Informan Pangkal ANALISIS DATA

kronologis kejadian dan data-data korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada informan kunci dan informan biasa dilakukan wawancara mendalam untuk memperoleh data mengenai advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga. Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Pihak Yayasan Pusaka Indonesia yaitu Ibu Elisabeth dan Bapak Mitra Lubis. Sedangkan informan kunci dalam penelitian ini adalah tiga orang perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi mengenai informan kunci dan informan biasa dalam penelitian ini disamarkan demi kepentingan perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ibu SW, ART dan HS. Selanjutnya Ibu EJ yang merupakan ibu kandung SW, Ibu NSR yang juga merupakan ibu kandung ART, Ibu MH yang merupakan adik kandung HS adalah informan tambahan atau biasa dalam penelitian ini.

5.2 Informan Pangkal

Informan pangkal dalam penelitian adalah Bapak Mitra Lubis selaku koordinator divisi anak dan perempuan, serta Ibu Elisabeth selaku staf divisi anak dan perempuan. Awal berdirinya Yayasan Pusaka Indonesia yaitu karena sebuah kegelisahan para aktivis perlindungan anak dan perempuan terhadap lemah dan tidak jelasnya implementasi visi dan misi negara dalam mewujudkan dan memberikan hak- hak anak dan perempuan di Indonesia. Berbagai praktik ketidakadilan yang dibuat negara yang membuat perlindungan anak dan perempuan masih terabaikan. Bapak Mitra juga menyatakan bahwa: “Setiap orang mempunyai komitmen dan visi- misi yang sama, berani tidak mempunyai gaji dalam mendirikan Yayasan Pusaka dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap anak dan perempuan dan juga kami sebelumnya pernah bersama-sama dalam organisasi masyarakat, sehingga kami merasa mempunyai kapasitas untuk berdiri sendiri dalam satu lembaga yaitu Yayasan Pusaka Indonesia”. Universitas Sumatera Utara Bedasarkan visi-misi yang sama dalam mendirikan Yayasan Pusaka Indonesia, maka dengan mudah menyusun program untuk perlindungan anak dan perempuan, dimana pihak luar juga diundang untuk memberikan masukan dalam pembuatan program yang sesuai dengan kebutuhan. Ibu Elisabeth juga mengatakan: “Dalam 1 tahun sekali kami melakukan evaluasi program, dalam pembuatan program kami juga memanggil pihak luar yang mempunyai kompeten di bidangnya sesuai kebutuhan program. Dimana pihak luar tersebut adalah tenaga profesional yang sifatnya kontrak. Setiap 1 program di pegang oleh 1 koordinator program, dimana koordinator tersebut adalah penggagas program yang mempunyai kompeten dan juga adalah salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia”. Setiap program yang dibuat harus dilakukan terlebih dahulu rapat internal dan juga dalam 3-5 tahun dilakukan perubahan strategic planning yang melibatkan semua pengurus di Yayasan Pusaka Indonesia. Semua pengurus di Yayasan Pusaka Indonesia kebanyakan adalah orang-orang yang ahli di bidang hukum, dimana semua pengurus mempunyai kualitas dan profesionalitas yang baik, ada juga diantara pengurus berprofesi sebagai tenaga pengajar atau dosen. Program yang dibuat akan menghasilkan program yang sesuai dengan kebutuhan, karena dalam merekrut staf dan pengembangan staf di Yayasan Pusaka Indonesia harus melalui mekanisme yang telah dirancang. Dimana Bapak Mitra mengatakan: “Dalam merekrut staf kami tidak main-main, mereka harus melewati berbagai mekanisme yang ada seperti wawancara dan proses seleksi lainnya. Kami juga mencari staf melalui pembukaan lowongan kerja, website dan juga rekomendasi dari pihak luar ataupun dari salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia. Kami juga punya cara dalam pengembangan staf yaitu pelatihan, workshop, seminar dan hal lainnya. Tidak semua staf diberikan pelatihan atau pengembangan diri, kami melihatnya melalui kinerja staf tersebut atau pun bentuk pelatihan yang diberikan dan sesuai dengan kebutuhan”. Pengembangan staf terbagi dalam dua hal yaitu pembinaan internal dan pembinaan external. Pembinaan internal yaitu membentuk staf yang handal melalui monitoring dan evaluasi, sedangkan pembinaan external yaitu melalui pelatihan, Universitas Sumatera Utara workshop dan lainnya. Setiap mengikuti pelahan, maka staf tersebut harus memberikan laporan. Yayasan Pusaka Indonesia juga melakukan pendekatan dengan masyarakat, organisasi masyarakat, lembaga-lembaga yang terkait, instansi pemerintahan daerah dan pusat melalui sosialisasi ataupun penyuluhan, pelatihan, seminar, buletin dan konfrensi pers. Berikut penuturan Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan : “Pendekatan yang kami lakukan dengan masyarakat dengan cara-cara yang mudah, karena kami tahu bahwa mereka adalah calon klien yang akan kami bantu. Untuk menjadi klien kami sangat mudah yaitu anak atau perempuan, membawa surat tanda miskin dari kelurahan masing-masing, jamkesmas, raskin dan apapun yang bisa menunjukkan bahwa dia tidak mampu atau miskin. Tidak hanya orang miskin yang kami hanya layani tetapi siapapun asalkan dia anak dan perempuan, tetapi kami lebih prioritaskan orang yang tidak mampu”. Ibu Elisabeth juga menambahkan bahwa dengan menunjukkan 1 satu saja surat keterangan yang bisa menunjukkan bahwa dirinya miskin akan kami terima. Karena dengan hal tersebut akan kami ajukan kepada pihak yang terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Dalam proses tersebut dibutuhkan banyak biaya, tetapi dengan mempunyai keterangan tanda miskin akan diberikan keringanan dalam biaya administrasi. Setiap kasus yang masuk akan dilihat terlebih dahulu kasusnya seperti apa, maka akan dilakukan berbagai tahapan-tahapan yang sesuai dengan kebutuhan, ketika klien datang maka akan dilakukan konseling apa yang dialami, maunya apa, nasehat hukum dan resiko yang akan diterima, terkadang ada juga klien dari Yayasan Pusaka Indonesia yang melakukan pemutusan hubungan kerjasama ditengah jalan, pemutusan tersebut bukan hanya berasal dari klien tetapi juga bisa datang dari divisi anak dan perempuan. Ibu Elisabeth juga memaparkan bahwa : “Setelah klien menyetujui akan didampingi oleh divisi anak dan perempuan serta akan dibuatkan surat kuasa. Klien yang datang ke kami bisa dari Universitas Sumatera Utara pengajuan yang dilakukan pihak kepolisian. klien yang diajukan karena dia tidak mampu atau miskin, klien yang datang bisa jadi orang yang pernah kami tangani sebelumnya atau dia tahu kami dari temannya”. Setiap klien yang datang akan dilakukan konseling, baik untuk klien itu sendiri atau kepada keluarganya. Treatment-treatmen yang diberikan Yayasan Pusaka Indonesia dilakukan oleh divisi anak dan perempuan, hal tersebut juga dinyatakan oleh Ibu Elisabeth yaitu : “Kita sendiri yang akan melakukan treatmen dengan pendekatan psikologis, tetapi kami juga tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak dari luar yang mempunyai kompeten di bidangnya, seperti tenaga psikolog. Kami tidak mempunyai tenaga psikolog, maka dari itu kami bekerja sama dengan fakultas psikologi USU Universitas Sumatera Utara. Kami juga melihat dari kondisi korban, jika sangat parah kami akan rujuk ke lembaga berkompeten, misalnya dulu ada klien kami yang sampai sakit jiwa karena permasalahan yang dihadapinya dan kami merujuknya ke Rumah Sakit Jiwa. Maka dari itu semua treatmen yang kami berikan disesuaikan dengan kondisi korban dan kebutuhannya”. Setiap masalah yang diderita korban akan membutuhkan pendekatan atau treatmen yang berbeda. Bapak Mitra juga menambahkan bahwa divisi anak dan perempuan juga mempunyai keterbatasan ditambah lagi rata-rata staf di Yayasan Pusaka Indonesia mempunyai profesi sebagai pengacara atau ahli dibidang hukum. Jika tidak mampu melakukan treatment, divisi anak dan perempuan akan berkoordinasi dengan lintas divisi, melakukan rujukan keberbagai lembaga yang berkompeten, dan berkoordinasi dengan pihak yang terkait seperti instansi pemerintahan daerah maupun pusat, kepolisian, kejaksaan, biro pemberdayaan perempuan provinsi. Berdasarkan kronologis kejadian serta data-data yang diperoleh, peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung kelapangan untuk mengetahui advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dialami olah ketiga informan kunci tersebut. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis melalui pendekatan kualitatif untuk melihat advokasi korban kekerasan dalam rumah Universitas Sumatera Utara tangga yang diamati melalui aspek investigasi, Penempatan KorbanPenjemputan Korban, Pemeriksaan Kondisi Kesehatan, Konseling dan pemberian bimbingan psikologis, Pendampingan dalam proses hukum Litigasi, Proses Perlindungan dan Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Selain itu diperoleh juga data-data mengenai upaya-upaya apa saja yang sudah diberikan dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh korban kekerasan dalam rumah tangga baik oleh pemerintah maupun nonpemerintah. Serta tindakan-tindakan apa saja yang diharapkan oleh pihak korban maupun keluarga korban kepada pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah untuk membantu menangani permasalahan yang dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga baik upaya pendampingan, rehabilitasi maupun upaya lain yang diperlukan untuk menangani permasalahan korban. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, penulis coba membagi dalam beberapa bagian poin-poin terkait permasalahan yang ingin diuraikan dengan memasukkan petikan wawancara dari informan serta narasi penulis tentang data- data tersebut.

5.3 Informan I