BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah
Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah Halim, 2007:232. Kemandirian keuangan daerah ini merupakan salah satu tujuan dari
otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing.
Begitu pula dengan keuangan daerah tersebut, dengan adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mencapai suatu kemandirian keuangan
daerah. Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat dari besarnya PAD yang
diperoleh oleh tiap PemkabPemko. Semakin besar PAD dibandingkan dengan bantuan yang diberikan Pemerintah Pusat maka PemkabPemko tersebut dapat
dikatakan mandiri. PAD itu sendiri merupakan point utama dalam megukur tingkat kemandirian keuangan daerah. Oleh karena itu, perlu dilihat efektivitas
PAD tersebut dengan membandingkan antara PAD yang dianggarkan dengan realisasi PAD. PAD inilah yag merupakan sumber pembiayaan yang memang
benar-benar digali dari Daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil Daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, boleh dikatakan Daerah
tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta obyek pajak dan retribusi
yang taat. Sementara DAU dan DAK serta berbagai bentuk transfer lainnya dari Pemerintah Pusat semestinya hanya bersifat pendukung bagi pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan di daerah. Sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan daerahnya semakin kecil.
Dengan semakin kecilnya tingkat ketergantungan tersebut, maka suatu daerah dapat dikatakan mandiri.
Namun yang terjadi dewasa ini justru sebaliknya yaitu daerah makin bergantung terhadap alokasi transfer dari Pemerintah Pusat terutama DAU. Hanya
beberapa Daerah yang menunjukkan struktur PAD yang kuat. Itupun Daerah yang terletak di Pulau Jawa yang secara historis sudah kuat sejak lama.
Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi perubahan dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait
dengan dilaksanakannya secara efektif Otonomi Daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang telah direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang
telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Undang-undang di bidang Otonomi Daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah. Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi ini menuntut daerah untuk
melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan
sarana dan prasarana publik public services. Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan,
pembangunan, serta pembiayaannya. Terkait dengan hal ini, Ayu 2007 melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah dengan sampel Pemerintah KabupatenKota di
Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kemandirian keuangan daerah selama kurun waktu penelitian. Selain itu, Yunita 2008 juga melakukan penelitian untuk mengetahui apakah rasio efektivitas PAD
dan DAU berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada PemkabPemko di Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
secara simultan variabel rasio efektivitas PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada PemkabPemko di Sumatera
Utara. Namun secara parsial, rasio efektivitas PAD tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada PemkabPemko di Sumatera Utara
sedangkan variabel DAU berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. Penelitian terdahulu ini memiliki keterbatasan berupa variabel
penelitian yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah. Padahal di samping kedua variabel tersaebut masih terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi
kemandirian keuangan daerah, dimana variabel-variabel tersebut tidak diteliti oleh peneliti terdahulu tersebut. Selain itu, periode yang diteliti pada penelitian
terdahulu tersebut dibatasi hanya sampai periode 2005. Oleh karena keterbatasan
penelitian terdahulu tersebut, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian sejenis dengan mengambil sampel Pemerintahan KabupatenKota di Provinsi
Sumatera Utara. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul : “ Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian
Keuangan Daerah pada Pemerintahan KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara ”.
B. Batasan Penelitian