Maka yang terjadi di atas pembagian anak laki-laki dan perempuan menjadi sama rata.
Dalam hal lain pada terdahulu 60-an kadang kala tidak menggunakan hukum Islam dan tidak ada masalah yang terjadi atau pertengkaran. Anak
laki-laki mendapatkan kebun dan anak perempuan mendapatkan sawah, dengan alasan dahulu perempuan memotong padi dan anak laki-laki
berkebun.
22
Tidak membedakan antara wasiat dan warisan, pembagian harta waris tersebut melalui faktor, pertama kedekatan orangtua kepada anak bisa terjadi
anak perempuan lebih besar dari saudara laki-laki 13 anak perempuan 23 anak laki-laki, kedua berdasarkan pendidikan anak yang lebih mapan lebih
kecil bagian warisan dibandingkan kepada anak yang pendidikannya rendah.
23
Pada saat itu tidak ada masalah, dan pada saat sekarang tetap merujuk kepada hukum Islam, pandangan juga meliputi kewarisan dalam pendidikan
ketika sudah memahami dalam perkampungan betawi.
24
Dalam yang lain ada harta yang dibagikan sesuai dengan faraid yaitu 2:1, dan mereka berkumpul dengan anak laki-laki untuk membagikan warisan
22
Wawancara Pribadi dengan Bapak Gumin Masyarakat, Srengseng sawah, Jakarta, 25 Januari 2014.
23
Wawancara Pribadi dengan Bapak Gumin Masyarakat, Srengseng sawah, Jakarta, 25 Januari 2014.
24
Wawancara Pribadi dengan Bapak Gumin Masyarakat, Srengseng sawah, Jakarta, 25 Januari 2014.
menjadi sama rata, walaupun anak perempuan melarang dalam hal itu. Disisi lain ada juga yang ingin melarikan kepada KUHPerdata dalam hal ini bagi
rata, tetapi ketika beragama Islam dikembalikan terlebih dahulu hukum agama.
25
Pembagian waris menggunakan wasiat, artinya terhubung dengan wasiat tidak sesuai dengan surat An-Nisa, ketika punya satu anak laki-laki dan
dua orang perempuan orang tua mempunyai beberapa lahan tersebut dengan bagian yang telah ditetapkan dengan sebidang tanah yang sudah ditunjuk dan
dibagi tanah tersebut. Menganggap bahwa ini yang lebih berkah yang dipastikan orang tua, kalau sudah yang menerima tidak boleh dihitung lagi,
dalam hal ini tidak boleh dalam kewarisan harus di kurs terlebih dahulu, karena ditakutkan ada hak anak laki-laki yang simpang yang sudah ditetapkan
surat An-Nisa.
26
Dalam hal tidak ada persetujuan dalam pembagian waris, ketidak setujuan mucul ketika orangtua sudah meninggal, yang dianjurkan adalah kita
berlandaskan kepada aqidah.
27
Ketika sudah dikumpulkan terlebih dahulu keluarkan terlebih dahulu hak orang tua yaitu, Sadaqah dan kebutuhan lainnya. Yang semata-mata total
25
Wawancara Pribadi dengan Bapak Indra Tokoh Masyarakat Kampung Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta , 24 November 2013.
26
Wawancara Pribadi dengan Bapak Indra Tokoh Masyarakat Kampung Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta , 24 November 2013.
27
Wawancara Pribadi dengan Bapak Gumin Masyarakat, Srengseng sawah, Jakarta, 25 Januari 2014.
dibalikan kepada hukum waris. Dan akan menjadi permasalahan ketika pijakan ini tidak bisa diterapkan oleh beberapa keluarga yang mendapati
permasalahan seperti itu, karena egonya anak tertua, campur tangan orang lain, sebenarnya dalam pembagian waris paman-paman tidak ada atau
suaminya kakak ipar tidak ikut serta karena merupakan internal keluarga. Dan dalam hal ini ada yang ingin lebih didorong yaitu perencanaan waris.
28
Perencanaan waris ada yang sudah yang menjalankan yaitu berupa hibah, yaitu dengan membagikan sebidang tanah, alasannya karena ketika
orang tua masih hidup anak cenderung patuh. Waris merupakan hal yang sangat sensitif bahkan bisa menjadi perkelahian antar keluarga dan untuk
mencegah adanya ego, inilah yang didorong yaitu perencanaan waris berupa hibah.
29
Pembagian harta warisan yang sudah ditentukan, ketika orang tua yang ego kalau sudah diatur dan diberikan kecendrungan tidak akan mengubah,
misalkan dalam pembagian sebidang tanah sisa untuk orang tua 200 meter, ada bagiannya yang dibagi rata atas bidang tanah tersebut walaupun tidak
persis 2:1 dalam hal ini keberkahannya yang dicari.
30
Hal lain yang terjadi,
28
Wawancara Pribadi dengan Bapak Indra Tokoh Masyarakat Kampung Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta , 24 November 2013.
29
Wawancara Pribadi dengan Bapak Indra Tokoh Masyarakat Kampung Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta , 24 November 2013.
30
Wawancara Pribadi dengan Bapak Indra Tokoh Masyarakat Kampung Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta , 24 November 2013.
tanah yang sudah dibagikan bisa dijual dan dijadikan uang untuk dibagikan, ketika orang tua meninggal. Menjadi dzalim yang telah ditempati orang tua
diambil oleh anaknya, seharusnya disumbangkan dan dibagi-bagi dan yang sudah ditetapkan tidak boleh melebihi.
31
C. Analisa Penulis
Ada hal-hal penting yang penulis ingin kemukakan mengenai pelaksanaan kewarisan di perkampungan Betawi Secara umum, yaitu:
Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipegangi ditaati oleh mayoritas penduduk dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup di dalam
masyarakat, merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam kehidupan
nasional serta
merupakan bahan
dalam pembinaan
dan pengembangannya.
32
Dari sumber ajarannya, realitas kehidupan hukum masyarakat, sejarah pertumbuhannya, dan perkembangan hukum di Indonesia,
yang menyangkut teori berlakunya hukum Islam di Indonesia, terlihat ada beberapa teori berlakunya hukum di Indonesia.
Dari sumber ajaran Islam, terlihat bahwa orang yang beriman Islam berkewajiban menaati hukum Islam. Tingkatan kehidupan beragama seorang
31
Wawancara Pribadi dengan Bapak Indra Tokoh Masyarakat Kampung Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta , 24 November 2013.
32
Rachmat Djatnika, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 1994, h.100
muslim dikaitkan dengan sikap dan ketaatannya kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
33
Dalam Al-Quran ada ketentuan bahwa kepada orang Islam pada dasarnya diperintahkan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya QS:4:59, QS:24:51. Orang
Islam tidak dibenarkan mengambil pilihan lain kalau ternyata Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan hukum yang pasti dan jelas.
34
Mengambil pilihan hukum lain sementara Allah dan Rasul-Nya telah memberikan ketentuan hukum dianggap kafir, dzalim, dan fasik QS:5:44,45,47.
Oleh karena itu, dari segi ajaran Islam sendiri tanpa dikaitkan dengan hukum lain di dalam masyarakat, berlaku prinsip bahwa bagi orang Islam berlaku hukum
Islam. Orang Islam diperintahkan taat kepada hukum Islam. Islam mengajarkan kepada orang Islam yang beriman untuk berhukum kepada hukum Islam. Hal
tersebut merupakan keyakinan agama dan keyakinan hukum serta merupakan kelanjutan dari keyakinan mengesakan tuhan di dalam hukum tauhid al-tasyri.
Oleh karena itu, dari segi ajaran Islam sendri, tanpa dikaitkan dengan keadaan hukum di masyarakat, berlaku prinsip bagi orang Islam berlaku hukum Islam.
35
Allah yang maha adil dan bijaksana tidak akan mengabaikan hak setiap ahli waris. Bahkan dengan aturan yang sangat jelas dan sempurna Dia menentukan
33
Rachmat Djatnika, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan .h.100
34
Rachmat Djatnika, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan.h.102
35
Rachmat Djatnika, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan.h.103
pembagian hak kewarisan dengan adil dan bijaksana sesuai kodrat bagi setiap individu tersebut. Dalam hal ini timbul beberapa poin-poin sebagai berikut:
1. Bahwa kewarisan dalam Al-Quran pewaris bukan saja terbatas pada ayah dan ibu. Akan tetapi, anak dan saudara dapat menjadi pewaris. Demikian pula ahli
waris menurut Al-Quran adalah keluarga dekat dari pewaris, baik laki-laki maupun perempuan. Setiap ahli waris mendapat bagian sesuai ketentuan Al-Quran yakni
ada ahli waris yang mendapat ½, 13, ¼,16, 18, atau 23.
36
2. Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau karena hubungan nasabketurunan yang sah. Keluarga yang lebih
dekat hubungannya dengan mayit pewaris lebih diutamakan daripada yang lebih jauh; yang lebih kuat hubungannya dengan mayit pewaris lebih diutamakan
daripada yang lebih lemah. Misalnya, ayah lebih diutamakan daripada kakek, dan saudara kandung lebih diutamakan daripada saudara seayah.
3. Dalam hukum kewarisan Islam berlaku asas keadilan berimbang, dalam arti keadilan dalam pembagian harta warisan dalam hukum Islam. Artinya,
sebagaimana pria dan wanita pun mendapatkan hak yang sama kuat untuk mendapatkan warisan.
37
4. Dalam pembagian warisan tidak ada kepastian waktu kapan harta warisan harus dibagikan. Seperti dalam bentuk wasiat yang meningalkannya sebelum meninggal
36
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1995, h.13.
37
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta:Kencana, 2004, h.24.
dunia, tentu saja apabila wasiat dibuat dengan lisan melalui ucapan-ucapan terakhir peninggal warisan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, dikatakan bahwa dalam pelaksanaan hukum kewarisan perkampungan betawi yang mayoritas
beragama Islam masih ada saja yang diterapkannya bukan hukum Islam, dalam hal kewarisan.
Di bawah ini penulis akan sampaikan analisis mengenai kewarisan perkampungan budaya Betawi sebagai berikut:
Menurut penulis, jika sepintas kita dapat melihat yang terjadi pada masyarakat perkampungan betawi dalam hal pelaksanaan waris yang di satu sisi
tidak menjalankan secara utuh, yang dianggap bahwa lebih baik untuk melakukan pelaksanaan waris atau perencanaan waris.
Walaupun demikian, kita tidak bisa memvonis secara langsung bahwa apa yang dilaksanakan oleh masyarakat perkampungan betawi adalah dilarang, karena
jika kita lihat lebih mengutamakan kemaslahatan dan keadilan bagi para ahli waris, dan keridoan.
Dalam pembagian harta kewarisan di perkampungan betawi terdapat dua cara pembagian pertama, pembagian harta warisan berdasarkan hukum Islam atau
Faraid, Dan kedua, pembagian berdasarkan kebijakan para ahli waris.
38
Tergantung pada masyarakat yang melaksanakan kewarisan tersebut. Bahwa
38
Wawancara Pribadi, Bapak Indra, Tokoh Masyarakat Betawi,Srengseng Sawah. Jakarta, 24 November 2013
dalam pembagian waris para ahli waris berkumpul untuk membagikan harta warisan dengan cara pembagian mana yang akan digunakan. Hal ini disebabkan
masyarakat lebih mementingkan kepada tali persaudaraan daripada perpecahan, yang nantinya susah bagi kita dalam kehidupan. Dengan menggunakan formasi
pembagian 2:1 laki-laki dan perempuan atau sebalikanya 1:2 laki-laki dan perempuan ketika hal ini dilihat dari berbagai alasan.
Hukum kewarisan perkampungan Betawi mempunyai budaya tersendiri khususnya dalam persoalan hukum. Budaya hukum adalah konsep yang relatif
baru. konsep ini mempunyai keuntungan dapat menarik perhatian terhadap nilai- nilai yang berhubungan dengan hukum dan proses hukum, tetapi yang dapat
dibedakan secara analisis dari mereka dan dianggap berdiri sendiri. Nilai-nilai yang merupakan dasar kultural dari sistem hukum dan sangat membantu dalam
menentukan pemberian tempat kepada mereka untuk menentukam dan merupakan sejarah suatu masyarakat. Budaya hukum tediri atas asumsi-asumsi fundamental
mengenai penyebaran dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat, karena asumsi ini berubah menurut waktu, sebagaimana masyarakat sendiri juga
berubah.
39
Hukum Islam tidak pernah diterima secara penuh di mana pun di dunia ini, suatu kenyataan yang menimbulkan frustasi dan ketegangan dalam pemikiran
politik Islam. Maka karena Betawi merupakan budaya yang merupakan inti dari
39
A.A.G. Peters, Hukum dan Perkembangan sosial, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1998, h.193.
masyarakat Jakarta tercipta adanya keragaman, kebersamaan, satu pandangan, sikap dan perilaku masyarakat.
Sementara itu lev memerinci kultur hukum itu ke dalam: nilai-nilai hukum prosedural dan nilai-nilai hukum substantip. Sebagai basisi kultural sistem hukum,
maka komponen yang satu ini membantu menempatkan sistem yang diberikan kepada lembaga-lembaga hukum, politik, agama, atau lainnya sepanjang waktu
dalam sejarah bangsa dan masyarakat bersangkutan. Adapun komponen subtantip dari kultur hukum itu terdiri dari asumsi-asumsi fundamental mengenai distribusi
maupun pengguna sumber-sumber di dalam masyarakat, apa yang dianggap adil dan tidak oleh masyarakat dan sebagainya.
40
Dalam ajaran-ajaran hukum yang dinamakan dengan ajaran legisme, yang mengindentikkan menganggap sama hukum dengan undang-undang.
41
Ajaran yang demikian mungkin terjadinya diskrepansi ketidakcocokan, antara hukum
dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat, lebih-lebih apabila masyarakatnya sedang berubah dan berkembang secara dinamis. Sementara
perubahan al-taghyir hukum adalah pengamalan dan penerapan teks yang sudah ada, dengan mempertimbangkan situasi zhuruf teks itu yang dikaitkan dengan
kepentingan atau kemaslahatan yang sifatnya situasional.
42
40
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Angkasa Bandung, h.87
41
Sudjono Dirdjosisworo, Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali,1983, h.7
42
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar ibn Khattab, Jakarta:Rajawali,1991, h.171
Dalam ketentuan-ketentuan bagi umat Islam, pada da sarnya disyari’atkan
Tuhan untuk mengatur tata kehidupan mereka di dunia, baik dalam masalah- masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dengan mengikuti ketentuan-ketentuan
hukum, mereka akan memperoleh ketentraman dan kenyaman serta kebahagian dalam hidupnya.
43
Tujuan Syar’i dalam mensyariatkan ketentuan-ketentuan hukum kepada orang-orang mukallaf adalah dalam upaya mewujudkan kebaikan-kebaikan bagi
kehidupan mereka, baik melalui ketentuan yang dharury, hajiy, ataupun yang tahsini.
Ketentuan hukum yang dharury adalah ketentuan-ketentuan hukum yang dapat memelihara kepentingan hidup manusia dengan menjaga dan memelihara
kemaslahatan mereka. Seandainya norma-norma tersebut tidak dipatuhi, niscaya mereka akan dihadapkan pada mafsadah dan berbagai kesukaran.
44
Ketentuan- ketentuan dharury itu secara umum bermuara pada upaya memelihara lima hal,
yaitu: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Sedangkan ketentuan hajiy adalah ketentuan hukum yang memberi peluang
bagi mukallaf untuk memperoleh kemudahan dalam keadaan mereka sukar untuk mewujudkan ketentuan-ketentuan dharury .
43
Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:PT Raja grafindo Persada,1996, h.13
44
Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:PT Raja grafindo Persada,1996, h.29