Analisis Kwantitas Ideal Moda Transportasi Studi Kasus : Beca Motor Di Kota Padangsidimpuan
ANALISIS KWANTITAS IDEAL
MODA TRANSPORTASI
STUDI KASUS : BECA MOTOR DI KOTA PADANGSIDIMPUAN
T E S I S
Oleh
ERWIN SYAH LUBIS 027020009/AR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(2)
ANALISIS KWANTITAS IDEAL
STUDI KASUS : BE
ANGSIDIMPUAN
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
pada Se Utara
Oleh
ERWIN SY H LUBIS
SEKOLAH PASCASARJANA
UN
A
MODA TRANSPORTASI
CA MOTOR DI KOTA PAD
dalam Program Studi Teknik Arsitektur kolah Pascasarjana Universitas Sumatera
A 027020009/AR
IVERSITAS SUMATERA UTAR
MEDAN
(3)
Judul Tesis : ANALISIS KWANTITAS IDEAL
TOR DI KOTA Nama Mahasiswa
Menyetujui
Kom ing
(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD MODA TRANSPORTASI STUDI KASUS : BECA MO PADANGSIDIMPUAN : Erwin Syah Lubis Nomor Pokok : 027020009
Program Studi : Arsitektur
isi Pembimb
) (Ir. N. Vinky Rahman, M.T)
Ketua Program Studi Direktur
r. Nurlisa Ginting, M.Sc)
Ketua Anggota
(I (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 25 April 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD
Anggota : Ir. N. Vinky Rahman, MT
Ir. M. Sofian Asmiza S, M.Sc, PhD Salmina W. Ginting, ST, MT Beny O.Y Marpaung, ST, MT
(5)
ABSTRAK
Setiap kota di seluruh Indonesia mempunyai masalah transportasi yang beda-beda, mulai dari masalah sederhana di kota kecil sampai masalah yang komplek di ibukota
et, dan akibat keberadaan pool / mangkal beca motor
ata persentasi angkutan
ata Kunci : Moda Transportasi, Karakteristik Moda, Penduduk
propinsi dan ibukota negara. Kota Padangsidimpuan yang merupakan bagian kota kecil mempunyai masalah transportasi yang masih tergolong sederhana yaitu masalah moda transportasi umum.
Jumlah beca motor ini sangat memprihatinkan, karena porsi jumlah beca motor yang dibutuhkan melebihi targ
menyebabakan masalah lalulintas disebabkan menggunakan badan jalan untuk parkir. Upaya penekanan jumlah angka tersebut sudah banyak dilakukan dengan oleh pemerintah dan kepolisian dengan merazia izin operasional beca motor untuk setiap
asosiasi, tetapi tidak memampakkan hasil yang diharapkan.
Pada penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang sangat dominan dalam penentuan jumlah ideal transportasi umum adalah variabel d
umum yang melayani suatu kawasan, jarak tempuh perjalanan yang akan dilakukan dan jumlah penduduk yang tidak mempunyai kenderaan pribadi
(6)
ABSTRACT
very city whole in Indonesia have different transportations’ problem, from simple problem in small city until complex problem in capital province and capital country.
dicab poll make
ation, but the result of it is
on is data presentation of public transportation which serve a
eyword : Moda transportation, characteristic of moda, people E
Padangsidimpuan city which constitute part of small city have transportation which still simple classified that is a moda public transportation’s problem.
The quantity of this pedicab is so be apprehensive, because portion quantity of pedicab which needed is over target and the effect of existence of pe
traffic jam because using the body of highway to parked.
The efforts to pressing that quantity have more do it by government and police. Raid by police operational licenses of pedicab to every associ
not show as a hoped.
In this research improve that factor which very dominant in ideal quantity of public transportation predicti
region, radius travel which will do it and the people quantity which have not a own car.
(7)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah syukur pada Allah SWT atas izinNya tesis ini dapat diseles
dibantu serta didukung oleh berbagai pihak,
Magister Teknik
idimpuan yang telah membantu penulis
i Susilawati, ST) serta anak-anak tercinta
s oleh Allah SWT. Amin…
Padangsidimpuan, April 2008 aikan sebagai persyaratan akademis di sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini penulis banyak
bersama ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD sebagai Ketua Komisi Pembimbing I
dan Ir. N. Vinky Rahman, MT sebagai Komisi Pembimbing II. 2. Staf Pengajar S2 di program Manajemen Pembangunan Kota
Arsitektur Universitas Sumatera Utara. 3. Staf Dinas Perhubungan Kota Padangs
dalam pengambilan data penelitian. 4. Kepada kedua orangtua, istri (Sus
(Azhar Rasyidah Lubis, Aqila Nafisah Lubis dan Salman Naufalsyah Lubis) di Padangsidimpuan yang banyak membantu memberikan dorongan kepada penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.
Semoga semua amal kebaikannya dibala
(8)
RIWAYAT HIDUP
ama : ERWIN SYAH LUBIS
ober 1971
jol No. 65 Padangsidimpuan an
ngsidimpuan Tamat (1978)
ya
N
Tempat/ Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 11 Okt
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jln. Imam Bon
Pendidik :
1. Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Pada
2. Sekolah Dasar Muhammadiyah 2 Padangsidimpuan Tamat (1984)
3. Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 09 Sipirok Tamat (1987)
4. Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Tasikmala Tamat (1991)
5. Sarjana Teknik Geodesi Unv. Winaya Mukti Bandung Tamat (1998) 6. Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara Tamat (2008)
(9)
DAFTAR ISI
BSTRAK ... i
i B A ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Batasan Masalah ... 5
1.3.Perumusan Masalah ... 5
1.4.Hipotesa ... 6
1.5.Tujuan Penelitian ... 7
1.6.Manfaat Penelitian ... 7
1.7.Metodologi Penelitian ... 8
AB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Transportasi Perkotaan... 12
2.2. Tinjauan Kebutuhan Transportasi ... 15
(10)
2.3.1. Pengertian Bangkitan Lalu Lintas... 16
2.3.1.1. Bangkitan Lalulintas : Analisa Kategori ... 17
2.4. Model 2.4.2. M 2.5. S 2.6. S BAB III BAB IV : GA Pemilihan Diskret ... 22
2.4.1. Analisa Regresi Linier... 22
2.4.1.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 23
2.4.1.2. Regresi Linier Berganda ... 25
odel Logit Biner Selisih... 29
pasial / Ruang Kota... 31
2.5.1. Fisik Kota ... 33
2.5.2. Teori Spasial Kota... 34
2.5.3 Teori Linkage... 37
tudi Terdahulu... 37
: METODA PENELITIAN ... 40
3.1. Lokasi Penelitian... 40
3.2. Metodologi Penelitian ... 40
3.3. Populasi dan Sampel ... 42
3.4. Metoda Pengumpulan Data Penelitian ... 44
3.5. Metoda Analisis ... 45
MBARAN LOKASI PENELITIAN ... 47
4.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan... 47
4.2. Lokasi Penelitian... 51
(11)
4.3.1. Angkutan Umum Daerah Perkotaan ... 56
4.3.2. Angkutan Beca Motor ... 58
BAB V : AN BECA MOTOR, DAN SPASIAL ... 62
5.2. S BAB VI : BABA VII : DAFTAR PUST ALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN, KOTA PADANGSIDIMPUAN ... 5.1. Karakteristik Responden ... 62
5.1.1. Penghasilan rata-rata per-rumah tangga... 62
5.1.2. Tujuan Perjalanan... 63
5.1.3. Daerah Tujuan... 64
5.1.4. Waktu Penggunaan Beca Motor ... 65
5.1.5. Frekwensi Penggunaan Beca Motor... 66
5.1.6. Ukuran Rumah Tangga ... 66
pasial Kota Padangsidimpuan ... 67
ANALISIS ANGKUTAN BECA MOTOR ... 70
6.1. Analisis Pemilihan Moda ... 70
6.2. Analisis Bangkitan Lalulintas ... 75
6.3. Analisis Jumlah Optimal Beca Motor ... 80
KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
7.1 Kesimpulan ... 88
7.2. Saran... 90
(12)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan ... 3
2.1.1. Klasifikasi pergerakan orang perkotaan berdasarkan maksud pergerakan ... 13
2.1.2. Jenis dan macam moda transportasi kota menurut karakteristik dan tipe penggunaannya... 14
2.3.1.1. Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Maller, 1985) ... 18
2.3.1.2. Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Black, 1981) ... 19
2.3.1.3. Sub kategori dari 3 kategori (Wootton dan Pick, 1967)... 20
2.5. Perbedaan ciri-ciri desa dan kota ... 32
4.1.1. Luas wilayah administrasi Kota Padangsidimpuan... 48
4.1.2. Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan ... 49
4.2.1. Distribusi dan kepadatan penduduk ... 54
4.2.2. Jaringan jalan (kilometer) ... 54
6.1.1. Informasi utilitas moda beca motor dengan angkutan kota ... 71
6.1.2. Hitungan mencari α dan β... 73
6.1.3. Hitungan mencari P1... 74
6.2.1. Data responden di Padangsidimpuan Utara ... 76
6.2.2. Data responden di Padangsidimpuan Selatan ... 76
(13)
6.2.4. Data responden di Padangsidimpuan Utara dengan tingkat
pergerakan ... 77
6.2.5. Data responden di Padangsidimpuan Selatan dengan tingkat pergerakan ... 78
6.2.6. Jumlah penduduk miskin tahun 2005 Kota Padangsidimpuan 78 6.2.7. Jumlah perusahaan betor terdaftar di Kota Padangsidimpuan . 79 6.3.1 Data untuk mencari persamaan regresi berganda perhitungan jumlah beca motor... 81
6.3.2. Descriptive Statistics ... 83
6.3.3. Correlations ... 84
6.3.4. Variables Entered / Removed (b) ... 84
6.3.5. Model Summary (b) ... 85
6.3.6. ANOVA (b)... 85
(14)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1.1.1. Jumlah penduduk dengan permasalahan transportasi
di perkotaan... 2
1.1.2. Keadaan beca motor di Kota Padangsidimpuan... 4
1.3. Keadaan kemacetan dan parkir beca motor di pusat Kota Padangsidimpuan ... 6
1.7. Diagram Alir Penelitian ... 8
2.3.1.1. Struktur kategori dalam metoda analisis kategori... 20
2.4.1.1. Beberapa jenis simpangan... 24
2.7.1. Pola umum perkembangan lahan perkotaan ... 34
2.5.2.1. Kerangka penggunaan lahan perkotaan ... 35
2.5.2.2. Teori konsentris Burgess 1925... 35
2.5.2.3. Teori Sektor Hoyt 1930-an ... 36
4.1. Peta Kota Padangsidimpuan... 50
4.2.1. Peta BWK Kota Padangsidimpuan ... 51
4.2.2. Peta lokasi penelitian (Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Selatan)... 53
4.2.1. Jaringan jalan di BWK I dan Pusat Kota ... 55
4.3.2.1. Beca motor yang beroperasi di Kota Padangsidimpuan ... 58
4.3.2.2. Pemilihan moda berdasarkan jarak perjalanan... 60
(15)
5.1.1. Penghasilan responden per-rumah tangga... 62
5.1.2. Tujuan perjalanan responden ... 63
5.1.3. Daerah tujuan perjalanan responden ... 64
5.1.4. Waktu penggunaan beca motor... 65
5.1.5. Frekwensi penggunaan beca motor oleh responden... 66
5.1.6. Ukuran rumah tangga (yang menggunakan beca motor) ... 66
5.2.1. Perjalanan responden terhadap spasial Kota Padangsidimpuan 67 5.2.2. Linkage kawasan di BWK I Kota Padangsidimpuan... 68
5.2.3. Peta tata guna lahan kawasan BWK I Kota Padangsidimpuan 69 6.1. Grafik pemilihan moda beca motor di Kota Padangsidimpuan 74 6.3. Grafik Garis Normal Regresi Linier Berganda ... 86
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertambahan penduduk perkotaan di Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 adalah sekitar 4,3% per tahun, hal ini terjadi akibat urbanisasi
yang tinggi. Searah dengan pertambahan penduduk perkotaan tersebut menyebabkan kebutuhan sistem transportasi angkutan umum bertambah kira-kira 7,9 % per tahun dan diperkirakan meningkat hingga 10 % per tahun dalam dasawarsa berikutnya (Tamin, 2000).
Permasalahan transportasi di Indonesia sudah sedemikian parahnya, khususnya di beberapa kota besar seperti DKI-Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Kota yang berpenduduk melebihi 1-2 juta jiwa dapat dipastikan mempunyai permasalahan transportasi. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan semua ibu kota propinsi dan beberapa ibukota kabupaten / kota akan berpenduduk diatas 1-2 juta jiwa, sehingga permasalahan transportasi tidak dapat dihindarkan. Hal ini menjadi lampu merah bagi para pembina, pemimpin kota yang sedang menjabat karena mereka dihadapkan kepada permasalahan baru yang memerlukan pemecahan yang baru pula yaitu permasalahan transportasi perkotaan.
Demikian juga pada beberapa kota kecil yang mempunyai permasalahan transportasi diperlukan penyelesaian dan perencanaan transportasi yang bisa
(17)
mengantisipasi perkembangan kota di kemudian hari, karena jika dibiarkan terus menerus maka akan mengakibatkan penumpukan permaslahan yang komplek dan penyelesaian yang tidak gampang, dengan biaya yang besar dan waktu yang relatif lama disebabkan oleh variabel permasalahan yang terus bertambah. Pada gambar 1.1.1 dapat dilihat bahwa penduduk kota begitu penuh sesak sehingga lahan kota dipenuhi oleh bangunan menjulang tinggi, dan menimbulkan masalah transportasi kota.
Sumber : ESY Photo Collection, 2004
Gambar 1.1.1 : Jumlah penduduk dengan permasalahan transportasi di Perkotaan
Kota Padangsidimpuan adalah salah satu kota kecil yang sedang tumbuh dan baru berubah status dari kota administratif menjadi kota madya. Kota ini mempunyai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tahun 1999 hingga akhir tahun 2004 sekitar 16,63 % (Bappeda Kota Padangsidimpuan, 2004). Hal ini disebabkan oleh
(18)
urbanisasi penduduk dari daerah pinggiran dan luar kota Padangsidimpuan, sehingga sekarang mencapai 181.865 jiwa, dengan luas daerah 11.465.660 ha, dan kota Padangsidimpuan terbagi atas 6 Kecamatan (Padangsidimpuan Utara, Padangsidimpuan Selatan, Padangsidimpuan Hutaimbaru, Padangsidimpuan Batunadua, Padangsidimpuan Tenggara, Padangsidimpuan Angkola Julu).
Tabel 1.1 : Jumlah penduduk kota Padangsidimpuan
Jumlah Penduduk (jiwa / tahun) Kota
2003 2004 2005 2006
Padangsidimpuan 168.536 172.419 177.499 181.865
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2007
Moda transportasi umum yang beroperasi di kota Padangsidimpuan adalah angkutan kota dan beca motor. Masyarakat kota Padangsidimpuan banyak menggunakan moda transportasi umum beca motor dibandingkan dengan angkutan kota, hal ini disebakan oleh sistem pelayanan beca motor hampir sama dengan moda angkutan taksi, dan dapat dikatakan angkutan semi pribadi dimana angkutan ini melayani “door to door“ dan mengangkut hanya pengguna yang sedang memesan. Sedangkan angkutan kota mempunyai keterbatasan disebabkan mempunyai trayek
(19)
Jumlah transportasi umum yang dapat dilihat langsung di kota Padangsidimpuan, jumlah beca motor lebih tinggi persentasenya (dalam membutuhi masyarakat) dari pada angkutan kota, hal ini dapat dilihat dari kondisi yang ada di pusat kota dan depan gang sepanjang jalan arteri kota Padangsidimpuan terdapat titik-titik pangkalan (pool) beca motor yang digunakan untuk menunggu penumpang, ditambah beca motor yang sedang beroperasi, jumlah keseluruhan diperkirakan melebihi 2.500 unit beca motor.
Sumber : Data Penelitian, 2007
(20)
Keadaan pusat kota Padangsidimpuan penuh sesak dengan beca motor yang sembarangan parkir dan banyak mengakibatkan timbulnya permasalahan baru terhadap kota khususnya di pusat kota, berlatar belakang issu inilah peneliti bermaksud melakukan penelitian terhadap transportasi umum di kota Padangsidimpuan.
1.2. Batasan Masalah
Banyak masalah yang perlu dikaji pada sektor transportasi umum di kota Padangsidimpuan, pada kesempatan ini peneliti akan menganalisis kwantitas optimum beca motor yang beroperasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota.
1.3. Perumusan Masalah
Uraian latar belakang tergambar bahwa perkembangan dan pertambahan jumlah beca motor, sehingga pada kawasan pusat kota banyak terdapat lokasi pangkalan beca motor yang menggunakan badan jalan yang berdampak pada gangguan lalu lintas di ruas jalan tersebut, sehingga terjadi penundaan (delay) dan kemacetan kenderaan pada badan jalan.
(21)
Sumber : Data Penelitian, 2007
Gambar 1.3 : Keadaan kemacetan dan parkir beca motor di pusat kota Padangsidimpuan
Bertolak dari masalah jumlah kenderaan beca motor tersebut timbul pertanyaan berapakah jumlah beca motor ideal yang dibutuhkan oleh penduduk kota Padangsidimpuan, untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu adanya tindakan dari semua pihak (pemerintah, penyedia jasa dan penduduk kota) yang sebelumnya harus dilakukan penelitian yang menghasilkan masukan dan informasi yang sangat mendukung dalam melakukan tindakan.
1.4. Hipotesa
Secara logika yang terlihat jelas di lapangan bahwa jumlah beca motor banyak yang parkir menunggu penumpang menjelaskan jumlah tersebut melebihi kebutuhan masyarakat kota sehingga terjadi perebutan penumpang.
(22)
1.5. Tujuan Penelitian
1. Menganalisa karakteristik sistem angkutan beca motor.
2. Menganalisis kwantitas optimum angkatan beca motor di kota
Padangsidimpuan.
1.6. Manfaat Penelitian
1. Suatu pembuktian ilmiah yang sangat dibutuhkan untuk menguji teori transportasi yang berkaitan dan penelitian sebelumnya, sehingga dapat dilakukan / dibuktikan lagi terhadap kasus yang lain.
2. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengusaha angkutan beca motor dalam mengoptimalkan pengoperasiannya.
3. Memberikan gambaran dan masukan kepada pihak lain yang tertarik dengan masalah transportasi.
(23)
1.7. Metodologi Penelitian
Gambar 1.7 : Diagram Alir Penelitian
BERAPA JUMLAH OPTIMAL BECA MOTOR YANG BEROPERASI DI KOTA
PADANGSIDIMPUAN ?
Hipotesa Penelitian
Batasan Penelitian
Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kesimpulan
Kuantitas Beca Motor Melebihi kebutuhan Kebutuhan Angkutan Beca Motor di kawasan perkotaan
Kota Padangsidimpuan
Studi Kasus dengan menggunakan Variabel sama dengan penelitian sebelumnya tapi berbeda kasus
Data Primer :
- Survey Lapangan
- Interview / Kuis Data Skunder :
- Data Kependudukan
- Data Geografis
- Data Betor (Samsat/Dinas) Analisis Regresi Linier dan
Analisis Kategori Hasil Penelitian
Rekomendasi Ya / Tidak
(24)
Penelitian ini melalui beberapa tahapan sesuai dengan gambar 1.7 adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Objek dan Batasan Penelitian
Objek yang dijadikan pada penelitian ini adalah penduduk dan moda transportasi yang beroperasi di daerah pusat perkotaan atau kawasan BWK I Kota Padangsidimpuan. Adapun batasan penelitian adalah mencari faktor yang menentukan jumlah kwantitas beca motor sesuai dengan kebutuhan penduduk kota.
b. Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan cara / jenis penelitian studi kasus atau penelitan lapangan yang bertujuan untuk menganalisis faktor penentu jumlah kwantitas beca motor sesuai dengan kebutuhan penduduk kota. Dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sejenis yang telah dilakukan peneliti lain sebelumnya di daerah lain.
c. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan menggunakan teknik pengambilan data sesuai dengan prosedur sesuai dengan tujuannya. Adapun pengambilan data penelitian tersebut adalah :
(25)
i. Pengambilan data primer
a. Angket (kuesioner) dilakukan dengan cara survey langsung yaitu membagikan angket yang di-design dengan pertanyaan model campuran tertutup yang harus diisi oleh pengguna per-rumah tangga sebanyak 100 angket yang tersebar di dua belas kelurahan. b. Pemilihan moda dengan selisih utilitas beca motor dengan
angkutan kota dilakukan dengan cara observasi langsung dengan menggunakan langsusng kedua angkutan dan mencatat waktu menunggu kedua angkutan, waktu perjalanan dan biaya ongkos perjalan dari zona satu ke zona yang lain.
ii. Pengambilan data sekunder
Dilakukan dengan pencarian data pendukung penelitian berupa dokumen lewat kantor BPS, Bappeda, Dinas Pekerjaan umum dan Dinas Perhubungan Kota Padangsidimpuan.
d. Analisis Data
Menganalisis data dilakukan beberapa metoda analisis yaitu, untuk menganalisis hasil angket yang telah disebarkan dilakukan menggunakan :
i. Untuk mendapatkan jumlah kebutuhan moda transportasi dilakukan analisis bangkitan dengan cara analisis kategori.
(26)
ii. Untuk mendapatkan karakteristik beca motor dilakukan dengan analisis deskriptif secara grafis.
Sedangkan hasil observasi langsung moda transportasi, untuk mendapatkan informasi pemilihan moda transportasi umum dilakukan dengan cara analisis regresi linier, dan analisis jumlah kwantitas beca motor yang dibutuhkan menggunakan analisis regresi linier berganda.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Transportasi Perkotaan
Menurut Mosher (1992), bahwa transportasi adalah faktor utama dalam pembangunan yang berfungsi sebagai penghubung antara wilayah sehingga aksesibilitas ruang gerak menjadi tinggi. Transportasi juga merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai pengguna.
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat perkotaan banyak melakukan aktivitas yang mengakibatkan meningkatnya pergerakan (trip). Tujuan pergerakan yang dilakukan antara lain untuk bekerja, sekolah, rekreasi. Dalam melaksanakan pergerakan tersebut membutuhkan moda (Sarana Transportasi) (Catanese, 1979). Adapun moda yang dipergunakan bervariasi antara lain jalan kaki, angkutan kota, beca motor, mobil pribadi, kereta api, kapal laut dan sebagainya.
Pada tabel 2.1.1 (Ofyar Z. Tamin, 2000) menjelasskan klasifikasi perjalanan penduduk perkotaan berdasarkan maksud pergerakan dan pada tabel 2.1.2. (Fidel Miro, 1997) menjelaskan jenis moda transportasi perkotaan berdasarkan tipe penggunaannya.
(28)
Tabel 2.1.1 : Klasifikasi pergerakan orang perkotaan berdasarkan maksud pergerakan
AKTIVITAS KLASIFIKASI PERJALANAN KETERANGAN I. EKONOMI
• Mencari nafkah
• Mendapatkan
barang dan pelayanan
1. Ke dan dari tempat kerja
2. Yang berkaitan dengan
bekerja
3. Ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan
4. Yang berkaitan dengan
belanja atau bisnis pribadi
Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekitar 40-50% penduduk. Perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk :
a. pulang ke rumah
b. mengangkut barang
c. ke dan dari rapat Pelayanan hiburan dan rekreasi diklasifikasikan secara terpisah tetapi pelayanan medis, hukum, dan kesejahteraan termasuk di sini.
II. SOSIAL
• Menciptakan,
menjaga hubungan pribadi
1. Ke dan dari rumah teman
2. Ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah
Kebanyakan fasilitas terdapat di dalam lingkungan keluarga dan tidak menghasilkan banyak perjalanan.
Butir (2) juga terkombinasi dengan perjalanan dengan maksud hiburan
III. PENDIDIKAN • Ke dan dari Sekolah, kampus dan lain-lain
Hal ini terjadi pada sebahagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun.
Di Negara yang sedang berkembang jumlahnya 85 % penduduk
IV. REKREASI DAN HIBURAN
1. Ke dan dari tempat rekreasi
2. Yang berkaitan dengan
perjalanan dan berkenderaan untuk rekreasi.
Mengunjungi restoran, kunjungan sosial, termasuk perjalanan pada hari libur
V. KEBUDAYAAN 1. Ke dan dari tempat ibadah
2. Perjalanan bukan hiburan ke
dan dari daerah budaya serta pertemuan politik
Perjalanan kebudayaan dan hiburan sangat sulit dibedakan
(29)
Tabel 2.1.2 : Jenis dan macam moda transportasi kota menurut karakteristik dan tipe penggunaannya
TIPE PENGGUNAAN (PERUNTUKAN) KARAKTERISTIK
PERIBADI DISEWAKAN UMUM
Sebutan Kenderaan Pribadi Para Transit Mass Transit
Tipe Moda (bentuk
kenderaannya) •
Mobil
• Motor
• Sepeda
• Jalan Kaki
• Taksi
• Mobil Sewa
• Dial-a-Ride
• Ojek
• Becak
• Jitney
• Dokar/Bendi
• Bus, Trolley
Bus, Mobil Penumpang Kecil/Mikrolet, Angkot
• Kereta Api
• Kenderaan
Bawah Tanah
• Kapal Sungai
Tersedia Untuk Penyedia Jasa Penentuan Rute Penentu Jadwal Karcis Pemilik Pemilik
Bebas / Fleksibel Bebas / Fleksibel -
Umum Operator
Bebas / Fleksibel Bebas / Fleksibel Negosiasi Umum Operator Tetap (trayek) Tetap (terjadwal) Tetap (Tarif) Daerah Operasi (prasarana yang digunakan) Kerapatan Daerah Konfigurasi / Penentuan Rute Waktu Tujuan Perjalanan
Jalan raya, dan tempat parkir.
Rendah, sedang, rapat
Bebas memencar
Off peak / peak hours / setiap waktu
Rekreasi, belanja, bisnis, sekolah
Jalan raya dan terminal kecil. Rendah, sedang, rapat Bebas memencar Setiap waktu Bisnis, belanja, keperluan khusus lainnya
Jalan raya, rel, jalan bawah tanah, terminal besar, stasiun dan pelabuhan Padat
Orientasi ke CBD
Peak hours (waktu sibuk)
Bisnis, Sekolah
(30)
2.2. Tinjauan Kebutuhan Transportasi
Kota adalah tempat dimana terdapat sekumpulan orang melakukan kegiatan dimana kegiatan-kegiatan tersebut saling memenuhi kebutuhan. Kegiatan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap penduduk. Karena penduduk kota dan tempat kegiatan tersebar secara spatial maka untuk melakukan kegiatannya penduduk harus menempuah suatu jarak tertentu, sehingga terjadilah pergerakan di dalam kota. Intensitas kegiatan kota dan intensitas transportasi adalah berkaitan sangat erat.
Proses perencanaan transportasi, kebutuhan akan transportasi dari suatu zona di dalam kota diwakili dalam langkah Trip Generation, yang terdiri dari bangkitan dan tarikan pergerakan dari suatu zona yang disebabkan oleh variabel-variabel demografis dan sosio ekonomis dari zona dimaksud. Perlu diperhatikan pada tahap trip generasi ini adalah kenyataan bahwa sebagian dari penduduk kota adalah captive
terhadap angkutan umum karena keterbatasan ekonomi, fisik dan hukum sehingga tidak dapat mengendarai kenderaan pribadi. Adanya kelompok yang tergantung untuk kelompok yang captive angkutan umum ini sangat beralasan (HUTCHINSON, 1974). Bangkitan dari penumpang angkutan umum dipengaruhi erat oleh jumlah unit rumah tangga, dan tarikan penumpang dipengaruhi oleh jumlah lapangan pekerjaan (CARTER, et.al, 1979), sedangkan sumber yang lain menduga bangkitan penumpang dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kepadatan perumahan (PUSHKAREV dan ZUPAN, 1977).
(31)
2.3. Bangkitan Lalu Lintas
Kebutuhan akan angkutan sebenarnya timbul dari kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan pangan. Hal ini tampak jelas dalam masyarakat primatif. Dalam masyarakat modern keadaan tersebut sudah dimotifasi melalui beberapa mata rantai walaupun hakikatnya masih sama. Usaha memenuhi kebutuhan pangan tidak dilakukan secara langsung dengan mencari makan, melainkan melalui kerja lain yang menghasilkan uang, sedangkan usaha mengadakan makanan dilakukan melalui mata rantai lain. Contohnya, suami pergi bekerja untuk memperoleh penghasilan, sementara istri pergi belanja untuk menyiapkan makanan bagi keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan angkutan (yang menimbulkan lalu lintas), waktu dan uang (Overgaard, 1996, 24).
2.3.1. Pengertian Bangkitan Lalu lintas
Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh
suatu zone atau daerah per satuan waktu. Jumlah lalu lintas bergantung pada kegiatan kota, karena penyebab lalu lintas ialah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya.
Penelaahan bangkitan lalu lintas ini adalah bagian yang amat penting dalam proses perencanaan perangkutan. Dengan mengetahui bangkitan lalu lintas, maka jumlah perjalanan tiap zone pada masa yang akan datang dapat diperkirakan.
(32)
Setiap kepergian pasti mempunyai asal, yaitu zone menghasilkan pelakunya
dan tujuan yaitu zone yang menarik pelaku pepergian itu. Secara sederhana dapat
dianggap bahwa pepergian pada umumnya diawali dari tempat tinggal dan diakhiri di tempat tujuan. Jadi ada dua pembangkit lalu lintas, yaitu tempat tinggal sebagai produsen pepergian dan bukan tempat tinggal sebagai konsumen. Tentu saja ada kebalikan pepergian. Selain itu, bepergian dari asal ke tujuan selalu mempunyai
lintasan.
Istilah produksi lalu lintas digunakan untuk menyatakan bangkitan lalu lintas zone perumahan dan tarikan lalu lintas untuk zone bukan perumahan. Sekarang jelaslah kaitan antara penyebab lalu lintas dan tata guna lahan (disini berupa zone dan bukan perumahan).
Banyaknya lalu lintas dan pepergian antar zone selalu bertambah karena prasarana hubungan pun terus meningkat, misalnya pembuatan jalan baru dan penataran jalan lama atau meningkatkan sarana hubungan seperti penambahan jumlah kenderaan. Pada hakikatnya, usaha meningkatkan prasarana dan sarana adalah jawaban atas kebutuhan perhubungan antar zone. Disamping itu, sering pula timbul satu zone lain yang memperoleh manfaat dari padanya.
2.3.1.1 Bangkitan Lalulintas : Analisa Kategori
Metoda analisa kategori dikembangkan pertama kali pada The Puget Sound Transportation Study pada tahun 1964, dan telah diperbaiki dan sering digunakan. Model ini sering digunakan untuk mendapatkan bangkitan lalulintas untuk daerah
(33)
pemukiman tetapi dapat juga dipakai untuk aplikasi lainya seperti untuk menentukan jumlah kebutuhan moda transportasi.
Konsep dasarnya sederhana dimana variable yang sama digunakan dalam analisa kategori adalah :
1. Ukuran keluarga (jumlah orang) 2. Pemilikan kenderaan pribadi 3. Pendapatan keluarga
Data untuk mengilustrasikan tingkat bangkitan lalulintas sangat bervariasi di antara ketiga variable tersebut adalah :
Tabel 2.3.1.1 : Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Marler, 1985)
Kategori Rendah Menengah Tinggi
Total Pendapatan Keluarga * 1,16 1,34 1,63
Kenderaan per-Keluarga ** 1,27 1,38 2,63
Ukuran Keluarga *** 1,23 1,24 1,63
* rendah : Rp 0 s.d 75.000 /bulan
Menengah : Rp. 75.000 – 150.000 / bulan Tinggi : lebih dari Rp. 150.000 / bulan
** rendah : 0 Kenderaan pribadi
Menengah : 1 Kenderaan pribadi
Tinggi : +2 Kenderaan pribadi
*** rendah : 1 – 3 orang pekerja
Menengah : 4-6 orang pekerja
Tinggi : + 6 orang pekerja
(34)
Tabel 2.3.1.2 : Data tingkat bangkitan lalulintas menurut (Black, 1981) Tingkat pendapatan Tingkat pemilikan kenderaan
rendah menengah Tinggi
3,4a 3,7a 3,8a
Tidak ada kenderaan (0)
4,9b 5,0b 5,1b
5,2a 7,3a 8,0a
Satu Kenderaan (1)
6,9b 8,3b 10,2b
5,8a 8,1a 10,0a
Dua atau lebih kenderaan (2+)
7,2b 11,8b 12,9b
Keterangan :
a. Tingkatan ukuran rumah tangga 1 – 3 pekerja b. Tingkatan ukuran rumah tangga 4 + pekerja
Sumber : John Black,1981,70
Dalam pelaksanaan kajian jumlah bangkitan lalulintas dengan menggunakan analisis ini dapat ditempuh melalui 4 tahapan yaitu :
a. Tahap 1
Penentuan sub kategori dari setiap kategori, seperti yang digunakan pada studi di West Midlands Transport, UK oleh Wootton dan Pick pada tahun 1967 menjadi 108 kategori dari 3 kategori utama yaitu :
(6 sub katrgori) x (6 sub kategori) x (3 sub kategori) = 108 sub kategori
Dimana sub kategori tersebut dapat dilihat pada table 2.3.1.3 yang ada dibawah ini.
(35)
Tabel 2.3.1.3 : Sub Kategori dari 3 Kategori (Wootton dan Pick, 1967) Ukuran Keluarga
1. 0 pekerja dan 1 dewasa tidak pekerja 2. 0 pekerja dan +1 dewasa tidak pekerja 3. 1 pekerja dan 0-1 dewasa tidak pekerja 4. 1 pekerja dan +2 dewasa tidak pekerja 5. 2 pekerja dan 0-1 dewasa tidak pekerja 6. 2 pekerja dan +2 dewasa tidak pekerja Pendapatan Keluarga
a. kurang dari £ 500 pertahun b. £ 500 - £ 1.000
c. £ 1.000 - £ 1.500 d. £ 1.500 - £ 2.000 e. £ 2.000 - £ 2.500 f. lebih dari £ 2.500
Pemilikan Kenderaan Pribadi Keluarga 1. Tidak mempunyai kenderaan pribadi 2. 1 kenderaan pribadi
3. +2 kenderaan pribadi
Sumber : Kebutuhan Transportasi,1992,72-73
+2
Pemilikan Kenderaan pribadi
0 £ 0 - £ 500 £ 500 - £ 1.000 £ 1.000 - £ 1.500 £ 1.500 - £ 2.000 £ 2.000 - £ 2.500 lebih dari £ 2.500
1
Pendapatan per-rumah tangga
0,88 pergerakan
Sumber : Kebutuhan Transportasi, 1992, 73
Gambar 2.3.1.1 : Struktur kategori dalam metoda analisis kategori
(36)
b. Tahap 2
Data interview dari setiap keluarga yang telah disurvey haruslah di diklasifikasi sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan yaitu terhadap (ukuran keluarga, pemilikan kenderaan dan pendapatan keluarga).
c. Tahap 3
Hasil bangkitan lalulintas untuk setiap kategori dari data keluarga dihitung rata-ratanya dengan cara membagikan jumlah bangkitan dengan jumlah anggota keluarga.yang ada pada kategori tersebut.
d. Tahap 4
Tahap ke 3 sudah biasa digunakan sebagai estimasi bangkitan lalulintas per-zone, hal ini dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah keluarga dengan setiap kategori dan hasilnya dijumlahkan sehingga menjadi total bangkitan lalulintas untuk zona tersebut, dengan kata lain :
∑
==
ni
c c
i
T
H
i
P
1
)
(
Dimana :
Pi = perkiraan jumlah pergerakan yang dihasilkan pada zona i
TC = rata-rata bangkitan lalulintas per-keluarga dalam kategori c
(37)
2.4 Model Pemilihan Diskret
Secara umum model pemilihan diskret dapat dinyatakan sebagai berikut (Ofyar Z. Tamin, 2000, 256) :
“ Peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi
ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut “
Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas (didefinisikan sebagai suatu yang diasumsikan setiap individu), alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya (Lancaster, 1966).
Model pemilihan diskret ini secara umum dapat di kalibrasi dengan analisis regresi atau sejenisnya variable tidak bebasnya merupakan peluang yang tidak diamati (bernilai antara 0 dan 1), sedangkan pengamatannya berupa pilihan setiap individu (bernilai 0 atau 1).
2.4.1. Analisis Regresi Linier
Analisis regresi linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi linear dapat memodelkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada model ini terdapat variabel tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan fungsional
(38)
dengan satu atau lebih variabel bebas (xi). dalam kasus yang paling sederhana,
hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaa berikut :
Y = A + BX
Dimana : Y = variabel tidak bebas X = variabel bebas
A = konstanta regresi B = koefisien regresi
Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang meminimumkan total kuadrat residual antara hasil model dengan hasil pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan berikut :
(
)
( ) ( )
( )
( )
X B Y A X X N Y X Y X N B I I I iI i I
I I i i − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − =
∑
∑
∑
∑ ∑
2 2Y dan X adalah nilai rata-rata dari Yi dan Xi
2.4.1.1Koefisien Determinasi (R2)
Gambar 2.6.1.1 memperlihatkan garis regresi dan beberapa data yang digunakan untuk mendapatkannya. Jika tidak terdapat nilai ramalan terbaik adalah
i
x Yi
i
y . Akan tetapi, gambar memperlihatkan bahwa untuk xi galat metode
tersebut akan tinggi : (Yi - ). Jika xi diketahui, ternyata ramalan terbaik diketahui,
ternyata ramalan terbaik Yi menjadi dan hal memperkecil galat menjadi ( ).
i
Yˆ
i
(39)
Sumber : Ofyar Z. Tamin, 2000
Gambar 2.4.1.1 : Beberapa jenis simpangan
Dari gambar diatas didapatkan :
(
Yi −Yi)
=(
Yˆi −Yi)
+(
Yi −Yˆi)
Jika kita kuadratkan total simpangan tersebut dan menjumlahkan semua nilai i
dapat :
(
∑
− 2i
i Y
Y
)
=∑
(
ˆ −)
2i
i
i Y
Y +
∑
(
−)
i
i
i Y
Y ˆ 2
Simpangan total Simpangan terdefinisi Simpangan tidak terdefinisi
Simpangan total Simpangan terdefinisi Simpangan tidak terdefinisi
Y
Yˆ1− = simpangan terdefinisi
1
Y − = simpangan
efinisi
x b a
Yˆ1 = ˆ+ ˆ
X 1
ˆ
Y
terd
Y1
Yˆ
(40)
karena
(
Yˆi −Yi)
=bˆxi, mudah dilihat bahwa variasi terdefinisi merupakan fungsikoefesien determinasi didefinisikan sebagai nisbah antara variasi terdefinisi dengan variasi total :
(
)
(
)
∑
∑
−
−
=
i
i i i
i i
Y
Y
Y
Y
R
22
2
ˆ
Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan satu (perfect explanation) dan nol (no explanation); nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai persentase total variasi yang dijelaskan oleh analisis regresi-linear.
2.4.1.2.Regresi-Linear-Berganda
Konsep ini merupakan pengembangan lanjut dari uraian diatas, khususnya pada kasus yang mempunyai lebih banyak variabel bebas dan patameter b. Hal ini sangat diperlukan dalam realitas yang menunjukkan bahwa beberapa variabel tata guna lahan secara simulkan ternyata mempunyai bangkitan pergerakan. Persamaan dibawah ini memperlihatkan bentuk umum metode analisis regresi-linear-berganda.
ˆ
Y= A + B
1X
1+ B
2X
2+….+ B
zX
zDimana :
Y = variabel tidak bebas X1……Xz = variabel bebas
A = konstanta regresi
(41)
Apabila regresi-linear-berganda adalah suatu metode statistik. Untuk menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan :
1. Nilai variabel, khususnya variabel bebas, mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang didapat dari hasil survei tanpa kesalahan berarti.
2. Variabel tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linear dengan variabel bebas (X). jika hubungan tersebut tidak linear, transformasi linear harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual.
3. Efek variabel bebas pada variabel tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesama variabel bebas.
4. Variasi variabel tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai variabel bebas.
5. Nilai variabel tidak bebas harus tersebar atau minimal mendekati normal.
6. Nilai variabel bebas sebaiknya merupakan besaran hal baru harus
diproyeksikan.
Solusinya tetap sama, tetapi lebih kompleks sehingga beberapa hal baru harus dipertimbangkan sebagai berikut :
1. Multikolinear
Hal ini terjadi karena adanya hubungan linear antar-variabel pada kasus ini beberapa persamaan yang mengandung tidak saling bebas dan tidak dapat dipecahkan secara unik.
(42)
2. Jumlah parameter ‘b’ yang dibutuhkan
Untuk memutuskan hal ini, beberapa faktor harus dipertimbangkan :
a. Apakah ada alasan teori yang kuat sehingga harus melibatkan variabel itu atau apakah variabel itu penting untuk proses uji dengan model tersebut? b. Apakah variabel itu signifikan dan apakah tanda koefesien parameter yang
didapat sesuai dengan teori ?
Jika diragukan, tetapkan salah satu cara, yaitu menghilangkan variabel itu dan melakukan proses regresi lagi untuk melihat efek dibuangnya variabel itu terhadap variabel lainnya yang masih digunakan oleh model tersebut. Jika ternyata tidak terlalu terpengaruh, variabel itu dibuang saja sehingga kita mendapatkan model yang lebih sederhana dan dapat ditaksir secara lebih tepat.
3. Koefesien determinasi
Bentuknya sama dengan persamaan sebelumnya, akan tetapi, pada kasus ini tambahan variabel biasanya meningkatkan nilai bˆ R2yang telah dikoreksi :
[
2 /( 1)]
[
( 1)/( 1)2 = − − − − −
K N N
N K R
R
]
(43)
4. Koefesien korelasi
Koefesien korelasi ini digunakan untuk menentukan korelasi antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas atau antara sesama variabel bebas. Koefesien korelasi ini dapat dihitung dengan berbagai cara yang salah satunya adalah persamaan berikut :
( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − =∑
∑
∑
∑
∑
∑ ∑
i i i i i i i ii i i
i i i i Y Y N X X N Y X Y X N r 2 2 2 2
Nilai r = 1 berarti bahwa korelasi antara variabel y dan x adalah positif (meningkatkannya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y). Sebaliknya , jika nilai r = -1, berarti korelasi antara variabel y dan x adalah negatif (meningkatnya nilai x akan mengakibatkan menurunnya nilai y). nilai r = 0 menyatakan tidak ada korelasi antar variabel.
5. Uji t-tes
Uji t-tes dapat digunakan untuk dua tujuan : untuk menguji signifikasi nilai koefesien korelasi (r) dan untuk menguji signifikansi nilai koefesien regresi. Setiap variabel yang mempunyai koefesien regresi yang tidak signifikan secara statistik harus dibuang dari model.
(44)
2.4.2. Model Logit–Biner-Selisih
Model ini adalah model pemilihan disket yang paling mudah dan sering digunakan. Model logit-biner digunakan untuk pemilihan moda yang terdiri dari dua alternatif moda saja, dalam hal ini ada dua jenis yang sering digunakan yaitu model logit-biner-selisih dan model logit-biner-nisbah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metoda penaksiran regresi-linier. Parameter yang paling sering digunakan menjadi variable adalah waktu perjalan dan biaya perjalan. (Ofyar Z. Tamin, 2000, 245).
Pada model logit-biner-selisih ini diasumsikan bahwa C1 dan C2 merupakan
bagian yang diketahui biayanya dari setiap moda dan pasangan asal-tujuan. Jika didapat informasi proporsi pemilihan setiap moda untuk setiap pasangan (i, d), P1 dan
P2 maka kita dapat menghitung nilai g dan dengan menggunakan analisis
regresi-linier, setelah indicator (i, d) dihilangkan untuk penyederhanaan, proporsi P1 setiap
pasangan (i, d) untuk moda 1 adalah :
))
(
exp(
1
1
1 2 1
C
C
P
−
+
+
=
β
α
Dimana : P1 = Proporsi pemilihan moda 1
g dan = Hasil kalibrasi data dari regresi-linier
(45)
Dengan mengasumsikan ΔC = C2 - C1 dan melakukan beberapa
penyederhanaan dapat ditulis kembali sebagai berikut :
1
))
exp(
1
(
1
+
+
Δ
C
=
P
α
β
1
)
exp(
1
1
+
P
+
Δ
C
=
P
α
β
1 1
exp(
C
)
1
P
P
α
+
β
Δ
=
−
)
exp(
1
1 1C
P
P
Δ
+
=
−
α
β
Atau dapat ditulis kembali menjadi bentuk logaritma natural :
C
P
P
e
⎥
=
+
Δ
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡ −
α
β
1 1
1
log
Kita mempunyai data P1, C1 dan C2 sehingga parameter g dan yang tidak
diketahui nilainya dapat dihitung dengan menggunakan regresi-linier dengan variable
tidak bebasnya adalah ⎥
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − 1 1 1 log P P
e , variabel bebasnya adalah ΔC , garis
(46)
2.5. Spasial / Ruang Kota
Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota. Dalam pemahaman awam, kota merupakan suatu tempat yang berasosiasi dengan kompleks pertokoan besar yang berjajar-jajar, keramaian lalu lintas yang luar biasa dan bangunan yang berjubel.
Ada beberapa defenisi kota yang ditinjau dari berbagai sisi, antara lain : 1. Kota ditinjau dari segi fisik morfologi
Dalam morfologi kota, suatu kota dapat didefenisikan sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan mana sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial (secara umum tutupan bangunan/ building coverage, lebih besar dari tutupan vegetasi/ vegetation coverage), kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan pemukiman yang kompak/ contigous (dan relatif lebih besar dari satuan permukiman ke desaan yang disekitarnya).
2. Kota ditinjau dari segi jumlah penduduk
Kota adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk mana bertempat tinggal pada satuan permukiman yang kompak. Alasan utama yang muncul mengapa batasan ini digunakan adalah adanya kenyataan bahwa sejumlah penduduk yang berkonsentrasi pada sesuatu tempat tersebut telah mampu
(47)
mengakibatkan muncul dan tumbuhnya fungsi-fungsi tertentu sebagaimana layaknya sebuah kota.
3. Kota ditinjau dari segi sosio kultural
Menurut Sujarto (1970), kota merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen dan masyarakat kota mempunyai tuntutan kebutuhan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan penduduk pedesaan, sebagaimana gambaran perbedaan kota dengan desa.
Tabel 2.5. Perbedaan Ciri-Ciri Desa dan Kota
No Unsur Pembeda Desa Kota
1 Mata pencaharian Agraris homogen Non agraris heterogen
2 Ruang kerja Terbuka/ lapangan Ruang tertutup
3 Musim/ cuaca Penting/
menentukan
Tidak penting 4 Keahlian/
keterampilan
Umum/ menyebar Spesialisasi dan
mengelompok 5 Jarak rumah dengan
tempat kerja
Dekat (relatif) Jauh (terpisah) – relatif
6 Kepadatan penduduk Rendah Tinggi
7 Kepadatan rumah Rendah Tinggi
8 Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi
9 Strata sosial Sederhana Kompleks
10 Kelembagaan Terbatas Kompleks
11 Kontrol sosial Adat/ tradisi
berperanan besar
Adat/ tradisi tidak
berperanan besar, tetapi UU/ peraturan tertulis berperanan besar
12 Sifat Masyarakat Gotong royong Individualisme
13 Mobilitas penduduk Rendah Tinggi
14 Status sosial stabil Tidak stabil
(48)
2.5.1. Fisik Kota
Komunitas secara fisik adalah daerah binaan di perkotaan yang terletak saling berdekatan, meluas dari pusatnya hingga ke daerah pinggiran kota. Radius jarak dari pusat kota ke pinggiran kota bervariasi dan menggambarkan besarnya sebuah kota.
Kota secara fisik terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bangunan-bangunan dan kegiatannya yang berada di atas atau dekat permukaan tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah, termasuk beberapa utilitas di bawah permukaan tanah; dan kegiatan-kegiatan dalam ruang.
Bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan lokasi geografiknya dan aransemen medan geografi-fisiknya, Branch (1996) mengemukakan contoh pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti:
a. Topografi, b. bangunan,
c. jalur transportasi, d. ruang terbuka, e. kepadatan bangunan, f. iklim lokal,
g. vegetasi tutupan, h. kualitas estetika.
Jalur-jalur transportasi dan utilitas kota merupakan pembentuk pola penggunaan lahan di kota. Sejak awal pertumbuhan, berbagai kegiatan usaha memilih
(49)
lokasi dan sepanjang jalur-jalur lalu-lintas primair dan di tempat-tempat konsentrasi pelanggan komersial.
Radial Menerus Radial Tidak Menerus Radial Tidak Menerus
Grid Menerus Radial Konsentris Linier Menerus
Menerus
Sumber : Raldi H, 2001
Gambar 2.7.1. : Pola Umum Perkembangan Lahan Perkotaan
2.5.2. Teori Spasial Kota
Tiga model spasial klasik dan struktur perkotaan ditujukan dalam pola tata guna tanah yang ditimbulkan oleh tiga faktor penggunaan lahan yang berinteraksi saling timbal balik yaitu :
(50)
Sumber : Sofyan, Daim,1991
Gambar 2.5.2.1. : Kerangka Penggunaan Lahan Perkotaan
Akibat dari aksi ketiga factor tersebut menghasilkan corak spasial kota yaitu : a. Teori Konsentris
Teori ini merupakan hasil penelitian Burgess terhadap struktur kota besar Chicago pada tahun 20-an yang kemudian dibukukan dengan nama The City (1925).
Aktivitas
Manusia Lokasi
Perumahan Penghasilan Rendah Perumahan Penghasilan Sedang Perumahan Penghasilan Tinggi
Kawasan Para Penglaju Pabrik-Pabrik Ringan Pusat Perdagangan
Sumber : Hari, 2001
(51)
b. Teori Sektor
Teori ini dikemukakan oleh Homer Hoyt setelah mengadakan riset pada tahun 30-an melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Burgess pada teori ini dia memberikan koreksi pada teori konsentris dan menamakannya teori sector
Sumber : Hari, 2001
Gambar 2.5.2.3. : Teori Sektor Hoyt 1930-an
c. Teori Inti Berganda
Teori ini pertama kali dikemukan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945 yang kemudian di bukukan dengan judul Readings in Urban Geography, mereka mengemukakan bahwa tidak selamanya kota berbentuk konsentris dan sector tetapi suatu tempat / Negara ada fenomena yang begitu komplek, banyak kawasan / daerah yang kenyataannya ada yaitu lokasi pabrik besar, pusat perdagangan di pinggiran kota, perumahan penglaju dan lokasi industri di luar kota.
2 3
4 3
Keterangan
3 1 = Central Bisnis Distric
1 3 2 = Pabrik Ringan
3 = Perumahan Penghasilan Rendah
4 = Perumahan Penghasilan Sedang
5 = Perumahan Penghasilan Tinggi
5 3
4 3
(52)
2.5.3. Teori Linkage
Kawasan atau lokasi di perkotaan mempunyai keterkaitan dengan lokasi lainnya di kota tersebut, sebagaimana pendapat Fumihiko Maki (1964) dalam buku
Inverstigations in Collective Form yang berbunyi :
Linkage is simply the glue of the city. It is the act by which we unite all the layers of activity and resulting form in the city.
Dia melihat keterkaitan antar ruang / lokasi di suatu kota merupakan lem perekat kota yang merupakan aksi yang dilakukan oleh seluruh penduduk kota dalam melakukan aktivitas dan juga merupakan hasil dari bentuk kota itu sendiri.
Kota merupakan suatu yang komplek dan rumit, maka perkembangan kota sering mempunyai kecenderungan membuat orang merasa tersesat dalam gerakan di daerah kota yang belum mereka kenal, hal ini akan terjadi pada kota yang tidak mempunyai linkage (Markus Z, 1999).
Linkage ini dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu linkage visual, linkage
structural dan linkage bentuk kolektif.
2.6. Studi Terdahulu
Studi tentang moda transportasi umum banyak dilakukan, tetapi kebanyakan penelitian dipusatkan pada moda yang banyak menampung penumpang dan yang paling kecil adalah angkutan kota, tetapi terhadap taksi lebih sedikit dan terlebih terhadap angkutan beca dayung, beca motor. Kebayakan penelitian terhadap beca, ojek atau informal transport lainya hanya sebatas analisis keberadaan dan analisis
(53)
ekonomis. Adapun penelitian yang terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain :
a. Penelitian Pertaksian (Kota Bandung Jawa Barat) pada tahun 1993 oleh Nurbakti dkk.
Pada penelitian ini diterangkan bahwa penghitungan jumlah menggunakan analisis metode regresi-linier-berganda, dengan variabel bebasnya kependudukan, tingkat penghasilan, kepemilikan kenderaan, dan ukuran radius kota yang terbangun.
b. Optimasi Jumlah Angkutan Umum Penumpang (Angkutan Banjarmasin
Kalimantan Selatan) pada tahun 1994 oleh Norman Ruslan.
Pada penelitian ini jumlah angkutan umum ini berdasarkan besar nilai dari jumlah kenderaan keseluruhan yang mempunyai trayek yang sama, frekwensi keberangkatan dan rasio keberangkatan setiap angkutan yang antri.
c. Pemodelan Kebutuhan Penumpang Captive Angkutan Umum (Kota Surabaya Jawa Timur) pada tahun 1995 oleh Wahyu Herijanto
Pada penelitian ini penentuan jumlah kebutuhan angkutan umum dengan perhitungan analisa bangkitan pergerakan model gravity, dan perhitungan generalized cost yang dikeluarkan penumpang, perhitungan menggunakan metode regresi-linier berganda. Variabel yang digunakan sosio-ekonomi masyarakat, waktu menunggu, waktu berjalan kaki, waktu perjalanan, ongkos perjalanan.
(54)
d. Analisis Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi (Kota Bandung Jawa Barat) pada tahun 2000 oleh Titi Kurniati
Pada penelitian ini penghitungan kebutuhan taksi menggunakan metoda MCA
(multiple classification analysis) melalui tingkat bangkitan pergerakan dan
Stated Preference dengan pendekatan multi regresi, variabel yang digunakan
adalah umur penumpang, pekerjaan, penghasilan, kepemilikan kenderaan pribadi, factor daya tampung taksi, alasan pemilihan dan frekwensi penggunaan taksi. Variabel biaya adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap kebutuhan taksi.
e. Rencana Operasi Bus Berjadwal (Depansar Bali) pada tahun 2000 oleh Suryawan.
Pada penelitian ini jumlah bus yang dibutuhkan berdasarkan waktu regulasi, waktu tempuh dan antrian bus.
f. Analisis Telaah Pengoperasian Angkutan Ojek (studi kasus : Kabupaten Semarang) pada tahun 2000 oleh Ir. Drs. Djoko Setijowarno, MT.
Pada penelitian ini membahas BOK (biaya operasional kenderaan) dianalisis menggunakan analisis SWOT
g. Jurnal Urban Poor Consortium 2007 (www.urbanpoor.or.id), memberikan karateristik beca antara lain adalah anti kecepatan, jarak pendek, membawa manusia dan barang, berada di perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit dan daerah wisata.
(55)
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan perkotaan kota Padangsidimpuan dengan wilayah kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan Padangsidimpuan Selatan.
3.2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertitik awal dari masalah yang menjadi latar belakang kemudian memperjelas apa yang akan dikaji setelah itu maka dapat dilaksanakan beberapa tahapan pekerjaan yaitu :
a. Mengajukan hipotesa terhadap penelitian : “Jumlah Beca Motor melebihi dari kebutuhan masyarakat kota Padangsidimpuan”
b. Menentukan Batasan kajian yaitu hanya masalah penentuan jumlah beca motor yang dibutuhkan masyarakat
c. Melakukan penelitian dengan mempelajari cara penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan cara penentuan jumlah angkutan dan mempelajari jenis variabel yang sesuai untuk kajian ini.
(56)
d. Melaksanakan pengumpulan data primer yang dilakukan secara langsung dilapangan dan mengumpulkan data seunder yang didapatkan dari instansi dan dinas pemerintahan kota Padangsidimpuan.
e. Setelah seluruh data didapatkan maka dilakukan pengolahan yang didahului dengan mengklasifikasi data sesuai dengan kategori masing-masing data, setelah itu data yang telah diklasifikasikan dianalisis dengan metode regresi-linier untuk mendapatkan informasi pemilihan moda angkutan dan penentuan jumlah angkutan beca motor, dan metode analisis kategori untuk mendapatkan jumlah bangkitan pergerakan yang akhirnya didapatkan jumlah yang melakukan perjalanan menggunakan beca motor.
f. Setelah didapatkan jumlah angkutan beca motor yang dibutuhkan masyarakat maka dibandingkan dengan jumlah yang ada sekarang, dengan ini maka terlihat apakah hipotesa terpenuhi atau tidak.
g. Pekerjaan selanjutnya melakukan kesimpulan dari penelitian dan membuat suatu rekomendasi untuk angkuatan umum beca motor yang beroperasi di kota Padangsidimpuan.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk kota Padangsidimpuan yang bertempat tinggal di kawasan perkotaan (kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan
(57)
Padangsidimpuan Selatan), sedangkan sample yang digunakan adalah secara acak terhadap penduduk perkotaan (rumah tangga).
Penelitian ini mengambil sampel minimum dikarenakan waktu dan biaya yang terkendala, sehingga sampel yang diambil adalah masyarakat pengguna jasa angkutan beca motor per-rumah tangga yang terdapat di dua kecamatan tersebut dengan rincian sebagai berikut :
a. Kecamatan Padangsidimpuan Utara (40 responden)
1. Batang Ayumi Jae = 9 responden
2. Kamcar = 7 responden
3. Panyanggar = 8 responden
4. Sadabuan = 7 responden
5. Timbangan = 9 responden
b. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan (60 responden)
1. Wek V = 10 responden
2. Ujung Padang = 14 responden
3. Sitamiang Baru = 5 responden
4. Silandit = 8 responden
(58)
6. Kampung Darek = 8 responden
7. Aek Tampang = 7 responden
Sedangkan untuk sample perhitungan pemilihan moda berdasarkan utilitas (waktu menunggu, waktu perjalanan dan biaya ongkos) yang menjadi karakteristik moda angkutan kota dan beca motor adalah :
a. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Padangmatinggi (PM)
b. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sitamiang (ST)
c. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sadabuan lewat Sigiring-giring (SB-1) d. Asal = Pusat Kota (PK) Tujuan = Sadabuan lewat Sitataring (SB-2)
3.4. Metoda Pengumpulan Data Penelitian
Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah :
(59)
1. Data rumah tangga yang berkaitan dengan kepemilikan kenderaan, pendapatan bulanan, ukuran rumah tangga.
2. Frekwensi rumah tangga menggunakan angkutan beca motor ( hari / mingguan)
3. Data survey langsung penggunaan angkutan kota dengan angkutan beca motor terhadap impedansi transportasi (waktu tempuh, ongkos, waktu menunggu ) dari zone a ke zone b.
b. Data sekunder penelitian meliputi :
1. Data kependudukan (BPS Padangsidimpuan, BPS Sumut)
2. Data Geografis (Bappeda, Dinas PU Padangsidimpuan)
3. Data Beca motor (Samsat dan Dinas Perhubungan
Padangsidimpuan)
Metoda pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan cara :
a. Angket (kuesioner) dilakukan dengan cara survey langsung yaitu membagikan angket yang di-design dengan pertanyaan model campuran
(60)
tertutup yang harus diisi oleh pengguna per-rumah tangga sebanyak 100 angket.
b. Pemilihan moda dengan selisih utilitas beca motor dengan angkutan kota dilakukan dengan cara observasi langsung dengan menggunakan langsusng kedua angkutan dan mencatat waktu menunggu kedua angkutan, waktu perjalanan dan biaya ongkos perjalan dari zona satu ke zona yang lain.
c. Data sekunder dilakukan dengan pencarian data pendukung penelitian berupa dokumen lewat kantor BPS, Bappeda, Dinas Pekerjaan umum dan Dinas Perhubungan Kota Padangsidimpuan.
3.5. Metoda Analisis
Penelitian ini melakukan analisis terhadap data primer dan data sekunder yang berkaitan, adapun metoda analisis yang diterapkan adalah :
1. Pemilihan moda angkutan dilakukan analisis regresi linier dengan data yang diambil dari hasil kuesioner untuk mendapat model matematis pemilihan modanya, setelah itu baru diberikan simulasi data untuk mendapatkan informasi pemilihan data yang diperoleh dari model matematis tersebut.
(61)
2. Bangkitan lalulintas yang dilakukan per-rumah tangga pada setiap zone dilakukan analisis kategori yang sebelumnya data diambil dari data hasil kuesioner yang telah diklasifikasikan sesuai kategori yang telah ditetapkan untuk mendapatkan nilai tingkat bangkitan yang terdapat pada tabel yang kemukakan oleh John Black, setelah itu dilakukan perkalian antara nilai tingkat bangkitan dengan jumlah per-rumah tangga dan ditotal seluruhnya.
3. Karakteristik beca motor dengan fisik kota Padangsidimpuan dilakukan analisa spasial yang melibatkan data yang dihasilkan dari hasil kuesioner dan data sekunder yang didapatkan dari dinas atau instansi.
(62)
BAB IV
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan
Kota Padangsidimpuan secara geografis terletak antara 1° 08’ 07” sampai 1° 28’ 19” Lintang Utara dan 99° 13’ 53” sampai 99° 21’ 31” Bujur Timur, dimana ketinggian rata-rata permukaan tanah 325 - 750 meter diatas permukaan laut. Kemiringan tanah rata berkisar antara 2 – 8 % . Secara administrasi wilayah terletak di tengah-tengah kabupaten Tapanuli Selatan, ini disebabkan oleh asal kota Padangsidimpuan merupakan ibukota kabupaten Tapanuli Selatan, dan pada tahun 2001 dimekarkan menjadi Pemerintah Kota yang berdiri sendiri atau berpisah dari kabupaten asal yaitu kabupaten Tapanuli Selatan, dimana batas wilayah kota sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Padangsidimpuan Barat,
Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Padangsidimpuan Timur,
(63)
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Siais, Kabupaten Tapanuli Selatan
Kota Padangsidimpuan mempunyai luas wilayah sesuai dengan Surat Keputusan sewaktu pemekaran seluas 11.465,660 hektar yang terbagi atas 5 kecamatan, 20 kelurahan dan 58 desa.
Tabel 4.1.1 Luas Wilayah Administrasi Kota Padangsidimpuan
No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Padangsidimpuan Tenggara Padangsidimpuan Selatan Padangsidimpuan Batunadua Padangsidimpuan Utara Padangsidimpuan Hutaimbaru Padangsidimpuan Angkola Julu
2.975,000 686,535 3.975,000 749,125 1.782,500 1.297,500
25,95 5,99 34,67 6,53 15,55 11,32
Kota Padangsidimpuan 11.465,660 100
(64)
Adapun data penduduk kota Padangsidimpuan yang didapatkan dari BPS kota Padangsidimpuan dan BPS Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk Kota Padangsidimpuan
Jumlah penduduk (jiwa / tahun) No Kecamatan
1991 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Padangsidimpuan Tenggara
- - - 20,335 25,334 23,715
2 Padangsidimpuan Selatan
44,910 50,519 48,596 54,005 53,672 61,082
3 Padangsidimpuan Batunadua
- - - 13,782 15,245 15,522
4 Padangsidimpuan Utara
52,595 48,470 51,624 53,565 52,771 70,347
5 Padangsidimpuan Hutaimbaru
- - - 14,393 14,720 14,265
6 Padangsidimpuan Angkola Julu
- - - 6,612 6,796 6,936
97.505 98.989 100.220 162.692 168.536 172.419 177.499 181.865
(65)
ASAHAN MANDAILING NATAL SAMOSIR SAM UDER A H IN DIA
N I A S
GUNUNG S ITOLI SIBOLGA DAIRI SIDIKALANG BARUS BALIGE Danau Toba TAP. UTARA TOBA P
. Sam osir
TARUTUNG
PANYABUNGAN
Ke Bukit Tinggi
Ke R i a u
PADANG SIDEMPUAN TAP. SELATAN
RANTAU PRAPAT LABUHAN BATU
PROP. RIA
PROP. SUMATERA BARAT U
LANGKAT
KARO
PROP. NAD Ke Langsa SIMALUNGUN DELI SERDANG MEDAN BINJAI KABAN JAHE T. TINGGI P. SIANTAR S E L A T M
A L A K A T. BALAI KISARAN Simirik Goti Simatohir Mompang Silandit Lubuk Manik Rimba Soping Pudun Jae Sihitang Huta Padang Panyanggar Losung B
Batu Nadua Jae
Huta Imbaru
Siloting
Hanopan
Labuhan Labo Losung
Bt Ayuni Julu Simasom
Baruas
PAL IV Pijar Koling Joring Lombang
Lembah Lubuk Raya
WEK VI
Ujung Gurap Joring Natobang
Bargot Topong Batu Nadua Julu
Singali
Perkebunan Pijar Koling
Labuhan Rasoki Aek Tuhul Purwodadi Aek Tampang Pijar Koling Sidangkal WEK I Batu Layan Manunggang Julu Sabungan Sipabangun Tinjoman Lama Aek Najaji Sitamiang Baru Pal IV Maria
Manegen Sabungan Jae WEK V Pudun Julu Sigulang Ujung Padang Bonan Dolok Manunggang Jae Salambue Purba Tua Tarutung Baru Batang Bahal Sadabuan Padang Matinggi Bincar Tano Bato
Kayu Ombun Sitamiang
Gunung Hasahatan
Partihaman Saroha
Pintu Langit Jae
Huta Lombang Tobat
Huta Koje WEK II
Huta Limbong Padang Matinggi Lestari
Kantin WEK IV Bt.Ayuni Jae WEK III Timbangan Aek Bayur Mompang Silandit Lubuk Manik Rimba Soping Pudun Jae Sihitang Huta Padang Panyanggar Losung Batu
Batu Nadua Jae
Huta Imbaru
Siloting
Hanopan
Labuhan Labo Losung
Bt Ayuni Julu Simasom
Baruas
PAL IV Pijar Koling Joring Lombang
Lembah Lubuk Raya
WEK VI
Ujung Gurap Joring Natobang
Bargot Topong Batu Nadua Julu
Singali
Perkebunan Pijar Koling
Labuhan Rasoki Aek Tuhul Purwodadi Aek Tampang Pijar Koling Sidangkal WEK I Batu Layan Manunggang Julu Sabungan Sipabangun Tinjoman Lama Aek Najaji Sitamiang Baru Pal IV Maria
Manegen Sabungan Jae WEK V Pudun Julu Sigulang Ujung Padang Bonan Dolok Manunggang Jae Salambue Purba Tua Tarutung Baru Batang Bahal Sadabuan Padang Matinggi Bincar Tano Bato
Kayu Ombun Sitamiang
Gunung Hasahatan
Partihaman Saroha
Pintu Langit Jae
Huta Lombang Tobat
Huta Koje WEK II
Huta Limbong Padang Matinggi Lestari
Kantin WEK IV Bt.Ayuni Jae WEK III Timbangan Aek Bayur atu 1° 20 '00 " 1° 22 '3 0" 1° 25 '00" 1° 27 '3 0"
99°12'30" 99°15'00" 99°17'30" 99°20'00" 99°22 '
K EC.PADAN GSI DI M PU AN BARAT K AB.T APAN U LI SELAT AN
K EC.PADAN GSI DI M PU AN T I M U R K AB.T APAN U LI SELAT AN
K EC.SI AI S K AB.T APAN U LI SELAT AN
K EC.AN GK OLA K AB.T APAN U LI SELAT AN PADAN GSI DI M PU AN
AN GK OLA JU LU
H U T AI M BARU
PADAN GSI DI M PU AN U T ARA
PADAN GSI DI M PU AN SELAT AN
PADAN GSI DI M PU AN RA BAT U N ADU A
T EN GGA
Sumber : Bappeda Kota Padangsidimpuan
(66)
4.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di wilayah BWK I kota Padangsidimpuan yaitu kecamatan Padangsidimpuan Utara dan kecamatan Padangsidimpuan Selatan.
K EC. PADAN GSI DI M PU AN T I M U R K AB. T APAN U LI SELAT AN
K ECAM AT AN SI AI S K AB. T APAN U LI SELAT AN
K EC. BT G AN GK OLA K EC. PADAN GSI DI M PU AN BARAT
K AB. T APAN U LI SELAT AN
K EC. AN GK OLA J U LU
K EC. H U T AI M BARU
K EC. BAT U N ADU A
K EC. PSP U T ARA
K EC. PSP SELAT AN
K EC. PSP T EN GGARA
KE SIP
IRO K
KE SIBOLGA
KE PANYANBUNGAN
99° 12'30" 99° 15'00" 99° 17'30" 99° 20'00" 99° 22'30"
0
1°
27'
30"
01°
25'0
0
"
0
1°
22'
30"
01°
20'0
0
"
KOTA PADANGSIDIMPUAN
Sumber : Bappeda Kota Padangsidimpuan
(67)
Sedangkan kelurahan yang terdapat pada kedua kecamatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kecamatan Padangsidimpuan Utara 1. Kelurahan Losung Batu
2. Kelurahan Panyanggar 3. Kelurahan Bonan Dolok 4. Kelurahan Tano Bato 5. Kelurahan Tobat
6. Kelurahan Batang Ayumi Jae 7. Kelurahan Timbangan
8. Kelurahan Kayu Ombun
9. Kelurahan Bincar 10.Kelurahan Kantin 11.Kelurahan Sadabuan 12.Kelurahan Wek I 13.Kelurahan Wek II 14.Kelurahan Wek III 15.Kelurahan Wek IV
b. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan 1. Kelurahan Wek V
2. Kelurahan Wek VI 3. Kelurahan Ujung Padang 4. Kelurahan Sitamiang 5. Kelurahan Sitamiang Baru 6. Kelurahan Losung
7. Kelurahan Silandit
(68)
Silandit
P Panyanggar
Losung Batu
Batu Nadua Jae
baru
Hanopan
Losung Bt Ayuni Julu
Baruas WEK VI Ujung Gu Aek Tuhul Purwodadi Aek Tampang Sidangkal WEK I Sitamiang Baru Sabungan Jae WEK V Ujung Padang Bonan Dolok Sadabuan Padang Matinggi Bincar Tano Bato
Kayu Ombun Sitamiang
Gunung Hasahata
an Saroha Tobat
WEK II
Padang Matinggi Lestari Kantin WEK IV Bt.Ayuni Jae WEK III Timbangan Aek Bayur 9. Kelurahan Padangmatinggi Lestari
10.Kelurahan Aek Tampang 11.Kelurahan Sidakkal 12.Kelurahan Hanopan
M BARU
ADAN GSI DI M PU AN U T ARA
PADAN GSI DI M PU AN SELAT AN
BAT U N ADU A P
Sumber : Bappeda Kota Padangsidimpuan
(69)
Tabel 4.2.1. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
No Kecamatan Luas Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
Jumlah Rumah Tangga (KK)
Rata-rata Anggota Keluarga
Kepadatan Rumah (KK/Ha)
1 Padangsidimpuan Utara
749,125 70.304 94 17.031 4 23
2 Padangsidimpuan Selatan
686,535 61.082 89 10.857 6 16
Sumber : RTRW Kota Padangsidimpuan, 2004
Tabel 4.2.2. Jaringan Jalan (kilometer)
No Kecamatan Jalan
Negara
Jalan Propinsi
Jalan Kab / Kota
Jumlah
1 Padangsidimpuan Utara 3,5 3,5 134,93 141,93
2 Padangsidimpuan Selatan 3,0 0 68,76 71,76
(70)
K EC. PSP U T ARA
K EC. PSP SELAT AN
Sumber : RTRW Kota Padangsidimpuan, 2004
(71)
4.3. Tinjauan Transportasi di Kota Padangsidimpuan
Sejak kota ini ada jaringan transportasi telah ada atau telah tersedia, dikarenakan kota ini adalah perwujudan dari tempat orang singgah sementara dalam melakukan perjalanan antar lintas sumatera atau kota ini merupakan daerah transit menuju kota lainnya. Kota ini mempunyai jaringan jalan negara sepanjang 24,21 kilometer, jalan propinsi sepanjang 6,80 kilometer dan jalan kabupaten / kota sepanjang 351,60 kilometer. Semua jaringan jalan tersebut dapat dimamfaatkan oleh mobil, motor, beca dayung barang, beca motor, sepeda dan pejalan kaki.
Moda transportasi umum yang beroperasi di kota Padangsidimpuan adalah mobil angkutan kota, beca motor, angkutan antar kota besar / kecil yang digunakan untuk penumpang dan beca dayung, mobil truck untuk mengangkut barang.
4.3.1. Angkutan Umum Daerah Perkotaan
Dalam undang-undang nomor 14 tahun 1992 pasal 1 dan peraturan nomor 41 tahun 1993 pasal 1 menyebutkan bahwa kenderaan umum adalah setiap kederaan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Undang –undang tersebut juga menyebutkan bahwa angkutan adalah pemindahan orang / barang dari satu tempat ke tempat yang laindengan menggunakan kenderaan. Jenis pengangkutannya dilakukan oleh kenderaan bermotor, menggunakan sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, dan kenderaan umum.
(72)
Vuchic (1981) mengemukakan bahwa menurut penggunaan dan cara pengoperasiannya angkutan umum adalah angkutan yang dimiliki dan dioperasikan oleh operator yang digunakan oleh umum dengan persyaratan umum. Sistem pemakaian umum terbagi dua macam yaitu :
1. Sistem Sewa yaitu kenderaan dapat dioperasikan baik oleh operator maupun penyewa. Dalam hal ini tidak ada rute maupun jadwal tertentu yang harus diikuti oleh pemakai, system ini disebut dengan demand responsive system, karena penggunanya tergantung pada adanya permintaan.
2. Sistem penggunaan bersama yaitu kenderaan dioperasikan oleh operator dengan rute dan jadwal tertentu, system ini disebut system transit.
Pada system ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
e. Paratransit, yaitu tidak ada jadwal yang pasti dan kenderaan dapat berhenti (menaikkan/menurunkan penumpang) disepanjang rutenya, contoh : taksi, beca motor, beca dayung, delman dan sebagainya.
f. Massa Transit, yaitu mempuyai jadwal dan tempat pemberhentian yang pasti, contoh : bis kota dan kereta api.
Angkutan umum yang beroperasi di kawasan perkotaan kota Padangsidimpuan berawal dari pedati kemudian tersingkir muncul sado/bendi terus berubahlagi sado/bendi tersingkir muncul beca dayung penumpang yang kemudian
(73)
pada awal tahun 70-an terjadi pelarangan operasi beca dayung yang digantikan oleh beca motor, sedangkan beca dayung berubah fungsi dari pengangkutan penumpang menjadi pengangkutan barang. Hingga sekarang beca motor tetap eksis tetapi bertambah mobil angkutan kota.
4.3.2. Angkutan Beca Motor
Angkutan beca motor adalah salah satu angkutan umum yang beroperasi di kota Padangsidimpuan, yang mempuyai arti berupa kenderaan Vespa lama yang mempunyai bak tempat duduk penumpang yang terbuat dari plat besi yang menempel disamping kiri vespa tersebut.
Sumber : Data Penelitian, 2007
Gambar 4.3.2.1 : Beca Motor yang beroperasi di Kota Padangsidimpuan
(74)
Wilayah operasional beca motor tersebut adalah seluruh daerah kota Padangsidimpuan, baik daerah perkotaan (kecamatan Padangsidimpuan Utara dan kecamatan Padangsidimpuan Selatan) serta kecamatan lainya. Angkutan beca motor ini dioperasionalkan mempunyai ketentuan, yaitu harus mempunyai izin operasional, masa berlaku izin operasional.
Operasional angkutan beca motor diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :
a. Operasional tidak terjadwal, beca mesin akan beroperasi selama masih ada penumpang yang mau menggunakan baik di pagi, siang dan malam hari.
b. Penggerak beca motor ini adalah kenderaan vespa tua dengan bak
tempat duduk penumpang disebelah kiri vespa tersebut.
c. Jenis Pelayanan dari pintu ke pintu ( door to door service ), operasional beca motor tidak punya trayek yang ditetapkan, dan bebas masuk jalan atau gang yang ada di kota ini.
d. Angkutan dapat menampung penumpang maksimal 2 orang dewasa.
e. Ongkos / bayaran disesuaikan dengan jarak tempuh, tidak ada besaran yang ditetapkan bersama antara pemerintah dengan asosiasi
(75)
beca motor, serta besaran harga / ongkos biasanya mempuyai kesamaan dengan angkutan beca motor lainnya.
f. Jarak perjalanan, jarak perjalanan tidak ada ketetapan atau batasan, tetapi tambah jauh maka tambah besar ongkosnya, dan biasanya orang menggunakan beca motor untuk jarak jauh jika angkutan kota tidak beroperasi atau malam hari karena beca motor satu-satunya angkutan yang tersedia.
Overgaard (1966), mengatakan dalam buku “merencanakan system
perangkutan” jarak tempuh lalulintas yang telah diteliti di Zurich
dan berlaku untuk seluruh negara, yaitu makin dekat jarak tempuh perjalanan umumnya orang akan menggunakan moda yang paling praktis bahkan akan berjalan kaki, dan tergambar sebagai berikut :
5 10 15 km
100
50
0
0
%
Sumber : Warpani, S, 1990
Gambar 4.3.2.2 : Pemilihan Moda berdasarkan jarak perjalanan
p
er
ja
la
n
an ora
n
g
Jarak perjalanan berjalan, bersepeda, berbecak
(76)
Sumber : RTRW Kota Padangsidimpuan, 2004 dan Data Penelitian, 2007
(77)
BAB V
ANALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN, BECA MOTOR
DAN SPASIAL KOTA PADANGSIDIMPUAN
5.1. Karakteristik Responden
Penelitian ini mengambil sebahagian data dari responden berupa kuesioner dimana pada hasil data tersebut tergambar karakteristik pengguna beca motor, perlu diketahui bahwa responden adalah murni pengguna beca motor karena tidak punya kenderaan pribadi dan menggunakan beca motor dalam perjalanannya.
5.1.1. Penghasilan rata-rata per-rumah tangga
1
Rp.200.000 Rp.300.000
Rp.500.000 50
26
24
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Jumlah Responden
Penghasilan Rata-Rata Responden Per-Rumah tangga
Sumber : Data Penelitian Lapangan, 2007
(78)
Berdasarkan gambar grafik diatas menggambarkan yang paling banyak menggunakan beca motor adalah keluarga dari kelas menengah dari keluarga pegawai negeri dan pegawai swasta, dan suatu kenyataan ada dari beberapa keluarga yang tidak dimasukkan disini yang tidak menggunakan moda beca motor tetapi kesehariaannya menggunakan jalan kaki.
5.1.2. Tujuan Perjalanan
34 15
2
25 8
3
13
0 5 10 15 20 25 30 35
Jumlah Responden
Belanja Berdagang Bertani Bisnis Buruh Kunjungan Sekolah
Tujuan Perjalan Responden menggunakan Beca Motor
Sumber : Data Penelitian Lapangan, 2007
Gambar 5.1.2. : Tujuan Perjalanan Responden
Gambar diatas menunjukkan 34 % tujuan responden sewaktu menggunakan beca motor untuk berbelanja, sedangkan yang lainnya adalah bisnis (jasa, lain-lain) 25 % , berdagang 15 % dan 13 % tujuan sekolah.
(79)
5.1.3. Daerah Tujuan
3
14 10 4
10 59
0 10 20 30 40 50 60
Jumlah Responden
Batunadua Pdgmatinggi Sadabuan Sitataring Ujungpadang Pusat Kota
Daerah Tujuan Perjalanan
Sumber : Data Penelitian Lapangan, 2007
Gambar 5.1.3. : Daerah Tujuan Perjalanan Responden
Grafik diatas menunjukkan tujuan adalah pusat kota, sesuai dengan tujuan responden yang paling tinggi adalah belanja, lainnya adalah bekerja di pusat kota, sedangkan padangmatinggi, sadabuan dan ujung padang adalah kawasan pendidikan dan perkantoran selain di pusat kota.
(1)
Dari data tabel 6.2.6 jumlah rumah tangga miskin kita dapat hitung berapa jumlah beca motor yang diperlukan daerah BWK I, dimana datanya :
a. Penghasilan rata-rata = Rp. 300.000,- b. Jumlah rumah tangga = 5.191 jiwa c. Radius wilayah = 2,0 km
d. Persentase Angkot = 0.084 = 8,4 %
Maka dimasukkan ke rumus :
500
.
15
)
084
.
0
(
123
.
42
)
2
(
906
.
4
)
5191
(
511
.
0
)
300
(
024
.
0
_
Bt
=
+
+
−
−
Jum
atau 2.651 beca motor
57
,
2650
_
Bt
=
Jum
Maka 2.651 x 25 % = 662,75, atau 663 beca motor sedangkan jika kenyataan jumlah beca motor 2.465 yang mempunyai izin.
(2)
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
a. Pelaksanaan Penelitian ini menunjukkan karakteristik moda beca motor adalah sebagai berikut :
1. Moda digunakan untuk perjalanan jarak pendek dan tidak melebihi dari jarak 5 km.
2. Tujuan perjalanan mayoritas ke Pusat Perbelanjaan / Pasar
3. Maksud perjalanan untuk keperluan pekerjaan pokok yang mendesak 4. Waktu penggunaan moda di pagi dan sore hari
5. Penggunaan moda dengan frekwensi harian
b. Hubungan spasial kota dengan moda transportasi saling terkait, dimana suatu kawasan perkotaan tidak akan dimasuki oleh penduduk jika tidak mempunyai motor penarik massa, sehingga moda transportasi tidak akan menyentuh kawasan tersebut, sebaliknya jika satu kawasan tersebut mempunyai motor penarik yang kuat contohnya pusat kota maka akan akan menjadi jalur padat yang dilalui oleh moda transportasi.
(3)
c. Pemilihan moda yang dilakukan oleh penduduk berdasarkan faktor : 1. Ketersediaan angkutan massal pada suatu kawasan.
2. Radius wilayah kota yang terbangun.
3. Jumlah anggota rumah tangga yang tidak memiliki angkutan pribadi dengan status pekerja / karyawan / pegawai.
4. Tingkat ekonomi penduduk.
d. Analisis bangkitan lalulintas berdasarkan kategori menunjukkan bahwa data yang lebih spesifik akan menunjukkan hasil yang semakin mendekati kebenaran, sehingga analisis ini membutuhkan data yang sangat banyak, tetapi dalam pengolahan tidak begitu rumit atau tidak memerlukan rumusan yang komplek.
e. Analisis regresi linier untuk penentuan jumlah moda menunjukkan jalan / cara yang lebih efektif dan lebih realistis dikarenakan mengukur keterkaitan data dan melewati analisis statistik serta lebih mudah digunakan karena software SPSS telah tersedia di pasaran.
(4)
7.2. Saran
a. Cara penanggulangan masalah jumlah moda ini dapat ditempuh secara bertahap agar pengguna dan pemilik moda tidak merasa ditertibkan.
Adapun caranya dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah setempat secara bertahap terhadap moda ditinjau dari berbagai segi (contoh, kelayakan kenderaan dan polusi lingkungan) dan kebijakan tersebut berlandaskan hukum serta pemantauan / monitoring kebijakan tersebut.
b. Penelitian terhadap moda transportasi informal (beca motor, beca dayung, ojek, dll) belum banyak dikaji secara mendetail, penelitian ini diperlukan untuk dapat menjadi wacana dan bahan solusi sekaligus.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Black, John, 1981, Urban Transport Planning, Croom Helm, London
Bappeda Padangsidimpuan, 2004, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padangsidimpuan, Padangsidimpuan
Catanese Anthoni J, 1979, Introduktion to Urban Planning, McGraw-Hill, Inc, USA Husaini, Purnomo, 1995, Pengantar Statistika,Bumi Aksara, Jakarta
Markus Zahund, 1999, Perancangan Kota Secara Terpadu, Kanisius, Yogyakarta Masri, Sofian, 1995, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta
Morlok, Edwar K, 1988, Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta
Mosher, A. T, 1992, Menggerakkan dan Membangun Pertanian ; Syarat-Syarat Pokok Pembangunan dan Modernisasi, Disadur oleh Krisnandhi dan Bahrin Samad, Dinas Pendidikan Pertanian Departemen, Departemen Pertanian, Yasaguna, Jakarta
Norman Ruslan, 1994, Optimasi Jumlah Angkutan Umum Penumpang (Angkutan Banjarmasin Kalimantan Selatan), Tesis S-2 Transportasi ITB
Salim, Abbas, 1993, ManajemenTransportasi, Rajawali Press, Jakarta Supramono, Sugianto, 1993, Statistika, Andi Offset, Yogyakarta
Suryawan, 2000, Rencana Operasi Bus Berjadwal di Denpasar, Jurnal Manajemen Transportasi, Trisakti, Jakarta
Tamim, Ofyar Z, 2000, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, ITB, Bandung Titi Kurniati, 2000, Analisis Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi (Kota Bandung),
Tesis S-2 Transportasi ITB, dipubliskan
Teguh W, 2004, Cara Mudah Melakukan Analisa Statistik Dengan SPSS, Gava Media, Yogyakarta
(6)
Wahyu Herijanto, 1995, Pemodelan Kebutuhan Penumpang Captive Angkutan Umum (Kota Surabaya Jawa Timur) , Tesis S-2 Transportasi ITB
Warpani, Suwardjoko, 1990, Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB, Bandung Warpani, Suwardjoko, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB,
Bandung