103
setelah  pulang  dari  sawah.  Hal  tersebut  berhubungan  dengan kepercayaan  masyarakat  tentang  pengaruh  tuak
yang  dapat meningkatkan semangat dan melepaskan keletihan setelah bekerja.
Berdasarkan  pembahasan  mengenai  pola  konsumsi  tuak,  dapat disimpulkan  bahwa  perilaku  konsumsi  tuak  pada  peminum  tuak  di  Desa
Lumban Siagian Jae dapat menjadi faktor yang memicu munculnya masalah kesehatan  karena  sebagian  besar  peminum  telah  mengonsumsi  tuak  dalam
jangka waktu yang lama dengan jumlah yang banyak. Peminum tuak biasanya mengonsumsi  tuak  pada  malam  hari  sebagai  upaya  untuk  menghilangkan
keletihan bekerja. Instansi kesehatan bersama dengan tokoh masyarakat perlu memperbaiki persepsi masyarakat terhadap konsumsi tuak, sebab faktor yang
paling berpengaruh terhadap munculnya perilaku konsumsi tuak adalah faktor internal dimana keinginan untuk mengonsumsi berasal dari diri sendiri.
C. Pengetahuan  Mengenai  Konsumsi  Tuak  pada  Peminum  Tuak  di  Desa
Lumban Siagian Jae
Pengetahuan  merupakan  hasil  tahu  yang  terjadi  melalui  proses penginderaan  terhadap  suatu  objek  tertentu  dan  berperan  dalam  membuat
keputusan  untuk  berperilaku  Pickett    Hanlon,  2008.  Pengetahuan  para peminum tuak mengenai tuak merupakan salah satu faktor predisposisi yang
mendorong  perilaku  mengonsumsi  tuak.  Pengetahuan  mengenai  tuak  yang diperoleh  melalui  informasi  yang  berkembang  tentu  akan  mempengaruhi
104
persepsi  masyarakat,  yang  mana  hal  ini  secara  perlahan  dapat  mengubah perilaku masyarakat.
Pengetahuan pada penelitian ini merupakan hasil tahu para peminum tuak seputar pengertian, dampak dan manfaat konsumsi tuak yang diperoleh
dari berbagai informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae paling banyak memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai  tuak  64,5  dan  hanya  7,9  dari  peminum  tuak  yang  memiliki pengetahuan yang baik. Secara umum, pengetahuan masyarakat Desa Lumban
Si agian  Jae  mengenai  tuak  berada  pada  tingkat  ‘tahu’,  dimana  masyarakat
hanya  mengingat  sesuatu  yang  spesifik  mengenai  tuak,  yaitu  bahwa  tuak merupakan  minuman  tradisional  yang  memiliki  khasiat  tertentu.  Tingkat
pengetahuan masyarakat yang masih berada pada tingkat cukup diduga terjadi karena  minimnya  peran  instansi  kesehatan  setempat  dalam  memberikan
informasi dan edukasi mengenai tuak. Akses dan sumber informasi yang baik
dan memadai akan menambah pengetahuan seseorang.
Hasil  penelitian  ini  berbeda  dengan  hasil  penelitian  Siswendi  2014 yang  menyebutkan  bahwa  pengetahuan  remaja  di  Kelurahan  Sungai  Salak
Kecamatan  Tempuling,  Riau,  tentang  minuman  keras  sudah  baik  dan  para remaja  sudah  mengetahui  seluk  beluk  tentang  minuman  keras.  Hal  tersebut
disebabkan  karena  para  remaja  tersebut  pernah  mendapatkan  sosialisasi tentang bahaya minuman keras,  akan tetapi  mereka tidak memperdulikanya.
Penelitian  Faot  dkk  2010  juga  memberikan  hasil  yang  berbeda,  yaitu
105
masyarakat Desa Oelpuah paling banyak memiliki tingkat pengetahuan yang rendah mengenai konsumsi minuman keras.
Perbedaan  tingkat  pengetahuan  terjadi  karena  keterlibatan  instansi kesehatan  dalam  memberikan  penyuluhan  mengenai  minuman  keras  kepada
masyarakat.  Beberapa  instansi  kesehatan  sangat  jarang  bahkan  tidak  pernah menyelenggarakan informasi dan edukasi mengenai minuman keras, terutama
di wilayah yang memegang erat tradisi konsumsi minuman keras, misalnya di Desa Lumban Siagian Jae.
Selain  keterlibatan  instansi  kesehatan  dalam  memberikan  informasi dan  edukasi,  faktor  pendidikan  juga  mempengaruhi  pengetahuan  responden.
Berdasarkan  hasil  penelitian,  diketahui  bahwa  responden  paling  banyak menempuh pendidikan sampai SMA 53,9 dan disusul dengan pendidikan
sampai  SMP  28,9,  ada  pula  beberapa  responden  yang  hanya  menempuh pendidikan  sampai  SD  bahkan  tidak  sekolah.    Hal  ini  menunjukkan  bahwa
pendidikan  yang  ditempuh  oleh  para  peminum  tuak  masih  pada  belum memadai.  Menurut  Efendi  dan  Makhfudli  2009,  faktor  utama  yang
mempengaruhi  pengetahuan  seseorang  adalah  tingkat  pendidikan.  Semakin tinggi  tingkat  pendidikan  seseorang  maka  pengetahuan  cenderung  semakin
baik.  Pratama  2013  dalam  penelitiannya  menyebutkan  bahwa  tingkat pendidikan  mempunyai  peranan  penting  dalam  menunjang  pengetahuan
masyarakat  mengenai  perilaku  konsumsi  minuman  keras.    Penelitian  Asiah membuktikan  bahwa  tingkat  pendidikan  sangat  berhubungan  dengan
pengetahuan kesehatan seseorang Asiah, 2010.
106
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  pengetahuan  cenderung  tidak memberikan pengaruh yang kuat terhadap munculnya perilaku mengonsumsi
tuak.  Hal  tersebut  dapat  dilihat  dari  proporsi  peminum  yang  meminum  tuak dalam  jumlah  500  mL  dan  dalam  jangka  waktu    8  tahun  paling  banyak
dibandingkan  dengan  proporsi  lainnya,  sementara  pengetahuan  mereka mengenai tuak paling banyak pada tingkat cukup. Penelitian Salakory 2013
mendukung  hal  tersebut  dengan  menyebutkan  bahwa  konsumsi  minuman beralkohol pada nelayan di Kelurahan Bitung Kota Manado tidak berhubungan
dengan  pengetahuan  yang  dimiliki  oleh  para  nelayan  tersebut.  Hal  ini kemungkinan  besar  disebabkan  oleh  adanya  faktor  kepercayaan  dan  tradisi
konsumsi tuak yang dipegang erat oleh masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Kepercayaan  terhadap  khasiat  tuak  dan  kebiasaan  yang  telah  turun  temurun
menjadi faktor yang sangat kuat mendorong munculnya perilaku mengonsumsi tuak.
Pengendalian  konsumsi  tuak  dapat  dilakukan  melalui  peningkatan pengetahuan  mengenai  dampak  dan  manfaat  tuak.  Pendekatan  dan  bina
suasana kepada masyarakat sangat penting dilakukan sehingga penyuluhan dan pengendalian  konsumsi  tuak,  yang  berkaitan  dengan  tradisi  Batak  Toba  dan
kemungkinan sulit diterima oleh masyarakat, dapat dilakukan secara optimal.
D. Sikap  Peminum  Tuak  di  Desa  Lumban  Siagian  Jae  terkait  Konsumsi