Advokasi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh Yayasan Pusaka Indonesia

(1)

DRAFT WAWANCARA

A. INFORMAN PANGKAL (Staf/ Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia)

Profil Informan

a. Nama : b. Jenis kelamin : c. Umur : d. Alamat :

1. Apa saja cara pengembangan motivasi yang di berikan dalam rangka pendirian Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Siapa saja yang terlibat dalam penyusunan program?

3. Apakah ada tenaga profesional, organisasi masyarkat, lembaga negara yang ikut dalam menyusun program di Yayasan Pusaka Indonesia ?

4. Cara apa saja yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dalam rangka pengembangan staf?

5. Bagaimana cara yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dalam merekruitmen staf?

6. Seperti apa cara Yayasan Pusaka Indonesia mendekatkan/ memperkenalkan lembaga ke masyarakat?

7. Siapa saja stakeholder yang terlibat dalam mensosialisasikan Yayasan Pusaka Indonesia?

8. Bagaimana prosedur menjadi calon target group (klien) dari Yayasan pasaka Indonesia?

9. Apa saja tahap- tahap atau proses dalam penanganan kasus? 10 Sub divisi apa saja yang terlibat dalam menangani kasus?


(2)

B. INFORMAN KUNCI

Profil Informan

a. Nama : b. Jenis kelamin : c. Umur : d. Agama : e. Pekerjaan : f. Status :

B.1 Investigasi oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Dari mana anda tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apasaja bentuk kekerasan yang anda alami selama peristiwa KDRT?

3. Apakah ada dampak fisik, psikis, dan ekonomi yang anda rasakan selama peristiwa KDRT?

4. Apa dampak yang anda rasakan dari kekerasan tersebut?

5. Apakah anda sampai masuk rumah sakit, atau menjalani perawatan dirumah sakit atau sampai di obname?

6. Jika ya, berapa lama anda dirawat di Rumah Sakit?

7. Jika tidak, Bagaimana anda menyembuhkannya?

8. Adakah peran Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses penyembuhan/ pemulihan tersebut?


(3)

10. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah bertanya tentang perkembangan kondisi (fisik, psikologis, sosial, ekonomi) kepada anda?

B.2 Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Apakah anda pernah ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

2. Jika ya, dimanakah rumah aman sementara (shelter) nya?

3. Jika tidak, dimana anda tinggal selama proses pendampingan yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Berapa lama anda ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

B.3 Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

1. Apakah anda pernah dirujuk kerumah sakit untuk melakukan visum/kondisi kesehatan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Selama melakukan visum/kondisi kesehatan, apakah anda didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

3. Seperti apa pengalaman anda selama visum?

B.4 Layanan Konseling/pemberian bimbingan psikologis

1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah memberikan konseling/bimbingan psikologis?

2. Jika ya, berapa kali anda menjalani konseling/bimbingan psikologis?


(4)

4.Apakah dengan mengikuti koseling/bimbingan psikologis anda terbantu dalam menyelesaikan permasalahan anda?

5. Apakah anda mendapatkan manfaat saat konseling/bimbingan psikologis?

6.Upaya apa yang anda harapkan atau butuhkan selama proses konseling/bimbingan psikologis?

B.5 Layanan Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi)

1. Seperti apa langkah hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apakah selama proses hukum di kepolisian, anda didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

3. Apakah selama proses hukum di kejaksaan, anda didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Apakah selama proses hukum di pengadilan, anda didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

5. Selama proses hukum di kepolisian, siapa saja yang melakukan monitoring?

6. Selama proses hukum di kejaksaan, siapa saja yang melakukan monitoring?

7. Selama proses hukum di pengadilan, siapa saja yang melakukan monitoring?

8. Apakah anda merasa puas dengan layanan hukum yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

B.6 Proses Perlindungan yang didapatkan korban

1. Apakah anda mendapatkan rehabilitasi dalam rangka penguatan secara psikologis?


(5)

2. Jika anda mendapatkan rehabilitasi, berapa lama anda direhabilitasi untuk pemulihan secara psikologi?

3. Upaya reintegrasi apa yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Apakah anda mendapatkan manfaat selama proses rehabilitasi?

5. Apakah anda mendapatkan manfaat selama proses reintegrasi?

6. Upaya apa yang anda harapkan/butuhkan selama proses rehabilitassi dan reintegrasi?

B.7 Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia melakukan kunjungan kerumah anda?

2. Apa yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ketika datang kerumah anda?

3. Apakah anda pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia dalam rangka perkembangan kondisi/pasca selesai kasus kekerasan yang anda alami?

4. Apakah anda pernah diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

B. INFORMAN BIASA

Profil Informan

a. Nama : b. Jenis kelamin :


(6)

d. Agama : e. Pekerjaan : f. Status :

g. Hubungan dengan Korban :

C.1 Investigasi oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Dari mana korban tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apasaja bentuk kekerasan yang korban alami selama peristiwa KDRT?

3. Apakah ada dampak fisik, psikis, dan ekonomi yang korban rasakan selama peristiwa KDRT?

4. Apa dampak yang korban rasakan dari kekerasan tersebut?

5. Apakah korban sampai masuk rumah sakit, atau menjalani perawatan dirumah sakit atau sampai di obname?

6. Jika ya, berapa lama korban dirawat di Rumah Sakit?

7. Jika tidak, Bagaimana korban menyembuhkannya?

8. Setau anda, Adakah peran Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses penyembuhan/ pemulihan tersebut?

9. Apa saja perannya?

10. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah bertanya tentang perkembangan kondisi (fisik, psikologis, sosial, ekonomi) kepada korban?

C.2 Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban oleh Yayasan Pusaka Indonesia


(7)

1. Apakah korban pernah ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

2. Jika ya, dimanakah rumah aman sementara (shelter) nya?

3. Jika tidak, dimana korban tinggal selama proses pendampingan yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Berapa lama korban ditempatkan di rumah aman sementara (shelter)?

C.3 Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

1. Apakah korban pernah dirujuk kerumah sakit untuk melakukan visum/kondisi kesehatan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Setau anda, Selama melakukan visum/kondisi kesehatan, apakah korban didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

3. Seperti apa pengalaman korban selama visum?

C.4 Layanan Konseling/pemberian bimbingan psikologis

1. Apakah Yayasan Pusaka Indonesia pernah memberikan konseling/bimbingan psikologis?

2. Jika ya, berapa kali korban menjalani konseling/bimbingan psikologis?

3. Jika tidak, apa cara yang korban lakukan dalam penguatan psikologis?

4.Apakah dengan mengikuti koseling/bimbingan psikologis korban terbantu dalam menyelesaikan permasalahannya?


(8)

6.Setau anda, Upaya apa yang korban harapkan dan butuhkan selama proses konseling/bimbingan psikologis?

C.5 Layanan Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi)

1. Seperti apa langkah hukum yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

2. Apakah selama proses hukum di kepolisian, korban didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

3. Apakah selama proses hukum di kejaksaan, korban didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Apakah selama proses hukum di pengadilan, korban didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

5. Setau anda, Selama proses hukum di kepolisian, siapa saja yang melakukan monitoring?

6. Selama proses hukum di kejaksaan, siapa saja yang melakukan monitoring?

7. Selama proses hukum di pengadilan, siapa saja yang melakukan monitoring?

8. Apakah korban merasa puas dengan layanan hukum yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

C.6 Proses Perlindungan yang didapatkan korban

1. Apakah korban mendapatkan rehabilitasi dalam rangka penguatan secara psikologis?

2. Jika korban mendapatkan rehabilitasi, berapa lama anda direhabilitasi untuk pemulihan secara psikologi?


(9)

3. Upaya reintegrasi apa yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?

4. Setau anda, Apakah korban mendapatkan manfaat selama proses rehabilitasi?

5. Apakah korban mendapatkan manfaat selama proses reintegrasi?

6. Upaya apa yang korban harapkan/butuhkan selama proses rehabilitasi dan reintegrasi?

C.7 Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia

1. Setau anda, Apakah Yayasan Pusaka Indonesia melakukan kunjungan kerumah korban?

2. Apa yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ketika datang kerumah korban?

3. Apakah korban pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia dalam rangka perkembangan kondisi/ pasca selesai kasus kekerasan yang korban alami?

4. Apakah korban pernah diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia?


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Kukuh Jumi. (2013). Esensial Konseling: Pendekatan Traint and Factor dan

Client Centered. Yogyakarta: Garudawacha.

Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Survei Kekerasan

Terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2010, Jakarta: BPS & KNPP.

Juniarti, Elisabeth dan Amri Khairil. (2010). Spo penangan kasus yayasan pusaka indonesia. Medan: Yayasan Pusaka Indonesia.

Daryanto dan Abdullah. (2012). Pengantar Ilmu Manajemen dan Komunikasi. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.

LBH Malang. (2008).

Luhulima, Achie S. (2000). Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: PT. Alumni.

Panduan bantuan hukum di Indonesia: pedoman anda

memahami dan menyelesaikan permasalahan. Malang: LBH Malang.

Mahendra, A.A.Oka. (2006). Reformasi Pembangunan Hukum dalam Perspektif

Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia

Mansur , Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom. (2007). Urgensi Perlindungan

Korban Kejahatan antara Norma dan Realita. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

. Jakarta: Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Mei Leandha ( 2012, Maret 13). Butet, Kasus Perbudakan di Medan. Kompas. Hal. 1-2

Profil yayasan pusaka indonesia, 2008

Redaksi Sinar Grafika. (2009). Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga. Jakarta: PT. Sinar Grafika.

Relawati , Rahayu. (2011). Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender. Bandung: Muara Indah

Shinta, Dewita Hayu dan Oetari Cintya Bramanti. (2007). Kekerasan dalam Rumah

Tangga dalam RUU KUHP. Jakarta: LBH APIK dan Aliansi Nasional

Reformasi KUHP

Siagian, Matias. (2011). Metode Penelitian Sosial. Medan: PT. Grasindo Monoratama

Silawati, Hartian. (2001). Menggagas Women’s Crisis Center di Indonesia. Yogyakarta: Rifka Annisa WCC

Septiawan, Hadi dan Sugihastuti. (2007). Gender & Inferioritas


(11)

Solekhah, H. (2009). Panduan Penumbuhan Lembaga Konsultasi Keluarga di

Kabupaten / Kota. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia.

Sukoco, Dwi Heru. (2001).Profesi Pekerja Sosial. Jakarta: Gramedia Sugiyono. (2011). Metode penelitian. Bandung: CV. Alfabet

Usman, Rachmadi. (

Wadong, Maulana Hasan. (2000). Pengantar Advokasi dan Perlindungan Anak. Jakarta: Gramedia.

2012). Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

YLBHI. (2007). Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami

dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta: Sentralisme Production.

Sumber lain :

, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

, Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009

pada

tanggal 28 februari 2014, pukul 14.30 WIB.

WIB.

Pukul 10.43 WIB

tanggal 28 februari 2014, pukul 14.30 WIB.

20.15 WIB.


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Tipe penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif dengan sebuah model studi kasus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur- unsur yang ada dalam variabel penelitian ituberinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52).

Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut

Studi kasus adalah strategi penelitian yang terfokus pada pemahaman terhadap sesuatu yang dinamis dan melibatkan satu kasus atau lebih dengan tingkat analisis yang berbeda- beda dan dapat memberikan gambaran terhadap suatu masalah. Ketika menggunakan model studi kasus, masalah yang diteliti adala suatu realitas sosialyang benar- benar terjadi dimasyarkat sehingga masalah tersebut dapat dideskripsikan secara mendalam.

Karena itu penelitian ini di darapkan mampu menggambarkan secara jelas dan mendalam mengenai bagaimana Advokasi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga oleh Yayasan Pusaka Indonesia

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Kenangan Sari nomor 20, Kecamatan Medan Selayang. Selain itu penelitian juga dilakukan di daerah lingkungan sekitar korban


(13)

Kekerasan dalam Rumah Tangga. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan Yayasan Pusaka Indonesia adalah lembaga yang menghormati, melindungi, dan memenuhi hak- hak anak dan perempuan serta lingkungan sosialnya dengan menganut prinsip kepentingan terbaik untuk anak dan perempuan. Selain itu Yayasan Pusaka Indonesia juga memiliki serangkaian kegiatan advokasi yang dinilai mampu mengcover permasalahan Kekerasan dalam Rumah Tangga mengingat pengaruh kebudayaan Indonesia yang menimbulkan kecendrungan pihak keluarga dan korban bungkam terhadap kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Pada penelitian ini yang perlu dijelaskan bukan “populasi dan sampel” melainkan “subjek penelitiannya”, istilah subjek penelitian menunjukkan pada orang, individu atau kelompok yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang dianalisis. Unit analisis merupakan sosok (hal, entitas) amat penting ketika melakukan analisis data penelitian. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama untuk mendapatkan informasi dan data penelitian. Penentuan unit analisis menjadi faktor yang utama untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat dilapangan. Adapun yang menjadi unit analisis atau subjek kajian dari penelitian ini adalah anak korban kekerasan seksual yang pernah ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara dan diperkirakan dapat memahami atau memberikan informassi, data ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Subjek penelitian yang telah tercermin


(14)

dalam fokus penelitian ini selanjutnya akan menjadi informan penelitian yang diharapkan akan memberikan informassi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis yaitu informan pangkal, informan kunci, dan informan biasa.

1. Informan pangkal adalah orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih banyak tentang masalah yang akan diteliti seperti Pihak Yayasan Pusaka Indonesia yang menangani permasalahan anak dan perempuan guna mendapatkan data mengenai kronologis kasus, upaya pendampingan yang dilakukan, maupun perspektif hukum dalam memandang kasus kekerasan dalam rumah tangga. Yang menjadi informan pangkal adalah Mitra Lubis, SH (koordinator devisi anak dan perempuan) dan Elisabeth Juniarti, SH (anggota devisi anak dan perempuan).

2. Informan kunci dalam penelitian ini adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang pernah ditangani atau didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Yang menjadi informan kunci adalah 3 orang korban kekerasan dalam rumah tangga.

3. Informan biasa adalah informan tambahan yang mampu memperkuat data yang diperoleh dari informan pangkal dan informan kunci seperti keluarga, lingkungan belajar maupun lingkungan tempat tinggal korban. Yang menjadi informan biasa adalah 3 orang keluarga yang mengetahui kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh korban.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut :


(15)

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan tehnik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mengolah berbagai sumber kepustakaan seperti buku ilmiah, peraturan undang- undang, makalah, surat kabar, jurnal serta bentuk- bentuk tulisan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

2. Observasi Partisipatif

Observasi Partisipatif adalah pengumpulan data melalui observasi, interaksi interpersonal ataupun pengamatan terhadap objek secara langsung sehingga pengamat dapat betul- betul menyelami kehidupan objek penelitian. Observasi partisipatif dalam penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan atau hingga peneliti memperoleh informasi yang cukup untuk merumuskan dan menggambarkan hasil dari penelitian.

Adapun yang menjadi alat bantu peneliti dalam melakukan observasi partisipatif yaitu dengan form wawancara, alat perekam suara, dan alat tulis yang telah disediakan oleh peneliti.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif, umumnya tidak digunakan sebagai alat mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses sosial yang berlangsung dan makna dari fakta- fakta yang tampak dipermukaan itu. Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta serta bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Dan dalam penelitian ini tehnik analisis data yang digunakan adalah tehnik analisa kualitatif dengan menggunakan pendekatan induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal- hal khusus atau data dilapangan dan bermuara pada kesimpulan-


(16)

kesimpulan umum. Dengan demikian, pendekatan ini menggunakan logika berfikir menyerupai piramida duduk.


(17)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI 4.1 Sejarah Lembaga

Pusaka Indonesia (PI) adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) berbadan hukum yayasan. Lembaga ini didirikan pada tanggal 10 Desember 2000, bertepatan dengan hari HAM sedunia, oleh sejumlah aktivis LSM, dosen dan advokat di Sumut.

Struktur lembaga ini terdiri dari tiga yakni Badan Pengawas, Badan Pembina dan Badan Pengurus. Di Badan Pengurus duduk seorang Ketua Badan Pengurus yang dibantu empat divisi yakni Divisi Anak dan Perempuan, Divisi Litigasi, Divisi Lingkungan & Demokratisasi, dan Divisi Riset, Informasi & Dokumentasi.

Yayasan Pusaka Indonesia memiliki visi terciptanya tatanan masyarakat sipil (civil society) dan kebijakan yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak anak serta lingkungan sosialnya dengan menganut prinsip kepentingan terbaik untuk anak.

Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia adalah memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak, khususnya anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus (children in need special protection), dan masyarakat pencari keadilan (justiabelen), merancang konsep tanding (legal drafting counter draft dan judicial review) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang independen (independent judicial), melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan (lobi, negosiasi, kolaborasi dan lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen,mempengaruhi pendapat umum (kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi


(18)

Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan justiabelen.

4.2 Visi dan Misi Yayasan Pusaka Indonesia

Adapun visi dari Yayasan Pusaka Indonesia adalah:

1. Ikut dan memposisikan visi dan misi yang strategis dalam mempercepat perbaikan dan perubahan kebijakan (isi, struktur dan kultur) perlindungan anak dan lingkungan serta masyarakat pencari keadilan di Indonesia.

2. Membangun sebuah kultur pengorganisasian organisasi non politik dalam bidang perlindungan anak yang demokratis, trasformatif dan accountable terhadap segenap stakeholdernya.

3. Sebagai ikhtiar untuk turut serta mempercepat tumbuh dan kembangnya kekuatan sipil di Indonesia.

Adapun Misi dari Yayasan Pusaka Indonesia adalah:

1. Memberikan bantuan hukum (di dalam dan di luar pengadilan) dan pelayanan sosial lainnya terhadap anak- anak, khususnya anak- anak yang membutuhkan perlindungan khusus (Children in Need Special Protection) dan masyarakat pencari keadilan.

2. Merancang konsep tanding (legal drafting, counter draft dan judicial review) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di bidang anak dan peradilan yang independent.

3. Melakukan upaya mempengaruhi pembuat dan pelaksanaan kebijakan (lobby, negosiasi, kolaborasi dan lainnya) dalam perlindungan anak.


(19)

4. Mempengaruhi pendapat umum (kampanye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi perubahan kebijakan perlindungan anak dan masyarakat pencari keadilan.

5. Tekanan dengan proses pengorganisasian masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan masyarakat pencari keadilan.

4.2.1 Falsafah lembaga

a. Peduli Terhadap Anak dan Perempuan b. Menjunjung Tinggi Nilai HAM. c. Anti Kekerasan.

d. Non – Diskriminasi. e. Transparansi Publik. f. Anti Korupsi.

g. Menghargai Perbedaan. h. Berintegritas

i. Peduli terhadap Sesama dan Lingkungan

4.3 Program Yayasan Pusaka Indonesia

Pusaka Indonesia memiliki lima program besar yakni :

1. Melakukan Perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum.

Activities :

a. Pemberian layanan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban dan pelaku tindak pidana.

b. Pembuatan kartu anggota layanan hukum bagi anak jalanan di Medan. c. Penyusunan dokumentasi kasus-kasus kekerasan yang dialami anak


(20)

d. Pembuatan buku saku pendampingan hukum anak jalanan.

e. Pemberian bantuan ekonomi bagi sejumlah keluarga dan pendidikan anak yang berkonflik dengan hukum.

2. Melakukan Upaya untuk melawan dan mencegah Perdagangan anak dan perempuan.

Activities:

a. Penguatan kapasitas organisasi masyarakat dalam memerangi perdagangan anak & perempuan di Sumatera Utara.

b. Kampanye kesadaran publik tentang bahaya praktek perdagangan anak dan perempuan di Sumatera Utara.

c. Penguatan kapasitas aparatur pemerintah dan dukungan bagi Komite Aksi Propinsi dalam melakukan pencegahan praktek perdagangan anak dan perempuan.

d. Dukungan bagi penguatan aparatur penegak hukum dalam perlindungan dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan.

3. Melakukan Pencegahan anak-anak yang bekerja di sektor terburuk.

Activities:

a. Penyusunan draft peraturan daerah Sumatera Utara dalam mencegah anak-anak bekerja di sektor terburuk di Sumatera Utara.

b. Penyusunan buku proses pembuatan dan pengesahan peraturan daerah dalam mencegah anak bekerja di sektor terburuk.

c. Monitoring terpadu dengan aparat pemeritah dan penegak hukum terhadap anak-anak yang bekerja di jermal.


(21)

e. Pembuatan publikasi untuk kampanye publik menentang pekerja anak di sektor terburuk dan keluarga.

f. Program pencegahan anak bekerja di sektor terburuk melalui program PKBM.

4. Melakukan Penyelamatan anak-anak korban Tsunami dan Gempa Bumi di Aceh dan Nias.

Activities:

a. Pendataan anak-anak yang terpisah dengan orangtua dan keluarganya akibat Tsunami dan Gempa di Aceh dan Nias Island.

b. Pemberian logistic (child food, hygiene kits dan school kits) kepada anak-anak korban Tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.

c. Pemberian / pelayanan perwalian bagi anak-anak korban tsunami.

d. Program lifeskill dan livelihood bagi kelompok perempuan korban konflik dan tsunami di NAD.

e. Pelayanan traumatic, pendidikan emergency (psikosocial) bagi anak-anak korban tsunami dan gempa di Aceh dan Nias.

f. Pemberian bantuan logistik bagi anak-anak korban Gempa di Nias.

5. Melakukan Penguatan Kapasitas Kelompok Anak dan Perempuan dalam Isu Lingkungan dan Demokratisasi.

Activities:

a. Program penguatan komunitas anak dan lingkungan. b. Program pendidikan politik bagi perempuan.

c. Program penguatan kapasitas kelompok rakyat dalam konservasi hutan dan orangutan sumatera.


(22)

4.3.1 Program yang telah Dijalankan:

1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC). 2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang Bentuk-Bentuk

Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (ILO-IPEC).

3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save the Children).

5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban Traffiking di Sumatera Utara (US. Embassy).

6. Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk Memberantas Perdagangan Anak dan Perempuan di Indonesia (Save The Children).

7. Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan Berkonflik dengan Hukum (Save the Children).

8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

9. Pendataan Anak Korban Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias yang ada di Medan (Save the Children).

10.Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera Utara (Save the Children).

11.Pencetakan Buku ’’Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian Perlindungan Hukum” (Save the Children).


(23)

13.Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa – EIDHR).

14.Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga Permasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).

15.Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI– UNDP). 16.Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan

Traffiking (APBD Sumut).

17.Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF).

18.Program Livelihood bagi keluarga yang memelihara

anak Separated danUncompanied di NAD (JOHANITER).

19.Program Penguatan Masyarakat di TNBG (CEVF, Bitra Konsorsium). 20.Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (Tifa Foundation).

4.3.2 Program yang Sedang Berjalan :

1. Program Pengembangan Children Center di NAD dan Nias.

2. Program Disaster Risk Reduction di Lhokseumawe, Aceh Utara dan Simeuleu.

3. Program Penguatan PKBM di NAD.

4. Program Pengembangan Media Anak di NAD dan Nias.

5. Program DRR di Lhokseumawe, Aceh Utara dan Lhokseumawe.

Saat ini di Pusaka Indonesia terlibat sekitar 50 aktivis dengan berbagai disiplin ilmu. Sebanyak 35 orang dari 50 aktivis itu juga telah direkrut sebagai staf kontrak yang bekerja di NAD dan Nias.


(24)

4.3.3 Program yang telah dijalankan:

1. Penanganan dan Pendampingan Korban Perdagangan Manusia (ICMC). 2. Monitoring Penyusunan Draft Ranperda Tentang Bentuk-Bentuk

Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (ILO-IPEC).

3. Perlindungan Hukum dan HAM serta Penyadaran Hukum Bagi Anak Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

4. Pendokumentasian Kasus dan Pembuatan Buku Saku Pendamping (Save the Children).

5. Membangun Koordinasi Penanganan Perempuan dan Anak Korban Traffiking di Sumatera Utara (US. Embassy).

6. Advokasi Pengembangan Kapasitas Propinsi Sumatera Utara Untuk Memberantas Perdagangan Anak dan Perempuan di Indonesia (Save The Children).

7. Peningkatan Kapasitas Peer Group Dalam Penanganan Anak Jalanan Berkonflik dengan Hukum (Save the Children).

8. Workshop Penyusunan Program Bagi Anak Jalanan di Kota Medan (Save the Children).

9. Pendataan Anak Korban Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias yang ada di Medan (Save the Children).

10.Workshop Evaluasi dan Refleksi Penanganan Anak Jalanan di Sumatera Utara (Save the Children).

11.Pencetakan Buku ’’Membangun Kekuatan di Atas Ketidakpastian Perlindungan Hukum” (Save the Children).


(25)

13.Penanganan dan Penanggulangan Trafiking di Sumatera Utara (Uni Eropa – EIDHR).

14.Pemberdayaan Anak Berkonflik dengan Hukum yang dibina di Lembaga Permasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan (APBD Sumut).

15.Program penguatan Good Governance di Tingkat Desa (PGRI– UNDP). 16.Program Bantuan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dan

Traffiking (APBD Sumut).

17.Program Penanggulangan dan Penegakan Hak-Hak Anak Korban Gempa Bumi dan Tsunami di Aceh dan Nias (UNICEF).

18.Program Livelihood bagi keluarga yang memelihara anak Separated danUncompanied di NAD (JOHANITER).

19.Program Penguatan Masyarakat di TNBG (CEVF, Bitra Konsorsium). 20.Program Fasilitasi pembuatan Ranperda ADD (Tifa Foundation).

4.4 Sumber Dana Yayasan Pusaka Indonesia

Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan pola pendanaan menggunakan azas sentralisasi karena belum memiliki cabang di provinsi atau daerah lain. Sedangkan sumber dana yang dimiliki secara tidak tetap, dimana sumber-sumber pendanaan dari lembaga Pusaka Indonesia masih tergantung pada proyek yang di kerjakan. Artinya, YPI belum memiliki sumber-sumber keuangan tetap. Jumlah dan persentasi dana yang di kelola, sangat tergantung pada jumlah proyek yang di kelola setiap tahun.

Dalam hal seperti ini, sangat sulit untuk memberikan prinician secara pasti. Pada umumnya, proyek-proyek yang di tangani masih bersifat project-based; antara 1 tahun sampai 2 tahun dan belum ada yang berkesinambungan.


(26)

4.4.1 Sponsor Yayasan Pusaka Indonesia

1. UNICEF

Nama Proyek :

- Program Pelayanan Terpadu Bagi Korban Tsunami di 4 kabupaten (Banda Aceh, Aceh Jaya, Gunung Sitoli, Nias Selatan)

Total Dana untuk 1 tahun Rp. 1.927.174.000,-

Contact Person : Zubedy Koteng [HP. 0813 6052 3474]

Email

Alamat : Jl. Mesjid Sadaqah No. 2

2. OCSP

Nama Proyek :

- Program Memperkuat Kapasitas Lokal Dalam Mendukung Upaya Konservasi Di Kawasan Hutan Lindung Register 66 Batu Ardan Di Kabupaten Dairi Dan Pakpak Bharat (OCSP) (2009-2010)

Total Dana Rp. 801.314.250,-

Contact Person : Nurhayati [HP. 08161891694]

Email : nurhayati@dai.com Alamat : Ratu Plaza Building, 17th

Jl. Jend. Sudirman No. 9 Jakarta – 10270 floor

3. CORDAID Nama Proyek :

- Program Pengurangan Resiko Bencana di Komunitas Sekolah dan Masyarakat di Kabupaten Simeulue, NAD (2008-2011)


(27)

- Program Tanggap Darurat untuk Anak-anak Korban Gempa Sumatera Barat (2009-2010)

Total Dana : Rp. 1.149.539.999,- Contact Person : Listyadewi

HP. 081578724998

Email : listya@karina.or.id 4. ILO –IPEC

Nama Proyek :

- Program Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak-anak Korban Perdagangan untuk Tujuan Eksploitasi Seksual (2009-2010)

Total Dana : Rp. 388.803.250,-

Contact Person : Edi Sunarwan [HP. 08116202313] Email : edysunarwan@yahoo.com

Alamat : Setia Budi Makmur I Blok D 32 5. UNI EROPA

Nama Proyek :

- Program Evaluasi implementasi Konvensi Hak Anak dalam rangka membangun Juvenile Restorative Justice bagi Anak berkonflik dengan hukum (suara dari 5 kota) (2010-2011)

Total Dana : Rp. 1.356.207.710,-

Contact Person : Savitri Hanartani – Finance & Contract Section Phone : 021 2554 6200

Email : Savitri.HANARTANI@eu.europa.eu Alamat : Initial Tower, 16th

Jl. Jend. Sudirman No.32 Jakarta 10220 Floor


(28)

4.5 Struktur Lembaga Badan Pembina Yayasan

Ketua Badan Pembina : DR. Edy Ikhsan, SH MA

Sekretaris : Mahadi SH

Bendahara : Prof DR Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI

Anggota : Deni Purba, SH LLM

Marasamin Ritonga, SH

Badan Pengawas Yayasan

Ketua Badan Pengawas : Drs. Zahrin Piliang, MAP

Anggota : DR. Mahmul Siregar, SH., Mhum

Rusdiana, SE

Badan Pengurus Yayasan

Ketua Badan Pengurus : Fatwa Fadillah, SH

Deputi : Drs.Prawoto

Sekretaris : Nurida Khairuna, Amd

Bendahara : Irma Sari, Amd

Kasir : Nur Azmi

Office Boy : M. Yunus

Security : Indrasyah

Divisi Anak dan Perempuan

Koordinator : M. Mitra Lubis, SH


(29)

Divisi Community Development / Pengembangan Komunitas Koordinator : Marjoko, SH

Anggota : Amrizal Nst, SH

Ok Syahputra Harianda, S.IKom

Divisi Riset dan Informasi Dokumentasi Koordinator : Khairul Amri Divisi Pengembangan Usaha

Koordinator : Kristina Perangin-angin, SE

4.6 Devisi Kelembagaan

4.6.1 Devisi Anak dan Perempuan

Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat yang konsern terhadap perlindungan anak dan perempuan khususnya di Sumatera Utara, Pusaka Indonesia menitik beratkan pekerjaannya pada advokasi anak dan perempuan baik litigasi maupun non litigasi. Berbagai kasus sudah di tangani oleh Pusaka Indonesia, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku tindak pidana ataupun perempuan yang menjadi korban KDRT, trafiking dan kasus-kasus lainnya. Peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di 2 tahun terakhir menuntut divisi ini untuk lebih berbenah dan memiliki startegi yang lebih matang dalam melakukan kerja-kerja advokasi terhadap isu anak dan perempuan.

Kini kami ingin adanya perobahan dalam meningkatkan kualitas kerja divisi anak dan perempuan dalam menunjang keberlangsungan kerja lembaga melakukan perlindungan terhadap anak dan perempuan, menjadikan Pusaka sebagai lembaga yang mampu melahirkan young lawyers yang memiliki visi perlindungan anak dan


(30)

perempuan, serta mengembangkan program yang mengarah pada riset center dalam isu anak dan perempuan.

Visi dari Divisi Anak dan Perempuan adalah Terwujudnya kesadaran keberpihakan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender di Indonesia, dengan memberikan perlindungan dan penguatan bagi perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender, memberikan pelayanan yang optimal terpadu, berupa; pelayanan hukum, pelayanan rehabilitasi dan melakukan upaya pencegahan tindak kekerasan berbasis gender di masyarakat.

Secara garis besar tujuan Divisi:

1. Menguatkan jaringan pengamanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

2. Memperpendek birokrasi penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

3. Mendorong masyarakat agar melakukan pencegahan tindak kekerasan berbasis gender.

4. Memperkuat layanan advokasi ABH & Perempuan korban kekerasan & eksploitasi

Ruang Lingkup Divisi:

1. Advokasi Kebijakan, (khususnya yang menyangkut Kepentingan Anak dan Perempuan).

2. Pendampingan terhadap Anak dan Perempuan (khususnya di bidang Pendidikan, Kesehatan, Sosial Ekonomi dan Hukum).

3. Penguatan Ekonomi Keluarga

Aktivitas yang utama yang dilakukan oleh divisi Anak dan Perempuan adalah memberikan pelayanan, pendamping hukum kepada anak dan perempuan yang


(31)

berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Namun, seiring dengan pengembangan dan perubahan stuktur Yayasan Pusaka Indonesia, maka pelayanan hukum tidak hanya berfokus pada penanganan hukum anak dan perempuan berkonflik dengan hukum, tetapi juga melakukan advokasi untuk kepentingan perempuan dan anak.

Tugas umum pelayanan hukum di Divisi Anak dan Permpuan adalah:

1. Mengkoordinir semua kegiatan baik internal maupun dalam hubungannya dengan divisi lain yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia dan Badan Pengurus.

2. Menyusun program kerja divisi dan membuat laporan divisi kepada Ketua Badan Pengurus.

3. Membangun hubungan kerjasama (Networking) dengan instansi pemerintah, aparat penegak hukum, LSM dan masyarakat umum, dalam melakukan kerja-kerja advokasi khususnya penanganan kasus.

4. Melakukan kampanye (pembentukan opini publik) terhadap kasus yang di tangani agar dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum baik melalui konfrensi pers, pers rilis, ataupun web-site Yayasan Pusaka Indonesia. Dalam hal ini, memberikan support data ke Divisi Indok untuk mengkampanyekan kasus.

5. Melakukan pendataan terhadap kasus-kasus anak dan perempuan yang terjadi baik lokal maupun nasional.

6. Melakukan analisis terhadap kasus-kasus yang di tangani untuk mengatasi hambatan yang di hadapai diskusi bedah kasus dengan melibatkan divisi lain, ataupun mengembangkan program baik di divisi litigasi ataupun divisi lainnya yang terkait.


(32)

7. Melakukan investigasi dan monitoring terhadap kasus-kasus yang di tangani, secara litigasi dan non litigasi.

8. Memberikan pendampingan dan pelayanan hukum terhadap anak, perempuan dan masyarakat umum yang membutuhkannya.

Adapun yang menjadi bidang kerja Pelayanan Hukum di Divisi Anak dan Perempuan adalah:

1. Melakukan pendampingan dan pelayanan hukum terhadap anak, perempuan dan masyarakat pencari keadilan, termasuk bimbingan psikologis dan kesehatan.

2. Mengembangkan jejaring kerja (Networking) dalam rangka melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap anak dan perempuan berkonflik dengan hukum.

3. Melakukan pengembangan jaringan kerja yang lebih komprehensif terhadap anak dan perempuan yang di dampingi oleh Pusaka Indonesia dalam proses litigasi.

4. Melakukan penyadaran masyarakat tentang persoalan-persoalan yang menyangkut pada penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak dan perempuan (sosialisasi, pelatihan paralegal, kampanye publik).

5. Melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang perlindungan anak dan perempuan.

6. Mendokumentasikan kasus-kasus yang di tangani.

7. Aktip dalam setiap tindakan yang bermuara pada perlindungan perempuan dan anak diserulah level.

8. Melakukan investasi dan monitoring terhadap kasus-kasus yang tangani, baik yang menempuh jalur litigasi maupun nonlitigasi.


(33)

Analisis SWOT Divisi Anak dan Perempuan, yaitu : A. Kekuatan (Strength)

1. Pusaka masih menjadi Lembaga Rujukan bagi Instasi Pemerintah, APH, dan masyarakat

2. Pusaka memiliki jaringan daerah, nasional serta internasional dalam penanganan kasus anak dan perempuan ( JARNAS)

3. Memiliki kerja sama yang kuat dengan APH, Pemerintah Serta Lembaga Anak lain.

4. Memiliki Advokat dan Calon Advokat yang berlisensi dan memiliki kapasitas bagi pendampingan klien

B. Kelemahan (weakness)

1. Kurangnya tenaga pendamping seperti Paralegal dan Lawyer 2. Lemahnya system perekrutan staf magang untuk pendamping. 3. Minimnya forum diskusi kasus bagi bagi pendamping.

4. Pendokumentasian Kasus yang masih minim ( penyususnan dan Pemutahiran data Kasus yang ditangani)

C. Peluang (Opportunity)

1. Adanya mahasiswa binaan yang menjadi cikal bakal young layers dimasa yang akan datang.

2. Pusaka menjadi pilihan utama masyarakat, APH, Pemerintah dalam penanganan kasus.

3. Pusaka menjadi salah satu pilihan bagi Calon Advokat Peradi guna melaksanakan magang.


(34)

D. Ancaman (Threat)

1. Minimnya ketersediaan dana bagi penanganan kasus dan menjalankan program

2. Terbatasnya tempat pemampungan korban.

4.6.2 Divisi Community Development

Pengertian Masyarakat merujuk kepada sekelompok orang yang tinggal menetap di suatu wilayah tertentu. Kaitannya dengan isu Pengembangan Masyarakat (Community Development), dimaksudkan agar komunitas masyarakat mempunyai andil di dalam mengidentifikasi, menemukan dan menganalisis berbagai kekuatan dan sumber-sumber lainnya yang ada pada tiap individu dan masyarakat. Tujuannya untuk mencari solusi terbaik tentang cara-cara peningkatan kapasitas masyarakat agar mampu mandiri dan bertahan dalam menghadapi berbagai situasi, dengan memanfaatkan dan mengaktifkan sebesar-besarnya sumber daya yang dimiliki baik oleh individu maupun kelompok masyarakat.

Pusaka Indonesia sebagai sebuah lembaga yang konsern terhadap perlindungan anak dan perempuan dan juga isu-isu strategis lainnya, telah membentuk satu divisi yang diberi nama Community Development. Yang mempunyai tujuan atau cita-cita besar untuk membangun dan meningkatkan kemandirian masyarakat dengan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada di masyarakat itu sendiri. Pada kenyataannya, program Community Development (Comdev) akan menempatkan masyarakat sebagai subjek dan pelaku bagi lahirnya komunitas masyarakat yang cerdas dan memiliki kepedulian lebih, yang mau berbuat dalam menentukan nasibnya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri memang jika dalam prakteknya sering timbul pro dan kontra mengenai program yang akan dan sedang dijalankan di masyarakat. Untuk


(35)

menghilangkan keragu-raguan di masyarakat, maka masyarakat akan diikutsertakan dalam program, dengan diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan atau peranan. Untuk mencapai efisiensi dalam pengembangan masyarakat tersebut, maka masyarakat harus mempunyai kapasitas untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya.

Berkaitan dengan hal di atas, maka Pusaka Indonesia melalui divisi Community Development (Comdev) membuat dan menjalankan program yang akan mendorong komunitas masyarakat agar berani dan mau berbuat untuk kebaikan di komunitasnya. Dengan bersandar kepada kearifan lokal dan upaya-upaya partisipatif yang melibatkan seluruh komponen di masyarakat, diyakini model ini akan menyadarkan dan menumbuhkan tanggung jawab di komunitasnya. Posisi Pusaka Indonesia hanya sebagai fasilitator, karena berhasil atau tidaknya suatu program akan tergantun peran serta dan dukungan penuh seluruh elemen.

Visi dari Divisi ini adalah : Terciptanya tatanan masyarakat yang mandiri dan sejahtera dalam membangun Budaya Keselamatan dan Ketangguhan serta Memelihara Lingkungan sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan keseimbangan lingkungan.

Untuk mendukung terwujudnya visi tersebut, perlu ada misi yang harus dilakukan, yakni :

1. Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya dan potensi lokal.

2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dalam meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

3. Melakukan pendidikan tentang kesadaran bencana kepada masyarakat, khususnya bagi yang tinggal di kawasan rawan bencana.


(36)

4. Membentuk Kelompok Penanggulangan Bencana di Masyarakat. 5. Menyebarkan informasi dan regulasi tentang kebencanaan.

6. Melakukan kegiatan Advokasi dan mendorong pemerintah dan lembaga-lembaga lain bagi lahirnya akuntabilitas public dalam merespon dan menanggulangi bencana.

7. Menjalin kerjasama dan membangun partisipasi dengan lembaga local, nasional dan internasional dalam urusan kebencanaan dan Pemberdayaan Masyarakat.

8. Melakukan kajian dan pengembangan pola-pola penanganan bencana.

Analisis SWOT Divisi Community Development, yaitu :

A. Kekuatan (Strength)

1. Tersedianya sumber daya manusia yang berpengalaman dalam melakukan pendampingan masyarakat

2. Tersedianya sarana dan prasarana lembaga dalam mendukung kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.

3. Adanya dukungan lembaga dalam mendukung implementasi non program 4. Memiliki jaringan kerja yang baik antar NGO yang memiliki focus kerja

tentang PRB dan lingkungan. 5. Memiliki visi dan misi yang jelas.

6. Memiliki pengalaman yang cukup untuk bekerja dengan komunitas dan pemerintah terkait dengan program PRB dan Pemberdayaan Masyarakat. B. Kelemahan (weakness)

1. Staf terlibat di beberapa program (double job) sehingga dikuatirkan akan terganggu pada pelaksanaan program


(37)

2. Lembaga memiliki pendanaan yang terbatas untuk mendukung kegiatan non program

3. Pendanaan penelitian masyarakat yang masih terbatas C. Peluang (Opportunity)

1. Adanya dukungan dari stakeholders dalam mendukung pemberdayaan masyarakat melalui program CSR

2. Meningkatnya kepercayaan pemerintah kepada lembaga sosial

3. Banyaknya wilayah yang masyarakatnya belum sejahtera secara ekonomi dan SDM.

4. Adanya dukungan Donor baik lokal maupun internasional dalam program D. Ancaman (Threat)

1. Belum ditemukannya ruang masuk dalam mengakses dana CSR 2. Dukungan pemerintah belum sesuai dengan visi dan nilai lembaga

4.6.3 Divisi Kewirausahaan Sosial

Komunitas atau kelompok masyarakat bawah selama ini masih tergolong dalam kelas marginal. Pemerintah tidak menjadi pengayom bagi keberlangsungan hidup komunitas dalam bentuk regulasi dan kebijakan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan gerakan sosial lainnya juga bergerak terbatas dan tidak kongkrit. Mereka bergerak hanya sampai pada level advokasi isu strategis. Namun, untuk keberlanjutan dan aksi kemandirian ekonomi, LSM sebagai institusi pun tidak mampu survive terhadap dirinya sendiri, apalagi untuk mendampingi kemandirian ekonomi komunitas. Mereka berkembang menjadi lembaga yang bergantung pada lembaga donor atau dana internasional.

Para pengusaha (kolektif dan individual pada tingkat lokal, nasional maupun lintas Negara), tidak menyematkan semangat dan motivasi kepada komunitas untuk


(38)

memanfaatkan peluang-peluang usahanya. Mereka justru bersikap eksploitatif dan semakin memperjelas perbedaan antara kelas bawah dan kelas atas. Mestinya, dunia bisnis tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan tertentu untuk kesejahteraan lingkungan dan komunitas marjinal tersebut.

Maka dalam rangka kemandirian ekonomi, komunitas mestinya mulai bangkit, melihat sendiri peluang usahanya, dan mengelola bersama dengan baik. Pengelolaan ini tentu terkait pada hal peluang usaha, struktur organisasi, aturan main, jaringan pasar, system dan mekanisme pembagian hasil, dan saving kepada keberlanjutan organisasi.

Menjadi catatan penting perjalanan panjang 12 tahun Yayasan Pusaka Indonesia dengan kerja-kerja advokasi yang dilakukan, telah berhasil mengurangi kegelisahan masyarakat atas lemahnya perlindungan hukum terhadap hak anak dan perempuan. Tetapi Yayasan Pusaka Indonesia sepakat, belum banyak melakukan kerja pemberdayaan bagi kelompok dampingan khususnya dalam peningkatan ekonomi yang sering menjadi sumber dari persoalan yang ada.

Keberadaan Divisi Social Enterpreneur akan menjadikan “kita” atau semua pihak dalam elemen Yayasan Pusaka Indonesia, mulai berpikir dan bekerja untuk satu perubahan sosial yang berkelanjutan serta pengembangan kelembagaan yang mandiri dengan pengelolaan bidang usaha. Dengan menghimpun kekuatan, potensi dan semangat serta memahami nilai-nilai yang dikembangkan, maka wirausaha sosial yang swadaya atau mandiri, peduli, anti eksploitasi, kemitraan dan bersinergi memiliki ekspektasi satu tahun ke depan, divisi ini akan mengerjakan program kerja yang terukur.


(39)

4.6.4 Divisi Informasi dan Dokumentasi

Tujuan dari Divisi Riset, Informasi dan Dokumentasiadalah melakukan pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk kemudian dikemas menjadi informasi yang siap digunakan, baik oleh kalangan internal maupun eksternal. Hal ini dilakukan untuk menunjang peran Pusaka Indonesia sebagai mediator dan fasilitator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi anak dan perempuan serta lingkungan.

Berbagai Program kerja yang dilakukan oleh Divisi Informasi dan Dokumentasi Pusaka Indonesia diantaranya adalah perpustakaan, website

Secara garis besar tujuan dari divisi Inventaris, Dokumentasi, pengembangan dan Riset ini adalah sebagai berikut :

www.pusakaindonesia.or.id, data base, kliping, pembuatan bulletin, buku, dan media kampanye lainnya, termasuk juga mengekspose berita keberbagai media masa lokal maupun Nasional tentang kerja-kerja Yayasan Pusaka Indonesia.

1. Terbantunya kinerja divisi-divisi yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia

sesuai dengan kebutuhan.

2. Terpublikasikannya berbagai kegiatan dan program kerja Pusaka Indonesia

secara nasional maupun internasional melalui berbagai media. 3. Tersedianya perpustakaan yang ideal di Pusaka Indonesia.

4. Terinventarisnya segala inventaris yang dimiliki oleh Pusaka Indonesia baik yang berada di Medan maupun diluar Medan.

5. Terdokumentasinya, data, buku, inventaris lainnya di Pusaka Indonesia.

6. Terbangunnya koordinasi dan komunikasi dalam penyampaian informasi


(40)

Divisi Informasi dan Dokumentasi berkewajiban:

1. Membuat, mempublikasikan dan menyebarkan produk-produk terbitan

Pusaka Indonesia ke berbagai kalangan.

2. Membuat pers release dan konperensi pers hasil kerja-kerja Pusaka Indonesia ke berbagai media massa baik lokal, nasional dan internasional.

3. Melakukan kajian dan riset sesuai dengan kebutuhan Pusaka Indonesia.

4. Mengupayakan produk-produk dan kinerja dari Divisi Indok menjadi salah

satu bagian dalam upaya fund raising

5. Menjaga, merawat dan menginventarisir segala inventaris Yayasan Pusaka

Indonesia.

6. Melakukan pengklipingan koran sesuai dengan issue .

7. Melakukan pendataan terhadap berbagai issue sesuai dengan program kerja

Pusaka Indonesia.

8. Melakukan Monitoring evaluasi dan koordinasi program-program kerja divisi Riset, Pengembangan dan Indok.

4.7 Jaringan Kerja Lembaga

Yayasan Pusaka Indonesia terlibat dalam berbagai Jaringan Perlindungan Anak di Indonesia dan Luar Negeri. Jaringan ini merupakan jaringan kerja antar organisasi, yaitu:

No Nama Jaringan Tujuan Status Wilayah kerja Kegiatan 1. Komnas

perlindungan Anak

Monitoring, perlindungan, kampanye hak-hak anak di

Anggota Indonesia Koordinasi kasus dan distribusi data implementasu KHA untuk


(41)

Indonesia penyusunan report ke PBB

2. Jaringan Pekerja Anak (Jarak) Kampanye dan pendidikan untuk melawan bentuk pekerjaan terburuk pekerja anak

Anggota Indonesia Komunikasi perkembangan kebijakan daerah dalam pencegahan bentuk pekerjaan terburuk pekerja anak

3. Masyarakat Peduli Bencana Indonesia (MPBI) Kampanye, kapasitasi dan pelatihan untuk mengurangi resiko bencana di Indonesia

Anggota Indonesia Kampanye DDR di sekolah-sekolah di Nias bersama jaringan lokal

4 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

Konservasi lingkungan dan sumber daya alam

Anggota Indonesia Kolaborasi untuk pembentukan Taman Nasional Batang Gadis di Sumut dan proteksi DAS Sungai Deli 5 Perserikatan

Perlindungan Anak Indonesia (PPAI) Monitoring, pendidikan dan perlindungan hak-hak anak

Anggota Sumatera Utara

Kolaborasi untuk penyusunan perda trafficking dan bentuk pekerjaan


(42)

terburuk pekerja anak di Sumut 6. Child Right

International Network (CRIN) Diseminasi informasi, pendidikan, seminar dan advokasi tentang Hak-Hak Anak

Anggota Internasional Memperoleh informasi tentang perkembangan implementasi hak-hak anak secara global

7 Center on Juvenile and Criminal Justice Diseminasi informasi, workshop dan advokasi anak-anak yang berhadapan dengan hukum

Anggota Internasional Diseminasi informasi tentang pelaksanaan hak-hak anak yang berhadapan hukum

Dalam kurun waktu 11 tahun berdiri, Pusaka Indonesia telah terlibat dalam berbagai kerja kolaborasi. Beberapa diantaranya disebutkan di bawah ini:

No Struktur/Posisi Kegiatan Tujuan Hasil

1. Anggota Jaringan Advokasi kebijakan Trafficking di Sumatera Utara

Lahirnya Peraturan Daerah tentang Trafficking di Sumut

Perda No.6 tahun 2004 tentang Pencegahan Perdagangan

Perempuan dan Anak di Sumut disahkan 2. Leading organisasi Advokasi

kebijakan

Lahirnya Peraturan daerah tentang

Perda No.5/2004 tentang Pencegahan


(43)

tentang Pekerja Anak di Sumut

Bentuk Pekerjaan Terburuk di Sumut

Bentuk pekerjaan Terburuk Pekerja Anak di Sumut

3. Anggota Gugus Tugas Propinsi Sumut untuk Pencegahan Perdagangan anak dan Perempuan di Sumut Koordinasi kerja antar sektor dalam penanganan kasus Trafficking di Sumut

Koordinasi kerja sesama jejaring semakin maksimal (saling pengertian semakin baik dan profesional)

4. Anggota Gugus Tugas

Propinsi NAD untuk Pencegahan Perdagangan anak dan perempuan di NAD Koordinasi kerja antar sektor dalam penanganan kasus trafficking di NAD

Struktur kelembagaan yang semakin solid dalam kerjasama antar sektor penanganan

5. Anggota Sekretariat Bersama Perlindungan Anak di provinsi NAD dan

Kabupaten Nias

Koordinasi antar sesama lembaga yang bekerja dalam sektor perlindungan anak dalam implementasi hak-hak anak di NAD

Kesepahaman antar sesama agency (nasional dan

internasional) dalam pelaksanaan hak-hak anak di NAD


(44)

6. Anggota Koalisi Nasional untuk

penghapusan Ujian Nasional

Gugatan Class Action untuk penghapusan Ujian Nasional

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

memenangkan Koalisi Nasional dan sekarang dalam proses Banding.

7 Anggota Wahana

Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Melakukan advokasi dan kampanye konservasi lingkungan di Indonesia

Gugatan class action atas DAS Sungai Deli dan Hak Anak atas Lingkungan di kawasan Taman Nasional Leuser 8 Anggota Jaringan Pekerja

Anak (Jarak)

Melakukan kampanye dan advokasi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak

Perda No.5 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi anak di Sumatera Utara

9 Leading Organisasi Jaringan Nasional Perlindungan ABH Malakukan advokasi dan kampanye untuk Perlindungan Anak Berkonflik Hukum 10 Anggota Aliansi Total –

Ban

Melakukan advokasi Pelarangan Iklan dan Sponsor Rokok di Indonesia


(45)

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan melalui teknik wawancara mendalam dan observasi partisipatif dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan data informasi mengenai Advokasi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan utama yaitu:

1. Penelitian dilakukan atau diawali dengan pengumpulan berbagai dokumen dari Yayasan Pusaka Indonesia mengenai perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga yang pernah mereka dampingi. Pengumpulan data tersebut berupa case record yang meliputi biodata perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, kronologis kasus, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan korban kekerasan dalam rumah tangga yang pernah didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

2. Melakukan sejumlah diskusi terbuka dengan staf Yayasan Pusaka Indonesia khususnya di divisi Anak dan Perempuan dalam proses penentuan informasi dan kronologis kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami korban. 3. Melakukan pengamatan atau observasi, dalam hal ini peneliti membuat

catatan dilapangan untuk mengetahui informasi mengenai advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 orang, dengan komposisi 2 orang informan pangkal, 3 orang informan kunci dan 3 orang informan biasa. Informan pangkal berperan sebagai penghubung antara peneliti dengan informan kunci dan informan biasa sekaligus sebagai sumber informasi mengenai


(46)

kronologis kejadian dan data-data korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada informan kunci dan informan biasa dilakukan wawancara mendalam untuk memperoleh data mengenai advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Pihak Yayasan Pusaka Indonesia yaitu Ibu Elisabeth dan Bapak Mitra Lubis. Sedangkan informan kunci dalam penelitian ini adalah tiga orang perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi mengenai informan kunci dan informan biasa dalam penelitian ini disamarkan demi kepentingan perlindungan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ibu SW, ART dan HS. Selanjutnya Ibu EJ yang merupakan ibu kandung SW, Ibu NSR yang juga merupakan ibu kandung ART, Ibu MH yang merupakan adik kandung HS adalah informan tambahan atau biasa dalam penelitian ini.

5.2 Informan Pangkal

Informan pangkal dalam penelitian adalah Bapak Mitra Lubis selaku koordinator divisi anak dan perempuan, serta Ibu Elisabeth selaku staf divisi anak dan perempuan. Awal berdirinya Yayasan Pusaka Indonesia yaitu karena sebuah kegelisahan para aktivis perlindungan anak dan perempuan terhadap lemah dan tidak jelasnya implementasi visi dan misi negara dalam mewujudkan dan memberikan hak- hak anak dan perempuan di Indonesia. Berbagai praktik ketidakadilan yang dibuat negara yang membuat perlindungan anak dan perempuan masih terabaikan. Bapak Mitra juga menyatakan bahwa:

“Setiap orang mempunyai komitmen dan visi- misi yang sama, berani tidak mempunyai gaji dalam mendirikan Yayasan Pusaka dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap anak dan perempuan dan juga kami sebelumnya pernah bersama-sama dalam organisasi masyarakat, sehingga kami merasa mempunyai kapasitas untuk berdiri sendiri dalam satu lembaga yaitu Yayasan Pusaka Indonesia”.


(47)

Bedasarkan visi-misi yang sama dalam mendirikan Yayasan Pusaka Indonesia, maka dengan mudah menyusun program untuk perlindungan anak dan perempuan, dimana pihak luar juga diundang untuk memberikan masukan dalam pembuatan program yang sesuai dengan kebutuhan. Ibu Elisabeth juga mengatakan:

“Dalam 1 tahun sekali kami melakukan evaluasi program, dalam pembuatan program kami juga memanggil pihak luar yang mempunyai kompeten di bidangnya sesuai kebutuhan program. Dimana pihak luar tersebut adalah tenaga profesional yang sifatnya kontrak. Setiap 1 program di pegang oleh 1 koordinator program, dimana koordinator tersebut adalah penggagas program yang mempunyai kompeten dan juga adalah salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia”.

Setiap program yang dibuat harus dilakukan terlebih dahulu rapat internal dan juga dalam 3-5 tahun dilakukan perubahan strategic planning yang melibatkan semua pengurus di Yayasan Pusaka Indonesia. Semua pengurus di Yayasan Pusaka Indonesia kebanyakan adalah orang-orang yang ahli di bidang hukum, dimana semua pengurus mempunyai kualitas dan profesionalitas yang baik, ada juga diantara pengurus berprofesi sebagai tenaga pengajar atau dosen.

Program yang dibuat akan menghasilkan program yang sesuai dengan kebutuhan, karena dalam merekrut staf dan pengembangan staf di Yayasan Pusaka Indonesia harus melalui mekanisme yang telah dirancang. Dimana Bapak Mitra mengatakan:

“Dalam merekrut staf kami tidak main-main, mereka harus melewati berbagai mekanisme yang ada seperti wawancara dan proses seleksi lainnya. Kami juga mencari staf melalui pembukaan lowongan kerja, website dan juga rekomendasi dari pihak luar ataupun dari salah satu staf di Yayasan Pusaka Indonesia. Kami juga punya cara dalam pengembangan staf yaitu pelatihan, workshop, seminar dan hal lainnya. Tidak semua staf diberikan pelatihan atau pengembangan diri, kami melihatnya melalui kinerja staf tersebut atau pun bentuk pelatihan yang diberikan dan sesuai dengan kebutuhan”.

Pengembangan staf terbagi dalam dua hal yaitu pembinaan internal dan pembinaan external. Pembinaan internal yaitu membentuk staf yang handal melalui monitoring dan evaluasi, sedangkan pembinaan external yaitu melalui pelatihan,


(48)

workshop dan lainnya. Setiap mengikuti pelahan, maka staf tersebut harus memberikan laporan.

Yayasan Pusaka Indonesia juga melakukan pendekatan dengan masyarakat, organisasi masyarakat, lembaga-lembaga yang terkait, instansi pemerintahan daerah dan pusat melalui sosialisasi ataupun penyuluhan, pelatihan, seminar, buletin dan konfrensi pers. Berikut penuturan Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan :

“Pendekatan yang kami lakukan dengan masyarakat dengan cara-cara yang mudah, karena kami tahu bahwa mereka adalah calon klien yang akan kami bantu. Untuk menjadi klien kami sangat mudah yaitu anak atau perempuan, membawa surat tanda miskin dari kelurahan masing-masing, jamkesmas, raskin dan apapun yang bisa menunjukkan bahwa dia tidak mampu atau miskin. Tidak hanya orang miskin yang kami hanya layani tetapi siapapun asalkan dia anak dan perempuan, tetapi kami lebih prioritaskan orang yang tidak mampu”.

Ibu Elisabeth juga menambahkan bahwa dengan menunjukkan 1 (satu) saja surat keterangan yang bisa menunjukkan bahwa dirinya miskin akan kami terima. Karena dengan hal tersebut akan kami ajukan kepada pihak yang terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Dalam proses tersebut dibutuhkan banyak biaya, tetapi dengan mempunyai keterangan tanda miskin akan diberikan keringanan dalam biaya administrasi.

Setiap kasus yang masuk akan dilihat terlebih dahulu kasusnya seperti apa, maka akan dilakukan berbagai tahapan-tahapan yang sesuai dengan kebutuhan, ketika klien datang maka akan dilakukan konseling (apa yang dialami, maunya apa, nasehat hukum) dan resiko yang akan diterima, terkadang ada juga klien dari Yayasan Pusaka Indonesia yang melakukan pemutusan hubungan kerjasama ditengah jalan, pemutusan tersebut bukan hanya berasal dari klien tetapi juga bisa datang dari divisi anak dan perempuan. Ibu Elisabeth juga memaparkan bahwa :

“Setelah klien menyetujui akan didampingi oleh divisi anak dan perempuan serta akan dibuatkan surat kuasa. Klien yang datang ke kami bisa dari


(49)

pengajuan yang dilakukan pihak kepolisian. klien yang diajukan karena dia tidak mampu atau miskin, klien yang datang bisa jadi orang yang pernah kami tangani sebelumnya atau dia tahu kami dari temannya”.

Setiap klien yang datang akan dilakukan konseling, baik untuk klien itu sendiri atau kepada keluarganya. Treatment-treatmen yang diberikan Yayasan Pusaka Indonesia dilakukan oleh divisi anak dan perempuan, hal tersebut juga dinyatakan oleh Ibu Elisabeth yaitu :

“Kita sendiri yang akan melakukan treatmen dengan pendekatan psikologis, tetapi kami juga tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak dari luar yang mempunyai kompeten di bidangnya, seperti tenaga psikolog. Kami tidak mempunyai tenaga psikolog, maka dari itu kami bekerja sama dengan fakultas psikologi USU (Universitas Sumatera Utara). Kami juga melihat dari kondisi korban, jika sangat parah kami akan rujuk ke lembaga berkompeten, misalnya dulu ada klien kami yang sampai sakit jiwa karena permasalahan yang dihadapinya dan kami merujuknya ke Rumah Sakit Jiwa. Maka dari itu semua treatmen yang kami berikan disesuaikan dengan kondisi korban dan kebutuhannya”.

Setiap masalah yang diderita korban akan membutuhkan pendekatan atau treatmen yang berbeda. Bapak Mitra juga menambahkan bahwa divisi anak dan perempuan juga mempunyai keterbatasan ditambah lagi rata-rata staf di Yayasan Pusaka Indonesia mempunyai profesi sebagai pengacara atau ahli dibidang hukum. Jika tidak mampu melakukan treatment, divisi anak dan perempuan akan berkoordinasi dengan lintas divisi, melakukan rujukan keberbagai lembaga yang berkompeten, dan berkoordinasi dengan pihak yang terkait seperti instansi pemerintahan daerah maupun pusat, kepolisian, kejaksaan, biro pemberdayaan perempuan provinsi.

Berdasarkan kronologis kejadian serta data-data yang diperoleh, peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung kelapangan untuk mengetahui advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dialami olah ketiga informan kunci tersebut. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis melalui pendekatan kualitatif untuk melihat advokasi korban kekerasan dalam rumah


(50)

tangga yang diamati melalui aspek investigasi, Penempatan Korban/Penjemputan Korban, Pemeriksaan Kondisi Kesehatan, Konseling dan pemberian bimbingan psikologis, Pendampingan dalam proses hukum (Litigasi), Proses Perlindungan dan Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

Selain itu diperoleh juga data-data mengenai upaya-upaya apa saja yang sudah diberikan dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh korban kekerasan dalam rumah tangga baik oleh pemerintah maupun nonpemerintah. Serta tindakan-tindakan apa saja yang diharapkan oleh pihak korban maupun keluarga korban kepada pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah untuk membantu menangani permasalahan yang dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga baik upaya pendampingan, rehabilitasi maupun upaya lain yang diperlukan untuk menangani permasalahan korban. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, penulis coba membagi dalam beberapa bagian poin-poin terkait permasalahan yang ingin diuraikan dengan memasukkan petikan wawancara dari informan serta narasi penulis tentang data- data tersebut.

5.3 Informan I

Nama : SW

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 32 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jumlah Anak : 2 orang


(51)

Bentuk KDRT yang dialami : Kekerasan Fisik dan Ekonomi (Penelantaran)

1. Upaya Investigasi

Salah satu upaya untuk mengetahui kronologis yang terjadi pada korban maka dilakukanlah investigasi yang merupakan upaya yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Investigasi adalah serangkain tindakan untuk mengumpulkan fakta- fakta dalam mencari kebenaran informasi tentang keberadaan korban/pelaku. Investigasi dapat dilakukan berdasarkan penerimaan laporan langsung (berasal dari keluarga/korban), penerimaan laporan tidak langsung (berasal dari LSM lain/media massa/rujuakan polisi) (Yayasan Pusaka Indonesia, 2010: 44).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat,) dan penyidikan.

SW merupakan ibu dari 2 orang anak, ia mengalami kekerasan fisik dan kekerasan ekonomi (penelantaran), dimana pelakunya adalah suaminya. Mereka sudah menikah hampir 8 tahun, SW yang sehari-hari adalah ibu rumah tangga yang pekerjaanya hanya mengurus suami, anak dan rumah. Dimana semua barang yang mereka punya masih tergolong kredit.

Semua barang-barang rumah tangga mereka berasal dari kerja keras bersama. Selama 7 tahun menikah, suami SW selalu memberikan nafkah walaupun tidak tentu. Mereka juga sering ribut, tetapi setahun terakhir sebelum masuk 8 tahun usia pernikahan mereka. Suami SW sering tiba-tiba memarahi istrinya. Ia juga jarang pulang dan memberikan nafkah kepada istri dan anak. Banyak alasan yang ia berikan ketika pulang ke rumah, mulai dari banyak pekerjaan, capek, dan banyak yang harus dipikirkan.


(52)

SW selalu mempercayai suaminya, ia tidak pernah merasa curiga dengan perilaku suaminya, berikut penuturan SW tentang peristiwa yang dialaminya :

“Suami kakak sebenarnya orang yang baik. Kejadiannya pada Januari tahun 2013, Dia memukul kakak pada saat kakak memergoki dia lagi berduaan dengan wanita lain di dalam kamar, mama kakak. Pada saat itu kondisi rumah lagi tidak ada orang, mungkin inilah perasaan seorang istri, waktu itu kakak ingin sekali main-main kerumah mama. Mungkin Allah ingin menunjukkan jalan buat kakak. Dia memukul kakak dibagian wajah sebanyak 1 kali.”

Pada saat kejadian itu SW langsung pergi dari tempat tersebut, ia merasa bingung dan menangis ditengah jalan, ia merasa kaget dan terkejut. Bentuk kekerasan yang dialami SW yaitu memar pada bagian wajahnya. Pada saat itu juga SW bercerita kepada keluarganya dan keluarganya menyuruh SW untuk berobat ke Rumah Sakit.

Bukan hanya kekerasan fisik yang SW alami tetapi juga kekerasan ekonomi (penelantaran). Kekerasan tersebut juga berdampak pada psikisnya, EJ yang merupakan ibu kandung SW juga menuturkan bahwa anaknya sangat berjuang untuk hidup bersama ARFR, karena dulu mantan suaminya ini adalah seorang DJ (Disc Joki). Karena sudah menjadi pilihan SW, kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bagaimana pun juga dia adalah anak, maka abang- abang dari SW selalu membantunya untuk membuka usaha sendiri. Keluarga SW membantu keuangan SW setelah menikah selama 4 tahun. EJ menambahkan bahwa ia curiga kalau ARFR cuma memanfaatkan putrinya. Penulis juga melihat bahwa EJ masih sangat kecewa dengan mantan menatunya.

Setelah ketahuan selingkuh, suami SW tidak mau pulang. SW juga langsung pindah ke Rumah orangtuanya bersama 2 anaknya, karena kejadian tersebut membuat SW jatuh sakit. Berikut penuturan SW :

“Kakak merasa tidak percaya, kalau suamiku selingkuh. Kakak sempat drop karena kejadian tersebut, pada saat itu sampai 2 minggu kakak terus saja menangis sampai-sampai kakak jatuh sakit dan berobat ke Klinik, ternyata dokternya bilang kalau kakak terserang penyakit Tipus. Kakak dirawat


(53)

selama 5 hari di Rumah Sakit, kakak orangnya sangat lemah, mudah terkena penyakit. Setres sedikit saja kakak bisa sakit, apalagi kejadian ini membuat kakak menjadi setres sekali. Kakak tidak habis pikir kenapa dia tega sekali menghianati kami. Padahal modal usaha itu berasal dari abangnya kakak. Dia yang menyuruh kakak meminjam uang sama abangku”.

Pada saat mewawancarai SW, penulis melihat bahwa SW sudah mulai tegar dan kuat, apalagi sekarang SW sudah punya pekerjaan sendiri untuk membiayai kebutuhan anak- anaknya. Sekarang SW sudah tinggal di rumahnya sendiri. SW tidak lagi tinggal dirumahnya yang lama, karena rumah tersebut masih kredit. SW juga menjelaskan bahwa pada saat membuat usaha sendiri, tidak pernah mendapatkan untung lebih. Ternyata belakangan ini suami SW meninggalkan hutang yang banyak kepada rentnir dan barang- barang rumah tangga yang mereka miliki.

SW juga menjelaskan bahwa kredit mobil atas namanya pun terpaksa SW yang harus bayar, padahal mobil tersebut yang menggunakan adalah suaminya untuk memperlancar usaha mereka. SW dan suaminya mempunyai usaha toko baju. EJ juga menjelaskan bahwa :

“Anak saya terlalu percaya sama mantan suaminya, sampai-sampai dia masuk Rumah Sakit kerana Tipus, saya sedih sekali waktu lihat keadaan anak saya, kalau suami saya masih hidup pasti dia marah sekali sama ARFR. Mungkin ini jalan yang terbaik buat anak saya, ini adalah takdir yang terbaik dari Allah untuk anak saya”.

SW merasa sangat terbantu dengan upaya yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Pusaka Indonesia banyak memberikan bantuan kepada SW mulai dari proses di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. SW tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia dari temannya yang pernah menjadi klien juga. Berikut penuturan SW :

“Kakak banyak dibantu sama Pusaka Indonesia, kalau tidak dibantu mungkin kakak akan dibuat seperti bola yang diputar kesana-sini. Kakak tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, makannya waktu itu kakak agak bingung. Untung saja ada teman kakak yang nyuruh datang ke Pusaka Indonesia. Setelah di Pusaka Indonesia, kakak disambut dengan hangat oleh mereka. Kakak terus didampingi selama proses hukum”.


(54)

EJ juga menambahkan bahwa dengan dibantu Yayasan Pusaka Indonesia, anaknya merasa tidak bingung lagi. Apalagi selama proses hukum berjalan, keluarga ARFR terus mendatangi anak saya untuk berdamai, tetapi keluarga SW tidak mau setuju, mereka sudah terlanjur sakit hati sama kelakuan ARFR. ARFR dulu datang melamar SW dengan baik-baik tetapi sekarang dia melakukan tindakan yang EJ rasa bahwa hal tersebut adalah hal menyakitkan.

Bahkan sampai hari ini SW masih trauma untuk berumah tangga kembali, padahal kejadian tersebut 1 tahun yang lalu. SW juga mengatakan:

“Apa karena orangtuaku mampu secara ekonomi, sehingga kakak diperlakukan seperti ini. Apa tidak ada orang yang bisa mencintaiku dengan tulus, jangan hanya melihat orangtuaku siapa”.

Sampai sekarang dipikiran SW hanya untuk membesarkan anak-anaknya saja. SW sudah membuat usaha sendiri yaitu usaha bisnis online yang memperjual belikan jilbab hasil produksi sendiri, karena SW sadar tidak mungkin orangtua dan abangnya yang terus membantunya. Apalagi SW mengatakan bahwa kalau abang-abangnya terus membantunya pasti istri abang-abangnya akan ribut dan iri, walaupun tidak mengatakan secara langsung sama SW dan abangnya. Penulis juga melihat SW sudah mulai bangkit secara ekonomi, apalagi SW kuat juga karena anak- anaknya.

2. Layanan Penempatan Korban/Penjemputan Korban

Penempatan/penjemputan korban yang dimaksud adalah memberikan tempat yang aman bagi si korban, agar korban merasa terlindungi dan tidak terkenan dengan masalah yang dihadapinya dan juga menghindari korban dari intimidasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penempatankorban/penjemputan korban adalah tindakan yang dilakukan untuk memindahkan korban dari lokasi kejahatan/pelaku dan memberi rasa aman kepada korban.


(55)

Pemberian rasa aman ini juga bekerja sama dengan kepolisian, instansi yang terkait dan lembaga lainnya. Setiap korban yang merasa tidak aman berhal meminta perlindungan kepada kepolisian ataupun instansi lainnya. Korban bisa saja ditempatkan di rumah aman sementara (shelter), dimana setiap korban yang merasa terintimidasi, jauh dari keluarga, tidak ada dukungan keluarga berhak untuk tinggal di rumah aman sementara sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Selama proses hukum SW berjalan, SW terus saja di telepon dan didatangi oleh keluarga dari mantan suaminya, mereka meminta berdamai dan SW segera mencabut perkara tersebut. Berikut penuturan SW :

“Ibunya ARFR selalu saja menelpon dan minta ketemuan dengan kakak. Karena beliau pernah menjadi Ibu mertuaku, akhirnya kakak mau menjumpainya. Ia sempat meminta kakak berdamai dengan anaknya dan beliau memberikan kakak sejumlah uang, katanya untuk anak-anak kami. Kakak kaget melihat beliau yang tiba-tiba perhatian sama kami, dulu dia sama sekali tidak mau membantu kami, tetapi kakak terus bertekat tidak mau berdamai dengan ARFR”.

SW merasa sudah sangat sakit hati dengan mantan suaminya. Selama proses hukum berjalan SW tinggal dirumah mamanya. SW merasa tidak perlu ditempatkan di rumah aman sementara (shelter), karena SW merasa tidak terancam dan terintimidasi. Bahkan saat Ibu dari ARFR meninta bertemu, SW merasa biasa saja, ia tidak merasa akan terancam dengan pertemuan tersebut.

SW memilih tinggal bersama mamanya, karena ia merasan lebih aman jika tinggal di rumah mamanya. Bersama dengan mamanya ia jauh lebih leluasa untuk bercerita dan mengobrol selama SW pernah menikah dengan mantan suaminya. Apalagi selama tinggal dengan mamanya, abang-abang SW terus saja memperhatikan mereka, agar terjaga keselamatannya.

Penulis juga melihat SW jauh lebih dekat dengan mamanya, karena sekarang rumah mereka berdekatan, SW sudah bisa membeli rumah sendiri, walaupun lebih


(56)

berusia 5 tahun, jauh lebih dekat dengan neneknya. Apalagi kalau SW sedang kerja, maka EJ lah yang menjaga anak SW. Anak-anak SW juga mengerti, kalau Ibu mereka sedang bekerja, maka anak- naknya langsung ke rumah neneknya yang hanya beda 5 rumah dengannya. Berikut penuturan EJ :

“Anakku jauh lebih aman jika tinggal bersama saya, apalagi abang-abangnya selalu menelepon saya dan memperhatikan kami. Kalau anakku tinggal di rumahnya yang dulu, yang ada dia akan kerepotan membayar cicilannya. Apalagi selama menikah, semua barang mereka masih kredit. Penghasilan mereka pada saat itu naik turun. Tapi sekarang kita bisa lihat SW sudah punya rumah sendiri, kalau seandainya mereka sampai sekarang masih menikah. Saya tidak tahu seberapa lagi anak saya harus berkorban untuk mantannya itu. Walaupun saya tahu dia itu bapaknya anak-anak”.

Sebagai orangtua, EJ begitu sangat ingin anaknya berada ditempat yang aman karena menurut beliau, jika SW berada didekatnya maka EJ dengan mudah mengetahui kondisi anaknya. Ia juga tidak ingin SW terlalu banyak berpikir dan terus mengingat kejadian tersebut yang bisa menyebabkan SW menjadi setres.

Ibu Elisabeth selaku staf di divisi anak dan perempuan yang mendampingi SW juga menyarankan agar SW lebih baik tinggal di rumah orang yang paling dekat dengannya atau dengan keluarganya karena hanya kelaurganya yang bisa mengerti perasaan SW. Berikut penuturan SW :

“Pada saat itu Pusaka Indonesia melihat bahwa kondisi kakak tidak begitu buruk, kakak juga lebih memilih tinggal bersama orangtua, karena menurutnya kakak lebih merasa nyaman tinggal bersama ibu. Jika kakak dibawa ke Shelter, bisa saja dilakukan tetapi semuakan berdasarkan kondisi yang dialami oleh kakak. Pada saat itu psikolog juga mengatakan bahwa kakak tidak merasa terancam atau ada sesuatu yang membuatku takut. kakak hanya merasa trauma pada proses yang ada”.

SW bisa secara perlahan menghilangkan rasa traumanya dari keluarganya. Ibu Elisabeth juga mengatakan bahwa SW juga harus kembali ke masyarakat, jika SW ditempatkan di Shelter mungkin saja bisa, tetapi alangkah lebih baiknya jika SW tinggal di rumah orangtuanya. Pada saat itu juga SW terlihat tidak perlu ditempatkan di Shelter.


(57)

3. Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

Setiap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang mengalami kondisi yang menyebabkan rasa luka padanya akan dilakukan visum, hal tersebut dilakukan demi melengkapi BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Pemeriksaan kondisi kesehatan adalah melakukan langkah- langkah medis yang dipandang perlu untuk korban, misalnya Visum et Repertum, rekan medik (bagi korban kekerasan fisik dan seksual).

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Dimana kesehatan begitu sangat penting, maka dari itu harus ada upaya pemeriksaan

Setiap korban yang mengalami kekerasan pasti akan meninggalkan luka, bisa dari fisik, psikis, ekonomi dan hal lainnya yang membuat korban tidak berdaya, tetapi disini kondisi kesehatan yang dimaksud adalah pemeriksaan di Rumah Sakit yaitu dengan visum.

membawa korban ke Rumah Sakit (RS), dengan merujuk ke Pusat Layanan Terpadu di RS polda dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan korban dan pada saat visum, korban di upayakan adanya pendampingan saat pemeriksaan kesehatan dengan tujuan agar korban serasa terlindungi.

SW pada saat dibawa ke Kantor Polisi untuk dilakukan pemeriksaan, maka pada saat itu pihak penyidik dari kepolisian menyarankan SW untuk divisum, karena dilihat dari bentuk laporan yang dia ajukan di kantor polisi bersama dengan Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan. Berikut penuturan SW :

“Pada saat itu adalah ke 3 kalinya kakak mendatangi kantor polisi, pada saat itu pihak penyidik meminta kakak untuk dilakukan visum di Rumah Sakit yang sudah di tunjuk oleh pihak kepolisian, kakak langsung dibawa ke


(1)

ABSTRACT

Advocacy Domestic Violence Victims By Indonesian Heritage Foundation

The problem of domestic violence is happening now is that many problems afflict domestic life in today's society. Forms of domestic violence that includes physical, psychological, sexual, and neglect the fact households are fairly common, but rarely arise because society believes that the intervention of other parties who are not household members considered unusual. It is inevitable issue of domestic violence has not been a concern of society, can be seen in terms of the reluctance of the public to report cases of domestic violence to the authorities, because they will open a disgrace the family concerned. This situation is very worrying, especially the impact of domestic violence very well lead to physical or psychological suffering on the victim.

A problem to be raised is "What results Advocacy Domestic Violence Victims By Indonesian Heritage Foundation". This study aims to determine the outcome of advocacy Victims of Domestic Violence (domestic violence), accompanied by the Indonesian Heritage Foundation. Methods This study uses descriptive method with a case study approach. he study was conducted in the Indonesian Heritage Foundation of North Sumatra Province and surrounding area victims of Domestic Violence. Data was collected by in-depth interviews and observations in the field. Data retrieved later descriptively narrated using a qualitative approach.

The data on women victims of domestic violence in this study suppressed for the sake of the protection of women. Based on the data that has been collected and analyzed can be concluded that there is a difference in the form of domestic violence is experienced, but equally motivated by economic factors are weak, resulting in split households that provide opportunities for perpetrators of domestic violence to commit domestic violence against the victim.


(2)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis ingin mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan banyak inspirasi dalam penulisan Skripsi ini, sehingga dapat diselesaikan oleh penulis hingga selesai. Sholawat beriring salam juga saya hanturkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini. Kiranya safaat beliau turut serta dalam mengiringi kita pada akhirnya.

Amin...

1. Bapak Prof. Badaruddin Rangkuti, selaku dekan FISIP USU

Sesungguhnya banyak sekali do’a dan bantuan yang mengiringi penulis di dalam pengerjaan Skripsi. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan Skripsi ini, yaitu :

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.Sp selaku Ketua Depatemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

3. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak memberikan perhatian dan waktu melalui bimbingan teori dan pemikiran serta semangat dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Fatwa Fadilla selaku Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia.

5. Paling utama dan terkhusus buat kedua orangtuaku tersayang, terimakasih untuk semua semangat dan dukungan yang telah diberikan. Buat ayahku, Eddy Yusuf, terimakasih sudah membesarkan anakmu yang sangat keras kepala ini, ayah sudah banyak berkorban untuk menjaga, melindungi, menyayangiku, dan terimah kasih untuk ibu Endang Zuwita, terimah kasih buk, udah mau membesarkanku padahal aku bukan anak kandungmu. Buat mamaku, Muan Handaya, terimah kasih mah sundah melahirkan anakmu, walaupun tidak banyak waktu yang kita miliki untuk bersama- sama, karena waktu dan keadaan yang ada, serta terimakasih buat suami mamaku, Amin Munte, terimah kasih pah, sudah mau menjadi suami yang baik buat mamaku dan menjadi ayah yang baik.


(3)

6. Untuk abangku, Abdul Gapur dan Istrinya, Wiranti Anastasya. Terimah kasih bang sudah memberikan banyak inspirasi dan pikiran tentang berbagai informasi yang ada, walaupun terkadang setiap pembicaraan kita hanya sebuah lelucon. Buat Adekku, Hamid Ibrahim Gani, terimah kasih dek untuk semua bantuan yang dirimu berikan, walaupun terkadang suka gangguin kakakmu ini, jangan pacaran aja ya.

7. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial, seluruh Dosen FISIP dan staf-staf administrasi lainnya yang telah memberikan pengalaman serta ilmu selama perkuliahan penulis.

8. Buat Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia, terutama kepada Bang Mitra Lubis, SH selaku Koordinator Divisi Anak dan buat Bu Elisabeth Juniarti, SH terimakasih banyak atas kerja sama dan bimbingannya selama ini. Serta seluruh staf-staf yang ada di Yayasan Pusaka Indonesia, kak un- un, pak joko, bang bodo, pak ade, bang ucok, kak ami, kak tina, buk tina, kak ginting, bang osin dan semua staf lainnya yang mungkin terlupakan untuk disebutkan terima kasih banyak atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk belajar lebih di Yayasan Pusaka Indonesia.

9. Untuk informan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, tetap semangat ibu-ibu yang kuat dan penuh semangat yakinlah dengan usaha dan harapan maka semua akan menjadi lebih baik.

10. Buat temanku, Yunda Anisa Tiara yang telah memberikan banyak inspirasi ditengah kejenuhan dalam berpikir dan juga menjadi teman curhat yang dapat dipercaya, selamat atas kelahiran anakmu, semoga ia menjadi anak yang lebih sholeh dan anak yang berbakti sama orangtua. Dan terimah kasih untuk mamak dari Yunda yaitu Wak Anin yang udah aku anggap seperti mamakku sendiri, dan juga terimakasih atas semua bantuannya, tanpa Wak, aku mungkin gak akan bisa mencapai semua ini.

11. Terimahkasih untuk semua anak Bidik Misi yang terus memberikan informasi tanpa henti. Dan juga untuk semua staf bagian kemahasiswaan di direktorat USU.

12. Buat Bintang, Bang Budi, Kak Ika, Kak Rini, Bang Ruli, Tami dan Eka serta untuk kedua keponakanku yang sangat lucu, imut, gemasin, jengkelin, biang ribut yaitu Alia, wawong, sammy, andre, yang selalu bisa bikin ketawa dan


(4)

bikin pusing. Terimakasih buat kalian semua yang telah memberikan pembelajaran dan kehangatan keluarga yang luar biasa.

13. Terimakasih untuk Bulek Usi, Palek gudel, nek ji’ek, kakek saman, kakak Yanti, bang Iyos, Lia, Dimas, Putri, Dias yang sudah banyak sekali membantu dan menolong, mungkin rasa terimakasih tidak akan pernah cukup untuk membalas semua kebaikan kalian, aku sudah banyak sekali merepotkan dan menyusahkan kalian. Terimakasih saudara- saudaraku, kalian adalah rumah kedua bagiku.

14. Buat sahabat-sahabatku yang sepenanggungan dan seperjalanan, yaitu Maya Jelita, Ayu Lestari dan Rizky Yulijar, terimah kasih sudah menemaniku dan memberikan banyak pengalaman selama ini. Kita sudah bersama-sama selama 4 tahun ini, tidak terasa kita akan berpisah dan saling memasuki dunia nyata. Semoga persahabatan kita tidak pernah putus, walau terpisah jarak dan waktu.

15. Untuk semua teman-teman Kessos ’10. Terimakasih banyak atas kebersamaan yang telah dilalui selama menjalani studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

16. Untuk semua pihak yang pernah bersentuhan pemikiran dengan penulis, sedikit banyaknya skripsi ini adalah kristalisasi pemikiran yang selama ini ada. Terimakasih semuanya.

Akhirnya, saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Namun demikian, skripsi ini tentunya jauh dari sempurna untuk itu dengan segala kerendahan hati saya mohon maaf atas ketidaksempurnaan tersebut.

Medan, Juni 2014


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah …………...……..……...………...…….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………...……..……...……… 7

1.3 Tujuandan Manfaat Penelitian ………….………..…...….……. 8

1.4 Sistematika Penulisan …...……….……….………...…. 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga …...………..…....10

2.2 Advokasi dalam Rangka Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga……...………...19

2.3 Upaya yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia………... 33

2.4 Peran Pekerja Sosial Terhadap Masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga... 36

2.5 Kerangka Pemikiran …...………...……….….….. 38

2.6 Defenisi Konsep ………...………..……… 43

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………...……….…... 45

3.2 Lokasi Penelitian ………...………..… 45


(6)

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….…...………...… 47

3.5 Teknik Analisis Data ……….…………...….. 48

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI 4.1 Sejarah Lembaga ……….…………...…..50

4.2 Visi dan Misi Yayasan Pusaka Indonesia ……….……51

4.3 Program Yayasan Pusaka Indonesia ……….………..…..52

4.4 Sumber Dana Yayasan Pusaka Indonesia ……….…58

4.5 Struktur Lembaga ……….………...……..61

4.6 Devisi Kelembagaan ……….………...62

4.7 Jaringan Kerja Lembaga ……….………...73

BAB V : ANALISA DATA 5.1 Pengantar ……..………... 78

5.2 Informan Pangkal ………...…..…. 79

5.3 Informan I ………... 83

5.4 Informan II ... 108

5.5 Informan III ... 128

5.6 Analisa Kasus Secara Umum ………...… 147

BAB VI : PENUTUP 6.1 Kesimpulan ……….…...….. 157

6.2 Saran ……….……...…… 158 DAFTAR PUSTAKA