Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

seterusnya kepada ayahnya ayah sampai pada suatu titik nenek moyangnnya yang laki-laki, dan karenanya mereka menganggap semuanya termasuk satu clan yang patrilinial. 2 Sistem Matrilinial, dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya kepada ibunya dan seterusnya ke atas kepada ibunya dari ibunya ibu dan karenanya semua mereka menganggap termasuk clan ibunya. 3 Sistem Bilateral atau Parental, dimana orang merasa mempunyai hubungan, baik melalui garis bapak maupun garis ibu, disini tidak terbentuk clan, suku atau tribe seperti dalam sistem patrilinial dan matrilinial. Mungkin masih ada variasi dari ketiga bentuk atau sistem masyarakat tersebut di atas tetapi kesimpulannya akan menuju salah satu bentuk atau sistem tersebut. 13 Pada umumnya masalah kewarisan diselesaikan sendiri oleh orang-orang yang bersangkutan melalui musyawarah dalam keluarga. Penyelesaian masalah kewarisan melalui musyawarah dalam keluarga. Penyelesaian melalui musyawarah keluarga ini merupakan cara penyelesaian yang paling banyak terdapat dalam masyarakat Indonesia. Cara penyelesaian kewarisan seperti ini dibenarkan oleh hukum kewarisan Islam yang walaupun sifatnya ijbari, namun dalam pelaksanaannya dimungkinkan adanya perdamaian diantara ahli waris melalui musyawarah keluarga. Musyawarah keluarga ini mungkin dilangsungkan oleh para ahli waris sendiri, mungkin pula 13 M. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam Jakarta:Sinar Grafika,1994, h.4 dilaksanakan dengan bantuan seorang kiyai atau ulama daerah tempat tinggal para ahli yang berkepentingan. 14 Bagi orang-orang Islam umat Islam yang sadar akan kewajibannya, menyelesaikan masalah kewarisan merupakan kewajiban agama. Yang dimaksud dengan kewajiban agama adalah kewajiban asasi yang dilaksanakan seorang menurut garis-garis ketentuan agamanya. Hukum agama Islam mengenai kewarisan mengatur dengan pasti siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing. 15 Bagi seorang muslim, tidak terkecuali apakah dia laki-laki atau perempuan yang tidak memahami atau tidak mengerti hukum waris Islam maka wajib hukumnya dilaksanakan berpahala, tidak dilaksanakan berdosa baginya untuk mempelajarinya. Dan sebaliknya barangsiapa yang telah memahami dan menguasai hukum waris Islam maka berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang lain. 16 Istilah faraid yang dipergunakan untuk menggambarkan bagian tertentu bagi orang-orang tertentu dalam keadaan-keadaan tertentu di dalam sistem kewarisan Islam, berasal dari kata fard yang berarti kewajiban. Kewajiban itu seyogyanya dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu setelah pewaris meninggal dunia, agar 14 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Keputusan Seminar Hukum Waris Islam, tanggal 5-8 April, Cisarua Bogor,h.45 15 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, keputusan Seminar Hukum Waris Islam,tanggal 5-8 April,Cisarua Bogor, h.44 16 Suhardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2004, h.1 masing-masing ahli waris yang berhak atas harta peninggalan segera memperoleh bagiannya. Bilamana disepakati bahwa hukum adalah merupakan salah satu aspek kebudayaan baik rohaniah atau spiritual, maupun kebudayaan jasmaniah, inilah barangkali salah satu penyebab kenapa adanya beraneka ragam sistem hukum terutama hukum kewarisan. Dalam kaitan ini khusus mengenai hukum kewarisan Islam yang bersumber dari wahyu Allah dalam al- Qur’an dan Hadis Rasul yang berlaku dan wajib ditaati oleh umat islam, dulu, sekarang dan di masa yang akan datang tidak termasuk dalam kontek ini. Hukum menentukan bentuk masyarakat. 17 Setiap ahli waris mendapat bagian sesuai ketentuan Al-Quran yakni ada ahli waris yang mendapatkan 12, 13, ¼, 16, 18, 23. 18 Sunnah Nabi pada dasarnya muncul untuk memberikan penjelasan kepada ayat-ayat al- Qur’an yang memerlukan penjelasan, baik penjelasan itu dalam bentuk penjelasan arti maupun dalam bentuk membatasi atau memperluas pengertian. Kewarisan atau faraid termasuk bidang fikih yang paling jelas diatur dalam al- Qur’an. Oleh karena itu, Hadis Nabi yang berkenaan dengan faraid ini tidak banyak jumlahnya. 19 17 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam di Pengadilan dan Kewarisan menurut BW Jakarta:Cv Pedoman Jaya, 1992, h.3 18 Ali Parman, Kewarisan dalam Alquran, h.3 19 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta:Kencana, 2004,h.40 Hukum Waris berkaitan dengan proses pengalihan harta peninggalan dari seseorangpewaris kepada ahli warisnya, berkaitan dengan hal tersebut Soepomo menyatakan bahwa: Hukum adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya. Proses tersebut tidak menjadi halangan oleh sebab orang tua meninggal dunia. 20 Namun demikian ada sebagian pendapat yang mengemukakan bahwa pembagian harta warisan boleh tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan pembagian yang terdapat dalam Al- Qur’an yang pembagiannya dapat dilaksanakan dengan jalan musyawarah di antara keluarga. 21 Pendapat di atas sebenarnya didasarkan kepada pemahaman tentang sifat-sifat hukum, yang terdiri dari: 1. Hukum yang memaksa 2. Hukum yang mengatur Disebut sebagai hukum yang memaksa apabila ketentuan hukum yang ada tidak dapat dikesampingkan, maksudnya tidak bisa tidak perintah atau larangan hukum tersebut harus diperbuat di dalam hukum, berbuat dapat berarti berbuat 20 R. Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat terhadap Hukum waris, 1993, h.55 21 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2004,h.4 sesuatu dan dapat pula tidak dapat berbuat sesuatu dan andainya tidak diperbuat maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum. 22 Sedangkan hukum yang mengatur yaitu teks hukum yang ada dapat dikesampingkan tidak dipedomani seandainya para pihak berkeinginan lain sesuai kesepakatan atau musyawarah di antara mereka, dan kalaupun tidak dilaksanakan ketentuan hukum yang ada perbuatan tersebut tidak dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum, sebab sifatnya hanya mengatur. 23 Bahwa dalam hal ini ketentuan tentang pembagian harta warisan yang terdapat dalam al- Qur’an dan al-Hadis adalah merupakan ketentuan hukum yang bersifat memaksa, dan karenanya wajib pulalah bagi setiap pribadi muslim untuk melaksanakannya. 24 Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa al- Qur’an dan Hadis telah merinci tentang bagian-bagian terhadap ahli waris secara terperinci, mulai dari ahli waris, sampai sebab-sebab seorang mendapatkan warisan dan bagian waris. Akan tetapi, masih saja ada sebagian masyarakat yang melaksanakan hukum kewarisan tidak sesuai dengan al- Qur’an dan Hadis, atau keluar dari hukum Islam. Inilah yang terjadi pada masyarakat khususnya masyarakat Perkampungan Betawi Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. 22 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam,h.4 23 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam , h. 4-5 24 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam , h. 4-5 Pada orang tua dalam membagikan kewarisan sesuai dengan hukum adat yang berlaku, akan tetapi yang kita ketahui selama ini bahwasanya orang Betawi sangat terkenal dengan keIslamannya, dia menjalankan hukum Islam yang mereka anut, tapi pada kenyataannya berbeda. Dalam pembagian waris mereka menggunakan hukum waris adat yakni hukum adat Betawi. Hukum adat yang sesuai dengan para leluhur mereka atau hukum yang mereka percayai secara turun temurun. Misalnya: Membagi warisan sebidang tanah tanpa merinci pembagiannya Laki-laki 2 bagian dari anak perempuan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik mengambil masalah ini kedalam penelitian yang berjudul ‘’ PELAKSANAAN HUKUM KEWARISAN DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN ’’. B. Pembatasan dan Perumusan masalah 1. Pembatasan Masalah Agar memudahkan penulis dalam tugas ini, penulis membatasi ruang lingkup permasalahan ini hanya pada pelaksanaan hukum kewarisan Islam pada masyarakat kp.Betawi di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Penulis memilih lokasi tersebut agar lebih memudahkan dan lebih fokus dalam penulisannya, serta lokasi tersebut mudah dijangkau dan juga baik untuk diteliti. 2. Rumusan Masalah Menurut Ketentuan dalam Al- Qur’an dan Hadits laki-laki dengan perempuan 2:1, tetapi kenyataanya diwilayah perkampungan Betawi pembagiannya adalah 1:1. Rumusan di atas penulis rangkum dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengetahuan masyarakat kp. Betawi tentang hukum waris? 2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap pembagian waris adat mereka? 3. Apakah pelaksanaan pembagian waris yang terjadi di masyarakat kp. Betawi sesuai dengan hukum Islam?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian Adapun mengenai tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui pemahaman masyrakat kp. Betawi tentang hukum waris. b. Untuk mengetahui sikap masyarakat kp. Betawi tentang pembagian waris mereka. c. Untuk mengetahui pelaksanaan hukum kewarisan di kp. Betawi Jagakarsa, Jakarta Selatan. 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis, yaitu pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan terutama tentang pelaksanaan pembagian waris terhadap hukum waris Islam kepada masyarakat Betawi. b. Kegunaan Praktis, yaitu dengan hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna dan dijadikan motivasi kepada fakultas dan berguna bagi seluruh masyarakat dan literatur kepustakaan mengenai pelaksanaan pembagian waris khususnya di kp. Betawi,Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Mengingat kajian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk skripsi, maka penulis berusaha mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis penelitian yaitu metode penelitian kepustakaan Library Research dan metode lapangan Field Research. Penelitian kepustakaan Library Research, yaitu dengan meneliti buku buku, majalah, surat kabar, artikel, dan tulisan ilmiah baik berupa tulisan yang disimpan di lembaga pemerintahan maupun kepustakaan umum tentunya berkaitan dengan karya ilmiah ini. Penelitian Lapangan Field Research, yaitu penulis langsung mengadakan penelitian dengan mendatangi objek penelitian pada masyarakat di kp. Betawi yang melakukan praktek pembagian waris di wilayah jagakarsa, Jakarta Selatan. b. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data yaitu: 1 Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan masyarakat di kp.Betawi di kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. 2 Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur- literature kepustakaan seperti buku-buku, kitab-kitab, dan sumber sumber lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. c. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara merupakan suatu percakapan antara dua orang atau lebih yang pertanyaannya di ajukan peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek penelitian untuk dijawab. 2. Teknik penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan teknik yang biasa digunakan dalam penulisan karya ilmiah yang dalam hal ini berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi yang disusun oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya mengenai Hukum Waris. Salah satu penelitian terdahulu tersebut, dilakukan oleh Mariyah, Dalam skripsinya yang berjudul ‘’Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris Islam studi di kelurahan kapuk cengkareng jakarta barat, yaitu bahwa sangat lemah kesadaran masyarakat dan perilaku masyarakat terhadap hukum waris Islam. Mariyah juga mengungkapkan bahwa perilaku masyarakat terhadap hukum waris islam berjumlah 20, dan perilaku netral berjumlah 70, dan berperilaku negative 49. Sedangkan skripsi ini membahas tentang pelaksanaan hukum kewarisannya, dan bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan waris di perkampungan budaya betawi. Tidak hanya mengenai hal tersebut, dari segi data pun hanya menggunakan wawancara tanpa menggunakan penelitian kuesioner. Kedua. Siti Azizah, fakultas Syariah dan Hukum jurusan peradilan Agama, yang berjudul ‘’Pembagian Waris Betawi Ditinjau Dari Hukum Islam Studi Kasus pada masyarakat Kel. Lebak Bulus Kec. Cilandak, Jakarta Selatan’’, Tahun 2009. Pada skripsi tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan hukum waris betawi, yang mana ada kelompok masyarakat Betawi melakukan pembagian secara rata antara laki-laki dan perempuan. Namun, ada juga yang melakukan sama dengan hukum Islam yang mana bagian laki-laki lebih besar. Skripsi ini sangat berbeda dengan skripsi di atas, karena dalam skripsi ini penulis membahas tentang pelaksanaan hukum waris, dengan kebijakan-kebijakan yang terjadi sesuai atau tidak dengan hukum Islam atau Faraid. Dari segi jenis penelitian pun berbeda di atas menggunakan responden beberapa orang, dalam skripsi ini dengan data wawancara dengan para tokoh dan masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini, penulis ingin membagi pembahasan dalam lima bab, yaitu: Bab Pertama merupakan pendahuluan di mana dikemukakan latar belakang masalah yang memuat alasan-alasan pemunculan masalah. Pokok masalah merupakan penegasan terhadap apa yang terkandung dalam sub bab latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan, metode penelitian, tinjaun pustaka dan sistematika penulisan skripsi ini. Bab Kedua mengupas gambaran secara umum tentang kewarisan dalam Islam. Dalam bab ini digambarkan pengertian dan dasar hukum kewarisan, rukun dan syarat-syarat kewarisan, sebab penghalang menerima waris dan macam-macam ahli waris, serta pembagian para ahli waris. Bab Ketiga memuat mengenai potret perkampungan betawi, meliputi sejarah singkat, tujuan sasaran dan fungsi, ruang lingkup dan zona, dan keadaan demografi. Bab Keempat merupakan substansi dari penelitian skripsi ini, dalam bab ini dipaparkan tentang analisis terhadap pelaksanaan kewarisan betawi srengseng sawah. Dimulai mengenai sistem kewarisan, dan analisis pelaksanaan kewarisan meliputi harta waris, ahli waris serta bagian-bagiannya, dan analisa penulis. Bab Kelima merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang diangkat dan ditutup dengan saran-saran yang ditujukan kepada para pihak yang berkepentingan dengan persoalan hukum kewarisan.