan pada mukosa mulut yang sering terlihat pada lansia adalah:

2.4.1 Keratosis

Akibat proses menua, keratinisasi pada mukosa mulut akan mengalami pengurangan. Hal ini dapat menyebabkan jaringan lunak mulut menjadi rentan terhadap iritasi fisik, kemis, maupu n iritasi bakteri.23

Keratosis ditandai dengan adanya penebalan berwarna putih pada mukosa mulut, tidak dapat dihapus dengan sapuan kapas dan jari.23 Biasa dijumpai dan sering dapat dibuktikan berhubungan dengan cengkeraman gigi tiruan, tepi yang kasar dari gigi tiruan atau fraktur gigi, pada perokok berat dan juga pada mukosa bukal yang berhadapan dengan gigi.6


(25)

Gambar 1. Keratosis pada mukosa bukal24

2.4.2 Kelainan pada lidah

Pada lansia sering ditemukan kelainan-kelainan pada lidah.5 Kelainan-kelainan yang sering terjadi antara lain :

2.4.2.1 Fissured Tongue

Lidah berfisur adalah variasi dari anatomi lidah normal yang terdiri atas satu fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multipel dengan berbagai kedalaman yang terdapat pada permukaan dorsal dari dua pertiga anterior lidah. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, tetapi lidah berfisur barangkali merupakan suatu proses perkembangan dan bertambah banyak seiring dengan pertambahan usia.25


(26)

Gambar 2. Fissured tongue

2.4.2.2 Geografic tongue

Lidah geografik adalah suatu peradangan jinak yang disebabkan oleh mengelupasnya keratin superfisial dan papila-papila filiformisnya. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan karena stres emosional, defisiensi nutrisi dan herediter. Keadaan ini dapat timbul tiba-tiba dan menetap selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Lidah geografik paling sering mengenai wanita dan orang-orang dewasa usia pertengahan.25


(27)

2.4.2.3 Coated tongue

Coated tongue merupakan suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa makanan dan plak bakteri yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.26

Gambar 4. Coated tongue

2.4.2.4 Sublingual Varikositis

Sublingual varikositis adalah pelebaran vena yang umum dijumpai pada orang tua dengan insiden 40-50%.21,25 Penyebab pelebaran vaskuler ini adalah penyumbatan vena oleh benda asing internal seperti plak atau hilangnya elastisitas dinding vaskuler akibat proses menua.25

Varikositas tampak sebagai pertumbuhan noduler, berfluktuasi, berwarna merah, biru sampai ungu. Varikositas intraoral paling umum timbul superfisial pada pemukaan ventral dari dua pertiga anterior lidah dan dapat meluas ke tepi lateralnya. Varikositas bisa terjadi pada wanita maupun pria secara seimbang.25


(28)

Gambar 5. Sublingual varikositis

2.4.2.5 Atropi Papila Lidah

Pada orang berusia lanjut, permukaan dorsal lidah akan cenderung menjadi licin yang disebabkan atropi papila lidah. Atropi biasanya dimulai dari bagian apeks dan sebelah lateral lidah.5 Didapati jumlah papila berkurang dan terjadi penurunan sensitivitas rasa. Biasanya terjadi akibat defisiensi vitamin B kompleks yang sering terjadi pada lansia.21,23


(29)

2.4.3 Angular Cheilitis

Angular cheilitis merupakan keadaan fissura eritematus yang memancar pada sudut mulut. Keadaan ini sering terjadi sesudah usia 50 tahun dan biasanya diderita oleh pemakai gigi tiruan. Etiologinya diperkirakan berhubungan dengan infeksi campuran Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Umumnya kronis, biasanya bilateral dan sering berhubungan dengan stomatitis gigi tiruan serta glossitis, dimensi vertikal yang turun dan defisiensi vitamin B.6,25

Pada awalnya jaringan mukokutan di sudut-sudut mulut menjadi merah, lunak dan berulserasi. Selanjutnya, fissura-fissura eritematus menjadi dalam dan melebar beberapa cm dari sudut mulut ke kulit sekitar bibir atau berulserasi dan mengenai mukosa bibir dan pipi.25

Gambar 7. Angular cheilitis pada sudut mulut 25

2.4.4 Pigmentasi

Pigmentasi umum terjadi pada mukosa oral. Pigmentasi dapat disebabkan oleh faktor endogen yang disebabkan karena tertimbunnya hemoglobin, hemosiderin dan melanin, juga dapat disebabkan oleh faktor eksogen yang berasal dari luar.7 Mukosa mulut dapat terlihat berwarna merah, biru, ungu, abu-abu, coklat dan hitam.28


(30)

Gambar 8. Pigmentasi pada gingiva

2.4.5 Kandidiasis

Kandidiasis merupakan suatu lesi yang disebabkan oleh berbagai jamur kandida, dimana yang paling banyak terdapat pada tubuh manusia adalah Candida albicans.7 Terdapat beberapa bentuk kandidiasis, yaitu kandidiasis pseudomembran akut (thrush), kandidiasis atropik akut, kandidiasis atropik kronis, dan kandidiasis kronik hiperplastik.7,25,29

Kandidiasis disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi. Usia tua merupakan salah satu faktor predisposisi , terutama tipe pseudomembran akut.29 Lesi ini biasanya dijumpai pada mukosa pipi, lidah dan palatum lunak.25


(31)

Gambar 10. Kandidiasis kronik hiperplastik31

2.4.6 Kelainan yang berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan

Berkurangnya aliran saliva pada lansia akan mengganggu retensi gigi tiruan karena aksi adhesif saliva antara dasar gigi tiruan dengan jaringan lunak akan berkurang.5 Pada lansia yang menggunakan gigi tiruan dapat terjadi:

2.4.6.1 Traumatic Ulcer

Biasanya terjadi karena adanya tekanan dari dasar atau sayap gigi tiruan yang tidak pas atau dari kerangka gigi tiruan sebagian.Bentuk ulkus sesuai dengan penyebabnya, yaitu memanjang, biasanya soliter dan ukurannya bervariasi. Permukaannya biasanya tertutup selaput putih kekuningan dan dikelilingi tepi yang lebih tinggi dan keras pada perabaan.6


(32)

2.4.6.2 Denture Stomatitis

Denture stomatitis ditandai dengan daerah kemerahan, diskret pada mukosa yang kontak dengan gigi tiruan. Penyebab utama adalah Candida albicans, sedangkan faktor predisposisinya adalah daya tahan jaringan setempat yang rapuh/kurang (iritasi setempat yang kronis karena gigi tiruan tidak stabil, permukaan gigi tiruan yang kasar, banyak kalkulus dan kebersihan mulut kurang) dan faktor-faktor yang dapat menyuburkan kandida.6

Gambar 12. Denture stomatitis 32

2.4.6.3 Denture Hiperplasia

Denture hiperplasia merupakan suatu keadaan hiperplasia jaringan yang disebabkan oleh trauma dari pemakaian gigi tiruan yang tidak baik.33


(33)

2.4.7 Keganasan

Insidens keganasan meningkat seiring dengan pertambahan usia.7 Kemungkinan hal ini dapat dihubungkan dengan adanya gangguan sistem kekebalan tubuh oleh karena adanya atrofi dari salah satu organ tubuh (thymus) dimana fungsi sel T menjadi menurun sehingga mudah terjadi infeksi disamping adanya faktor lokal seperti iritasi kronis. Hal ini dapat dihubungkan dengan meningkatnya angka kejadian dari kanker dan infeksi pada penderita lanjut usia.6

Lesi praganas yang sering terjadi adalah leukoplakia dan lebih berpotensi menjadi ganas pada penderita lanjut usia. Hampir 90% keganasan yang terjadi merupakan skua mos sel karsinoma. Daerah yang paling sering terjadi keganasan oral pada lansia adalah lidah, bibir, mukosa bukal, dasar mulut dan daerah posterior orofaring.7


(34)

(35)

KERANGKA TEORI

Lansia

Pengertian Teori-teori proses menua

Perubahan jaringan tubuh akibat proses

menua

Perubahan mukosa mulut

Kelainan pada lidah

Angular cheilitis

Pigmentasi Kandidiasis Keratosis

Kelainan yang berhubungan dengan

pemakaian gigi tiruan Keganasan


(36)

KERANGKA KONSEP

Variabel tak terkendali: - Jenis kelamin

- Penyakit sistemik yang diderita - Obat-obatan yang digunakan - Gigi palsu

Variabel bebas: Lansia

Variabel terikat : Lesi-lesi mukosa oral: 1. Keratosis

2. Fissured tongue 3. Geografic tongue 4. Coated tongue

5. Sublingual varikositis 6. Atropi papila lidah 7. Angular cheilitis 8. Pigmentasi 9. Kandidiasis 10. Traumatic ulcer 11. Denture stomatitis 12. Denture hiperplasia 13. Keganasan

Variabel terkendali : Usia ( 60 tahun ke atas)


(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong silang.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai. Waktu penelitian adalah sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah para lansia yang menghuni Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah para lansia yang berusia 60 tahun ke atas di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai.

Kriteria Inklusi kelompok sampel lansia : - Lansia yang berusia 60 tahun ke atas

- Lansia yang bersedia diperiksa rongga mulutnya - Lansia yang dapat membuka mulut dengan baik Kriteria Eksklusi kelompok sampel lansia :


(38)

- Lansia yang menolak diperiksa rongga mulutnya

- Lansia yang mengalami kesukaran dalam membuka mulut

3.4 Besar Sampel

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, penulis menggunakan persentase prevalensi lesi-lesi mukosa oral pada lansia di beberapa panti jompo di Jakarta berdasarkan penelitian Sarsito AS, dkk (1997) yaitu 60,5%, diperoleh sampel dengan menggunakan rumus :

n = Za2.p.q / d2

Dimana : Za = confidence level 95% ( 1,96)

p = persentase prevalensi lesi-lesi mukosa oral q = 1-p

d = presisi relatif 10%

n = 1,962. 0,605 ( 1-0,605) / 0,12 = 91,80

Jumlah sampel minimum yang didapat adalah 91,80 atau 92 orang. Maka jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah 100 orang.

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel bebas : Lansia


(39)

- Geografic tongue - Coated tongue

- Sublingual varikositis - Atropi papila lidah - Angular cheilitis - Pigmentasi - Kandidiasis - Traumatic ulcer - Denture stomatitis - Denture hiperplasia - Keganasan

3.5.3 Variabel terkendali : Usia ( 60 tahun ke atas) 3.5.4 Variabel tak terkendali : - Jenis kelamin

- Penyakit sistemik yang diderita - Obat-obatan yang digunakan - Gigi palsu

3.6 Defenisi Operasional

a. Lansia adalah orang-orang yang telah mencapai usia lanjut ( 60 tahun ke atas).6

b. Keratosis adalah penebalan berwarna putih pada mukosa mulut yang tidak dapat dihapus dengan sapuan kapas ataupun jari.23


(40)

c. Fissured tongue adalah fisur yang dapat berupa fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multipel dengan berbagai kedalaman yang terdapat pada permukaan dorsal dari dua pertiga anterior lidah.25

d. Geografic tongue adalah suatu daerah yang ditandai oleh adanya bercak-bercak gundul merah muda sampai merah, tunggal atau multipel dari papila filiformis yang dibatasi atau tidak dibatasi oleh pinggiran putih yang menimbul.25

e. Coated tongue merupakan suatu keadaan dimana permukaan lidah terlihat berwarna putih atau berwarna lain yang merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa makanan dan plak bakteri yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.26

f. Sublingual varikositis adalah pelebaran vena yang tampak sebagai pertumbuhan noduler, berfluktuasi, berwarna merah, biru sampai ungu, timbul superfisial pada pemukaan ventral dari dua pertiga anterior lidah dan dapat meluas ke tepi lateralnya.25

g. Atropi papila lidah adalah menurunnya jumlah putik kecap sehingga permukaan dorsal lidah cenderung menjadi licin.5,21

h. Angular cheilitis adalah terdapatnya fissura eritematus yang memancar pada sudut mulut.25

i. Pigmentasi adalah suatu daerah pada mukosa mulut yang sama rata dengan permukaan, dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan lokasi, dapat berwarna merah, biru, ungu, hitam, abu-abu dan coklat.25,28


(41)

k. Traumatic ulcer adalah ulkus yang memanjang, biasanya soliter dan ukurannya bervariasi. Permukaannya biasanya tertutup selaput putih kekuningan dengan tepi yang lebih tinggi dari perabaannya.6

l. Denture stomatitis adalalah lesi berwarna merah, difus pada mukosa yang ditutupi oleh gigi tiruan.36

m. Denture hiperplasia adalah pertumbuhan yang berlebihan dari mukosa yang berkontak dengan gigi tiruan, tampak licin dan halus atau bisa bernodul-nodul.35

n. Keganasan dapat terlihat sebagai : 36

- Lesi yang berkembang sebagai lesi putih, indurasi dan permukaannya mungkin nodular atau ulserasi. Lesi ini mungkin terfiksasi jika jaringan terjadi pada bagian mukosa bergerak. Lesi dapat juga terlihat sebagai massa seperti jamur.

- Lesi yang berkembang pada daerah yang merah, terdapat indurasi dimana jaringan terasa padat dan penebalan seluruh lesi atau tepi lesi jika mengalami ulserasi. - Lesi yang mengalami ulserasi dengan indurasi pada tepi ulser. Ulser dapat meninggi, tepi bergelung dan dapat berkembang membentuk area putih.

- Lesi yang terlihat sebagai massa yang tumbuh eksofitik dan dapat dengan mudah berdarah.

3.7 Sarana penelitian

3.7.1 Alat dan bahan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan dalam rongga mulut adalah kaca mulut, sonde, kapas, sarung tangan, masker, lampu senter, serta kamera untuk dokumentasi penelitian. Sebagai bahan untuk desinfeksi adalah 3 buah baskom yang


(42)

masing-masing berisi air, povidon iodin dan terakhir dimasukkan ke dalam baskom yang berisi alkohol, kemudian alat dikeringkan dengan handuk. Selanjutnya dipergunakan untuk pemeriksaan subjek yang lain.

3.7.2 Formulir pencatatan

Formulir pencatatan terdiri dari blanko rekam medik yang mencakup data demografi (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku) dan data klinik subjektif dan objektif (pemeriksaan ekstra oral dan intra oral).

3.8 Cara Pengumpulan Data

3.8.1 Data demografi

Data demografi diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap para lansia yang berusia 60 tahun ke atas dan melalui data sekunder yang dapat diperoleh di panti jompo.

3.8.2 Data Klinik

Data klinik dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut terhadap subjek sebagai berikut :

- Subjek didudukkan dengan keadaan rileks. Posisi pemeriksa berdiri di depan subjek.

- Pemeriksaan klinis dilakukan peneliti dengan bantuan asisten peneliti dengan menggunakan 2 kaca mulut dan penerangan lampu senter.


(43)

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dan ditabulasikan.

3.10 Analisa Data

Data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasikan dan analisa data dilakukan dengan cara perhitungan persentase setiap lesi-lesi mukosa mulut yang terlihat pada subjek.


(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian yang diperiksa berjumlah 100 orang, terdiri dari 52 orang laki-laki (52 %) dan 48 orang perempuan (48 %).

Gambar 16 menunjukkan distribusi lansia berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Untuk kelompok umur 60-69 tahun sebesar 17 % pada laki-laki dan 18 % pada perempuan, kelompok umur 70-79 tahun sebesar 19 % pada laki-laki dan 19 % pada perempuan, kelompok umur 80-89 tahun sebesar 12 % pada laki-laki dan 9 % pada perempuan, kelompok umur 90-99 tahun adalah 3 % pada laki-laki dan 2 % pada perempuan dan untuk kelompok umur diatas 100 tahun sebesar 1 % pada laki-laki.

Gambar 16. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Jumlah

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN

Laki-laki Perempuan


(45)

Gambar 17 menunjukkan latar belakang pendidikan dari 100 orang lansia dimana 34 % laki-laki dan 25 % perempuan memiliki latar belakang pendidikan, sedangkan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan adalah sebesar 18 % pada laki-laki dan 23 % pada perempuan.

Gambar 17. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

0 5 10 15 20 25 30 35

Jumlah

Berpendidikan Tidak Berpendidikan Latar Belakang Pendidikan

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

Laki-laki Perempuan


(46)

Gambar 18 menunjukkan tingkat pendidikan dari 59 orang lansia dimana yang berlatar pendidikan sekolah agama adalah sebesar 3,4 % pada laki-laki dan 1,7 % pada perempuan, sekolah guru sebesar 3,4 % pada laki-laki dan 3,4 % pada perempuan, SD sebesar 32,2 % pada laki-laki dan 32,2 % pada perempuan, SMP sebesar 8,5 % pada laki-laki dan 0 % pada perempuan dan SMA sebesar 10,2 % pada laki-laki dan 5,1 % pada perempuan.

Gambar 18. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

0 5 10 15 20

Jumlah

Sekolah Agama

Sekolah Guru

SD SMP SMA

Tingkat Pendidikan

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN

TINGKAT PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN

Laki-laki Perempuan


(47)

Gambar 19 menunjukkan latar belakang kerja pada 100 lansia dimana 52 % laki-laki pernah bekerja dan tidak ada laki-laki yang tidak pernah bekerja, sedangkan 36 % perempuan pernah bekerja dan 12 % perempuan tidak pernah bekerja.

Gambar 19. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG KERJA DAN JENIS KELAMIN

0 10 20 30 40 50 60

Jumlah

Pernah Bekerja Tidak Pernah Bekerja Latar Belakang Kerja

DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN LATAR BELAKANG KERJA DAN JENIS KELAMIN

Laki-laki Perempuan


(48)

Tabel 1 menunjukkan distribusi suku bangsa dari 100 orang lansia, dimana suku Jawa adalah yang terbanyak sebesar 60 %, diikuti oleh suku Batak 20 %, suku Padang 7 %, suku Sunda 4 %, suku Melayu 4 %, suku Aceh 2 %, suku Ambon 1 %, suku Banten 1 % dan suku Kalimantan 1 %.

Tabel 1. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN SUKU BANGSA

Suku Bangsa Jumlah %

Jawa 60 60 %

Batak 20 20 %

Padang 7 7 %

Sunda 4 4 %

Melayu 4 4 %

Aceh 2 2 %

Ambon 1 1 %

Banten 1 1 %

Kalimantan 1 1 %

Total 100 100 %


(49)

Tabel 2 menunjukkan prevalensi penyakit sistemik pada 100 orang lansia dimana rematik adalah yang terbanyak sebesar 33 %, hipertensi 27 %, ISPA 19 %, demensia 11 %, stroke 4 %, anemia 4 %, penyakit mata 4 %, penyakit saluran cerna 4 %, DM 3 %, penyakit lain-lain yang terdiri dari inkontensia urin, kanker, dan hemoroid sebesar 3 %, hipotensi 2 % dan penyakit kulit 1 %.

Tabel 2. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN PENYAKIT SISTEMIK YANG DIDERITA

Penyakit sistemik Jumlah %

Rematik 33 33 %

Hipertensi 27 27 %

ISPA 19 19 %

Demensia 11 11 %

Stroke 4 4 %

Anemia 4 4 %

Penyakit Mata 4 4 %

Penyakit Saluran Cerna 4 4 %

DM 3 3 %

Lain-lain 3 3 %

Hipotensi 2 2 %


(50)

Tabel 3. PREVALENSI LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA

Lesi-lesi mukosa mulut Jumlah % Lokasi

Pigmentasi 77 77 % Bibir, mukosa labial, gingiva, palatum durum, mukosa bukal Sublingual varikositis 76 76 % Sublingual lidah

Coated tongue 69 69 % Permukaan dorsal lidah Fissured tongue 55 55 % Permukaan dorsal lidah

Keratosis 17 17 % Mukosa bukal, mukosa labial

Granula Fordyce 14 14 % Mukosa bukal, mukosa labial Atropi papila lidah 10 10 % Permukaan dorsal lidah,

permukaan lateral lidah, 1/3 anterior lidah, 1/3 posterior

lidah

Traumatic ulcer 7 7 % Gingiva, mukosa bukal, mukosa labial, permukaan

lateral lidah

Angular cheilitis 4 4 % Sudut bibir

Stomatitis 4 4 % Mukosa labial, mukosa bukal Median rhomboid glossitis 1 1 % Permukaan dorsal lidah

Black hairy tongue 1 1 % Permukaan dorsal lidah

Fibroma 1 1 % Mukosa bukal


(51)

Tabel 3 menunjukkan prevalensi lesi-lesi mukosa mulut beserta lokasinya pada 100 orang lansia dimana lesi mukosa mulut yang terbanyak adalah pigmentasi sebesar 77 %, sublingual varikositis 76 %, coated tongue 69 %, fissured tongue 55 %, keratosis 17 %, granula fordyce 14 %, atropi papila lidah 10 %, traumatic ulcer 7 %, angular cheilitis 4 %, stomatitis 4 %, median rhomboid glossitis 1 %, black hairy tongue 1 % dan fibroma 1 %.

Tabel 4 menunjukkan distribusi keberadaan lesi pada lansia berdasarkan keberadaan penyakit sistemik yang diderita dimana pada 94 % lansia yang memiliki penyakit sistemik dijumpai lesi-lesi mukosa mulut, sedangkan 6 % lansia yang tidak menderita penyakit sistemik juga dijumpai adanya lesi-lesi mukosa mulut.

Tabel 4. DISTRIBUSI LANSIA BERDASARKAN KEBERADAAN PENYAKIT SISTEMIK DAN KEBERADAAN LESI-LESI MUKOSA MULUT

Penyakit Sistemik Jumlah % Ada / Tidak Ada Lesi

Ada 94 94 % Ada


(52)

Gambar 20. DISTRIBUSI JUMLAH LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN

0 5 10 15 20 25 30 35

Jumlah

Tidak ada lesi

1 Lesi 2 Lesi 3 Lesi > 3 Lesi

Jumlah Lesi

DISTRIBUSI JUMLAH LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Laki-laki Perempuan

Dari 100 orang lansia yang diperiksa, seluruhnya terdapat lesi-lesi mukosa mulut. Lansia yang memiliki 1 lesi sebesar 2 % pada laki-laki dan 5 % pada perempuan, 2 lesi sebesar 13 % pada laki-laki dan 10 % pada perempuan, 3 lesi sebesar 4 % pada laki-laki dan 16 % pada perempuan dan lansia yang memiliki lebih dari 3 lesi adalah sebesar 33 % pada laki-laki dan 17 % pada perempuan. (Gambar 20)


(53)

Dari keseluruhan lesi-lesi mukosa mulut pada lansia, lokasi yang terbanyak adalah pada lidah sebesar 92 %, diikuti mukosa labial 64 %, bibir 45 %, mukosa bukkal 43 %, palatum durum 11 % dan sirkum oral 5 %. (Tabel 5)

Tabel 5. DISTRIBUSI LOKASI LESI-LESI MUKOSA MULUT PADA LANSIA

Lokasi Lesi Jumlah %

Lidah 92 92 %

Mukosa Labial 64 64 %

Bibir 45 45 %

Mukosa Bukal 43 43 %

Gingiva 39 39 %

Palatum Durum 11 11 %


(54)

BAB 5 PEMBAHASAN

Perhatian terhadap kesehatan rongga mulut lansia menjadi semakin penting semenjak meningkatnya pembangunan di bidang kesehatan dimana terjadi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup. Saat ini jumlah lansia menjadi bertambah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Panti jompo merupakan tempat tinggal bagi lansia. Biasanya mereka tinggal di panti jompo karena tidak memiliki keluarga lagi untuk mengurus mereka ataupun sekedar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih tenang di hari tua mereka. Panti jompo berada di bawah pengawasan pemerintah ataupun sektor swasta. Penelitian ini sendiri dilakuka n di Panti Jompo Abdi Darma Asih kot amadya Binjai yang dikelola oleh pemerintah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini tentu saja belum dapat mencerminkan lesi-lesi mukosa mulut manusia lanjut usia di Sumatera Utara, karena Binjai merupakan salah satu dari sekian banyak kotamadya yang ada di propinsi tersebut.

Lansia yang menghuni panti jompo ini berusia 60 tahun hingga 100 tahun, dimana yang terbanyak adalah kelompok usia 70-79 tahun sebesar 38 %. Berdasarkan teori yang dibahas dalam tinjauan pustaka, lansia pada Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai berada dalam kelompok usia masa prasenium (55-64 tahun), kelompok usia masa senescrus (> 65 tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (> 70 tahun)


(55)

termasuk ke dalam kelompok young elderly (65-75 tahun) dan kelompok old elderly (75 tahun ke atas).8,21 Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) dimana 70-79 tahun juga merupakan kelompok usia terbanyak sebesar 37,8 %.19 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Corbet EF, dkk (1994) menemukan kelompok usia 75 - 84 tahun sebagai kelompok usia terbanyak sebesar 34,4 %.10 Fleishman R, dkk (1985) mengelompokkan lansia ke dalam dua kelompok besar, yaitu 69 tahun ke bawah dan 70 tahun ke atas dan menemukan kelompok usia 69 tahun ke bawah adalah yang terbanyak sebesar 51,53 %.12 Berbeda dengan Lin HC, dkk (2001) yang mengelompokkan usia 65-74 tahun saja sebagai sampel dalam penelitiannya.14

Para penghuni panti memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, dimana 41 orang (41 %) tidak memiliki latar belakang pendidikan dan lebih banyak perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal ini terjadi karena hampir seluruh populasi lahir pada masa penjajahan maupun masa kemerdekaan. Pada saat itu pendidikan hanya ditujukan bagi keluarga mampu dan tidak seluruh orang dapat bersekolah. Perempuan belum mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, terutama di bidang pendidikan dan sebagian besar mereka hanya berada di rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bagi yang bersekolah, sebagian besar tidak dapat meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena kurang mampu. Sekolah dasar atau pada masa itu disebut sekolah rakyat milik pemerintah Belanda, merupakan tingkat pendidikan terbanyak sebesar 38 %. Persentase ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) dimana 53 % tidak memiliki latar belakang pendidikan yang juga lebih banyak


(56)

pada perempuan daripada laki-laki dan 57,9 % untuk tingkat pendidikan SD yang terbanyak.19 Latar belakang pendidikan berperan penting terhadap kondisi kesehatan rongga mulut seseorang. Latar belakang pendidikan yang rendah pada para penghuni panti menyebabkan kurangnya pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut. Hal ini penting untuk menjadi perhatian para tenaga kesehatan agar memberikan penyuluhan-penyuluhan mengenai upaya menjaga kesehatan rongga mulut yang tepat sesuai dengan latar belakang pendidikan para penghuni panti.

Penghuni panti memiliki latar belakang kerja yang berbeda-beda pula. Sebesar 88 % memiliki latar belakang kerja yang sebagian besar merupakan laki-laki dan tidak ada laki-laki yang tidak pernah bekerja. Pekerjaan para penghuni panti ini berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Sebagian besar mereka memiliki latar belakang pendidikan yang rendah sehingga kebanyakan dari mereka bekerja sebagai petani, pedagang, pekerja bangunan dan yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi pernah bekerja sebagai guru dan ABRI. Sedangkan perempuan yang tidak memiliki latar belakang pekerjaan memilih untuk mengabdi pada keluarga sebagai ibu rumah tangga. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan sebesar 44,7 % lansia memiliki latar belakang kerja dan juga lebih banyak pada laki-laki.19

Para penghuni panti terdiri dari beraneka ragam suku bangsa. Suku yang terbanyak adalah suku Jawa yaitu sebesar 60 %. Suku Jawa merupakan salah satu


(57)

Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan suku Jawa juga yang terbanyak sebesar 43,5 %.19 Suku bangsa menjadi salah satu data yang penting untuk diketahui dalam penelitian ini. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan hidup yang berbeda-beda pada tiap suku bangsa. Kebiasaan-kebiasaan tertentu dapat menjadi salah satu faktor munculnya lesi dalam rongga mulut.

Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah pula penyakit sistemik yang dapat menyertainya, terutama pada lansia.7 Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara langsung maupun dari rekam medik di poliklinik, diketahui bahwa 33% lansia menderita rematik dan merupakan penyakit sistemik yang paling banyak diderita oleh para lansia. Penyakit sistemik seperti DM, hipertensi, ISPA, anemia, stroke juga dijumpai pada penelitian ini. Penyakit sistemik ini dapat berperan terhadap timbulnya lesi-lesi mukosa mulut pada lansia. Lansia yang tinggal dalam panti ini sebagian besar memiliki penyakit sistemik, meskipun begitu dijumpai juga lansia yang tidak memiliki penyakit sistemik walaupun dengan persentase yang rendah. Baik lansia yang memiliki penyakit sistemik, maupun yang tidak memiliki penyakit sistemik, dijumpai lesi-lesi mukosa mulut. Selain dari penyakit sistemik, obat-obatan yang dikonsumsi sehubungan dengan perawatan terhadap penyakit sistemiknya juga turut berperan menimbulkan lesi-lesi mukosa mulut. Adapun penyebab dari rematik dapat bervariasi, selain karena autoimun, rematik juga dapat dipicu oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi terjadinya gesekan antar tulang. Di dalam sendi terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan secara leluasa. Pada lansia, lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan


(58)

tulang mulai mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.37 Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan rematik sebagai penyakit sistemik terbanyak sebesar 34,3 %.19

Dari seluruh lesi-lesi mukosa mulut yang dijumpai pada lansia, pigmentasi adalah yang terbanyak dijumpai sebesar 77 % dan sublingual varikositis sebesar 76 %. Pada lansia yang tidak memiliki penyakit sistemik hanya dijumpai lesi-lesi mukosa mulut yang fisiologis seperti fissured tongue, coated tongue, sublingual varikositis dan pigmentasi. Pigmentasi ini dapat disebabkan karena proses fisiologis dalam tubuh lansia sendiri maupun karena kebiasaan merokok yang cukup tinggi di kalangan lansia Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, sedangkan sublingua l varikositis sebagai akibat pelebaran vena adalah umum terjadi pada lansia. Penyebab pelebaran vaskuler ini adalah penyumbatan vena oleh benda asing internal seperti plak atau hilangnya elastisitas dinding vaskuler sebagai akibat proses menua.25 Corbet EF, dkk (1994) dan Ismail LA, dkk (2000) juga menemukan Sublingual varikositis sebagai lesi yang paling banyak dijumpai dengan persentase lebih rendah yaitu 37 % dan 25,1 %.10,18 Hasil penelitian ini berbeda bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Lin HC, dkk (2001) dan Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan fissured tongue adalah yang terbanyak dijumpai sebesar 38,8 % dan 25,4 %.14,19 Penelitian lain yang dilakukan oleh Jorge J, dkk (1991), Espinoza I, dkk (2003), Vigild M (1987) dan Mujica V, dkk (2008) juga menemukan hasil yang


(59)

berbeda dengan mengklasifikasikan lesi-lesi mukosa mulut berdasarkan lesi proliferatif dan ulseratif dan menemukan lesi ulseratif yang terbanyak sebesar 51,5 %.12 Rendahnya tingkat perekonomian dan pendidikan pada para penghuni panti menyebabkan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam menggunakan gigi palsu. Hal ini sungguh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di luar negeri dimana kebanyakan dari lansia menggunakan gigi palsu dan banyaknya dijumpai lesi akibat penggunaan gigi palsu seperti denture stomatitis. Keganasan tidak dijumpai

dalam penelitian ini, lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Corbet EF, dkk (1994), Jorge J, dkk (1991), Ali TB, dkk (2006), Lin HC, dkk (2001),

Espinoza I, dkk (2003), Mujica V, dkk (2008), Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan keganasan seperti leukoplakia dan skuamous sel karsinoma dengan prevalensi yang rendah.10,11,13-15,17,19

Dalam penelitian ini, dari 100 orang yang diperiksa, seluruhnya menunjukkan adanya lesi-lesi mukosa mulut. Pada 50 % lansia dijumpai lebih dari 3 lesi dalam rongga mulutnya. Hasil penelitian ini persentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Sarsito AS, dkk (1997) yang menemukan 39,5 % lansia memiliki mukosa mulut yang sehat dan 60,5 % dijumpai 1 atau lebih lesi-lesi mukosa mulut.19 Lokasi lesi yang terbanyak dijumpai lesi-lesi mukosa mulut pada penelitian ini adalah pada lidah sebesar 92 %. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa tidak seluruh lansia memiliki lesi-lesi mukosa mulut seperti penelitian yang dilakukan oleh Corbet EF, dkk (1994), Jorge J, dkk (1991), Ali TB, dkk (2006), Espinoza I, dkk (2003), Vigild M (1987), Mujica V, dkk (2008) dan Ismail LA, dkk (2000) menemukan 36 %, 58,9 %, 29,8 %, 53 %, 50 %, 57 %, 67,3 %


(60)

lansia dijumpai 1 atau lebih lesi-lesi mukosa mulut.10,11,13,15-18 Dari perbandingan ini dapat terlihat bahwa hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi lesi-lesi mukosa mulut yang sangat tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya menjaga kebersihan rongga mulut, kurangnya pengetahuan mengenai cara menjaga kesehatan rongga mulut, adanya penyakit sistemik tertentu ataupun obat-obatan yang digunakan yang dapat menimbulkan manifestasi di rongga mulut, adanya kebiasaan-kebiasaan tertentu seperti merokok, menyirih ataupun karena proses fisiologis tubuh lansia sendiri sebagai akibat dari proses menua.

Penelitian-penelitian yang ada kebanyakan tidak mencari prevalensi lesi-lesi mukosa mulut berdasarkan jenis kelamin.10-12,19 Berdasarkan hasil penelitian ini didapat bahwa laki-laki memiliki jumlah lesi yang lebih banyak daripada perempuan, serupa dengan hasil yang diperoleh Lin HC, dkk (2001).14 Akan tetapi Mujica V, dkk (2008)menemukan hasil yang berbeda dan menemukan bahwa wanita memiliki lesi-lesi mukosa mulut yang lebih banyak daripada laki-laki.17

Dalam penelitian ini penulis tidak menghubungkan antara faktor-faktor tersebut dengan timbulnya lesi-lesi mukosa mulut dan seperti kebanyakan peneliti lainnya hanya mendiagnosa lesi berdasarkan pada evaluasi klinis saja. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari hubungan antara faktor-faktor tersebut terhadap timbulnya lesi-lesi mukosa mulut pada lansia dan untuk mengevaluasi lesi secara klinikopatologis.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi lesi-lesi mukosa mulut pada lansia di panti jompo Abdi Darma Asih Binjai sangat tinggi hingga mencapai 100%. Hal ini menunjukkan masih banyaknya masalah kesehatan pada lansia yang membutuhkan perhatian serius. Panti jompo ini memiliki poliklinik untuk membantu meningkatkan kesehatan para lansia, akan tetapi pemeriksaan hanya terfokus kepada penyakit sistemik saja serta memberikan obat untuk menanggulangi penyakit sistemik tersebut. Tidak adanya dokter gigi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rongga mulut secara rutin serta tidak adanya edukasi yang diberikan oleh dokter poliklinik juga berkaitan dengan rendahnya tingkat kesehatan rongga mulut para lansia. Walaupun tidak ditemukan keganasan seperti halnya pada penelitian-penelitian lain, adanya lesi-lesi mukosa mulut dengan prevalensi tinggi telah menunjukkan kurangnya perhatian para penghuni panti terhadap kesehatan rongga mulut dan hal ini berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pengetahuan mereka akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut.

Penelitian ini hanya menguraikan secara umum lesi-lesi mukosa mulut pada lansia, oleh karena itu diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap kaitan serta hubungan antara penyakit sistemik, obat-obatan, serta faktor-faktor lain terhadap timbulnya lesi-lesi mukosa mulut pada lansia. Selain itu juga diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada untuk bekerjasama dengan dokter gigi dalam rangka meningkatkan kesehatan rongga mulut


(62)

lansia serta memberikan penyuluhan-penyuluhan dan edukasi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan para penghuni panti. Dengan adanya kerjasama yang baik antara dokter dan dokter gigi diharapkan dapat mendukung tercapainya visi dan misi Indonesia sehat 2010.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Widayastuti R. Pengelolaan kesehatan periodontal pada lanjut usia. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM (B) 2003; 1(2): 91-2 2. Jubhari EH. Tingkat kepuasan manula terhadap gigi tiruannya. Jurnal PDGI,

Edidi Khusus Kongres XXIII. 2008: 49

3. Lestari S, Boesro S. Pendekatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada lansia. Jurnal Ilmiah dan Teknologi FKG UPDM (B) 2003; 1(2): 48-9

4. Badan Pusat Statistik. 2008.

component/option,com_tabel/task,/Itemid,165/> (7 September 2008)

5. Hasibuan S. Keadaan-keadaan di rongga mulut yang perlu diketahui pada usia lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU 1998; 4: 40-3

6. Ernawati DS. Kelainan jaringan lunak rongga mulut akibat proses menua. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) 1997; 30(3): 111-4

7. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed. Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612

8. Winasa IG. Prevalensi edentulous pada masyarakat usia lanjut di panti wreda. Majalah Kesehatan Gigi Indonesia 1995; 1(5): 17-8

9. Machmud E. Pertimbangan pemilihan restorasi gigi tiruan cekat pada penderita lansia. Jurnal PDGI, Edidi Khusus Kongres XXIII. 2008: 197

10.Corbet EF, Holmgren CJ, Philipsen HP. Oral mucosal lesions in 65-74-year-old Hongkong Chinese. Community Dent Oral Epidemiol 1994; 22: 392-4


(64)

11.Jorge J, Almeida OP, Bozzo L, Scully C, Graner E. Oral mucosal health and disease in institutionalized elderly in Brazil. Community Dent Oral Epidemiol 1991; 19: 173-5

12.Fleishman R, Peles DB, Pisanti S. Oral mucosal lesions among elderly in Israel. J Dent Res 1985; 64(5): 831-3

13.Ali TB, Razak LA, Latifah RJ, Zain RB. An epidemiological survey of oral mucosal lesions among elderly Malaysians. 2006; 12(1): 37 (abstrak)

14.Lin HC, Corbet EF, Lo EC. Oral mucosal lesions in Adult Chinese. J Dent Res; 80(5): 1486-9

15.Espinoza I, Rojas R, Aranda W, Gamonal J. Prevalence of oral mucosal lesions in elderly people in Santiago, Chile. J Oral Pathol Med 2003; 32(10): 571 (abstrak)

16.Vigild M. Oral mucosal lesions among institutionalized elderly in Denmark. Community Dent Oral Epidemiol 1987; 15(6): 309 (abstrak)

17.Mujica V, Rivera H, Carrero M. Prevalence of oral soft tissue lesions in an elderly Venezuelan population. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2008; 13(5): E270-3

18.Ismail LA, Saleh SM. Oral mucosal lesions and associated factors among institutionalized elderly in Alexandria. Journal of the Egyptian Dental Association 2000; 4(3): 2211 (abstrak)


(65)

elderly in Jakarta. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 1997; 4: 596-602

20.Natamiharja L. Status dan kebutuhan pelayanan kesehatan gigi lansia di kota madya Medan. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 7(1): 16 21.Winasa IG. Perubahan Jaringan rongga mulut pada usia lanjut. Majalah

Kesehatan Gigi Indonesia 1995; 1(4): 15-17

22.Susmiarsih T. Beberapa teori penuaan : suatu tinjauan. Jurnal Kedokteran YARSI 1997; 5(1): 67-71

23.Franks AST, Hedegard B. Geriatric dentistry. Blackwell Scientific Publications, 1973: 135-9

24.Anonymous. 2007. <http://www.egydental.com/vb/showthread.php/soft-tissue-abnormalities-9603.html > (24 Oktober 2008)

25.Langlais RP, Miller CS. Kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta: Hipokrates, 1992: 34,46,54,62,68,72

26.Anonymous.

2008)

27.Spiller MS.

2008)

28.Carpenter WM, Rudd M. Focal, flat pigmentations of the oral mucosa : a clinical approach to the differential diagnosis. 2000.


(66)

29.Appleton SS. Candidiasis: Pathogenesis, clinical characteristics, and treatment. 2000.

30.Anonymous. 1999.

31.Anonymous. Daily/Weekly cases dept. of oral surgery Hornouchi hospital Saitama, Japan (24 Oktober 2008)

32.Anonymous. <http:/

(24 Oktober 2008)

33.Stern D. Epulis fissuratum. 2006.

34.Anonymous. <http://www.nature.com/nrc/journal/v5/n2/fig_tab/nrc 1549_F1. html> (24 Oktober)

35.Rizzolo D, Hanifin C, Chiodo TA. Oral cancer : how to find this hidden killer in 2 minutes. 2007.

36.Zain RB, Ikeda N, Razak IA, Axell T, Majid ZA, Gupta PC, Yacoob M. A national epidemiological survey of oral mucosal lesions in Malaysia. Community Oral Dent Epidemiol 1997; 25: 379


(67)

KARTU REKAM MEDIK

A. DEMOGRAFI :

1. Nama : ... 2. Tgl. Lahir / Umur : ... 3. Jenis Kelamin : ... 4. Alamat : ... 5. Pekerjaan : ... 6. Pendidikan :

7. Status Perkawinan : ... 8. Suku Bangsa : ...

B. ANAMNESIS : 1. Keluhan Subyektif :

a. Sakit : ... b. Rasa Terbakar : ... c. Mulut Kering : ... d. Gangguan Rasa : ... e.Lain-lain : ...

2. Riwayat Penyakit Sistemik :

a. ... b. ... c. ... d. ... e. ...

3. Riwayat Obat-obatan :

a... b. ...


(68)

c. ... d. ...

C. PEMERIKSAAN FISIK : 1.Pemeriksaan Luar Mulut

a. Wajah : Simetris / Asimetris

b. Kelenjar Limfe : ... c. Bibir : ... d. Sirkum Oral : ...

2. Pemeriksaan Dalam Mulut

a. Gigi Tiruan : ada / tidak ada

Jenis : GTP / GTSL / GTC

b. Status Gigi

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

M = Gigi hilang GR = Gigi radiks K = Gigi karies F = Tumpatan

c. Status jaringan lunak mulut Gingiva

Mukosa Labial Mukosa Bukal


(69)

Palatum Molle Lidah

Dasar Mulut

d. Jenis Lesi :

- ... - ... - ... - ... - ...


(70)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Kakek/Nenek,

Perkenalkan nama saya Shelly Mayvira, saat ini saya sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin memberitahukan kepada Kakek/Nenek bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul

“Prevalensi Lesi-lesi Mukosa Mulut Pada Lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui kelainan-kelainan pada jaringan lunak mulut pada lansia di panti jompo ini. Manfaat dari penelitian ini adalah agar dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sebaik-baiknya dalam menunjang kesehatan lansia secara keseluruhan.

Kakek/Nenek, pada usia lanjut, akan terjadi perubahan-perubahan pada tubuh, termasuk juga pada rongga mulut, seperti timbulnya kelainan-kelainan pada jaringan lunak mulut. Hal ini terjadi karena proses menua pada tubuh itu sendiri.

Saya akan mencatat identitas Kakek/Nenek (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku, status perkawinan, pendidikan). Setelah itu, saya akan bertanya beberapa pertanyaan mengenai keluhan-keluhan pada rongga mulut yang Kakek/Nenek rasakan. Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan diantaranya hanya dengan melihat mulut Kakek/Nenek selama beberapa menit. Apabila dijumpai adanya kelainan, saya mohon kesediaan Kakek/Nenek memperbolehkan saya mengambil gambar tersebut.


(71)

Partisipasi Kakek/Nenek dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi efek samping sama sekali. Apabila selama penelitian berlangsung ada keluhan yang Kakek/Nenek alami, silahkan menghubungi saya, Shelly Mayvira (HP: 06177737243)

Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu Kakek/nenek, saya ucapkan banyak terima kasih.

Peneliti,


(72)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini : Nama :

Umur : Jenis Kelamin : Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan, / / 2008

Peneliti Peserta Penelitian


(1)

KARTU REKAM MEDIK

A. DEMOGRAFI :

1. Nama : ... 2. Tgl. Lahir / Umur : ... 3. Jenis Kelamin : ... 4. Alamat : ... 5. Pekerjaan : ...

6. Pendidikan :

7. Status Perkawinan : ... 8. Suku Bangsa : ...

B. ANAMNESIS : 1. Keluhan Subyektif :

a. Sakit : ... b. Rasa Terbakar : ... c. Mulut Kering : ... d. Gangguan Rasa : ... e.Lain-lain : ...

2. Riwayat Penyakit Sistemik :

a. ... b. ... c. ... d. ... e. ...

3. Riwayat Obat-obatan :

a... b. ...


(2)

c. ... d. ... C. PEMERIKSAAN FISIK :

1.Pemeriksaan Luar Mulut

a. Wajah : Simetris / Asimetris

b. Kelenjar Limfe : ... c. Bibir : ... d. Sirkum Oral : ...

2. Pemeriksaan Dalam Mulut

a. Gigi Tiruan : ada / tidak ada

Jenis : GTP / GTSL / GTC

b. Status Gigi

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

M = Gigi hilang GR = Gigi radiks K = Gigi karies F = Tumpatan

c. Status jaringan lunak mulut Gingiva


(3)

Palatum Molle Lidah

Dasar Mulut

d. Jenis Lesi :

- ... - ... - ... - ... - ...


(4)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Kakek/Nenek,

Perkenalkan nama saya Shelly Mayvira, saat ini saya sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin memberitahukan kepada Kakek/Nenek bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Prevalensi Lesi-lesi Mukosa Mulut Pada Lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai, Sumatera Utara (2008)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelainan-kelainan pada jaringan lunak mulut pada lansia di panti jompo ini. Manfaat dari penelitian ini adalah agar dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sebaik-baiknya dalam menunjang kesehatan lansia secara keseluruhan.

Kakek/Nenek, pada usia lanjut, akan terjadi perubahan-perubahan pada tubuh, termasuk juga pada rongga mulut, seperti timbulnya kelainan-kelainan pada jaringan lunak mulut. Hal ini terjadi karena proses menua pada tubuh itu sendiri.

Saya akan mencatat identitas Kakek/Nenek (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku, status perkawinan, pendidikan). Setelah itu, saya akan bertanya beberapa pertanyaan mengenai keluhan-keluhan pada rongga mulut yang Kakek/Nenek rasakan. Adapun pemeriksaan yang akan saya lakukan diantaranya hanya dengan melihat mulut Kakek/Nenek selama beberapa menit. Apabila dijumpai


(5)

Partisipasi Kakek/Nenek dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi efek samping sama sekali. Apabila selama penelitian berlangsung ada keluhan yang Kakek/Nenek alami, silahkan menghubungi saya, Shelly Mayvira (HP: 06177737243)

Demikian penjelasan dari saya. Atas partisipasi dan kesediaan waktu Kakek/nenek, saya ucapkan banyak terima kasih.

Peneliti,


(6)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, Saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini.

Medan, / / 2008

Peneliti Peserta Penelitian