Bab Pertama merupakan pendahuluan di mana dikemukakan latar belakang
masalah yang memuat alasan-alasan pemunculan masalah. Pokok masalah merupakan penegasan terhadap apa yang terkandung dalam sub bab latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan, metode penelitian, tinjaun pustaka dan sistematika penulisan skripsi ini.
Bab Kedua mengupas gambaran secara umum tentang kewarisan dalam
Islam. Dalam bab ini digambarkan pengertian dan dasar hukum kewarisan, rukun dan syarat-syarat kewarisan, sebab penghalang menerima waris dan macam-macam ahli
waris, serta pembagian para ahli waris.
Bab Ketiga
memuat mengenai potret perkampungan betawi, meliputi sejarah singkat, tujuan sasaran dan fungsi, ruang lingkup dan zona, dan keadaan demografi.
Bab Keempat merupakan substansi dari penelitian skripsi ini, dalam bab ini
dipaparkan tentang analisis terhadap pelaksanaan kewarisan betawi srengseng sawah. Dimulai mengenai sistem kewarisan, dan analisis pelaksanaan kewarisan meliputi
harta waris, ahli waris serta bagian-bagiannya, dan analisa penulis.
Bab Kelima merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan yang
merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang diangkat dan ditutup dengan saran-saran yang ditujukan kepada para pihak yang berkepentingan dengan persoalan
hukum kewarisan.
16
BAB II KEWARISAN DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Kewarisan
1. Pengertian Kewarisan
Dalam literatur hukum Islam, ada beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan Islam yaitu: Faraid, Fikih Mawaris, dan Hukm al-waris. Lafazh
Faraid jama’ dari Faridlah. Kata ini diambil dari fardlu. fardlu dalam istilah
ulama fiqh mawaris ialah: bagian yang telah ditetapkan oleh syara’. Untuk waris seperti ½, ¼.
1
Sehingga Ilmu Faraidh atau Ilmu Waris didefinisikan oleh para ulama, yaitu: Ilmu Fiqh yang berkaitan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan
tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan
untuk setiap pemilik harta pusaka.
2
Mawaris jama’ dari Mirats, yang dimaknakan dengan mauruts ialah: harta
peninggalan orang yang meninggal yang diwarisi oleh para warisnya. Orang yang meninggalkan harta disebut muwarits, sedangkan yang berhak
menerima pusaka disebut warits.
1
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Fiqh Mawaris, Semarang:Pustaka Rizki Putra,1999, h.5
2
Hasbiyallah, Belajar Ilmu Waris,Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2007, h.2
Waris adalah bentuk isim fa’il dari kata waritsa, yaritsu, irtsan, fahuwa
waritsun yang bermakna orang yang menerima waris. Kata-kata itu berasal dari kata waritsa yang bermakna perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.
Sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang proses perpindahan harta pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. Ada beberapa
kata dalam penyebutan waris, seperti: warits, muwarris, al-irts, warasah dan tirkah.
3
2. Dasar Hukum Kewarisan
Ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung masalah kewarisan terdapat dalam Al-
Qur’an. Di dalam al-
Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara tegas menjelaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan merupakan ahli waris, seperti dalam Q.S.
an-Nisa 4:7
Artinya:’’bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu- bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan’’.
3
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, Bnadung: PT Remaja Rosdakarya,2007, h.1