Berdasarkan hasil penelitian di kebanyakan negara dikatakan bahwa serangan stroke dapat dicegah oleh semua orang, terutamanya mereka yang
mempunyai risiko stroke jika dari awal mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi dan mengikuti pola makan yang sehat dengan penuh disiplin dengan tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, dan mengikuti langkah-langkah hidup sehat sejahtera lainnya dengan melakukan olahraga secara
teratur dan menghindari pekerjaan dengan tingkat stress yang tinggi Suyono, 2005.
Menurut Lumbantobing 2003, telah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer penyakit stroke dalam Konsensus
Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999. Antaranya adalah memasyarakatkan pola makan yang sehat dan bebas stroke dengan menghindari
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, mengurangi dan menghindari makanan berkolesterol tinggi, lemak yang berlebihan dalam makanan,
pengendalian faktor pemicu stroke seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, serta menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang.
2.3. Outcome Stroke
Fungsi yang hilang setelah terserang stroke selalu dibayangkan sebagai disabilitas, impairment, dan handicaps. Oleh itu, World Health Organization
WHO telah membuat garis batas sebagai berikut Caplan, 2000 : a.
Disabilitas merupakan ketidakmampuan atau keterbatasan melaksanakan atau menjalankan aktivitas dengan cara yang normal seperti yang dilakukan
orang sehat. b.
Impairment pula merupakan suatu kekurangan atau abnormalitas fisiologis,psikologis, fungsi atau strktur anatomis.
c. Handicap membawa maksud gangguan yang dialami yang disebabkan oleh
disabilitas atau impairment seseorang individu yang dapat membataskan perannya sebagai orang normal.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Weimar dkk 2002, walaupun terdapat investigasi klinis stroke yang selalunya menggunakan mortalitas kematian sebagai outcome, terdapat
juga outcome lain yang juga penting untuk penelitian klinis dan berkaitan dengan pasien stroke seperti tingkat disabilitas dan perubahan fungsi tubuh yang dialami
pasien stroke. Beberapa alat telah diperkenalkan dan diperkembangkan untuk menilai tingkat disabilitas dan perubahan fungsi tubuh yang dialami oleh pasien
stroke. Antara instrumen yang paling sering digunakan dalam kebanyakan peneliitian klinis adalah skala Barthel Index. Skala ini digunakan secara umum
untuk menilai outcome pasien stroke karena skala ini mudah untuk digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.
Berdasarkan Kyungwon dkk 2004, penilaian tingkat disabilitas yang tepat dan akurat pada pasien stroke memainkan peranan yang penting untuk
kualitas perawatan dan untuk pengukuran outcome dari penanganan stroke. Agency for Health Care Policy and Research Post-Stroke Rehabilitation Panel
telah merekomendasikan penggunaan alat dan instrumen yang standard dan terpercaya untuk menilai disabilitas pasien stroke yaitu Barthel Index BI.
Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan telah dimodikasi dan diubah kepada suatu teknik mengukur prestasi dan performa
pasien berdasarkan 10 kegiatan hidup harian yang bisa digolongkan kepada dua kelompok yaitu :
a. Kelompok perawatan diri seperti makan, membersihkan diri, mandi,
berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, dan penggunaan toilet.
b. Kelompok mobilitas seperti berjalan, berpindah, dan naik tangga.
Skor Barthel Index berada dalam rentang 0-100 dengan skor maksimum, 100 yang menginterpretasikan fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan
langsung independen dan nilai terendah, 0 yang membawa maksud pasien mengalami ketergantungan total dependen. Tingkat ketergantungan skor BI
pasien amat dipengaruhi oleh keparahan stroke yang dialami mereka. Dimana, skor BI yang tinggi yang diperoleh pasien menunjukkan tingkat keparahan stroke
yang lebih ringan Sulter dkk, 1999.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL