BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Islam adalah agama yang sangat sempurna, hal itu dibuktikan dengan banyaknya aturan-aturan hukum yang mengatur hampir di semua lini kehidupan
manusia. Dari mulai hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai sang pencipta atau Khalik. Hal itu Allah terangkan dalam firmanNYA :
…….. tΠöθu‹ø9
àMù=yϑø.r öΝä3s9
öΝä3oΨƒÏŠ àMôϑoÿøCruρ
öΝä3ø‹n=tæ ©ÉLyϑ÷èÏΡ
àMŠÅÊu‘uρ ãΝä3s9
zΝ≈n=ó™M} YΨƒÏŠ
4 Ç⎯yϑsù
§äÜôÊ ’Îû
π|ÁuΚøƒxΧ uöxî
7ÏΡyftGãΒ 5ΟøO\b}
¨βÎsù ©
Ö‘θàxî ÒΟ‹Ïm§‘
∩⊂∪ دئ ملا
3 :
3
Artinya : “… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] Karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS Al-Maidah3 : 3.
Sebagai salah satu bukti kesempurnaan Islam, dapat dilihat dari segi penempatan aturan-aturan hukum. Islam sangat peduli terhadap pemeluknya,
sehingga Islam selalu memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di setiap lini kehidupan masyarakat.
Salah satu aturan hukum yang mengatur persoalan dalam Islam ialah hukum tentang pernikahan. Pernikahan bukanlah hal yang sederhana, karena hal
1
2
ini menyangkut persoalan hubungan silaturahim antara dua keluarga besar, yaitu kelurga dari pihak istri dan kelurga dari pihak suami. Apabila hubungan
pernikahan suami istri itu baik, maka akan baik pula hubungan silaturahim kedua keluarga besar itu, begitupun sebaliknya.
Sebelum melangkah lebih lanjut lagi ke dalam pembahasan dari pokok penelitian ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai
beberapa hal tentang nikah. Menurut bahasa, nikah ialah
عمجلا artinya “berkumpul”.1 Sedangkan Imam Abu Suja’ mengatakan bahwa nikah menurut bahasa yaitu
ءطولاو عمجلا berkumpul dan bersetubuh.
Sedangkan menurut istilah, “Nikah adalah akad yang mengandung kebolehan untuk bersetubuh”.
2
Sedangkan dalam Pasal 2 BAB II KHI mengatakan bahwa “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mistaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
3
Ulama Ahli Ushul Ushul al-Fiqh mengemukakan beberapa pendapat tentang arti lafaz nikah:
1
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husain, Kifâyah al-akhyâr fî halli ghayah al-Ikhtishar,
Kudus: Maktabah menara kudus,t.th, Juz 2, h. 31, Zainudin al-malibari, Fath al- mu’în,
, h. 97.
2
Bakri A. Rahman, Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Islam UU. Perkawinan dan BW
, PT. Hidakarya Agung, 1981, h. 11.
3
Abdurrahman, KHI di Indonesia , h. 114.
3
a. Nikah menurut arti aslinya adalah bersetubuh dan menurut arti majazi adalah
akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita; demikian menurut Ahli Ushul golongan Hanafi.
b. Nikah menurut arti aslinya ialah akad yang dengan akad ini menjadi halal
hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti Majazi ialah setubuh; demikian menurut Ahli Ushul golongan Syafi’iyah.
c. Nikah, bersyarikat artinya antara akad dan setubuh; demikian menurut Abu al-
Qasim Az-Zajjd, Imam Yahya, Ibnu Hazm, dan sebagian Ahli Ushul dari sahabat Abu Hanifah.
4
Beberapa definisi di atas sudah memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan nikah. Perbedaan pemberian definisi tersebut tidak terlalu
banyak memberikan pengaruh karena pada intinya maksud dari semua pendapat itu hampir sama yaitu: “memberikan kehalalan hubungan suami istri antara
seorang pria dan wanita. Selain dari perbedaan pendapat mengenai definisi nikah masih ada yang
menjadi salah satu sumber perbedaan dalam pernikahan, yaitu perceraian dan rujuk. Talak berarti putusnya ikatan tali perkawinan, sedangkan rujuk berarti
menyambungnya kembali ikatan perkawinan yang sempat terputus. Namun
4
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan Masalah Pernikahan, Jakarta:Pustaka Pirdaus, 2003, h.115
4
permasalahan talak dan rujuk tidak semudah itu, masih banyak perdebatan mengenai tata caranya, waktu terjadinya, syarat-syaratnya dan lain-lain. Pada
kesempatan kali ini penulis akan memfokuskan penelitian mengenai persoalan saksi dalam talak dan rujuk. Sedikit akan penulis jelaskan alasan mengapa
mengambil persoalan ini. Rasulullah saw pernah bersabda:
ﻦﻋ ﻦﺑ
ﻋ ،ﻝ ﻗ
ﻝ ﻗ ﻝ ﺳ
ﷲ ﻰ ﺻ
ﷲ ﻴ ﻋ
ﺳ :
ﺾﻐﺑ ﻝﻼﳊ
ﱃﺇ ﷲ
ﻕﻼﻄ .
ﺑﺃ ﺩ ﺩ
ﻦﺑ ﺟ
Artinya : “Dari Ibnu Umar, ia berkata telah bersabda Rasulullah saw: “Sesuatu
yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.
5
Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah
Kalau dilihat dari hadits tadi, sekiranya Allah pun tidak menyukai
terjadinya talak atau perceraian dalam rumah tangga, karena sebenarnya masih terdapat cara lain yang lebih baik dalam penyelesaian permasalahan-
permasalahan rumah tangga. Tetapi, kalau memang semua cara dan usaha telah dilakukan untuk mempertahankan utuhnya rumah tangga dan itu semua gagal,
maka perceraian pun harus dilakukan dengan ma’ruf dan sesuai dengan aturan- aturan islam yang berlaku.
Allah berfirman dalam al-Qur’an:
5
Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar al-Hadits, Semarang: Maktabah al-Alawiyyah, t.th, h. 4.
5
pκš‰r¯≈tƒ t⎦⎪Ï©
þθãΖtΒu™ sŒÎ
ÞΟçFóss3tΡ ÏM≈oΨÏΒ÷σßϑø9
¢ΟèO £⎯èδθßϑçGø¯=sÛ
⎯ÏΒ È≅ö6s
βr ∅èδθ¡yϑs?
yϑsù öΝä3s9
£⎯ÎγøŠn=tæ ô⎯ÏΒ
;Ïã pκtΞρ‘‰tF÷ès?
£⎯èδθãèÏnGyϑsù £⎯èδθãmÎh| uρ
[nu| WξŠÏΗsd
∩⊆®∪ ازحأا
33 :
49
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka tidak ada masa iddah atas mereka yang kamu
perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya
. QS. al-Ahzab33: 49 Dalam ujung ayat tersebut ditegaskan bahwa menceraikan istri itu harus
dengan cara” yang sebaik-baiknya”. Karena hal ini berpengaruh sekali terhadap sah atau tidaknya perceraian. Kalau seandainya terjadi kesalahan dalam hal ini,
maka setidaknya akan menimbulkan sebuah akibat hukum baru. Hal yang kedua adalah “Rujuk”, sepertinya persoalan talak dan rujuk
adalah dua persoalan yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari aturan hukum. Karena seandainya talak yang dilakukan tidak sah, tapi seorang suami tetap
menjalankan keputusan cerai itu dengan cara meninggalkan istrinya berarti ia telah mendzalimi hak perempuan. Begitupun sebaliknya, seandainya rujuk yang
dilakukan oleh bekas suami tidak sah, maka ia berada dalam jurang keharaman selagi bersama perempuan tersebut.
Dalam permasalahan ini pula, Allah swt berfirman:
sŒÎsù z⎯øón=t
£⎯ßγn=y_r £⎯èδθä3Å¡øΒrsù
∃ρã÷èyϑÎ ÷ρr
£⎯èδθèÍ‘sù 7∃ρã÷èyϑÎ
ρ߉Íκô−ruρ ô“uρsŒ
6
5Αô‰tã óΟä3ΖÏiΒ
θßϑŠÏruρ nοy‰≈y㤱9
¬ 4
öΝà6Ï9≡sŒ àátãθãƒ
⎯ÏμÎ ⎯tΒ
tβx. Ú∅ÏΒ÷σãƒ
«Î ÏΘöθu‹ø9uρ
ÌÅzFψ 4
⎯tΒuρ È,−Gtƒ
© ≅yèøgs†
…ã© [`tøƒxΧ
∩⊄∪ قاطلا
65 :
2
Artinya : “Maka apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah
kembali kepada mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah pelajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Barang
siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar
. QS. At thaalaq65 : 2
Persoalan yang paling mendasar dalam dua hal di atas tentang talak dan rujuk adalah keberadaan saksi dalam prosesnya. Ulama telah berselisih paham
mengenai keberadaan saksi. Ada yang berpendapat bahwa hal itu wajib menjadi rukun menurut ulama Syi’ah Imamiyah dan ada pula yang mengatakan itu
sunnah. Imam Syafi’i berpendapat bahwa rujuk dengan perbuatan itu tidak sah, karena dalam ayat di atas Allah menyuruh agar rujuk itu dipersaksikan.
6
Akan tetapi sebagian lagi mengatakan bahwa rujuk tanpa saksi itu sah. Dengan dalil
sebagai berikut:
.... £⎯åκçJs9θãèçuρ
‘,ymr £⎯ÏδÏjŠtÎ
.... ∩⊄⊄∇∪
رق لا 2
: 228
Artinya : “…. Suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka....”. QS.
Al Baqarah2 : 228
6
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Bandung,1988, h. 389.
7
Mereka berpendapat bahwa dalam ayat tersebut tidak ditentukan dengan perkataan atau perbuatan. Hukum mempersaksikan dalam ayat tersebut adalah
sunnah. Dan menurut Imam Abu Hanifah, jika mempersaksikan dalam hal talak saja tidak wajib, apalagi dalam hal rujuk, yang sifatnya meneruskan perkawinan
yang lama. Akan tetapi KHI berkata lain. Dalam Bab XVI :
pasal 115 dikatakan bahwa :
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama.
Setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak, barulah persidangan mengenai perkara perceraian itu digelar dengan semangat untuk mencapai kemashlahatan dan
keadilan bagi kedua belah pihak. Kemudian dalam Bab XVIII pasal 165 dikatakan bahwa :
Rujuk yang dilakukan tanpa persetujuan bekas istri dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama.
Kemudian dalam pasal 167 sampai 169 yang salah satu isinya mengatakan bahwa :
Setelah itu suaminya mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani buku
Pendaftaran Rujuk .
7
Dari beberapa pasal dalam KHI tadi, sekiranya dapat diketahui bahwa
7
Basiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama dalam Perspektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam,
Qolbun Salim, 2005, h. 258.
8
terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara KHI dan fiqih. Bagi KHI saksi dalam talak dan rujuk itu wajib adanya dan itu berakibat terhadap sebuah hukum
baru, yaitu sah atau tidak sahnya talak atau rujuk. Permasalahannya bisa jadi di sekitar kita masih terdapat sebagian orang
yang memakai hukum fiqih dan sebagaian lagi memakai KHI. Lalu bagaimanakah menyikapi hal ini?
Dari latar belakang tersebut, tidaklah berlebihan apabila penulis
berkeinginan membuat sebuah karya ilmiah dengan judul “ URGENSI SAKSI DALAM TALAK DAN RUJUK MENURUT KHI DAN FIQIH Sebuah
Kajian Komparatif.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah