Koefisien Korelasi dan koefisien Determinasi Goodness of fit

berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini

a. Koefisien Korelasi dan koefisien Determinasi Goodness of fit

Nilai koefisien korelasi R menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada di atas 0,5 dan mendekati 1. Adapun koefisien determinasi goodness of fit yang dinotasikan dengan R 2 merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi. Determinasi R 2 mencerminkan kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Koefisien korelasi dan koefisien determinasi dari model penelitian dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Koefisien korelasi dan Koefisien Determinasi Sumber : Lampiran diolah dari SPSS, 2010 Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .732 a .536 .502 .22811 a. Predictors: Constant, Ln_PAD, Ln_DAU b. Dependent Variable: Ln_B_langsung Tabel menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi R sebesar 0,732 yang berarti bahwa korelasi antar variabel independen dengan variabel dependennya berpengaruh signifikan positif didasarkan pada nilai R yang berada di atas 0,5. Universitas Sumatera Utara Nilai R square R 2 atau nilai koefisien deteminasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R 2 adalah diantara nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum R 2 untuk data silang crossection relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamat, sedangkan untuk data runtun waktu time series biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. Nilai R 2 sebesar 0,536 mempunyai ari bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah mampu dijeelaskan oleh variabel belanja langsung sebesar 53.6, sedangkan sisanya sebesar 46,4 dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.

b. Uji Simultan Uji F

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 85 80

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Di Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 40 98

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat

3 56 90

Pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Belanja Pada Pemerintahan Kabupaten Karo

13 325 66

Pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Belanja Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu

1 40 81

Pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Belanja Pada Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah

1 45 82

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 11

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 12