Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sustainibilitas Keuangan pada Perbankan di Indonesia Periode Februari 2004 – Desember 2011
1.1. Latar Belakang
Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama, yaitu menghimpun dana dari masyarakat atau pihak yang memiliki dana dan menyalurkannya kepada masyarakat atau pihak yang membutuhkan dana. Dengan kata lain, bank memiliki fungsi intermediasi dari masyarakat atau pihak yang memiliki dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:
”Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa bank adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, dan aktivitasnya pasti berhubungan dengan masalah keuangan.
Sebelum terjadi krisis keuangan di Asia, sampai pada pertengahan tahun 1997, kegiatan perbankan secara umum masih berkembang pesat. Mobilisasi dana
(2)
masyarakat dan kredit meningkat tajam. Namun, ekspansi kredit yang berlebihan menyebabkan kewajiban perbankan atas valuta asing meningkat tajam. Hal ini terutama terjadi pada bank umum swasta nasional devisa sampai pada tahun 1997 terjadi krisis perbankan yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah yang disebabkan oleh krisis nilai tukar yang terjadi di Thailand. Krisis nilai tukar di Thailand telah menyebabkan penurunan kepercayaan investor asing terhadap perekonomian nasional. Para investor asing menarik dananya secara tiba-tiba, sehingga timbul kepanikan di pasar valuta asing dan terjadi penarikan devisa dalam jumlah besar yang menyebabkan nilai rupiah merosot tajam dalam waktu singkat. Hal ini merupakan awal dari krisis ekonomi tahun 1997. Pada saat itu pemerintah menutup sejumlah bank sehingga terjadi krisis kepercayaan terhadap bank dan rupiah yang menyebabkan terjadinya bank run.
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar dan menjual rupiah, sehingga menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi. Hal ini memperburuk perekonomian Indonesia dari berbagai sektor. Pada sektor eksternal, memperburuk neraca pembayaran akibat capital outflow. Pada sektor riil, terjadi peningkatan inflasi, penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kewajiban hutang luar negeri perusahaan, dan peningkatan biaya produksi. Pada sektor fiskal, terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah. Pada sektor keuangan atau moneter, terjadi peningkatan kewajiban utang luar negeri
(3)
bank dalam rupiah, kredit bermasalah karena pertumbuhan melambat, dan meningkatkan kerentanan di Perbankan.
Puspopranoto (2004), menyebutkan bahwa setelah beberapa tahun dilanda krisis ekonomi semenjak tahun 1997, kondisi perbankan di Indonesia secara umum belum bisa melakukan fungsi intermediasi keuangan secara optimal. Angka Loan to Deposit (LDR) dari perbankan pada akhir 2001 hanya sebesar 33 persen dan pada Juni 2002 mengalami sedikit peningkatan menjadi 34,4 persen. Selama tahun 2002, ada 55 bank yang memiliki Non Performing Loan (NPL) diatas 5 persen. Kredit bermasalah ini yang selalu memberatkan perbankan. Perbankan nasional setelah mengalami dampak krisis masih sangat bergantung pada pendapatan bunga, khususnya bunga obligasi sebesar 86,58 persen. Pendapatan dari nonkredit hanya sekitar 10,54 persen dan pendapatan dari kegiatan non operasional sebesar 1,18 persen. Struktur pendapatan seperti ini rawan terhadap fluktuasi nilai tukar dan suku bunga. Dari 300 bank besar di kawasan Asia, hanya 8 bank di Indonesia yang mampu masuk ke jajaran bank tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbankan Indonesia merupakan pemain kecil di dalam kawasan perbankan di seluruh Asia.
Dalam rangka restrukturisasi perbankan, hingga akhir tahun 2000 pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar 659 triliun rupiah. Angka ini sudah termasuk untuk penjaminan bagi simpanan atau dana pihak ketiga dan kreditur di bank-bank yang bermasalah. Dalam rangka restrukturisasi pula, pemerintah telah melikuidasi 16 bank, membekukan 51 bank, mengambil alih 13 bank, dan merekapitalisasi 7 bank, serta konsolidasi melalui merger beberapa kelompok
(4)
bank. Berkaitan dengan itu, terjadi konsolidasi atau kontraksi dalam jumlah bank. Jumlah bank menurun dari 237 bank menjadi 151 bank pada periode 1997-2000 dan menurun lagi menjadi 138 bank yang aktif beroperasi per akhir Mei 2003.
Berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perbankan nasional dari dampak krisis telah dilakukan, namun lima tahun pertama semenjak adanya program penyehatan perbankan, peran intermediasi perbankan sedikit terganggu tetapi sejak program penyehatan selesai pada tahun 2005 kegiatan intermediasi sudah mulai digerakkan perbankan dan hingga saat ini perbankan nasional sudah menunjukan perubahan ke arah perbaikan. Kondisi perbankan yang baik dan kondusif akan berdampak baik pada perekonomian nasional mengingat peranannya dalam sistem keuangan. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat.
Oleh karena itu, perbankan harus mampu mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga keuangan utama nasional dan menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu dalam hal penciptaan uang, mendukung kelancaran mekanisme pembayaran, penghimpunan dana simpanan masyarakat, mendukung kelancaran transaksi internasional, penyimpanan barang-barang berharga, dan pemberian jasa-jasa lainnya. Fungsi utama perbankan adalah sebagai media perantara antara
(5)
pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana dengan kata lain fungsi utama perbankan adalah fungsi intermediasi.
Sebagai media intermediasi, perbankan harus menciptakan kepercayaan masyarakat terlebih dahulu agar kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana dapat berjalan dengan lancar. Untuk menciptakan kepercayaan masyarakat, perbankan harus menunjukan kinerja yang optimal. Melalui publikasi Bank Indonesia seluruh masyarakat dapat menilai seberapa baik kinerja perbankan nasional. Oleh karena itu, dengan kinerja yang baik ditambah kepercayaan masyarakat akan mempengaruhi keberlanjutan perbankan sebagai lembaga keuangan utama di Indonesia.
Penilaian atas kinerja dan pertumbuhan suatu bank dapat menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan tersebut adalah rasio efesiensi operasional, rasio kualitas portofolio, dan rasio kemampuan berkelanjutan. Rasio kemampuan berkelanjutan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kemampuan operasional berkelanjutan atau operating sustainability dan kemampuan keuangan berkelanjutan atau financial sustainability.
Dari ketiga rasio tersebut, dapat diketahui bahwa rasio berkelanjutan yang merupakan rasio penentu, hal ini disebabkan karena dari rasio ini dapat diketahui keberlanjutan dan tingkat pertumbuhan bank dalam jangka panjang (Luciana, dkk, 2009). Sala h satu indikator yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja bank adalah financial sustainability ratio yaitu rasio yang mengukur kemampuan keuangan berkelanjutan bank.
(6)
Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi sustainabilitas keuangan pada perbankan di Indonesia dari segi makroekonomi dan mikroekonomi. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, tampak bahwa rasio-rasio keuangan bank dan kondisi makroekonomi mempengaruhi sustainabilitas keuangan perbankan. Oleh karena itu, dari segi mikroekonomi penelitian ini akan meneliti pengaruh rasio-rasio keuangan bank terhadap sustainabilitas keuangan bank, sedangkan dari sisi makroekonomi penelitian ini akan meneliti pengaruh perubahan kondisi makroekonomi Indonesia, terhadap sustainabilitas keuangan perbankan di Indonesia.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh kinerja mikroekonomi perbankan terhadap sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011? 2. Bagaimanakah pengaruh perkembangan makroekonomi Indonesia terhadap
sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011? 3. Apakah yang diperlukan untuk mempertahankan sustainabilitas keuangan
(7)
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh kinerja mikroekonomi perbankan terhadap sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011. 2. Menganalisis pengaruh perkembangan makroekonomi Indonesia terhadap
sustainabilitas keuangan bank umum di Indonesia pada periode 2004-2011. 3. Merumuskan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan sustainabilitas
keuangan bank umum di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat dan kegunaan sebagai berikut, yaitu:
1. Memberikan dukungan, masukan, dan melengkapi penelitian terdahulu. 2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan kondisi mikroekonomi perbankan dan kondisi makroekonomi terhadap sustainabilitas keuangan pada perusahaan perbankan atau keuangan.
3. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.
(8)
4. Bagi perusahaan perbankan, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk merencanakan pengelolaan dana dalam rangka melanjutkan kinerja keuangannya.
(9)
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Bank
Pengertian bank menurut Bank Indonesia dan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999: 31.1) adalah:
“Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. “
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990, pengertian bank adalah bank merupakan suatu badan yang kegiatannya
(10)
di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.
2.1.2. Jenis-Jenis Bank
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, maka terdapat beberapa perbedaan. Namun, kegiatan utama bank adalah sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkan dana tersebut.
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi, serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaanya terletak pada luasnya kegiatan usaha, jumlah produk yang ditawarkan maupun jangkauan wilayah operaasinya. Sedangkan dari sisi kepemilikan, dilihat dari segi pemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya.
1. Dilihat dari Segi Fungsinya
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI. Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari:
a. Bank Umum
(11)
2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Maksud dari tinjauan kepemilikan adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank tersebut.
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut: a. Bank milik pemerintah
b. Bank milik swasta nasional c. Bank milik koperasi
d. Bank milik asing e. Bank milik campuran
3. Dilihat dari segi status
Kedudukan atau status disini menunjukan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal, maupun kualitas pelayanan. Dilihat dari segi status, bank dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Bank devisa b. Bank non devisa
(12)
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Dilihat dari cara menentukan harga, bank terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah
2.1.3. Financial Sustainability
Menurut Luciana, dkk (2009), Financial Sustainability adalah kemampuan suatu organisasi untuk membandingkan semua biaya (biaya keuangan, misalnya beban bunga atas pinjaman, dan biaya operasi, misalnya gaji pegawai, perlengkapan, persediaan) dengan uang atau pendapatan yang diterima dari kegiatan yang dilakukan (misalnya pendapatan bunga dan pendapatan dari deposito bank).
Financial Sustainability Ratio (FSR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja keuangan bank. Rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan peningkatan tingkat pengembaliannya guna mencapai dan memelihara keberadaan jangka panjangnya. Financial Sustainability Ratio
(FSR) merupakan alat ukur untuk menilai efisiensi suatu lembaga (Soeksmono, 1995). Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tiap periodenya sehingga dapat diketahui kinerja dari keuangan bank tersebut untuk melaksanakan operasinya atau tidak. Dengan kata lain, Financial Sustainability
(13)
bank di masa depan. Financial sustainability ratio (FSR) juga dapat digunakan untuk memprediksi secara dini kebangkrutan suatu bank, apabila suatu bank memiliki kondisi persentase kredit macet tinggi dan tidak dapat mengelola dananya untuk kredit, maka bank tersebut memiliki financial sustainability ratio rendah, selain itu profitabilitas yang dimiliki juga rendah sehingga dapat berdampak buruk pada kinerja keuangan suatu bank.
Financial sustainability ratio (FSR) terdiri dari dua komponen, yaitu beban dan pendapatan. Financial sustainability dikatakan baik jika nilainya lebih besar dari 100 persen, artinya bahwa total pendapatan harus lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1 % ...(2.1)
2.1.4. Analisis Kinerja Bank
Analisis kinerja bank dapat dilihat dari beberapa rasio keuangan bank, yaitu:
1. Analisis Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja bank antara lain sebagai berikut:
a. Cash Ratio, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik
(14)
dengan menggunakan alat likuid yang dimilikinya. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula likuiditas bank yang bersangkutan.
Cash ratio dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 % ...(2.2) b. Reserve Requirement, yaitu suatu simpanan minimum yang wajib
dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank. Untuk mengetahui besarnya reserve requirement dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut,
1 %...(2.3)
Pengertian alat likuid dalam rasio di atas terdiri atas dua hal, yaitu kas dan giro pada Bank Indonesia. Sedangkan komponen dana pihak ketiga terdiri dari giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek lainnya.
c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio yang menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.4) d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang menunjukan
(15)
menggunakan seluruh aset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah aset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. Rasio
a t dirumuskan sebagai berik
ini d pa ut,
1 %...(2.5) e. Rasio Kewajiban Bersih Call Money, yaitu rasio yang menunjukan
besarnya kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar atau aktiva yang paling likuid dari bank. Jika rasio ini semakin kecil nilainya, maka likuiditas bank dinyatakan cukup baik karena bank dapat segera menutup kewajiban dalam kegiatan pasar uang antarbank dengan alat likuid yang dimilikinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.6)
2. Analisis Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas adalah alat untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Analisis rasio rentabilitas suatu bank antara lain sebagai berikut:
a. Return on Asset (ROA), yaitu rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut
(16)
dalam segi penggunaan aset. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.7) b. Return on Equity (ROE), yaitu rasio yang mengukur kemampuan
bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen. Kenaikan rasio ini berarti kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank, oleh karena itu rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.8) c. Rasio Biaya Operasional (BOPO), yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.9) d. Net Profit Margin (NPM), yaitu rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
(17)
3. Analisis Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Rasio-rasio yang termasuk ke dalam rasio solvabilitas antara lain sebagai berikut:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
u berik t,
1 %...(2.11) b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek dengan menggunakan dana yang berasal dari modal bank sendiri. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(2.12) c. Long term Debt to Assets Ratio, yaitu rasio yang digunakan untuk
seberapa jauh nilai seluruh aktiva bank dibiayai atau dananya diperoleh dari sumber-sumber utang jangka panjang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
(18)
1 %...(2.13)
4. Rasio Non Performing Loan (NPL)
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator penilaian kinerja bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Pendapatan terbesar bank berasal dari pendapatan bunga atas kredit yang diberikan kemasyarakat dan sumber dana terbesar suatu bank juga berasal dari masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga aktivitas penghimpunan dana masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan penyaluran dana kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit merupakan aktivitas atau fungsi utama suatu bank.
Kredit yang diberikan kemasyarakat bukannya tidak berisiko gagal atau macet. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%.
u perhitungan NPL adalah sebagai berikut: Rum s
K K ,D M
T K 1 %....(2.14)
2.1.5. Kurs (Nilai Tukar)
Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi nilai tukar Rupiah dinilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan
(19)
ke dalam mata uang negara lain. Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung berhati-hati untuk melakukan investasi. Pada penelitian ini nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar Rupiah terhadap terhadap Dolar AS. Menurut Sitinjak dan Kurniasari (2003) menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal.
2.1.6. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat, seperti yang tercermin pada perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produk tersebut. Kondisi seperti ini juga disebut sebagai kondisi ekonomi over heated. Kondisi seperti ini akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya (Tandelilin, 2001)
2.1.7. Suku Bunga
Suku bunga merupakan nilai balas jasa yang diberikan oleh bank yang menggunakan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli dan menjual
(20)
produknya. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari dikenal dua macam bunga, yaitu bunga simpanan yang diberikan sebagai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank, dan bunga pinjaman sebagai harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank (Kasmir, 2008).
Dalam dunia perbankan, kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Baik bunga pinjaman maupun bunga simpanan saling mempengaruhi satu sama lain.
2.1.8. Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar (money supply) diukur atas tiga pendekatan. Uang dalam arti sempit (narrow money,M1) terdiri atas uang kartal (uang kertas dan uang logam) yang beredar dimasyarakat (di luar Bank Umum dan Kas Negara) dan uang giral (demand deposits) milik penduduk pada bank umum. Definisi uang dalam arti luas (broad money,M2) meliputi uang dalam arti sempit (M1) ditambah dengan uang kuasi, yaitu deposito berjangka milik penduduk dalam rupiah maupun valuta asing pada Bank Umum. Sedangkan uang dalam arti paling luas (M3) merupaka penjumlahan dari M2 dengan semua simpanan (deposito) pada lembaga keuangan lain (Puspopranoto, 2004).
(21)
2.2. Penelitian Sebelumnya
2.2.1. Permasalahan
Dengan latar belakang yang relatif sama yaitu pentingnya lembaga keuangan bank maupun non bank sebagai media perantara keuangan, peneliti – peneliti terdahulu seperti Ramadhani (2008), Fadhila (2011), Harjanti (2011), Widiharto (2008), Asmoro (2010), dan Almilia, Shonhadji, dan Angraini (2009) menganalisis pengaruh rasio-rasio keuangan bank terhadap kondisi keuangan bank tersebut. Namun, Fadhila (2011) dan Almilia, Shonhadji, dan Angraini (2009) juga menganalisis pengaruh sensitifitas perbankan terhadap kondisi makroekonomi terhadap kondisi keuangan perbankan.
2.2.2. Metode Analisis
Untuk menganalisis permasalahan yang ada Ramadhani (2008), Fadhila (2011), dan Almilia, Shonhadji, dan Angraini (2009) menggunakan metode analisis regresi linear berganda, sedangkan Harjanti (2011), Widiharto (2008), Asmoro (2010) menggunakan metode analisis regresi logistik.
(22)
2.2.3. Jenis Data
Pada penelitian sebelumnya, seluruhnya menggunakan data sekunder yang berupa data time series yang sebagian besar data diperoleh dari publikasi Bank Indonesia dan Laporan Pengawasan Perbankan (LPP).
2.2.4. Hasil penelitian
Secara garis besar, pada penelitian terdahulu menunjukan bahwa pada periode tertentu ada beberapa rasio-rasio keuangan yang dimiliki lembaga keuangan atau perusahaan mempengaruhi kinerja keuangan lembaga keuangan atau perusahaan seperti penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2008) yang menunjukan bahwa Return on Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). Fadhila (2011) dan Almilia, Shonhadji, Angraini (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan rasio-rasio keuangan bank dan sensitifitas perbankan terhadap kondisi makroekonomi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Financial Sustainability Ratio (FSR) pada bank. Harjanti (2011), Asmoro (2010), dan Widiharto (2008) menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan bank. Secara ringkas, penelitian-penelitian di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1.
(23)
Tabel 2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Judul dan peneliti Latar Belakang Metode Analisis Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permodalan Bank (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan di BEI Tahun 2003-2007)” oleh Rachmat Ramadhani (2008) Permodalan bagi industri perbankan sangat penting karena berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya risiko regresi linear berganda
variabel ROA dan kepemilikan institusi berpengaruh signifikan positif terhadap CAR, sedangkan variabel pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan negatif terhadap CAR. Adapun variabel yang
tidak berpengaruh signifikan terhadap CAR yaitu pertumbuhan aset Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Sustainability Ratio
pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa Periode 2003-2009” oleh Banathien Ashlin Noor Fadhila (2011) perbankan dipahami sebagai sebuah “going concern”,
yang ada dan tumbuh bukan untuk
kepentingan sesaat saja, maka kemampuan untuk menghasilkan dan meningkatkan return/kinerja keuangan haruslah ditingkatkan untuk mencapai dan memelihara keberadaan jangka panjangnya regresi linier berganda Pertumbuhan Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi
(ΔBOPO), Sensitivitas NIM terhadap Kurs (S_Kurs), dan Sensitivitas NIM terhadap Inflasi (S_Inflasi) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Financial Sustainability Ratio
(FSR) pada bank Devisa periode
2003-2009 Analisis Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan terhadap Prediksi Kebangkrutan Bank (Studi pada
Dampak dari kejadian permasalahan perbankan tahun 1997 adalah banyaknya bank regresi logistik
CAR, NIM, dan BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi kebangkrutan
(24)
Bank Umum Swasta Devisa yang terdaftar di
Bank Indonesia tahun 2004–2008)”
oleh Reny Sri Harjanti (2011)
bank yang di
likuidasi atau pengehentian kegiatan usaha dan
banyak juga bank yang dimerger
dengan bank yang lain
ROA, ROE, NPL dan LDR mempunyai pengaruh terhadap prediksi kebangkrutan bank Analisis Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Bank Perkreditan Rakyat(Studi pada Bank Perkreditan Rakyat di Wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi)” oleh Roberto Christian Widiharto (2008)
Antisipasi dan pemulihan krisis yang terjadi pada industri perbankan
regresi logistik
Rasio aktiva produktif bermasalah, Rasio
Profit Margin, dan Rasio keuangan
Return On Asset
sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
prediksi kondisi bermasalah pada BPR
untuk satu tahun ke depan dan juga untuk
dua tahun kedepan. Sedangkan Capital Adequacy Ratio, Rasio keuangan PPAP, Rasio keuangan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, dan Rasio keuangan Loan to Deposit Ratio tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah pada BPR
baik itu untuk satu tahun ke depan atau dua tahun ke depan. Analisis Pengaruh
Rasio Keuangan terhadap Prediksi
Kondisi Bermasalah pada Bank (Studi Kasus pada Bank Persero dan Bank Umum
sektor perbankan mempunyai peranan yang cukup dominan
dalam menggerakkan
sektor riil. Adanya kontradiksi
(researh gap) dari
regresi logistik
variabel CAR dan ROA berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kondisi bermasalah. Sedangkan variabel
NPL, BOPO, dan LDR berpengaruh
(25)
Swasta Nasional periode 2004-2007)” oleh Argo
Asmoro (2010)
penelitian sebelumnya
positif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah pada sektor perbankan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Sustainability Ratio
pada Bank Umum Swast Nasional
Non Devisa Periode 1995-2005” oleh Luciana
Spica Almilia, Nanang Shonhadji,
Angraini (2009)
Financial Sustainability
merupakan hal yang penting untuk
mengetahui kemungkinan going
concern bank di masa depan termasuk bank
umum swasta nasional non devisa
yang merupakan jenis bank paling banyak di Indonesia.
Financial sustainability ratio jugadapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dini suatu bank regresi linier berganda Hubungan variabel independent yang terdiri dari rasio-rasio keuangan bank (CAR,
NPL, ROA, BOPO, LDR) dan sensitifitas
bank terhadap variabel makro ekonomi (S_M2, S_IHKU, S_SBI) terhadap variabel dependent yaitu Financial Sustainability Rasio (FSR) mengalami perubahan struktural
di Indonesia pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa selama periode
1995-2005.
2.3.Kerangka Pikir Konseptual
Return On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya, sehingga ROA dapat menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari waktu ke waktu. Laba itu sendiri merupakan hal utama yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi yang dilakukan setiap perusahaan, termasuk perusahaan perbankan, karena berkaitan dengan salah satu fungsi bank yaitu menjamin keberlanjutan kegiatan operasional
(26)
bank. Laba akan diperoleh bank jika pemasukan yang diterima lebih besar dari pada pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan bank.
Peningkatan Return on Asset (ROA) suatu bank menunjukkan bahwa semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut maka semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset, antara saat ini dengan tahun sebelumnya.
Capital Adequancy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mempertahankan kecukupan modal dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat mempengaruhi besarnya modal bank.
Rasio biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya antara saat ini dengan tahun sebelumnya. Peningkatan BOPO antara tahun ini dengan tahun sebelumnya menunjukkan penurunan tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya, hal ini menunjukan kemungkinan suatu bank mengalami kondisi bermasalah.
Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk mengukur kemampuan likuiditas bank. Peningkatan rasio ini mengindikasikan peningkatan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang
(27)
memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator penilaian kinerja bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Sehingga, rasio Non Performing Loan
(NPL) digunakan untuk mengukur jumlah kredit bermasalah bank dari waktu ke waktu. Semakin tinggi risiko NPL, maka semakin berdampak buruk bagi keberlanjutan bank.
Suku bunga merupakan nilai balas jasa yang diberikan oleh bank yang menggunakan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli dan menjual produknya. Dalam dunia perbankan, bunga merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Baik bunga pinjaman maupun bunga simpanan saling mempengaruhi satu sama lain. Suku bunga dapat mempengaruhi laba perusahaan yang akhirnya dapat mempengaruhi keberlanjutan kinerja keuangan perusahaan.
Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produk tersebut. Kondisi seperti ini akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan meningkatkan jumlah kredit konsumsi perbankan.
Pertumbuhan jumlah uang beredar mencerminkan perkembangan ekonomi, karena biasanya jika terjadi pertumbuhan ekonomi maka jumlah
(28)
uang beredar pun meningkat. Hal tersebut berdampak baik bagi keberlanjutan bank. Hal ini mengindikasikan semakin sensitif suatu bank terhadap jumlah uang beredar maka keberlanjutan bank tersebut juga semakin baik.
Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah terhadap mata uang negara lain. Fluktuasi nilai tukar mempengaruhi kehidupan perbankan, meningkatnya kurs Rupiah terhadap US$ mengakibatkan masyarakat cenderung untuk memiliki US$ dibandingkan Rupiah (menarik dana dan mengkonversikannya dalam US$). Hal itu dapat mengakibatkan menurunnya dana Rupiah perbankan, sehingga mempengaruhi kegiatan bank dalam menyalurkan kreditnya, yang pada akhinya dapat menurunkan kemampuan bank dalam melanjutkan kinerja keuangannya.
Meninjau uraian-uraian di atas dan hasil-hasil penelitian terdahulu, sehingga yang menjadi variabel-variabel di dalam penelitian ini adalah variabel ROA, CAR, BOPO, LDR, NPL, suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan kurs sebagai variabel independen dan FSR sebagai variabel dependen. Sehingga kerangka pemikiran teoritis dapat digambarkan sebagai berikut:
(29)
Sustainabilitas Keuangan Bank 1. Kurs
2. Inflasi 3. M1
4. Suku Bunga
1. BOPO 2. CAR 3. LDR 4. NPL 5. ROA Kinerja Mikroekonomi Faktor
Makroekonomi
Pengelolaan usaha perbankan Kebijakan
moneter dan perbankan
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.4. Hipotesis
Berdasarkan studi pustaka dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang dapat dibuat dalam penelitian ini adalah:
1. Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
2. Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap sustainabilitas keuanganpada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
3. Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
4. Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuanganpada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
(30)
5. Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuanganpada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
6. Suku bunga berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
7. Inflasi berpengaruh positif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
8. Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
9. Kurs berpengaruh negatif terhadap sustainabilitas keuangan pada perbankan Indonesia pada periode 2004-2011.
(31)
3.1. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel dan merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh Bank Indonesia pada Statistik Perbankan Indonesia dan Stabilitas Ekonomi Keuangan Indonesia. Data panel yang digunakan pada penelitian ini adalah data bulanan laporan kinerja bank-bank umum di Indonesia yang meliputi total biaya financial, total pendapatan financial, rasio Return on Asset (ROA),
Capital Adequacy Ratio (CAR), rasio biaya operasional pendapatan operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan
(NPL), serta data bulanan laporan kondisi makroekonomi Indonesia yang meliputi suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan nilai tukar Rupiah terhadap US$.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif. Data time series yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia merupakan data bulanan laporan kinerja bank-bank umum di Indonesia serta data bulanan laporan kondisi makroekonomi Indonesia dari periode bulan Januari 2004 sampai bulan Desember 2011. Data cross section yang digunakan adalah data populasi yang meliputi enam kategori bank yang termasuk bank umum di Indonesia, yaitu Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank
(32)
Umum Swasta Nasional non Devisa, Bank Pemerintah Derah, Bank Campuran, dan Bank asing.
3.2.Metode Analisis
Analisis data adalah suatu proses yang mencakup upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data, dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, yang apada akhirnya mengarah kepada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran (Juanda, 2009).
Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis kuantitatif.
3.2.1. Metode Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah cara menganalisis data dengan mentransformasi data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami atau diinterpretasikan. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis data secara deskriptif, yaitu menampilkan data dalam bentuk grafik, diagram, atau dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif yang bersifat eksploratif berupaya menelusuri dan mengungkap struktur dan pola data tanpa mengaitkan secara kaku dengan asumsi-asumsi tertentu.
3.2.2. Metode Analisis Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data panel. Penelitian ini menggunakan model panel dengan gabungan data time series dan cross section dengan tujuan memperoleh hasil
(33)
estimasi yang lebih baik (efisien) dengan meningkatnya jumlah observasi yang berimplikasi pada meningkatnya derajat kebebasan.
Penggunaaan data panel akan memberikan manfaat dan kelebihan baik secara statistik maupun dalam penafsiran teori ekonomi.manfaat dan kelebihan menggunakan data panel diantaranya sebagai berikut :
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu
2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan, dan lebih efisien.
3. Lebih baik untuk study of dynamic adjustment (panel dinamik) 4. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih
kompleks.
5. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek sederhana yang tidak diperoleh dari data cross section murni maupun time series murni. Model panel yang digunakan dalam analisis ini digunakan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan rasio-rasio keuangan bank dan pengaruh kondisi makroekonomi terhadap keberlanjutan finansial bank itu sendiri. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan model sebagai berikut:
FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit + α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + εit...(3.1)
Dimana,
FSR = Financial Sustainability Ratio
(34)
CAR = Capital Adequacy Ratio
LDR = Loan to Deposit Ratio
NPL = Non Performing Loan
ROA = Return on Asset
KURS = Nilai tukar Rupiah terhadap US$ INF = Inflasi
R = Suku bunga
M1 = Jumlah uang beredar eit = error
Pada model analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Selain itu, di dalam melakukan pengolahan data panel terdapat juga kriteria pembobotan yang berbeda-beda, yaitu no weight (semua observasi diberi bobot yang sama),
cross section weight (GLS dengan menggunakan estimasi varian residual
cross section, digunakan apabila ada asumsi terdapat cross section heteroskedasticiy), dan SUR (GLS dengan menggunakan covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section.
(35)
3.3. Pengujian model
Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut serta pengujian terkait model mana yang terbaik, yang akan dipilih diantara pooled, fixed, dan random. Pengujian tersebut berupa pengujian ekonometrik dan statistik. Pengujian ekonometrik dimaksudkan untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS panel. sedangkan pengujian statistik yaitu meliputi uji R2, uji F, uji t, dam evaluasi model terbaik serta uji deteksi gangguan heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. 3.3.1. Uji Koefisien Determinasi
Uji ini digunakan untuk mengukur sejauh mana keragaman dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika R2 bernilai 1, berarti model memiliki kecocokan yang sempurna, sedangkan jika bernilai nol, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependen dan variabel independen yang menjelaskannya.
3.3.2. Uji-F
Uji-F digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan di atas adalah variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis ini disebut hipotesis nol. Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (Uji-F statistik):
(36)
H1: minimal ada satu parameter dugaan αi yang tidak sama dengan nol
(minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen)
Pengujian ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistiknya. Dengan melihat nilai probabilitas F-statistik akan diketahui apakah suatu persamaan akan lulus uji F atau tidak. Jika P-value menunjukan besaran yang kurang dari taraf nyata, dapat disimpulkan tolak H0, yang artinya minimal ada satu
parameter dugaan yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. 3.3.3. Uji-t
Uji ini digunakan untuk menguji secara statistik koefisien regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai dalam menjelaskan perilaku variabel dependen. Hasil yang dicapai adalah untuk mengetahui apakah koefisien variabel tersebut signifikan dan berpengaruh nyata atau tidak dalam menjelaskan variabel dependennya.
Hipotesis H0: bj=0
H1:bj≠0 ; j=1,2,3,...,k
Pengujian parsial ini dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistiknya. Dimana, jika probabilitas t-statistiknya menunjukan nilai yang kurang dari selang kepercayaan (α), maka dapat dikatakan tolak H0 yang berarti variabel
independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dalam model. Begitu juga sebaliknya jika H0 diterima maka variabel independen tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu.
(37)
3.4.Evaluasi Model
3.4.1. Heteroskedastisitas
Adanya masalah heteroskedastisitas dalam model menyebabkan model menjadi tidak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas digunakan uji white heteroskedasticity yang diperoleh dari E-Views.
Data panel dalam E-Views6 yang menggunakan General Least Square (cross section weight) dapat mendeteksi adanya heteroskedastisitas, caranya adalah dengan membandingkan Sum Square Residual pada Weighted Statistics dengan Sum Square Residual pada Unweighted Statistics. Jika Sum Square Residual Weighted Statistics nilainya kurang dari nilai Sum Square Residual Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasinya, estimasi bisa menggunakan GLS dengan White Heteroskedasticity
3.4.2. Multikolinearitas
Dalam model regresi linear yang terdiri dari banyak variabel independen terkadang muncul masalah multikolinearitas. Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen dalam persamaan regresi berganda. Jika nilai R2 yang diperoleh tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien regresi dugaan tidak sesuai teori, maka model yang digunakan berhubungan dengan multikolinearitas. Hal tersebut dapat diatasi
(38)
dengan memberi perlakuan cross section weight sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan.
3.4.3. Autokorelasi
Ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat melalui nilai uji Durbin-Watson (DW statistik) dan membandingkannya pada selang nilai statistik Durbin-Watson sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai ada atau tidak adanya autokorelasi pada model.
Tabel 3.1.
Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya
Nilai Durbin-Watson Kesimpulan
4-dL < DW < 4 Tolak H0; ada autokorelasi negatif
4-dU < DW < 4-dL Tidak tentu, coba uji yang lain
dU < DW < 4-dU Terima H0; tidak ada autokorelasi
dL < DW < dU Tidak tentu, coba uji yang lain
DW > dL Tolak H0; ada autokorelasi positif
Sumber: Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan, Bambang Juanda, 2004
3.5. Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Adapun variabel terikat atau variabel dependen dalam penelitian ini adalah Financial Sustainability Ratio (FSR). Rasio ini digunakan untuk mengukur keberlanjutan suatu bank dari segi kinerja keuangan bank.
Financial sustainability ratio (FSR) terdiri dari dua komponen, yaitu beban dan pendapatan. Financial sustainability ratio (FSR) dikatakan baik jika
(39)
nilainya lebih besar dari 100 persen, artinya bahwa total pendapatan harus lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1 %
3.5.2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang dapat mempengaruhi variabel dependen. Adapun yang merupakan variabel independen dari model adalah rasio-rasio keuangan seperti BOPO, CAR, LDR, NPL, ROA, dan kondisi makroekonomi seperti kurs, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar.
• Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
...(3.2)
1 %...(3.3)
• Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, di samping dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
(40)
• Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu rasio yang menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(3.5)
• Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator penilaian kinerja bank. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:
K K ,D M
T K 1 %....(3.6)
• Return on Asset (ROA) yaitu rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam segi penggunaan aset. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
1 %...(3.7)
• Kurs atau Nilai tukar Rupiah merupakan harga Rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi nilai tuk
yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Kurs yang ar Rupiah dinilai dari satu mata Rupiah
(41)
ahan harga
nk yang
oney supply) diukur atas tiga pendekatan. Uang
• Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode. Umumnya inflasi diukur dengan perub
sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat, seperti yang tercermin pada perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK).
• Suku bunga merupakan nilai balas jasa yang diberikan oleh ba
menggunakan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli dan menjual produknya. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga SBI.
• Jumlah uang beredar (m
dalam arti sempit (narrow money,M1), dalam arti luas (broad money,M2), dan dalam arti paling luas (M3). Jumlah uang beredar yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar dalam arti sempit yang terdiri atas uang kartal (uang kertas dan uang logam) yang beredar dimasyarakat (di luar Bank Umum dan Kas Negara) dan uang giral (demand deposits) milik penduduk pada bank umum.
(42)
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Gambaran Umum Perbankan Indonesia
Dilihat dari segi kepemilikannya, Bank di Indonesia dibedakan menjadi enam kategori bank, diantaranya adalah Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank Umum Swasta Nasional non Devisa, Bank Pembangunan Daerah, Bank Campuran, dan Bank Asing. Data-data mengenai laporan keuangan setiap kelompok bank serta data-data lainnya yang mencakup informasi mengenai perbankan secara lengkap disediakan oleh Bank Indonesia melalui publikasi Statistik Perbankan Indonesia.
Selama periode penelitian, jumlah bank di Indonesia mengalami penurunan jumlah secara bertahap. Pada tahun 2004 jumlah bank di Indonesia sebanyak 133 bank dan pada tahun 2011 sebanyak 120 bank. Perkembangan jumlah bank untuk setiap kelompok bank dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Perkembangan Jumlah Bank
Kelompok Bank 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank Persero 5 5 5 5 5 4 4 4
BUSN Devisa 34 34 34 34 32 34 36 36
BUSN Non Devisa 38 37 37 37 37 31 31 30
BPD 26 26 26 26 26 26 26 26
Bank Campuran 19 18 17 17 15 16 15 14
Bank Asing 11 11 11 11 10 10 10 10
Total 133 131 130 130 124 121 122 120
(43)
Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional non Devisa, Bank Campuran, dan Bank Asing selama periode yang diamati mengalami penurunan jumlah, sedangkan Bank Umum Swasta Nasional Devisa selama periode yang diamati, mengalami peningkatan. Sementara intu, Bank Pembangunan Daerah tetap konstan.
4.1.2. Data Deskriptif
Data deskriptif digunakan untuk menunjukkan jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini, serta dapat menunjukkan nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel
Financial Sustainability Ratio (FSR), rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio
(LDR), Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA), suku bunga, inflasi, jumlah uang beredar, dan nilai tukar. Hasil olah data deskriptif mengenai kinerja bank dapat dilihat pada tabel 4.2.
Selama periode penelitian, nilai rata-rata FSR tertinggi dimiliki oleh Bank Campuran dengan nilai 127,67 persen dengan standar deviasi 9,11. Nilai ini menunjukan bahwa data FSR pada Bank Campuran mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding rata-rata nilai FSR Bank Campuran. Nilai rata-rata FSR terendah dimiliki oleh BUSN Devisa dengan nilai 115,76 persen dengan standar deviasi 3,88. Nilai ini menunjukan bahwa data FSR pada BUSN Devisa mempunyai sebaran yang kecil karena
(44)
memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding rata-rata nilai FSR BUSN Devisa.
Tabel 4.2.
Hasil Olah Data Deskriptif Kinerja Bank
Kelompok Bank FSR BOPO CAR LDR NPL ROA
Bank Persero
- Mean (%)
- Std. Deviasi
122,22 6,35 96,92 14,70 18,76 3,34 62,00 14,08 7,48 4,22 2,59 0,79 BUSN Devisa - Mean(%)
- Std. Deviasi
115,76 3,88 85,08 4,7 18,70 2,72 61,12 13,33 3,47 0,97 2,38 0,40 BUSN non Devisa
- Mean(%)
- Std. Deviasi
112,05 5,53 89,06 5,45 19,24 2,93 76,89 8,25 3,29 1,12 2,14 0,76 BPD - Mean(%)
- Std. Deviasi
131,24 5,00 74,29 3,79 18,70 2,72 58,04 9,83 2,05 0,24 3,79 0,56 Bank Campuran - Mean(%)
- Std. Deviasi
127,67 9,11 77,19 14,47 28,07 4,00 92,74 15,30 5,17 4,67 2,82 0,61 Bank Asing - Mean(%)
- Std. Deviasi
122,31 7,93 83,12 5,65 24,19 5,10 71,14 17,42 6,28 3,23 3,97 0,83 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah.
Nilai rata-rata BOPO tertinggi dimiliki oleh Bank Persero dengan nilai 96,92 persen dengan standar deviasi 14,70. Nilai ini menunjukan bahwa data BOPO pada Bank Persero mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata BOPO terendah dimiliki oleh Bank Pembangunan Derah dengan nilai 74,29 persen dengan standar deviasi 3,79. Nilai ini menunjukan bahwa data BOPO pada Bank Pembangunan daerah mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
(45)
Nilai rata-rata CAR tertinggi dimiliki oleh Bank Campuran dengan nilai 28,07 persen dengan standar deviasi 4. Nilai ini menunjukan bahwa data CAR pada Bank Campuran mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata CAR terendah dimiliki oleh Bank Pembangunan Derah dan BUSN Devisa dengan nilai 18,70 persen dengan standar deviasi 2,72. Nilai ini menunjukan bahwa data CAR pada Bank Pembangunan daerah dan BUSN Devisa mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Nilai rata-rata LDR tertinggi dimiliki oleh Bank Campuran dengan nilai 92,74 persen dengan standar deviasi 15,30. Nilai ini menunjukan bahwa data LDR pada Bank Campuran mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata LDR terendah dimiliki oleh BUSN Devisa dengan nilai 61,12 persen dengan standar deviasi 13,33. Nilai ini menunjukan bahwa data LDR pada BUSN Devisa mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Nilai rata-rata NPL tertinggi dimiliki oleh Bank Persero dengan nilai 7,48 persen dengan standar deviasi 4,22. Nilai ini menunjukan bahwa data NPL pada Bank Persero mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata NPL terendah dimiliki oleh Bank Pembangunan Derah dengan nilai 2,05 persen dengan standar deviasi 0,24. Nilai ini menunjukan bahwa data NPL pada Bank Pembangunan daerah
(46)
mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Nilai rata-rata ROA tertinggi dimiliki oleh Bank Asing dengan nilai 3,97 persen dengan standar deviasi 0,83. Nilai ini menunjukan bahwa data ROA pada Bank Asing mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata ROA terendah dimiliki oleh BUSN Devisa dengan nilai 2,14 persen dengan standar deviasi 0,76. Nilai ini menunjukan bahwa data ROA pada BUSN Devisa mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Hasil olah data deskriptif mengenai kondisi makroekonomi Indonesia selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3. sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Hasil Olah Data Deskriptif Kondisi Makroekonomi
Indikator Makroekonomi Minimal Maksimal Rata-rata St.Deviasi
Inflasi (%) -0,32 17,17 3,61 3,60
Suku bunga (%) 6,20 12,75 8,30 1,96
M1(Miliar) 12,25 13,49 12,86 0,34
Kurs (Rp/US$) 8.447 12.151 9.384 704
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah
Inflasi memiliki nilai terendah -0,32 persen yaitu pada bulan Maret 2011 dan nilai tertinggi sebesar 17,17 persen yaitu pada bulan November 2005, dengan standar deviasi 3,60 dan nilai rata-rata 3,61. Hal ini menunjukan bahwa tingkat inflasi selama periode penelitian relatif menyebar, karena nilai standar deviasi dengan rata-rata yang sama. Suku bunga memiliki nilai terendah 6,20 persen yaitu
(47)
pada bulan April 2010 dan nilai tertinggi sebesar 12,75 persen yaitu pada bulan Desember 2005 hingga April 2006, dengan nilai rata-rata 8,30 persen dan standar deviasi 1,96. Hal ini menunjukan bahwa selama periode penelitian, suku bunga mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
Jumlah uang beredar memiliki nilai terendah 12,25 miliar yaitu pada bulan Februari 2004 dan nilai tertinggi sebesar 13,49 miliar yaitu pada bulan Desember 2011, dengan nilai rata-rata 12,86 miliar dan standar deviasi 0,34. Hal ini menunjukan bahwa selama periode penelitian, jumlah uang beredar mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya. Kurs memiliki nilai terendah Rp8.447, yaitu pada bulan Februari 2004 dan nilai tertinggi sebesar Rp12.151, yaitu pada bulan November 2008, dengan nilai rata-rata 9.384 rupiah dan standar deviasi 704. Hal ini menunjukan bahwa selama periode penelitian, suku bunga mempunyai sebaran yang kecil karena memiliki nilai standar deviasi yang kecil dibanding nilai rata-ratanya.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Uji Chow
...(4.1)
= , ,
(48)
F tabel = Fα(N-1, NT-N-K)
F0,01(5,554) = 3,02; F0,05(5,554) = 2,21; F0,10(5,554) = 1,87
Dari hasil perhitungan di atas terbukti bahwa F hitung memiliki nilai yang lebih besar dari F tabel. Hal ini berarti tolak H0 atau model yang terbaik adalah
model Fixed. Pada penelitian ini tidak digunakan uji Hausman karena data yang digunakan merupakan data populasi.
4.2.2. Pemilihan Struktur Model
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sustainabilitas keuangan pada perbankan di Indonesia baik dari sisi mikroekonomi maupun dari sisi makroekonomi. Model dasar dari penelitian ini adalah FSR=f(mikroekonomi, makroekonomi), dimana faktor mikroekonomi yang digunakan merupakan rasio-rasio keuangan bank dan faktor makroekonomi yang digunakan merupakan kondisi-kondisi makroekonomi seperti nilai tukar, inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar, maka dibangun model FSR berdasarkan variabel-variabel yang ada. Dalam penelitian ini terdapat 4 model FSR dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit + α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + εit...(4.2)
2. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit + α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + α10DUMMYit + εit...(4.3)
3. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit + α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + α10FSR(t-1)it + εit...(4.4)
(49)
4. FSR = (α0+αi) + α1BOPOit + α2CARit + α3LDRit + α4NPLit + α5ROAit + α6INFit + α7lnM1it + α8lnKURSit + α9Rit + α10FSR(t-1)it + α11DUMMYit + εit...(4.5) Keempat model tersebut diolah secara berurutan dengan bantuan perangkat lunak E-Views sehingga diperoleh hasil sebagaimana pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4.
Hasil Estimasi dari Beberapa Model FSR
Model FSR FSR1 FSR2 FSR3 FSR4 BOPO: - koefisien
- t stat
-0,205655 (-6,218799) -0,206191 (-6,109129) -0,026027 (-4,639499) -0,122652 (-4,745189) CAR: - koefisien
- t stat
0,110006 (2,120886) 0,112731 (1,984542) 0,047894 (1,241169) 0,052166 (1,309851) LDR: - koefisien
- t stat
0,119104 (0,0000) 0,118748 (5,736793) 0,060528 (3,241839) 0,061112 (3,283732) NPL: - koefisien
- t stat
-0,137952 (5,767969) -0,142709 (-1,329155) -0,016717 (-0,203205) -0,016362 (-0,198796) ROA: - koefisien
- t stat
3,979600 (13,76618) 3,983284 (13,80084) 2,358950 (6,589740) 2,360159 (6,589137) INFLASI: - koefisien
- t stat
0,148595 (4,449196) 0,151980 (4,280288) 0,055958 (2,049012) 0,059213 (2,094714) lnM1: - koefisien
- t stat
-10,62837 (-12,83323) -10,82847 (-10,20995) -4,919410 (-6,430066) -5,180941 (-5,859421) lnKURS: - koefisien
- t stat
0,600926 (0,291961) 0,975399 (0,388543) 1,074265 (0,839549) 1,600753 (-0,962270) R: - koefisien
- t stat
-1,014204 (-10,65491) -1,000206 (-10,37611) -0,494554 (-5,647269) -0,478196 (-5,501024) FSRt-1: - koefisien
- t stat
- - 0,493251
(9,900922)
0,493411 (9,911395) DUMMY: - koefisien
- t stat
- 0,187170 (0,322162)
- 0,258244 (0,651348) R2 0,901805 0,901622 0,929783 0,929825 F-stat 364,0708 338,4886 489,0522 457,9531 DW 0,872554 0,876420 1,901603 1,902865 Autokorelasi Ada Ada Tidak ada Tidak ada Heteroskedastisitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Keterangan: Autokorelasi ditentukan berdasarkan uji Durbin-Watson, heterokskedastisitas ditentukan berdasarkan grafik standardized residual, dan multikolinearitas ditentukan berdasarkan metode correlation matrix.
(50)
Model 1 merupakan model FSR dengan menggunakan variabel-variabel independen berupa rasio-rasio keuangan bank, yang terdiri dari BOPO, CAR, LDR, NPL, ROA, dan kondisi-kondisi makroekonomi seperti nilai tukar, inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar. Dalam model 1 ditemukan adanya masalah autokorelasi, hal ini teridentifikasi dari nilai statistik uji Durbin Watson yang kecil, mendekati nol (0,87). Kemudian untuk mengatasi masalah autokorelasi tersebut, dilakukan penambahan variabel independen berupa variabel DUMMY yang membedakan periode estimasi sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang terjadi pada September 2008 sehingga didapat model 2. Pada model 2 ini masih terdapat masalah autokorelasi, namun terjadi penambahan nilai R2. Selanjutnya untuk mengatasi masalah autokorelasi, pada model 3 ditambahkan variabel lag 1 dari variabel dependen sebagai variabel independen sehingga masalah autokorelasi menjadi teratasi, dengan nilai statistik uji Durbin Watson yang mendekati 2 (1,90).
Pada model 4, selain ditambahkan variabel lag 1 dari variabel dependen sebagai variabel independen, juga ditambahkan variabel dummy sebagai variabel independen namun variabel dummy tersebut tidak berpengaruh signifikan secara parsial. Sehingga model 3 dipilih sebagai model yang terbaik diantara ketiga model lainnya dengan nilai R2 yang tinggi (0,93). Model 3 sudah memenuhi seluruh asumsi dasar dan Goodness of fit.
(51)
4.2.3. Goodness of Fit, Uji t, Uji F
Hasil estimasi koefisien regresi dari model 3 yang dilakukan dengan metode Fixed Effect Model dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini.
Tabel 4.5.
Hasil Estimasi Data Panel Fixed Effect Model pada Model FSR 3
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
BOPO -0.120752 0.026027 -4.639499 0.0000 CAR 0.047894 0.038588 1.241169 0.2151 LDR 0.060528 0.018671 3.241839 0.0013 NPL -0.016717 0.082269 -0.203205 0.8390 ROA 2.358950 0.357973 6.589740 0.0000
INF 0.055958 0.027310 2.049012 0.0409 LNM1 -4.919410 0.765064 -6.430066 0.0000 LNKURS 1.074265 1.279574 0.839549 0.4015
R -0.494554 0.087574 -5.647269 0.0000 FSR_1 0.493251 0.049819 9.900922 0.0000
C 136.5762 18.15796 7.521561 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.929783 Mean dependent var 150.5509 Adjusted R-squared 0.927881 S.D. dependent var 52.16908 S.E. of regression 3.222094 Sum squared resid 5751.568 F-statistic 489.0522 Durbin-Watson stat 1.901603 Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.873452 Mean dependent var 121.8763 Sum squared resid 6128.529 Durbin-Watson stat 1.915140
Dari hasil estimasi didapat nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,98 yang menunjukan bahwa model ini dapat menjelaskan variasi dalam FSR
(52)
sebesar 92,98 persen atau dengan kata lain variasi dalam FSR dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model ini sebesar 92,98 persen, sedangkan sisanya sebesar 7,02 persen dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.
Uji t merupakan pengujian untuk masing-masing koefisien regresi secara parsial. Dengan tingkat signifikansi (α) 1 persen, 5 persen, dan 10 persen maka nilai uji t untuk masing-masing variabel independen dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut ini.
Tabel 4.6.
Signifikansi (Uji t) Variabel Independen pada Model FSR 3 Variabel
independen
Koefisien t-stat t-tabel Signifikansi
BOPO -0,120752 -4,639,499
df = 559
α 1% = 2,326
α 5% = 1,645
α 10% = 1,282
Signifikan* CAR 0,047894 1,241,169 Tidak signifikan LDR 0,060528 3,241,839 Signifikan* NPL -0,016717 -0,203205 Tidak signifikan ROA 2,358950 6,589,740 Signifikan* INFLASI 0,055958 2,049,012 Signifikan** LnM1 -4,919410 -6,430,066 Signifikan* LnKURS 1,074265 0,839549 Tidak signifikan R -0,494554 -5,647,269 Signifikan* FSRt-1 0,493251 9,900,922 Signifikan*
Keterangan: Signifikan*= Signifikan pada taraf nyata 1persen; Signifikan**= Signifikan pada taraf nyata 5persen; Signifikan***= Signifikan pada taraf nyata 10persen.
Uji model FEM secara keseluruhan valid dalam taraf signifikan 5 persen yang ditunjukan dengan nilai statistik uji F (489,05) dan p-value
sebesar 0,0000. Artinya model dalam persamaan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi FSR atau secara
(53)
bersama-sama variabel independen dalam model mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
4.2.4. Uji Asumsi Klasik
a) Uji Multikolinearitas
Karena antar variabel independen biasanya ada korelasi, multikolinearitas merupakan masalah tingginya korelasi antar variabel independen. Sejumlah prosedur digunakan untuk mengidentifikasi masalah tingginya korelasi antar variabel independen.
1) Indikasi R2, F statistik, dan t statistik
Dari hasil output tampak bahwa nilai R2 cukup tinggi, yaitu 0,929783 dan nilai F statistik juga signifikan (terlihat dari probabilitas F statistik 0,0000 yang lebih kecil dari taraf nyata (1persen, 5persen, 10persen). Sedangkan t statistik untuk sebagian besar variabel independen signifikan (baik pada taraf nyata 1persen, 5persen, maupun 10persen). Jadi dengan prosedur ini tampak bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas.
2) Metode Correlation Matrix
Dilihat dari koefisien korelasi antar variabel independen tersebut tidak terdapat korelasi antar variabel independen yang bernilai lebih dari 0,9 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam model.
(54)
Tabel 4.7.
Matriks Koefisien Korelasi Model FSR 3
FSRt-1 BOPO CAR LDR NPL ROA LNKURS INF SBI LNJUB
FSRt-1 1.0000 -0.5032 0.2057 -0.1428 -0.0669 0.6254 0.0681 0.0294 -0.0804 -0.2482
BOPO -0.5032 1.0000 -0.0752 0.1010 0.4728 -0.5590 -0.0447 -0.0830 0.0636 0.0693 CAR 0.2057 -0.0752 1.0000 0.3986 0.1440 0.1639 0.0128 -0.0764 0.0911 -0.1330 LDR -0.1428 0.1010 0.3986 1.0000 -0.2674 -0.1647 -0.0092 -0.0782 -0.1234 0.5503 NPL -0.0669 0.4728 0.1440 -0.2674 1.0000 -0.1823 0.0286 0.0566 0.2214 -0.3957 ROA 0.6254 -0.5590 0.1639 -0.1647 -0.1823 1.0000 0.0887 -0.0979 -0.0557 -0.0668 LNKURS 0.0681 -0.0447 0.0128 -0.0092 0.0286 0.0887 1.0000 -0.2812 -0.2750 0.0393 INF 0.0294 -0.0830 -0.0764 -0.0782 0.0566 -0.0979 -0.2812 1.0000 0.4599 -0.2050 SBI -0.0804 0.0636 0.0911 -0.1234 0.2214 -0.0557 -0.2750 0.4599 1.0000 -0.4586 LNJUB -0.2482 0.0693 -0.1330 0.5503 -0.3957 -0.0668 0.0393 -0.2050 -0.4586 1.0000
b) Uji Heteroskedastisitas
-6 -4 -2 0 2 4 6
100 200 300 400 500
Standardized Residuals
Gambar 4.1.
Standardized Residual untuk Melihat Homoskedastisitas pada Model FSR 3
Pada Gambar 4.1. plot residual tidak menggambarkan terbentuknya suatu pola. Hal ini berarti bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model FSR 3.
(55)
c) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menggunakan Uji Durbin Watson menghasilkan nilai DW statistik sebesar 1,904558. Identifikasi nilai dari dL dan dU berdasarkan tabel dengan n=570, k=10, dan taraf signifikansi 5 persen didapatkan nilai dL=1,571 dan dU=1,779. Jika dilihat dari tabel Selang Nilai Statistik Durbin Watson, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model FSR 3 karena nilai DW berada pada daerah dU < DW < 4-dU, yaitu 1,779 <
1,904 < 2,221.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1. Model Terpilih
Dari persamaan yang digunakan untuk mengestimasi variabel-variabel yang mempengaruhi sustainabilitas keuangan di Indonesia (model FSR 3) didapat persamaan estimasi sebagai berikut:
FSR = (136,5762 + αi) – 0,1208BOPO + 0,0479CAR + 0,0605LDR – 0,0167NPL + 2,3590ROA + 0,0560INF – 4,9194LNJUB + 1,0743LNKURS –
0,4946SBI + 0,4933FSRt-1
4.3.2. Efek Individu
Model FEM dapat menjelaskan perbedaan karakteristik setiap individu (kelompok bank) dimana nilai dari karakteristik tersebut menjadi bagian dari intersep. Efek individu dalam model menunjukan adanya perbedaan karakteristik
(56)
FSR dari setiap kelompok bank dan dimasukkan sebagai bagian dari intersep dalam menginterpretasikan model untuk setiap kelompok bank. Fixed Effect dari setiap kelompok bank untuk hasil estimasi pada model FSR 3 dapat dilihat dari Tabel 4.8.
Tabel 4.8.
Fixed Effect setiap Individu pada Model FSR 3
No. Individu Effect
1 Bank Persero 139.7185
2 BPD 138.6376
3 Bank Campuran 137.769
4 BUSN Devisa 135.3084
5 Bank Asing 134.3066
6 BUSN non Devisa 133.717
Berdasarkan efek tetap setia kelompok bank dari hasil estimasi pada model FSR 3, menunjukan bahwa setiap bank pada periode pengamatan menghasilkan nilai FSR yang lebih dari 100 persen. Hal ini menjelaskan jika setiap variabel independen pada model berperilaku konstan atau tetap, maka FSR perbankan bernilai lebih dari 100 persen. Rasio keberlanjutan keuangan perbankan yang bernilai lebih dari 100 persen ini berarti bahwa perbankan mampu bertahan secara keuangan di masa yang akan datang karena menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari pengeluarannya.
Hasil estimasi tersebut juga menunjukan bahwa peringkat kelompok bank mulai dari efek tetap yang terbesar adalah Bank Persero, Bank Pembangunan Daerah, Bank Campuran, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank Asing, dan yang terakhir adalah Bank Umum Swasta Nasional non Devisa. Bank Persero merupakan bank yang memiliki nilai FSR yang paling besar karena Bank Persero
(57)
merupakan bank milik negara yang modalnya dimiliki oleh negara. Kekayaan yang dihasilkan negara sebagian juga disimpan pada Bank Peresero. Selain itu porsi total aset Bank Persero terhadap total bank sangat besar mengingat jumlah Bank Persero yang sedikit dibandingkan jumlah bank lainnya.
Tabel 4.9.
Porsi Total Aset Perbankan di Indonesia (Persen)
KELOMPOK BANK 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
BANK PERSERO 44,30 37,33 36,14 35,67 36,52 37,24 36,62
BANK PEMBANGUNAN DAERAH 7,30 8,75 9,33 8,61 8,63 8,79 9,01
BUSN DEVISA 30,98 38,78 39,00 39,21 37,86 38,42 39,13
BUSN NON DEVISA 1,58 1,66 1,85 1,91 1,98 2,11 2,34
BANK CAMPURAN 4,76 3,81 4,38 4,90 5,61 5,12 5,03
BANK ASING 11,08 9,66 9,29 9,69 9,39 8,33 7,88
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah.
Selanjutnya Bank Pembangunan Daerah merupakan bank yang memiliki sustainabilitas keuangan yang baik kedua setelah Bank Persero. Hal ini karena menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1962 tentang ketentuan-ketentuan pokok Bank Pembangunan Daerah tujuan awal didirikannya Bank Pembangunan daerah adalah untuk sarana pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah. Selain itu Bank Pembangunan Daerah juga diperkenankan untuk menerima investasi dari pihak asing. Namun Bank Pembangunan Daerah tidak diperkenankan untuk menjalankan usaha-usaha bank umum pada umumnya seperti menerima simpanan dalam bentuk giro. Oleh karena itu sebagian besar dana pihak ketiga yang masuk ke BPD merupakan dana milik pemerintah daerah dan juga transfer dana APBN
(58)
dari pusat. Berikut ini merupakan tabel sumber dana yang diterima BPD pada 5 tahun terakhir.
Tabel 4.10.
Sumber Dana Bank Pembangunan Daerah (Miliar Rupiah)
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
DPK 134.287 143.262 152.251 183.624 235.265
Kewajiban kepada BI 99 882 41 19 9
Antar bank 5.733 10.092 13.084 14.823 15.760
Surat berharga 2.997 2.887 2.340 2.126 5.197
Pinjaman yang diterima 1.089 1.310 1.559 1.561 3.216
Kewajiban lainnya 6.812 4.627 4.453 1.781 3.025
Setoran jaminan 466 543 554 407 394
Total 151.483 162.293 171.942 204.341 247.106
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, beberapa edisi, diolah.
Bank Campuran merupakan bank yang memiliki keuangan yang baik ketiga setelah Bank Pembangunan Daerah. Dibandingkan dengan Bank Persero dan Bank Pembangunan Daerah yang mendapatkan masukan dana tetap dari hasil kekayaan negara dan daerah, Bank Campuran yang merupakan bank yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri yang berarti dana yang masuk merupakan dana perorangan atau hasil investasi pihak-pihak terkait yang ingin berinvestasi di bank tersebut. Begitu pula dengan Bank Swasta dan Bank Asing.
Namun Bank Umum Swasta Nasional non Devisa atau BUSN non Devisa menunjukan efek tetap yang paling kecil dibandingkan bank-bank lain karena bank ini hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik).
(59)
Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan seperti volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
4.3.3. Variabel Mikroekonomi
a. Rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Aspek rentabilitas pada bank merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sustainabilitas keuangan bank tersebut. Dalam model ini ditunjukan oleh rasio biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Berdasarkan hasil estimasi, rasio BOPO mempunyai pengaruh signifikan pada taraf nyata satu persen terhadap sustainabilitas keuangan, dengan koefisien -0,12 . Hal ini berarti setiap terjadi peningkatan pada rasio BOPO sebesar satu persen akan berpengaruh negatif pada kondisi sustainabilitas keuangan perbankan sebesar 0,12 persen dengan asumsi variabel independen lain konstan (ceteris paribus).
Hasil estimasi tersebut menunjukan pentingnya efisiensi suatu kegiatan operasional bank untuk menghasilkan pendapatan operasional yang nilainya lebih besar dari pada pengeluarannya. Sehingga selisih dari pendapatan operasional dengan pengeluaran operasionalnya dapat dijadikan modal untuk menjalankan kegiatan operasional di waktu berikutnya. Jika nilai BOPO menunjukan angka yang tinggi, maka hal
(60)
tersebut menggambarkan bahwa bank tersebut mempunyai beban operasional yang lebih tinggi dari pendapatan operasionalnya, sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi rasio ini atau setiap terjadi perubahan yang bernilai positif pada rasio ini mengindikasikan suatu prediksi yang buruk dalam keberlanjutan keuangan suatu bank dan semakin rendah kemampuan bank untuk melanjutkan usahanya dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menciptakan kemapanan keuangan bank secara berkelanjutan adalah dengan meningkatkan efisiensi kegiatan operasional bank agar dapat meningkatkan sustainabilitas keuangan perbankan.
b. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Faktor lainnya yang mempengaruhi FSR pada bank adalah aspek likuiditas. Dalam model ini aspek likuiditas tercermin dalam Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio yang menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Berdasarkan hasil estimasi, perubahan LDR mempunyai pengaruh yang signifikan pada taraf nyata satu persen terhadap sustainabilitas keuangan, dengan koefisien 0,06. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan LDR sebesar satu persen, maka kondisi FSR bank akan meningkat sebesar
(1)
Lampiran 3
Estimasi Model FSR 3
Dependent Variable: FSR
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/22/12 Time: 20:03
Sample: 2004M02 2011M12 Periods included: 95 Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 570 Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
BOPO -0.120752 0.026027 -4.639499 0.0000
CAR 0.047894 0.038588 1.241169 0.2151
LDR 0.060528 0.018671 3.241839 0.0013
NPL -0.016717 0.082269 -0.203205 0.8390
ROA 2.358950 0.357973 6.589740 0.0000
INF 0.055958 0.027310 2.049012 0.0409
LNJUB -4.919410 0.765064 -6.430066 0.0000 LNKURS 1.074265 1.279574 0.839549 0.4015 SBI -0.494554 0.087574 -5.647269 0.0000 FSR_1 0.493251 0.049819 9.900922 0.0000
C 136.5762 18.15796 7.521561 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.929783 Mean dependent var 150.5509 Adjusted R-squared 0.927881 S.D. dependent var 52.16908 S.E. of regression 3.222094 Sum squared resid 5751.568 F-statistic 489.0522 Durbin-Watson stat 1.901603
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.873452 Mean dependent var 121.8763 Sum squared resid 6128.529 Durbin-Watson stat 1.915140
(2)
-6 -4 -2 0 2 4 6
100 200 300 400 500
Standardized Residuals
Lampiran 4
Estimasi Model FSR 4
Dependent Variable: FSR
Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/22/12 Time: 20:04
Sample: 2004M02 2011M12 Periods included: 95 Cross-sections included: 6
Total panel (balanced) observations: 570 Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
BOPO -0.122652 0.025848 -4.745189 0.0000
CAR 0.052166 0.039826 1.309851 0.1908
LDR 0.061112 0.018610 3.283732 0.0011
NPL -0.016362 0.082305 -0.198796 0.8425
ROA 2.360159 0.358189 6.589137 0.0000
INF 0.059213 0.028268 2.094714 0.0367
LNJUB -5.180941 0.884207 -5.859421 0.0000 LNKURS 1.600753 1.663518 0.962270 0.3363 SBI -0.478196 0.086928 -5.501024 0.0000 FSR_1 0.493411 0.049782 9.911395 0.0000 DUMMY 0.258244 0.396477 0.651348 0.5151
C 144.5017 23.90917 6.043777 0.0000
(3)
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.929825 Mean dependent var 150.4933 Adjusted R-squared 0.927794 S.D. dependent var 52.07991 S.E. of regression 3.223291 Sum squared resid 5745.452 F-statistic 457.9531 Durbin-Watson stat 1.902865
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.873411 Mean dependent var 121.8763 Sum squared resid 6130.522 Durbin-Watson stat 1.913298
-6 -4 -2 0 2 4 6
100 200 300 400 500
Standardized Residuals
Lampiran 5
Matriks Korelasi antar Variabel Independen
FSRt-1 BOPO CAR LDR NPL ROA LNKURS INF SBI LNJUB FSRt-1 1.000000 -0.503201 0.205769 -0.142820 -0.066983 0.625413 0.068123 0.029450 -0.080483 -0.248233 BOPO -0.503201 1.000000 -0.075232 0.101012 0.472829 -0.559065 -0.044723 -0.083045 0.063652 0.069398 CAR 0.205769 -0.075232 1.000000 0.398647 0.144068 0.163941 0.012849 -0.076421 0.091139 -0.133048 LDR -0.142820 0.101012 0.398647 1.000000 -0.267453 -0.164725 -0.009214 -0.078288 -0.123429 0.550390 NPL -0.066983 0.472829 0.144068 -0.267453 1.000000 -0.182335 0.028661 0.056631 0.221447 -0.395705 ROA 0.625413 -0.559065 0.163941 -0.164725 -0.182335 1.000000 0.088700 -0.097973 -0.055731 -0.066859 LNKURS 0.068123 -0.044723 0.012849 -0.009214 0.028661 0.088700 1.000000 -0.281296 -0.275015 0.039396 INF 0.029450 -0.083045 -0.076421 -0.078288 0.056631 -0.097973 -0.281296 1.000000 0.459991 -0.205067 SBI -0.080483 0.063652 0.091139 -0.123429 0.221447 -0.055731 -0.275015 0.459991 1.000000 -0.458676 LNJUB -0.248233 0.069398 -0.133048 0.550390 -0.395705 -0.066859 0.039396 -0.205067 -0.458676 1.000000
(4)
Lampiran 6
Cross Section Fixed Effect
pada Model FSR 3
No CROSSID Effect 1 Bank Persero 3.142335 2 BUSN Devisa -1.267806 3 BUSN non Devisa -2.859168 4 BPD 2.061426 5 Bank Asing 1.192808 6 Bank Campuran -2.269596
(5)
Lampiran 7
Model Estimasi setiap Individu pada Model FSR 4
No CROSSID Model
1 Bank Persero
FSR = -0.120751824475*BOPO + 0.0478941333984*CAR + 0.0605281694868*LDR - 0.0167174448849*NPL +
2.3589502569*ROA + 0.0559581666995*INF - 4.91941024865*LNJUB + 1.07426465733*LNKURS -
0.49455384859*SBI + 0.493250917124*FSR_1 + 136.576199795 + [3.142335]
2 BUSN Devisa
FSR = -0.120751824475*BOPO + 0.0478941333984*CAR + 0.0605281694868*LDR - 0.0167174448849*NPL +
2.3589502569*ROA + 0.0559581666995*INF - 4.91941024865*LNJUB + 1.07426465733*LNKURS -
0.49455384859*SBI + 0.493250917124*FSR_1 + 136.576199795 + [-1.267806]
3 BUSN non Devisa
FSR = -0.120751824475*BOPO + 0.0478941333984*CAR + 0.0605281694868*LDR - 0.0167174448849*NPL +
2.3589502569*ROA + 0.0559581666995*INF - 4.91941024865*LNJUB + 1.07426465733*LNKURS -
0.49455384859*SBI + 0.493250917124*FSR_1 + 136.576199795 + [-2.859168]
4 BPD
FSR = -0.120751824475*BOPO + 0.0478941333984*CAR + 0.0605281694868*LDR - 0.0167174448849*NPL +
2.3589502569*ROA + 0.0559581666995*INF - 4.91941024865*LNJUB + 1.07426465733*LNKURS -
0.49455384859*SBI + 0.493250917124*FSR_1 + 136.576199795 + [ 2.061426]
5 Bank Asing
FSR = -0.120751824475*BOPO + 0.0478941333984*CAR + 0.0605281694868*LDR - 0.0167174448849*NPL +
2.3589502569*ROA + 0.0559581666995*INF - 4.91941024865*LNJUB + 1.07426465733*LNKURS -
0.49455384859*SBI + 0.493250917124*FSR_1 + 136.576199795 + [ 1.192808]
6 Bank Campuran
FSR = -0.120751824475*BOPO + 0.0478941333984*CAR + 0.0605281694868*LDR - 0.0167174448849*NPL +
2.3589502569*ROA + 0.0559581666995*INF - 4.91941024865*LNJUB + 1.07426465733*LNKURS -
0.49455384859*SBI + 0.493250917124*FSR_1 + 136.576199795 + [-2.269596]
(6)