Eskresi glukosa Efek karbohidrat atas glukosa darah

Insulin dapat diukur didalam plasma atau serum dengan analisa radioimun dan analisa ini terutama digunakan dalam penyelidikan hipoglikemia spontan. Batas rujukan untuk insulin plasma puasa adalah 10-30µumL. Juga ada berbagai analisa biologis yang sulit, yang efektif mengukur aktivitas seperti insulin dan yang hasilnya bisa berbeda dari yang ditemukan dengan analisa radioimun.

2.3.1 Eskresi glukosa

Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan reabsorpsi tubulus normal rata-rata lebih dari 99 persen glukosa yang memasuki filtrasi glomerulus. Tubulus proksimalis ginjal bertanggung jawab bagi kembalinya glukosa ke sirkulasi. Jika aliran plasma ginjal normal dan ginjal sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah kapiler lebih dari sekitar 10mmolL, cukup glukosa yang difiltrasi ke tubulus ginjal untuk menjenuhkan proporsi bermakna dari kapasitas reabsopsi yang bervariasi dan timbul glikosuria yang bisa dideteksi. Konsentrasi 10mmlL ini dikenal sebagai ambang ginjal bagi glukosa. Pengurangan aliran plasma ginjal seperti pada payah jantung atau deplesi natrium atau kerusakan glomerulus yang berat, yang mengurangi kecepatan filtrasi glukosa melalui glomerulus. Dalam kasus seperti ini, konsentrasi glukosa darah yang tinggi menyebabkan konsentrasi glukosa filtrat glomerulus tinggi jika aliran plasma ginjal normal. Jika kekuatan reabsorpsi tubulus tidak berubah maka peningkatan ambang ginjal untuk glukosa dengan hiperglikemia ringan tidak akan menyebabkan glikosuria. Sekitar 2 pasien diabetes, terutama pasien yang tua, mempunyai ambang ginjal yang tinggi untuk glukosa.

2.3.2 Efek karbohidrat atas glukosa darah

Bila orang yang puasa menelan glukosa atau makanan yang mengandung karbohidrat, maka kadar glukosa darah meningkat karena glukosa diabsorbsi dari usus. Pada orang normal, setelah makan, kadar glukosa darah vena tidak melebihi 8,5 mmolL dan kadar glukosa kapiler orang menunjukkan glukosa darah arteri seharusnya tidak meningkat melebihi 10 mmolL. Sekresi insulin sangat meningkat serta sekresi setelah Universitas Sumatera Utara peningkatan permulaan glucagon dan hormon pertumbuhan menurun. Mekanisme oksidase jaringan, penyimpanan glukosa sebagai glikogen dan pengurangan glukoneogenesis kesemuanya ‘antihiperglikemia’adalah aktif dan melawan peningkatan glukosa darah yang disebabkan oleh absorpsi glukosa. Kira-kira sejam setelah menelan karbohidrat, kecepatan pengeluaran glukosa dari darah menjadi lebih besar daripada kecepatan penambahan glukosa ke dalam darah dan kadar glukosa darah mulai turun dibawah kadar puasa pada waktu sekitar 2 jam – kemudian hipoglikemia ringan memobilisasi antagonis insulin serta insulin dan hormon pertumbuhan kembali normal setelah 3 jam setelah selesai makan. Jumlah karbohidrat yang direspon tubuh atas beban karbohidrat, dikenal sebagai toleransi glukosa dan terutama mencerminkan kapasitas hati untuk mengambil glukosa. Kelemahan toleransi glukosa berarti bahwa setelah mendapat karbohidrat sebagai glukosa, kadar glukosa darah meningkat lebih tinggi, dan peningkatan ini lebih lama dari pada orang yang normal. Respon terperinci atas beban karbohidrat tergantung atas diet karbohidrat sebelumnya dan atas jumlah glukosa yang dimakan. Jika seorang yang diet dengan sangat tinggi karbohidrat atau makan tepat sebelum tes maka ini akan meninggikan toleransi glukosa. Perubahan toleransi glukosa dengan perubahan diet berhubungan dengan perubahan metabolisme glikogen hepar serta perubahan ekskresi dan hormon pertumbuhan. Jumlah peningkatan kadar glukosa darah setelah makan karbohidrat akan bertambah sesuai dosis glukosa, sampai dosis sekitar 1gkg berat badan. Sehingga jika pengurangan toleransi glukosa diperlukan untuk pemeriksaan penyakit, maka harus ditentukan keadaan standart diet dan dosis glukosa.

2.3.4 Penyelidikan abnormalitas metabolisme karbohidrat