xix Dalam laporan Temu Ilmiah Sistem Kesejahteraan Anak Nasional, 1998
dalam Garliah, 2003 pola asuh orang tua dirumuskan sebagai seperangkat sikap dan perilaku yang tertata, yang diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dengan
anaknya. Kohn, 1986 dalam Tarmudji, 1991 mengatakan bahwa pola asuh merupakan
sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
Ukuran keluarga mempunyai pengaruh terhadap pola asuh keluarga dan hasil- hasil yang dicapai oleh anak. Keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif
menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga
yang besar. Penelitian telah menghubungkan perbedaan ini dengan perkembangan intelektual dan penampilan prestasi di sekolah Feiring dan Lewia, 1984.
1.2. Tipe Pola Asuh Orang tua
Baumrind 1989, mengemukakan tiga pola asuh orang tua, yaitu :
a. Pola Asuh Authoritarian Otoriter
Pola asuh ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi dan orang tua memaksa anak untuk berperilaku
seperti yang diinginkan. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua akan menghukum anak dengan hukuman yang biasanya bersifat fisik. Tapi bila anak patuh maka orang
tua tidak memberikan hadiah karena sudah dianggap sewajarnya bila anak menuruti kehendak orang tua.
Universitas Sumatera Utara
xx Perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak bercirikan tegas, suka
menghukum, anak dipaksa untuk patuh terhadap aturan-aturan yang diberikan oleh orang tua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa guna dan alas an dibalik
aturan tersebut, serta cenderung mengekang keinginan anak. Pola asuh otoriter dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih
untuk berinisiatif kurang berinisiatif, selalu tegang, cenderung ragu, tidak mampu menyelesaikan masalah, kemampuan komunikasinya buruk serta mudah gugup, akibat
seringnya mendapat hukuman dari orang tua. Dengan pola asuh seperti ini, anak diharuskan untuk berdisiplin karena semua keputusan dan peraturan ada di tangan
orang tua.
b. Pola Asuh Authoritative Demokratis
Pola asuh demokratik ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi
kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya serta belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi
pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Dengan pola asuhan ini, anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal
yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya
kreativitasnya berkembang dengan baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif.
Menurut Shochib dalam Yuniyati, 2003, orang tua menerapkan pola asuh demokratis dengan banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat
keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai kepuasan sedikit menggunakan
Universitas Sumatera Utara
xxi hukuman badan untuk mengembangkan disiplin. Pola asuh authoritative dihubungkan
dengan tingkah laku anak-anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan kognitif.
c. Pola Asuh Permessive Permisif