Khusus kegiatan keagamaan yang diselenggarakan secara terpadu antara para alim ulama dengan pemerintah kelurahan adalah Majelis Taklim dan jamaah Kuliah
Subuh.
28
4. Administrasi Pertanahan Wilayah Kelurahan Srengseng Sawah seluas 674,70 Ha, terbagi atas berbagai
macam status kepemilikan tanah antara lain: Tabel 5
Status Kepemilikan Tanah Status Tanah
Luas Ha Tanah Adat
366,10 Tanah Negara
302,84 Tanah Wakaf
4,76 Lain-lain
1,00 Jumlah
674,70 Sumber: Monografi 2013
29
28
Laporan Bulanan: Desember 2013, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan.
29
Laporan Bulanan: Desember 2013, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan.
47
BAB IV PELAKSANAAN KEWARISAN BETAWI
A. Sistem Kewarisan
Hak waris seseorang tidaklah muncul tiba-tiba tetapi keberadaanya didasari oleh sebab-sebab tertentu yang berfungsi mengalihkan daripada hak-hak yang
telah meninggal dunia. Ahli waris merupakan perseorangan yang keberadaanya telah ditentukan nash-nash baik al-Quran dan al-Hadits. Sebab- sebab kewarisan
itu meliputi: pertama, adanya hubungan kekerabatan atau nasab, seperti ayah, ibu, anak, cucu, saudara-saudara, dan sebagainya.
1
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa esensi kewarisan dalam Al- Quran adalah proses pelaksanaan hak-hak pewaris kepada ahli warisnya dengan
pembagian harta pusaka melalui tata cara yang telah ditetapkan oleh nash. Atau lebih khusus dapat dicatat bahwa apabila seseorang telah wafat, maka siapa ahli
warisnya yang terdekat dan berapa saham yang diterima setiap ahli waris.
2
Dalam pembagian waris harus ada dan diketahui wafatnya pemberi waris secara hakiki
atau menurut hukum. Pembagian tirkah tidak mungkin dilaksanakan, sehingga muwaris pemberi waris nyata-nyata telah mati, atau hakim telah menetapkan
kematiannya. Inilah yang dimaksud dengan mati secara hukum.
1
Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Kementrian Agama, 2001,h.17.
2
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1995, h.27
Apabila hakim menetapkan kematiannya berdasarkan bukti-bukti, maka ketika itu dimungkinkan membagikan harta peninggalannya kepada ahli waris.
3
Kebudayaan yang terjadi di Indonesia sangat beragam, kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa sanskerta yang berarti akal, kemudian menjadi
kata budhi tunggal atau budhaya majemuk, sehingga kebudayan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia.
4
Dalam bahasa inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari kata culere bahasa yunani yang berarti mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah,
manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan, hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah meninggalkan kehidupan yang hanya
memungut hasil alam saja. Definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang
yang mendefinisikannya, diantaranya: Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil
perjuangan terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman kodrat dan masyarakat yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
3
Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, Surabaya,1995, h.56
4
Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar,Bogor: Ghalia Indonesia,2004, h.30
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat
luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.
5
Dan unsur-unsur kebudayaan, mempunyai sistem religi dan upacara keagamaan ,merupakan produk manusia sebagai homo religius. Manusia yang
memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar supranatural yang dapat
menghitam-putihkan kehidupannya. Mempunyai sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa
tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia membentuk kekuatan dengan cara meyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat berkerja sama
untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
6
Selanjutnya sistem pengetahuan, merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu
dapat juga dari pemikiran orang lain. Sistem mata pencaharian hidup, merupakan produk dari manusia sebagai homo economics menjadikan tingkat kehidupan
manusia secara umum terus meningkat. Sistem teknologi dan peralatan, merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari
pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang
5
Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar,Bogor: Ghalia Indonesia,2004, h.30
6
Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar,Bogor: Ghalia Indonesia,2004, h.30
sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat.
Menurut penulis keadaan masyarakat sebagaimana di atas banyak sekali dan mempengaruhi aspek lain dalam kehidupan. Demikian pula dengan kewarisan.
Sistem waris yang berlaku pada masyarakat perkampungan betawi yang dasarnya mempunyai kebudayaan tersendiri, yang sudah dibangun sejak lama.
Dan sistem kewarisan masyarakat perkampungan Betawi Srengseng Sawah, dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat dan masyarakat umum,
dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kewarisan adalah perpindahan berupa harta baik yang bergerak maupun tidak bergerak dari orangtua kepada
anaknya.
7
Masyarakat perkampungan Betawi yang Mayoritas beragama Islam, mereka memang pada dasarnya dan menjadi rujukan adalah al-
Qur’an surat An- Nisa dan tetap meminta kepada pendapat ulama. Tetapi tidak semua dan pada saat
kondisi tertentu tidak menggunakan kewarisan Islam. Di mana pada sewaktu- waktu sistem kewarisannya menjadi anak laki-laki bisa menjadi sama bagiannya
dengan anak perempuan bahkan lebih, tentu ada kebijakan yang lain.
8
B. Pelaksanaan Kewarisan
7
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
8
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
Dari hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaan kewarisan masyarakat kampung Betawi tidak terlepas dari tiga hal pokok, yaitu: ahli waris yang akan
menerima harta, harta peninggalan, dan ketentuan yang akan diterima oleh ahli
waris.
Untuk lebih rincinya penulis kemukakan point-point yang berkaitan dengan kewarisan masyarakat kampung Betawi.
1. Sistem Kewarisan Dari hasil wawancara dengan para tokoh, dan masyarakat, dapat
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kewarisan adalah perpindahan berupa harta baik yang bergerak maupun tidak bergerak dari orang tua kepada
anaknya.
9
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di perkampungan Betawi, bahwa sistem kewarisan yang dipakai adalah kewarisan menurut Ilmu Faraid
atau hukum Islam, di mana kedudukan anak laki-laki dua bagian dan anak perempuan satu bagian, karena laki-laki Umara dan tangungjawabnya lebih
besar. Tetapi bisa saja hal itu berubah, ketika pada kenyataan lain tidak menggunakan hukum Islam atau faraid.
2. Unsur Kewarisan a.pewaris
9
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
pewaris, ialah seseorang yang meninggal-dunia dan meninggalkan har- ta warisan.
10
Dalam hal ini masyarakat kampung Betawi yang disebut dengan pewaris ialah orang yang telah meninggal dunia baik bapak maupun ibu,
adapula pewaris membagikan harta waris sebelum meninggal. Maka ketika belum meninggal dan orang yang akan meninggalkan harta masih sadar dan
sehat, harta belum akan dibagikan . Dalam kewarisan hukum Islam pewaris adalah orang yang karena meninggal dunia baik secara hakiki nyata telah
meninggal maupun meninggal secara hukmi berdasarkan ketetapan pengadilan, mewariskan sesuatu kepada ahli waris.
11
Ketika sudah meninggal maka tidak ada lagi pembagian waris.
12
Dengan alasan akan menjadi keributan bagi para ahli waris.
b. Harta Peninggalan Dalam hal ini harta waris bagi masyarakat kampung Betawi biasanya
terjadi pada harta tidak bergerak yaitu, berupa tanah. rumah, kebun, sawah, dan sebagainya. Yang langsung pada saat dibagikan nantinya langsung
dipegang oleh anaknya.
13
10
Nugraha, ‘’Pengertian Pewaris’’, diakses pada 28 Desember 2013 dari http:nugraha- corporation.blogspot.com2011108hal-pewarisan.html
11
Hasil Pembahasan Komnas Perempuan dengan Para ahli Hukum, Hukum Waris Perempuan dan Perwalian Anak,h.4
12
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
13
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
Karena kebanyakan, masyarakat kampung betawi akan menggunakan tanah tersebut biasanya untuk dipakai berdagang, dan membuat rumah untuk
tempat tinggal nanti.
14
Kalaupun harta itu selain benda tidak bergerak maka akan diakumulasikan terlebih dahulu, dan langsung dibagikan kepada ahli waris.
15
c. Harta Bersama Harta bersama gono-gini adalah harta benda atau hasil kekayaan yang
diperoleh selama berlangsungnya perkawinan. Meskipun harta tersebut diperoleh dari hasil kerja suami saja, isteri tetap memiliki hak atas harta
bersama. Jadi, harta bersama meliputi harta yang diperoleh dari usaha suami
dan isteri berdua atau usaha salah seorang dari mereka.
16
Harta peninggalan ini dapat dibagikan kepada ahli waris, apabila sudah dibayarkan hutang pewaris, biaya pengurusan dan pemakaman jenazah, dan
lain-lain.
17
Tetapi ketika dalam hal kewarisan harta bersama dijadikan alasan yang terjadi adalah keegoisan suami atau istri untuk membagikan harta
tersebut masing-masing tanpa aturan tertentu.
14
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
15
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syahroni Masyarakat Betawi, Srengseng sawah, Jakarta, 24 November 2013.
16
http:www.lbh-apik.or.idfact20-20gono-gini.htm , diakses pada tanggal 28 Januari 2014.
17
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1995, h.29