PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH

 Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 570 , 134 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 12,121 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,0 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 12,121 x 1,01 = 12,121 cm

II.6. PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAH

Perhitungan tebal lapis tambah dilakukan dengan menggunakan nilai lendutan wakil yang sama untuk ketiga metoda yang digunakan. Nilai lendutan wakil yang digunakan adalah = 1,135 mm, yag diambil dari perhitungn desain lendutan pada Seksi I setelah dilakukan penyesuaian Faktor Keseragaman FK Untuk melihat hubungan antara beban lalu lintas CESA dan tebal lapis tambah, nilai beban lalu lintas disimulasikan dari sekitar 500.000 hingga 50.000.000 sehingga trendline-nya terlihat. III.6.1. RDS Roadwork Desain System  EAL = 500.000  EAL = 1.000.000  EAL = 2.000.000  EAL = 5.000.000  EAL = 10.000.000  EAL = 20.000.000  EAL = 50.000.000 III.6.2. Metoda Asphalt Institute MS-17 Untuk menentukan tebal lapis tambah yang dibutuhkan dengan melihat hubungan antara RRD, EAL dan tebal lapis tambah pada Gambar 2.6. RRD = Representative Rebound Deflection Lendutan Wakil EAL = Equavalent Axle Load Jumlah Beban Standar RRD = 1,135 mm = 0,045 in  EAL = 500.000 Tebal lapis tambah = 2,5 cm  EAL = 1.000.000 Tebal lapis tambah = 5,0 cm  EAL = 2.000.000 Tebal lapis tambah = 7,0 cm  EAL = 5.000.000 Tebal lapis tambah = 11,0 cm  EAL = 10.000.000 Tebal lapis tambah = 13,0 cm  EAL = 20.000.000 Tebal lapis tambah = 16,5 cm  EAL = 50.000.000 Tebal lapis tambah = 21,0 cm III.6.3 Metoda Pd T-05-2005-B Pada perhitungan ini, nilai tebal lapis tambah sebelum dikoreksi Ho dan nilai tebal lapis tambah terkoreksi Ht didapat dengan menggunakan rumus: Ho = [ ] 0597 , ln ln 0364 , 1 ln Dstlov Dsblov − + Ht = Ho x Fo dimana : Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu cm D sbl ov = lendutan sebelum lapis tambahDwakil mm D stl ov = lendutan setelah lapis tambahDrencana mm Ht = tebal lapis tambah overlay Laston setelah dikoreksi dengan temperatur rata-rata tahunan daerah tertentu cm Fo = faktor koreksi tebal lapis tambahoverlay Dwakil = 1,039 mm  CESA = 500.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 500.000 -0,2307 = 1,076 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 076 , 1 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 0,090 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 0,090 x 1,00 = 0,090 cm ≈ 0 cm  CESA = 1.000.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 1.000.000 -0,2307 = 0,917 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 917 , 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 4,171 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 4,171 x 1,00 = 4,171 cm ≈ 4,0 cm  CESA = 2.000.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 2.000.000 -0,2307 = 0,781 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 781 , 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 6,860 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 6,860 x 1,00 = 6,680 cm ≈ 6,5 cm  CESA = 5.000.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 5.000.000 -0,2307 = 0,632 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 632 , 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 10,406 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 10,406 x 1,00 = 10,406 cm ≈ 10,5 cm  CESA = 10.000.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 10.000.000 -0,2307 = 0,539 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 539 , 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 13,072 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 13,072 x 1,00 = 13,072 cm ≈ 13,0 cm  CESA = 20.000.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 20.000.000 -0,2307 = 0,459 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 459 , 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 15,764 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 15,764 x 1,00 = 15,764 cm ≈ 16,0 cm  CESA = 50.000.000  Drencana D stl ov = 22,208 x CESA -0,2307 = 22,208 x 50.000.000 -0,2307 = 0,372 mm  Tebal Lapis Tambah Sebelum Dikoreksi Temperatur Ho [ ] 0597 , 0364 , 1 rencana wakil D Ln D Ln Ln − + = [ ] 0597 , 372 , 135 , 1 0364 , 1 Ln Ln Ln − + = = 19,284 cm  Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah Fo = 1,00 Gambar 2.9  Tebal Lapis Tambah Setelah Dikoreksi Temperatur Ht = Ho x Fo = 19,284 x 1,00 = 19,284 cm ≈ 19,0 cm

BAB IV ANALISA DAN DISKUSI

IV.I. ANALISA LALU LINTAS Walaupun ketiga prosedur perhitungan tebal lapis tambah ini menggunakan beban standar yang sama sebesar 8,2 ton, akan tetapi dari hasil perhitungan ada perbedaan jumlah kumulatif beban lalu lintas CESA yang cukup signifikan, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1. Metoda Pd T-05-2005-B memberikan hasil yang paling besar dan Metoda MS-17 memberikan hasil yang terendah. Perbedaan antara Metoda Pd T-05-2005-B dan Metoda MS-17 adalah sekitar 82 sedangkan perbedaan antara RDS dan Metoda MS-17 sekitar 45 baik untuk umur rencana 5 tahun maupun 10 tahun. Gambar 4.1 Lalu Lintas Rencana Perbedaan nilai Vehicle Damage Factor VDF merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi jumlah kumulatif beban lalu lintas rencana. Pada Metoda Pd T-05-2005-B, VDF dipengaruhi oleh peningkatan kapasitas beban kendaraan. Hal ini dipengaruhi oleh pertimbangan beban berlebih atau “excessive overloading” pada kendaraan-kendaraan yang umum terjadi di negara-negara berkembang dunia ketiga seperti Indonesia. Sedangkan RDS dan Metoda Asphalt Institute tidak memasukkan kriteria overloading pada perhitungan beban lalu lintas rencana. Untuk mengantisipasi beban berat kendaraan yang meningkat, ke-2 prosedur ini mempertimbangkan Heavy loads, sehingga perencanaan sangat berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Perbandingan nilai truk faktor dari ketiga prosedur yang digunakan dapat dilihat pada table 4.1 dibawh ini. Tabel 4.1 Nilai VDF Pada Masing-masing Metoda Jenis Kendaraan Berat Total Ton Vehicle Damage Factor VDF RDS Asphalt Institute MS-17 Pd-T-05-2005-B Truck 2 as 19,006 2,20 0,42 7,51 Truck 3 as 28,682 3,62 1,99 8,97 Trailer 4 as 40,910 3,62 1,64 14,09 Trailer 5 as 49,583 3,62 1,69 14,66 Trailer 6 as 55,627 3,62 1,69 13,15 Besarnya nilai truk faktor juga dipengaruhi oleh klasifikasi kendaraan pada metoda yang bersangkutan, walaupun klasifikasi kendaraan tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Tabel 4.2 berikut ini memperlihatkan klasifikasi kendaraan pada ketiga prosedur yang digunakan. Tabel 4.2 Klasifikasi Kendaraan Masing-masing Metoda RDS Pd-T-2005-B Asphalt Institute M+B+T Bus Berat Truk Sedang Truk Berat Tergantung beban sumbu ton dan jenis sumbu kendaraan. Jenis sumbu kendaraan terbagi 4, yaitu: - STRT - STRG - SDRG - STrRG Truk Tunggal - 2 Sumbu, 4 Roda - 2 Sumbu, 6 Roda - 3 Sumbu atau lebih Traktor Semi – Trailer - 3 Sumbu - 4 Sumbu - 5 Sumbu atau lebih

IV.2. ANALISA KESERAGAMAN LENDUTAN FK

Kehomogenan data lendutan merupakan salah satu yang disyaratkan dari ketiga prosedur yang digunakan. Walaupun demikian, Metoda Pd T-05-2005-B memberikan batas yang lebih jelas dari prosedur lainnya karena metoda ini mempertimbangkan Faktor Keseragaman FK. Sedangkan pada program RDS kehomogenan data lendutan di dapat dengan memperkecil jumlah titik dalam setiap segmen, dimana jumlah titik tersebut diusahakan seminimal mungkin tetapi masih dalam batas defenisi statistik dari nilai yang mewakili, yaitu N9. Sedangkan Metoda Asphalt Institute tidak menjelaskan masalah ini. Pada Tabel 4.3 dibawah ini hasil perhitungan pada Metoda Pd T-05-2005-B terlihat bahwa tingkat keseragaman masih lebih besar dari 30 Fkijin, hal ini kemungkinan karena pada titik-titik tertentu nilai lendutan melonjak tinggi akibat adanya kerusakan setempat, untuk itu data-data yang melonjak itu dikeluarkan dari perhitungan. Dilapangan lokasi dimana data melonjak harus mendapat perhatian khusus dengan melakukan perbaikan setempat sebelum melakukan pelapisan tambah. Setelah dilakukan perhitungan dengan variasi nilai Faktor Keseragaman FK, dimana nilai FK diturunkan pada batas yang telah ditentukan FK ≤ 30 terlihat bahwa tebal lapis tambah juga mengalami penurunan, seperti terlihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Besar dari Fkijin FK30 PARAMETER SEKSI I SEKSI II Lendutan rata-rata mm 0,928 1,152 Deviasi Standar 0,503 0,494 Tingkat Keseragaman 54 43 Dwakil mm 1,752 1,962 CESA ESA 7.828.490 7.828.490 Drencana mm 0,570 0,570 Ho cm 19,408 21,304 Fo 1,00 1,00 Ht cm 19,408 21,304 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah Masing-masing Seksi dengan Nilai FK Lebih Kecil dari Fkijin FK30 PARAMETER SEKSI I SEKSI II Lendutan rata-rata mm 0,778 0,870 Deviasi Standar 0,218 0,161 Tingkat Keseragaman 28 18 Dwakil mm 1,135 1,134 CESA ESA 7.828.490 7.828.490 Drencana mm 0,570 0,570 Ho cm 12,136 12,121 Fo 1,00 1,00 Ht cm 12,136 12,121 Seksi I Seksi II Gambar 4.2 Hubungan Tebal lapis Tambah dan Faktor Keseragaman Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pengaruh faktor keseragaman sangat besar terhadap hasil perhitungan tebal lapis tambah. Pada seksi I tebal lapis tambah bervariasi antara 12,136 - 1,408 cm untuk variasi FK 28 - 54 sedangkan pada seksi II tebal lapis tambah bervariasi antara 12,121 – 21,304 cm untuk variasi FK 18 - 43. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan seksi yang seragam untuk desain perkerasan sangat berpengaruh terhadap perhitungan tebal lapis tambah. Walaupun demikian, faktor keseragaman tidak dapat menjelaskan kondisi perkerasan yang mengalami kerusakan “kritis” sepanjang ruas jalan. Pada suatu kondisi tertentu, data lendutan perkerasan bisa jadi memiliki tingkat keseragaman yang cukup baik tetapi dengan nilai lendutan yang cukup besar dan merata sepanjang jalan tersebut. Kondisi kerusakan seperti ini dapat diketahui dengan cepat pada RDS dengan adanya koreksi terhadap kekasaran perkerasan IRI. Pada prosedur RDS, konstruksi lapis tambah juga mempertimbangkan prinsip “multy layers” dengan menggunakan jenis lapisan yang berbeda untuk setiap lapisnya sehingga cost yang dibutuhkan dapat diminimalkan. Pertimbangan seperti ini juga dapat digunakan pada Metoda Pd T-05-2005-B, dimana lapisan permukaan atas dapat menggunakan lapis permukaan yang umum digunakan sedangkan pada lapisan kedua menggunakan ATBL Asphalt Treatment Base Layer. Apabila perkerasan yang ada sudah tidak dimungkinkan lagi untuk pelapisan tambah, baik karena kondisi perkerasan lama yang telah kritis ataupun pertimbangan cost yang mendekati atau lebih besar dari konstruksi baru maka perencanaan ulang atau pembangunan konstruksi baru merupakan alternatif terakhir yang harus dipilih.

IV.3. ANALISA TEBAL LAPIS TAMBAH

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Tebal Lapis Tambah CESA Tebal Lapis Tambah cm dengan Metoda RDS MS 17 Pd T-05-2005-B Desain Lendutan 1,135 mm 1,135 mm 1,135 mm 500.000 6,5 2,5 1.000.000 6,5 5,0 4 2.000.000 6,5 7,0 6,5 5.000.000 6,5 11,0 10,5 10.000.000 9 13,0 13,0 20.000.000 9 16,5 16,0 50.000.000 9 21 19 Gambar 4.3 Hubungan Tebal Lapis Tambah dan Beban Lalu Lintas untuk D = 1,039 mm Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa tebal lapis tambah dengan menggunakan RDS nilainya cenderung lebih lebih kecil dibandingkan dengan metoda MS-17 atau Pd T-5-2005-B. Walaupun pada CESA 500.000 dan 1.000.000 nilainya lebih besar karena pada RDS untuk penanganan peningkatan berlaku syarat tebal minimum. Sedangkan Metoda Pd T-5-2005 B menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan MS-17 karena pada metoda ini koreksi tebal perkerasan dilakukan lebih komprehensif, yaitu meliputi koreksi terhadap temperatur, faktor musim dan jenis material. Sedangkan pada MS-17 koreksi hanya dilakukan terhadap temperatur dan faktor musim.