Status Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur Yang Dibuat Berdasarkan Hubungan Kerja (Suatu Penelitian Di Kota Medan)

(1)

TESIS

Oleh

YASIR ARFAN

107011080/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YASIR ARFAN

107011080/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 107011080 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)(Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 2. Syafruddin S.Hasibuan, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum


(5)

Nama : YASIR ARFAN

Nim : 107011080

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : STATUS KEPEMILIKAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA (SUATU PENELITIAN DI KOTA MEDAN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :YASIR ARFAN Nim :107011080


(6)

belum pernah ada pendaftaran hak cipta arsitektur di Indonesia. Padahal pendaftaran bertujuan untuk mendapatkan catatan formal status kepemilikan hak cipta, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal terjadi sengketa kepemilikan hak cipta. Ketika ciptaan arsitektur dibuat dalam suatu hubungan kerja, dalam prakteknya menjadi tidak jelas pihak mana yang berhak atas kepemilikannya. Siapa yang sebenarnya berhak disebut sebagai pencipta atau pemegang hak cipta pada suatu arsitektur.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis, yang menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai Pendaftaran hak cipta arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja dan mengapa hak cipta arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan tidak dimanfaatkan/didaftarkan oleh arsitek penciptanya serta bagaimana perlindungan hukum terhadap hak cipta arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa di Indonesia, pendaftaran ciptaaan bukan merupakan keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Namun surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap suatu ciptaan. Disamping itu, tanpa pendaftaranpun hak cipta tetap mendapat perlindungan. Ada beberapa faktor yang membuat hak cipta arsitektur tidak dimanfaatkan/didaftarkan antara lain adalah UUHC kurang memberikan aturan yang memadai bagi ciptaan arsitektur, UUHC tidak mewajibkan pendaftaran hak cipta, kurangnya pemahaman dan kesadaran hukum arsitek tentang hak cipta arsitektur, kurangnya sosialisasi UUHC pada masyarakat arsitektur dan lemahnya penegakan hukum. Selama ini perlindungan terhadap hak cipta arsitektur belum berjalan sebagaimana diharapkan, selain melalui hukum hak cipta para arsitek di dalam praktek juga harus memperkuat perlindungan melalui kontrak. Perlindungan hak cipta arsitekrut melalui hukum kontrak merupakan salah satu jalan keluar yang baik untuk menampung kelemahan pelaksanaan hukum hak cipta selama ini.

Arsitektur perlu diberi perlindungan hukum, yang gunanya terutama untuk menjamin adanya kepastian hak agar para pencipta dapat lebih kreatif untuk menciptakan arsitektur yang lebih baik. Disarankan kepada pihak yang berwenang untuk membuat peraturan perundangan khusus yang menegaskan dan melengkapi UUHC. Jika pendaftaran hak cipta tidak merupakan keharusan, maka perlu dipikirkan tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk menarik minat para pencipta untuk mendaftarkan hasil ciptaannya. Kepada arsitek yang bekerja di perusahaan berdasarkan hubungan kerja mulai menanfaatkan secara maksimal hak cipta arsitektur yang telah diberikan UUHC kepada mereka. Disarankan kepada kedua belah pihak agar selalu memasukkan klausula tentang kepemilikan hak cipta arsitektur dalam perjanjian kerjanya. Disamping itu diperlukan usaha yang lebih aktif oleh pemerintah untuk mensosialisasikan UUHC, serta upaya penegakan hukum.


(7)

holders. It can be proven through the absence of architecture copyright registration in Indonesia. Actually, registration is intended to obtain a formal record of copyright ownership status, especially to support the evidence in case a dispute of copyright ownernship occurs. When a creation of architecture is made in a working relationship, in practice, who has the right of its ownership becomes unclear. In an architecture issue, it is hard to determine who has the right to be called the creator or copyright owner.

This analytical descriptive study explained and analyzed the problem related to the registration of the copyright of the architecture made based on a working relationship in the City of Medan, and why the architecture made was not utilized/registered by the architect who created it, as well as what legal protection was applied to the copyright of the achitecture made based on a working relationship in the City of Medan.

The result of this study showed that, in Indonesia, to register a creation is a must for the creator or copyright holder. Yet, the letter of registration can be used as an initial evidence in a court of law in case a dispute related to a creation occurs in the future. In addition, without being registered, the copyright keeps being protected. For example, an architec has a creation, it will be more efficient for him/her to make a direct relationship with the company that accepts or needs the creation rather than registering it first. There were several factors causing why the achitecture copyright was not utilized/registered such as the Law on Copyright does require the registration of copyright, the architects do not have enough legal awareness or do not understand much about architecture copyright, the Law on Copyrigt is less socialized to the architecture community, and the weak low enforcement. So far, the protection for architecture copyright has not implemented as expected. In addition to the copyright, in practice, the architects should also strengthen their architecture creation through a contract. The protection of architecture copyright through contract law is one of the good solutions to accommodate the limitation of the implementation of Law on Copyright all this time.

Architecture needs legal protection, especially to guarantee the certainty of right that the creator can be more creative to create a better architecture. The autority is suggested to make a special assertive regulation of legislation to complete the existing Law on Copyright. If the registration of copyright is not a must, it is necessary to think of what to be done to make the creators interested in registering their creations. The architects working for a company based on a working relationship are suggested to start to maximally utilize the architecture copyright given by the Law on Copyright to them. Both parties are suggested to always include the clause of architecture copyright ownership in the work agreement the made. In addition, the government should be more active in socializing Law on Copyright and law enforcement.


(8)

Puji dan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, karena dengan berkat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan thesis ini. Selanjutnya shalawat beserta salam disanjung kepada Nabi Muhammad SAW.

Thesis ini berjudul “STATUS KEPEMILIKAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA (SUATU PENELITIAN DI KOTA MEDAN)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan Tesis ini dapat selesai dengan adanya bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, Teristimewa sekali ucapan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah banyak memberikan bantuan material dan spiritual dengan semangat juang yang tinggi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Ucapan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H., C.N., M.Hum., dan Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M., selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak kolokium, seminar hasil sampai ujian tertutup sehingga penulisan menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang


(9)

kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Seluruh responden dan informan yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini.

8. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2010 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kesilapan, namun besar harapan penulis


(10)

‘Aalamiin

Medan, Februari 2013 Penulis,


(11)

vi

Nama : YASIR ARFAN

Tempat/tanggal lahir : Banda Aceh/16 Mei 1984

Alamat : JL. Rawa Sakti Timur No 39 B

Jeulingke, Banda Aceh Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Belum Kawin

Agama : Islam

II. DATA ORANG TUA

Nama Ayah : Drs. Irfan Kamaruzzaman.

Nama Ibu : Yufaizar, S.Sos.

III. PENDIDIKAN

SD Negeri 22 Banda Aceh Tamat tahun 1996

SMP Negeri 1 Banda Aceh Tamat tahun 1999

SMU Negeri 1 Banda Aceh Tamat tahun 2002

S1 Hukum Universitas Syiah Kuala Tamat Tahun 2009


(12)

vii

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR ISTILAH ASING ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 12

G. Metode Penelitian ... 20

BAB II PENDAFTARAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA ... 26

A. Dasar Hukum Hak Cipta Arsitektur ... 26

B. Pengaturan Hak Cipta Arsitektur Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002... 28

C. Ruang Lingkup Perlindungan Hak Cipta Arsitektur... 39

D. Konsep/Bentuk Perlindungan Hukum yang dapat didaftarkan bagi Ciptaan Arsitektur ... 51

E. Prosedur Pendaftaran Hak Cipta ... 58


(13)

viii

B. Hak Cipta Arsitektur dalam Kontrak Kerja yang Dibuat

Berdasarkan Hubungan Kerja ... 79

C. Faktor Penyebab hak cipta arsitektur yang dibuat Berdasarkan hubungan kerja tidak dimanfaatkan/didaftarkan oleh arsitek penciptanya... 86

BAB IV STATUS KEPEMILIKAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA.... 93

A. Prinsip Kepemilikan dalam Hak Cipta... 93

B. Status Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur yang Dibuat berdasarkan Hubungan Kerja... 100

C. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Arsitektur Dalam Suatu Hubungan Kerja ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. KESIMPULAN ... 120

B. SARAN ... 122


(14)

ix

Gambar 1 - Seni Gambar Bangunan... 42

Gambar 2 - Seni Gambar Miniatur... 43

Gambar 3 - Maket Bangunan... 43

Gambar 4 - Bangunan Gedung... 44

Gambar 5 - Prosedur Permohonan Pendaftaran Hak Cipta... 64


(15)

2. Arche : Yang berarti yang asli, yang utama, yang awal;

3. Auto cad : Suatu aplikasi yang berguna untuk mendesign suatu gambar sehingga menjadi informasi. Autocad ini bisa berbentuk 2D dan 3D sehingga gambar terlihat lebih nyata dan detail.

4. Desain : Kerangka bentuk; rancangan

5. Desainbangunan : Kerangka bentuk suatu bangunan; motif bangunan; pola bangunan; corak bangunan

6. Estetika : Hal-hal yang dapat diserap oleh pencaindera sehingga diartikan sebagai persepsi indera

7. Exterior : Bagian luar (rumah, gedung, dsb) 8. Firmitas : Kekuatan

9. Fresh graduate : Lulusan baru

10. Gazebo/pergola : Jalan untuk pejalan kaki, di atasnya terdapat para-para untuk tanaman merambat sbg peneduh yg ditopang oleh deretan tiang di kanan kiri jalan;

11. Hyperbuilding : Skala bangunan yang sangat besar (giant) yang mampu memfasilitasi berbagi kegiatan manusia; menggunakan ultra struktur; terdiri atas fungsi-fungsi penopang bangunan yang serba otomatis dan canggih;

12. Interior : Bagian dalam gedung (ruang dsb); 2 tatanan perabot (hiasan dsb) di dl ruang dalam gedung dsb

13. Konstruksi : Susunan (model, tata letak)

14. Lay-out plan : Tata letak, penyusunan dari elemen-elemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa juga disebut manajemen bentuk dan bidang

15. Master Builder : Pemimpin dalam sebuah bangunan

16. Maquate : bentuk tiruan (gedung, kapal, pesawat terbang, dsb) dalam tiga dimensi dan skala kecil, biasanya dibuat dari kayu, kertas, tanah liat, dsb.

17. Mimesis mimeseos : Tiruan atas tiruan

18. Plagiarisme : Penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.

19. Plan : Perencanaan


(16)

23. SketchUp : Merupakan salah satu dari sekian banyak software yang berfungsi untuk membuat gambar 3D (3 dimensi) 24. Ornament : Hiasan dalam arsitektur, kerajinan tangan, dsb; lukisan;

perhiasan;

25. Tektoon : Menunjuk pada suatu yang berdiri kokoh, tidak roboh, dan stabil

26. Utilitas : Kegunaan 27. Venustas : Keindahan


(17)

belum pernah ada pendaftaran hak cipta arsitektur di Indonesia. Padahal pendaftaran bertujuan untuk mendapatkan catatan formal status kepemilikan hak cipta, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal terjadi sengketa kepemilikan hak cipta. Ketika ciptaan arsitektur dibuat dalam suatu hubungan kerja, dalam prakteknya menjadi tidak jelas pihak mana yang berhak atas kepemilikannya. Siapa yang sebenarnya berhak disebut sebagai pencipta atau pemegang hak cipta pada suatu arsitektur.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis, yang menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai Pendaftaran hak cipta arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja dan mengapa hak cipta arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan tidak dimanfaatkan/didaftarkan oleh arsitek penciptanya serta bagaimana perlindungan hukum terhadap hak cipta arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa di Indonesia, pendaftaran ciptaaan bukan merupakan keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Namun surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap suatu ciptaan. Disamping itu, tanpa pendaftaranpun hak cipta tetap mendapat perlindungan. Ada beberapa faktor yang membuat hak cipta arsitektur tidak dimanfaatkan/didaftarkan antara lain adalah UUHC kurang memberikan aturan yang memadai bagi ciptaan arsitektur, UUHC tidak mewajibkan pendaftaran hak cipta, kurangnya pemahaman dan kesadaran hukum arsitek tentang hak cipta arsitektur, kurangnya sosialisasi UUHC pada masyarakat arsitektur dan lemahnya penegakan hukum. Selama ini perlindungan terhadap hak cipta arsitektur belum berjalan sebagaimana diharapkan, selain melalui hukum hak cipta para arsitek di dalam praktek juga harus memperkuat perlindungan melalui kontrak. Perlindungan hak cipta arsitekrut melalui hukum kontrak merupakan salah satu jalan keluar yang baik untuk menampung kelemahan pelaksanaan hukum hak cipta selama ini.

Arsitektur perlu diberi perlindungan hukum, yang gunanya terutama untuk menjamin adanya kepastian hak agar para pencipta dapat lebih kreatif untuk menciptakan arsitektur yang lebih baik. Disarankan kepada pihak yang berwenang untuk membuat peraturan perundangan khusus yang menegaskan dan melengkapi UUHC. Jika pendaftaran hak cipta tidak merupakan keharusan, maka perlu dipikirkan tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk menarik minat para pencipta untuk mendaftarkan hasil ciptaannya. Kepada arsitek yang bekerja di perusahaan berdasarkan hubungan kerja mulai menanfaatkan secara maksimal hak cipta arsitektur yang telah diberikan UUHC kepada mereka. Disarankan kepada kedua belah pihak agar selalu memasukkan klausula tentang kepemilikan hak cipta arsitektur dalam perjanjian kerjanya. Disamping itu diperlukan usaha yang lebih aktif oleh pemerintah untuk mensosialisasikan UUHC, serta upaya penegakan hukum.


(18)

holders. It can be proven through the absence of architecture copyright registration in Indonesia. Actually, registration is intended to obtain a formal record of copyright ownership status, especially to support the evidence in case a dispute of copyright ownernship occurs. When a creation of architecture is made in a working relationship, in practice, who has the right of its ownership becomes unclear. In an architecture issue, it is hard to determine who has the right to be called the creator or copyright owner.

This analytical descriptive study explained and analyzed the problem related to the registration of the copyright of the architecture made based on a working relationship in the City of Medan, and why the architecture made was not utilized/registered by the architect who created it, as well as what legal protection was applied to the copyright of the achitecture made based on a working relationship in the City of Medan.

The result of this study showed that, in Indonesia, to register a creation is a must for the creator or copyright holder. Yet, the letter of registration can be used as an initial evidence in a court of law in case a dispute related to a creation occurs in the future. In addition, without being registered, the copyright keeps being protected. For example, an architec has a creation, it will be more efficient for him/her to make a direct relationship with the company that accepts or needs the creation rather than registering it first. There were several factors causing why the achitecture copyright was not utilized/registered such as the Law on Copyright does require the registration of copyright, the architects do not have enough legal awareness or do not understand much about architecture copyright, the Law on Copyrigt is less socialized to the architecture community, and the weak low enforcement. So far, the protection for architecture copyright has not implemented as expected. In addition to the copyright, in practice, the architects should also strengthen their architecture creation through a contract. The protection of architecture copyright through contract law is one of the good solutions to accommodate the limitation of the implementation of Law on Copyright all this time.

Architecture needs legal protection, especially to guarantee the certainty of right that the creator can be more creative to create a better architecture. The autority is suggested to make a special assertive regulation of legislation to complete the existing Law on Copyright. If the registration of copyright is not a must, it is necessary to think of what to be done to make the creators interested in registering their creations. The architects working for a company based on a working relationship are suggested to start to maximally utilize the architecture copyright given by the Law on Copyright to them. Both parties are suggested to always include the clause of architecture copyright ownership in the work agreement the made. In addition, the government should be more active in socializing Law on Copyright and law enforcement.


(19)

A. Latar Belakang

Secara sederhana Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Intellectual

Property Rights adalah suatu hak yang timbul bagi hasil pemikiran yang

menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. HaKI bisa juga diartikan sebagai hak bagi seseorang karena ia telah membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain. Prinsipnya, setiap orang harus memperoleh imbalan bagi kerja kerasnya.1

HaKI menjadi sangat penting untuk menggairahkan laju perekonomian dunia yang pada akhirnya membawa kesejahteraan umat manusia.2 Kalau di suatu negara orang hanya mau memanfaatkan sesuatu secara cuma-cuma, maka tidak akan ada orang-orang berbakat yang mau bersusah payah membuat sesuatu. Pada akhirnya bangsa itu sendiri yang akan rugi karena tidak bisa mencapai kemajuan. Agar orang mau berkreasi, mereka harus dijamin akan memperoleh imbalan sepantasnya. Jika mereka kemudian berlomba-lomba membuat aneka penemuan atau karya baru, maka pada akhirnya bangsanya yang akan beruntung karena terdorong terus untuk maju.3

Hak Cipta (copyright), merupakan suatu konsep yang tercakup dalam pengertian HaKI, Hak cipta merupakan hak atas kekayaan intelektual yang diberikan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Hukum hak cipta positif di

1

Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten dan Seluk beluknya,Erlangga, Jakarta, 2008, hal. 2

2

Adrian Sutedi,Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 5

3


(20)

Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (untuk seterusnya disingkat UUHC), dalam UUHC ini ditentukan ciptaan apa saja yang diberikan perlindungan hukum, yang salah satunya adalah “arsitektur” (pasal 12 ayat 1 huruf g).

Indonesia sebagai negara sedang berkembang menempatkan pembangunan sebagai orientasi bagi kesejahteraan rakyat. Perkembangan pembangunan terutama pembangunan fisik secara nyata dapat dilihat melalui banyaknya bangunan indah dan megah dengan gaya arsitektur yang bervariasi antara satu dengan lainnya. Konstruksi bangunan ini dapat berupa perumahan penduduk, perkantoran pemerintah dan swasta, pusat perbelanjaan, pusat rekreasi, pusat pendidikan dan keagamaan, yang menyimpan nilai-nilai artistik tersendiri dan kadang-kadang berbentuk khas (unik), karya para arsitek. Para arsiteklah yang merencanakan suatu bangunan, sehingga disamping nyaman untuk digunakan juga indah dipandang mata. Dengan kata lain, suatu bangunan disamping harus memenuhi syarat-syarat teknis konstruksi, juga memiliki nilai artistik tersendiri yang dihasilkan melalui kreatifitas para arsitek.4

Kemampuan merancang atau mendesain seorang arsitek didapat melalui suatu proses pendidikan, pelatihan, pengalaman, disiplin.5 Karya dari arsitektur yang telah dihasilkan oleh para arsitek tersebut haruslah mendapat perlindungan dan penghargaan, jika dipandang dari sudut ekonomi, mereka perlu mendapatkan kembali

4

Sanusi Bintang, dkk.,Laporan Hasil Penelitian Perlindungan Hak Cipta Karya Arsitektur (Suatu Penelitian di Banda Aceh), Unsyiah, Banda Aceh, 1996, hal. 1

5

Fanny Puspita, Perlindungan Hukum Hak Cipta Arsitektur Perumahan, Thesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Diponogoro, Semarang, 2009, hal. 5


(21)

modal atau mendapatkan keuntungan dari hasil karyanya. Jika dipandang dari sudut moral maka penghargaan yang diberikan kepada arsitek sebagai pencipta tidaklah dapat dinilai dengan uang, namun dapat dihargai dengan memberikan kekuasaan atau wewenang tertentu kepadanya untuk melakukan sesuatu apabila ada orang yang melanggarnya. Hak moral juga menyatakan bahwa suatu ciptaan merupakan refleksi pribadi dari pencipta, karena itu ia mutlak tidak dapat dibagi-bagi maupun dilakukan perubahan. Dengan adanya perlindungan ini maka diharapkan agar lebih dapat mendorong kreativitas arsitek untuk menghasilkan arsitektur yang lebih banyak variasinya dan lebih tinggi nilai artistiknya.6

Salah satu cara efektif pemberian penghargaan di atas adalah melalui pelaksanaan hukum hak cipta (copyright). Hak cipta tersebut melekat pada diri seorang pencipta atau pemegang hak cipta, sehingga lahirlah dari hak cipta tersebut hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Seorang pencipta (dalam hal ini arsitek) diberikan hak khusus (eksklusif) oleh hukum untuk mengontrol penggunaan hasil ciptaannya, yang mencakup memperbanyak atau mengumumkan. Hanya pencipta sajalah yang mempunyai kekuasaan demikian, pihak lainnya baru boleh melakukan hal-hal yang serupa apabila telah memperoleh izin dari penciptanya, yang biasanya melalui perjanjian lisensi dengan pembayaran sejumlah royalti tertentu kepada pencipta.

Definisi arsitektur itu sendiri adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan

6


(22)

membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.7

Kata Arsitek berasal dari bahasa Yunani, Architekton yang merupakan rangkaian dua kata yaituArchiyang berarti pemimpin atau yang pertama, danTekton yang berarti membangun. Jadi Arsitek adalah pemimpin pembangunan (master builder).8

Seperti halnya dokter, akuntan dan pengacara, arsitek adalah profesi yang menjual jasanya kepada masyarakat. Keberadaan arsitek diakui untuk mengurusi segala permasalahan mengenai rancang bangun, mulai dari penyusunan konsep perancangan hingga pengawasan berkala sampai akhirnya menjadi sebuah produk arsitektural. Selain itu, seorang arsitek juga mempunyai tanggung jawab secara moral seumur hidup terhadap karya-karyanya.9

Banyak tantangan yang dijalani oleh seorang lulusan sarjana arsitektur dewasa ini, demi memulai kariernya sebagai seorang arsitek profesional. Tetapi pada umumnya, fresh graduate lulusan jurusan arsitektur yang ingin menjalani karirnya sebagai arsitek profesional akan bergabung dengan konsultan perencana dan

7

Artikel non-personal, 13 januari 2011, Dunia Arsitek dan Arsitektural, http://indofiles.showthread.php.htm /[Artikel]Dunia Arsitek dan Arsitektural, Internet, diakses tanggal 14 Februari 2012

8

Budiharjo,Jati Diri Arsitek Indonesia. Penerbit Alumni. Bandung, 1997, hal. 9

9

Dwiyanto, Agung, 20 September 2011, Arsitek Profesional dan Perannya dalam Dunia Kerja.Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, http://eprints@undip.ac.id, Internet, diakses tanggal 15 Februari 2012


(23)

perancangan untuk bekerja mencari nafkah sekaligus ilmu yang bersifat praktek untuk nantinya menjadi bekal bagi dirinya untuk menjadi arsitek profesional. Selain itu, para lulusan baru ini juga dapat bergabung dengan konsultan pengawas ataupun perusahaan pengembang perumahan (Real Estates development) yang secara langsung sangat memerlukan keahlian para arsitek.10

Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor l8 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (untuk seterusnya disingkat UUJK) disebutkan “bahwa para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi adalah pihak pengguna jasa dan pihak penyedia jasa”. Sedangkan dalarn pasal 16 undang-undang tersebut ditentukan pihak penyedia jasa adalah: “Perencana Konstruksi, Pelaksana Konstruksi, dan Pengawas Konstruksi”. Tetapi dalam hal ini arsitek yang bekerja pada perusahaan perencana konstruksi lah yang paling bersinggungan dengan hak milik intelektual, karena di perusahaan jenis ini dihasilkan dokumen perencanaan perancangan yang telah dibuat oleh arsitek.

Berprofesi sebagai Arsitek berarti melaksanakan janji komitmen untuk berkarya sebaik-baiknya melalui hubungan antara arsitek dan masyarakat yang membutuhkan keahliannya dan mempercayainya. Interaksi dalam hubungan kerja ini merupakan hal yang terpenting dalam profesi ini, hubungan kerja ini terutama didasarkan oleh saling percaya. Aturan hubungan professional harus diwujudkan dalam bentuk pegangan yang disatu pihak berbentuk landasan hukum untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan jasa professional


(24)

itu, serta untuk menjamin nafkah bagi dan dapat dihasilkannya karya yang terbaik oleh si profesional.11

Dalam Pasal 22 ayat (3) UUJK ditentukan pula bahwa kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan diharuskan memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual, dimana hasil inovasi perencanaan konstruksi dalarn suatu pelaksanaan kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian-bagiannya kepemilikannya dapat diperjanjikan.

Hukum adalah dasar kehidupan dari setiap masyarakat yang beradab. Semua hal kini diatur secara jelas dalam hukum, termasuk soal kepemilikan. dalam hubungan kepemilikan hak cipta terhadap arsitektur yang dihasilkan oleh pegawai atau karyawan suatu lembaga atau perusahaan, UUHC dalam Pasal 8 mengatur sebagai berikut:

(1) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.

(3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Menurut penjelasan pasal 8 ayat (l), (2) dan (3) UUHC Tahun 2002 yang dimaksud dengan hubungan dinas adalah hubungan kepegawaian antara pegawai

11

Ismantoro Dwi Yuwono, Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hlm. 475


(25)

negeri dengan instansinya, ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Hak Cipta yang dibuat oleh seseorang berdasarkan pesanan dari instansi pemerintah tetap dipegang oleh instansi pemerintah tersebut selaku pemesan, kecuali diperjanjikan lain. Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan kerja atau berdasarkan pesanan disini adalah ciptaan yang dibuat atas dasar hubungan kerja di lembaga swasta atau atas dasar pesanan pihak lain.

Jadi, arsitek sebagai orang yang menghasilkan ciptaan arsitektur yang dalam hal ini bekerja sebagai pegawai atau karyawan di suatu lembaga atau perusahaan dapat berkarya melalui 2 (dua) cara yaitu bekerja dalam suatu hubungan dinas atau dalam suatu hubungan kerja. Tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya rnembatasi pada kepemilikan hak cipta atas arsitektur dalam suatu hubungan kerja saja.

Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUHC Tahun 2002 disebutkan bahwa ciptaan arsitektur yang dikerjakan oleh arsitek dalam suatu hubungan kerja atau berdasarkan pesanan maka hak ciptanya dipegang oleh arsitek itu sendiri, kecuali telah disepakati sebelumnya yakni dalam perjanjian kerja bahwa kepemilikan hak cipta atas arsitektur tersebut ada pada perusahaan.Sedangkan dalam pasal 22 ayat (3) UUJK ditentukan bahwa kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.

Berdasarkan penelitian, perusahaan perencana konstruksi (sebagai majikan) tidak pernah membuat perjanjian dengan arsitek (sebagai pekerja) tentang kepemilikan hak cipta arsitektur. Namun kenyataannya semua hasil ciptaan arsitektur tersebut tetap menjadi milik perusahaan. Bahkan ketika arsiteknya tidak bekerja di


(26)

perusahaannya lagi, ciptaan arsitekturnya masih tetap digunakan untuk diwujudkan dalam bentuk bangunan tanpa memberikan fee atau royalti. Status kepemilikan hak cipta arsitektur menjadi tidak jelas ketika didalam kontrak kerja tidak memuat klausul tentang kepemilikan hak cipta. Dalam prakteknya banyak yang beranggapan Perusahaanlah yang berhak karena telah memberi gaji, tapi undang-undang menentukan hak cipta itu melekat pada penciptanya (arsitek) kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua belah pihak.

Hak Cipta Arsitektur belum pernah didaftarkan dan Pengadilan di Indonesia belum pernah menangani kasus hukum seorang arsitek mempersoalkan plagiarisme arsitek lain terhadap bangunan yang dibuatnya, ataupun arsitek mempersoalkan perusahaan tempatnya bekerja karena melanggar hak ciptanya. Sehingga peneliti tertarik ingin mengetahui apa yang salah dalam hal ini.

Belinda Rosalina dalam disertasinya yang bertajuk ‘Perlindungan Karya Arsitektur Berdasarkan Hukum Hak Cipta: Perspektif Similaritas Substansial pada Sengketa Hak Cipta Karya Arsitektur’, di hadapan sidang doktoral, ia mengatakan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah gagal melindungi plagiarisme terhadap karya arsitektur. Ia menjelaskan walaupun perlindungan bagi karya arsitektur telah ada dalam UU Hak Cipta, pada kenyataannya ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan oleh pencipta maupun pemegang hak cipta atas karya arsitektur. Hal ini


(27)

dapat dibuktikan dengan belum adanya kasus hukum sengketa hak cipta terhadap karya arsitektur di pengadilan Indonesia12

Alasan keengganan untuk menuntut sesama arsitek ataupun pihak lain yang telah meniru ciptaannya menjadi misteri gelap dari dunianya. ’Mimesis mimeseos’ atau tiruan atas tiruan, ternyata cukup mewarnai bangunan-bangunan yang saat ini ada. Tanpa ingin menyebutkan bangunan yang mana meniru yang mana, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa warna kota kita menjadi seragam. Bahkan daerah-daerah bangunan konservasi perlahan-lahan melenyap terkikis modernisme dalam wajah bangunan-bangunan minimalis yang semakin merajalela.13

Jadi, berdasarkan uraian di atas maka ciptaan arsitektur yang dikerjakan oleh arsitek sebagai perencana di perusahaan perencana konstruksi berdasarkan hubungan kerja, ketika tidak ada memuat perjanjian sebelumnya mengenai hak ciptanya, dalam hal ini tidak jelas siapa yang memegang hak ciptanya, padahal UUJK telah dengan tegas mensyaratkan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual dalam kontrak kerja konstruksi. Penelitian ini juga menjadi penting karena data dari Departemen Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, Hak Cipta Arsitektur ini belum pernah dilakukan pendaftaran baik di Kota Medan maupun di Indonesia, padahal Arsitektur merupakan salah satu materi yang telah mendapatkan perlindungan dalam UUHC.

12

Ali, 21 Juni 2010, UU Hak Cipta Belum Bisa Melindungi Karya Arsitektur,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c1f7d1492475/, Internet, diakses tanggal 1 April 2012.

13

Belinda Rosalina, 8 Januari 2008, Arsitek, lindungilah karya ciptamu, http://belindarosalina.wordpress.com, diakses tanggal 1 april 2012.


(28)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pendaftaran Hak Cipta Arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan?

2. Mengapa Hak Cipta Arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan tidak dimanfaatkan/ didaftarkan oleh arsitek penciptanya? 3. Bagaimanakah status kepemilikan Hak Cipta Arsitektur yang dibuat dalam

suatu hubungan kerja?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pendaftaran Hak Cipta Arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan;

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengapa Hak Cipta Arsitektur yang dibuat berdasarkan hubungan kerja di Kota Medan tidak dimanfaatkan/ didaftarkan oleh arsitek penciptanya;

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang status kepemilikan Hak Cipta Arsitektur yang dibuat dalam suatu dalam suatu hubungan kerja

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi manfaat untuk mengembangkan ilmu hukum dan dapat menambah


(29)

pengetahuan dalam hal ”Status Kepemilikian Hak Cipta Arsitektur yang dibuat Berdasarkan Hubungan Kerja (Suatu Penelitian di Kota Medan)”

Secara praktis peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para pihak, pemerintah, penegak hukum, akademisi, mahasiswa, masyarakat umum, terutama para arsitek, perusahaan konstruksi, dan pengguna jasa arsitek.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap berbagai literatur dan hasil penelitian pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa topik dan permasalahan yang dibahas yang berhubungan dengan “Status Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur yang dibuat Berdasarkan Hubungan Kerja (Suatu Penelitian di Kota Medan)” untuk judul yang sama belum pernah dilakukan penelitian. Akan tetapi telah ada ulasan ataupun penelitian tentang hak cipta arsitektur, yaitu: dengan judul tesis Perlindungan Hukum terhadap Karya Arsitektur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang ditulis oleh L.K. Safrida Manik, Mahasiswi Magister Kenotariatan, Nomor Induk Mahasiswi 027011032. Akan tetapi tesis tersebut lebih fokus kepada perlindungan hukumnya berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta, dengan pendekatan/ perumusan masalah yang berbeda, yaitu:

1. Apakah peraturan hak cipta di Indonesia telah cukup mengatur perlindungan karya arsitektur?


(30)

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya pelanggaran atas Hak Cipta Karya Arsitektur?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi pelanggararan atas hak Cipta Karya Arsitektur?

sehingga judul tesis ini dapat dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan seperti yang diuraikan diatas, dengan ini dapat dikatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam penulisan tesis ini tidak melanggar hak cipta pihak lain baik secara langsung ataupun tidak langsung termasuk dalam pengutipan dari sumber lain. Oleh karena itu, dapat dipertanggung jawabkan bahwa hasil penelitian ini (tesis) memiliki keaslian atau originalitas. Disamping itu masalah pemahaman, pengkajian dan penelitian dalam hubungan dengan konteks persoalan Hak Cipta Arsitektur masih termasuk langka dan jarang.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan

ketidakbenarannya14. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena

14

J.J. M. Wuisman, dan M. Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996, hlm. 203.


(31)

berdasarkan teori tersebut variabel bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.15 selain itu teori ini bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap topik yang sedang dikaji, disamping itu teori ini dapat memberikan bekal kepada kita apabila akan mengemukakan hipotesis dalam tulisan.16

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis17. Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul.

15

Lexy J. Molloeng,Metodelogi Penelitian Kuantitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35

16

Mukti Fajar ND. & Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian hukum Normatif dan Empiris,

Pustaka Pelajar, yokyakarta, 2010, hal. 144

17


(32)

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum.

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.18

Hukum dibentuk bukan tanpa visi atau dibuat secara tak bermaksud, hukum pada umumnya dibentuk atau dibuat dengan visi atau tujuan untuk memenuhi rasa keadilan, kepastian, dan ketertiban.19Penganut aliran normatif positivisme, secara dogmatis lebih menitikberatkan hukum pada aspek kepastian hukum bagi para pendukung hak dan kewajiban.20

18

Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008, hal 158

19

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofi dan sosiologi),Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 85

20


(33)

Penganut aliran positivisme lebih menitikberatkan kepastian sebagai bentuk perlindungan hukum bagi subjek hukum dari kesewenang-wenangan pihak yang lebih dominan. Subjek hukum yang kurang bahkan tidak dominan pada umumnya kurang bahkan tidak terlindungi haknya dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Kesetaraan hukum adalah latar belakang yang memunculkan teori tentang kepastian hukum. Hukum diciptakan untuk memberikan kepastian perlindungan kepada subjek hukum yang lebih lemah kedudukan hukumnya.21

Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Dalam kehidupan sosial, kepastian adalah menyaratakan kedudukan subjek hukum dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Dalam paham positivisme, kepastian diberikan oleh negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan kepastian dikonkretkan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau menjadi wasit yang memberikan kepastian bagi setiap subjek hukum.22

Dalam hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam

melakukan hubungan hukum melalui hukum kontrak juga memerlukan kepastian hukum. Pembentuk undang-undang memberikan kepastiannya melalui pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian yang

21

Mario A. Tedja, 4 desember 2012, Teori Kepastian dalam Perspektif Hukum,

http://mariotedja.blogspot.com/2012/12/teori-kepastian-dalam-prespektif-hukum.html, Internet, diakses tangal 30 Desember 2012


(34)

berlaku sah adalah undang-undang bagi para subjek hukum yang melakukannya dengan itikad baik. Subjek hukum diberikan keleluasaan dalam memberikan kepastian bagi masing-masing subjek hukum yang terlibat dalam suatu kontrak. Kedudukan yang sama rata dipresentasikan dalam bentuk itikad baik. Antar subjek hukum yang saling menghargai kedudukan masing-masing subjek hukum adalah perwujudan dari itikad baik.23

Kepastian dalam melakukan kontrak tidak hanya dari suatu akibat suatu kontrak yang hendak diinginkan, akan tetapi juga pada substansi kontrak itu sendiri. Pembentuk undang-undang juga mewajibkan kepastian dalam merumuskan suatu kontrak. Pasal 1342 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa kata-kata yang digunakan juga harus jelas sehingga tidak dapat menyimpang dari penafsiran yang sudah dijelaskan. Oleh karena kontrak merupakan undang-undang bagi para subjek hukum maka segala sesuatu yang tertulis harus pasti diartikan oleh para subjek hukum. Jika suatu kontrak tidak memberikan kepastian dalam hal isinya maka kedudukan subjek hukum yang lemah akan tidak terlindungi dan menjadi tidak pasti.24

Selain teori kepastian hukum, penelitian ini membutuhkan juga bantuan dari suatu konsep mengenai kepemilikan dari Locke, Hak Cipta

23Ibid 24Ibid


(35)

dikatakan berakar dari hukum alam sehingga mau tidak mau mengharuskan kita mempelajari pandangan dari John Locke.

Dalam pandangan John Locke, hak kepemilikan adalah sesuatu yang

sah dan diakui karena setiap orang mempunyai hak untuk

memelihara/mempertahankan dirinya. Oleh karena itu setiap orang

mempunyai hak untuk makan, minum dan segala sesuatu yang secara natural manusia akan mengusahakannya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Lebih lanjut Locke menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak atas benda tertentu sebagai hak pribadinya. Atas dasar pemikiran ini maka Locke ingin membangun teori hak kepemilikan bahwa secara natural setiap orang memang sejak awal sudah mempunyai hak-hak untuk menjadi kebutuhan pokoknya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.25

Locke dalam gagasannya mengenai kepemilikan, berkonsep bahwa Tuhan memberikan bumi kepada semua manusia secara sama, demi mendukung kehidupan manusia.26Hak milik yang didasarkan pada pemberian

Tuhan mempunyai sifat yang masih umum, kepemilikan ini masih

menunjukkan kepemilikan bersama.27Persoalan yang muncul kemudian ialah bagaimana supaya kepemilikan bersama itu beralih menjadi kepemilikan pribadi. Dasar apa yang melegitimasi hak milik pribadi.

25

Ridwan, Hak Milik: Perspektif Islam, Kapitalis, dan Sosialis,Purwokerto, STAIN Press, 2010, hal. 112

26

Schmandt, Henry J. Filsafat Politik: Kajian Historis dari Yunani Kuno sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002. hal. 336.

27

Keraf, Sony,Hukum Kodrat & Teori Hak Milik Pribadi, Yogyakarta, Kanisius, 1997, hal. 62.


(36)

Locke mengatakan sesuatu yang telah disediakan oleh alam secara alamiah diberikan bagi seluruh umat manusia. Namun, hak kepemilikan itu muncul apabila seseorang melakukan usaha-usaha kepemilikan yakni dengan adanya The ‘labor’ of his body and the ‘work’ of his hands atau telah memperkerjakan badannya dan menghasilkan karya dari tangannya. Dengan kata lain, kerja merupakan dimensi mendasar dari hidup manusia, karena kerja membuat hidup manusia lebih manusiawi. Kerja mempunyai peranan yang sangat penting untuk melegitimasi milik umum menjadi milik pribadi.28

Negara berusaha mengatur hak-hak kepemilikan objek Hak Cipta selaku Hak Atas Kekayaan Intelektual dengan membuat aturan-aturan dalam perundang-undangan. Aturan-aturan ini berusaha menyeimbangkan antara kepentingan individu dan kepentingan publik. Perbedaan kepentingan ini pada akhirnya juga menimbulkan perbedaan pandangan atas kepemilikan hak dalam hukum Hak Cipta sehingga berdampak pada perlindungan hak-hak, baik ekonomi maupun moral dari seorang Pencipta. Berangkat dari inilah, teori Locke akan digunakan pada penelitian ini yang berjudul Status Kepemilikan Hak Cipta Berdasarkan hubungan Kerja.29

2. Kerangka Konsepsional

a. Status adalah keadaan, kepastian, kedudukan hukum seseorang.

28Ibid

, hal. 67

29

Belinda Rosalinda, Perlindungan Karya Arsitektur Berdasarkan Hak Cipta,PT. Alumni, Bandung, 2010, hal. 37


(37)

b. Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi.

c. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan fikiran, imajinasi, kecekatan, keterampian atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

d. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Suatu ciptaan yang telah diekspresikan secara nyata akan melahirkan hak cipta.

e. Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu, dengan tudak mengutangi pembatasan-pembatasan menutut perundanga-undangan yang berlaku.

f. Pelanggaran Hak Cipta adalah perbuatan merugikan orang lain dan akan mempengaruhi laju pembangunan dalam bidang intelektual yang menghambat upaya meningkatkan kecerdasan bangsa.

g. Arsitek adalah sebutan ahli yang mampu membuat rancang bangun dan memimpin konstruksinya, yang mempunyai latar belakang atau dasar pendidikan tinggi arsitektur dan/atau yang setara

h. Arsitektur adalah seni gambar bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan.


(38)

i. Hubungan kerja adalah hubungan hukum yang terbentuk berdasarkan perjanjian kerja antara arsitek dengan pengusaha yang bergerak di bidang perencanaan konstruksi, yang terjalin akibat adanya penugasan dan kesepakatan antara dua pihak.

j. Perjanjian kerja adalah suatu ikatan hubungan kerja secara tertulis yang mempunyai kekuatan hukum antara pihak pengguna jasa/ perusahaan perencana dan arsitek yang menjalin hubungan kerja, dimana didalamnya diterangkan dengan jelas dan tegas tentang syarat-syarat pekerjaan.

k. Perusahaan perencana/ konsultan perencana adalah perusahaan yang melaksanakan tugas konstruksi dalam bidang perencanaan karya bangunan atau perencanaan lingkungan beserta kelengkapannya.

l. Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa/perusahaan perencana dengan asitek dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris yang merupakan penelitian lapangan dengan sifat penelitian deskriptif analisis yaitu menggambarkan, menelaah, menjelaskan

dan menganalisis peraturan yang berlaku berkaitan dengan Status

Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur yang Dibuat Berdasarkan Hubungan Kerja.


(39)

Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.30 Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (penelitian terhadap data primer) yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian digabungkan dengan data dan prilaku yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Data/materi pokok dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari para responden melalui penelitian lapangan, yaitu para arsitek di kota Medan yang pernah melakukan penciptaan atas suatu arsitektur yang bekerja di perusahaan jasa konstruksi.

Sebagai kegiatan ilmiah, penelitian ini tidak didasarkan kepada peninjauan satu disiplin ilmu hukum saja, tetapi didasarkan kepada perspektif dari disiplin ilmu arsitektur yang relevan. Walaupun penelitian yang dilakukan menggunakan perspektif disiplin ilmu arsitektur, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena perpektif disiplin ilmu arsitektur di pakai hanya sekedar alat bantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian lapangan adalah di Kota Medan. Alasan dipilihnya lokasi ini karena Kota Medan adalah termasuk salah satu kota besar di Indonesia, ibukota Sumatera Utara ini merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, sehingga

30

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm 134


(40)

pembangunannya berkembang cukup pesat, termasuk juga di bidang konstruksi bangunan hasil karya para arsitek.

3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah para arsitek sebagai pencipta suatu arsitektur dan perusahaan perencana konstruksi di kota Medan yang menggunakan tenaga kerja arsitek.

Mengingat keterbatasan waktu dan biaya dikhawatirkan dengan jumlah populasi yang relatif cukup banyak, maka tidak mungkin dapat dilakukan penelitian terhadap semua populasi tersebut diatas, sehingga dari keseluruhan populasi yang ada akan diambil beberapa orang saja sebagai sampel penelitian. Penentuan sampelnya dilakukan secara kelayakan purposive sampling, yaitu sampel dari populasi yang diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi. Untuk itu dari beberapa perusahaan perencana konstruksi yang ada di Kota Medan dipilih arsitek dari setiap perusahaan yang akan dijadikan responden sebagai sampel penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Perusahaan Perencana Konstruksi di Kota Medan, sebanyak 5 perusahaan; b. Para arsitek sebagai pemilik/pemegang hak cipta, sebanyak 10 orang;

Disamping responden, juga dipilih beberapa orang narasumber sebagai informan untuk mengontrol kebenaran data yang diberikan responden dan untuk lebih mempertajam analisis. Mereka ini adalah sebagai berikut :

a. Pihak Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 1 orang;


(41)

b. Pihak pemerintah/penyidik khusus (PPNS-HKI) pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 1 orang.

4. Jenis Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang dipergunakan adalah data primer yang dihasilkan dari penelitian lapangan yang diperoleh langsung dari responden dan informan yang terkait dengan judul penelitian.

Dengan mengadakan studi/penelitian kepustakaan akan diperoleh data awal untuk dipergunakan dalam penelitian lapangan,31 dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan dan petunjuk mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku referensi, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian karya ilmiah yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier

31

Burhan Bungin,“Metodologi Penelitian Sosial, Format -Format Kuantitatif dan Kualitatif,


(42)

Disebut juga bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar, dan media informasi lainya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan pengumpulan data secara langsung dari pihak-pihak terkait dengan objek yang akan diteliti. Agar memperoleh data ini maka akan dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan secara lisan dan terstruktur.

6. Alat Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Studi dokumen, dilakukan secara tidak langsung digunakan untuk

memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian


(43)

b. Observasi, dilakukan dengan mengamat-amati objek penelitian berupa karya-karya arsitektur yang tampak secara fisik atau hasil dari pada suatu ide atau gagasan, yang disebutkan dalam UUHC.

c. Wawancara, dilakukan secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara, berupa wawancara terarah dan tersistematis yang ditujukan kepada responden dan informan.

7. Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul (data sekunder dan data primer), kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap data, baik melalui wawancara observasi, dan inventarisasi data tulis yang ada. Kemudian data diolah dan disususun secara sistematis. Terhadap data tersebut dilakukan analisis secara kualitatif, melalui kerangka berpikir induktif-deduktif sebagai jawaban atas permasalahan hukum yang ada dalam penelitian ini. Kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menjawab rumusan permasalahan dan menghasilkan kesimpulan permasalahan serta tujuan penelitian dapat terpenuhi.


(44)

BAB II

PENDAFTARAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA

A. Dasar Hukum Hak Cipta Arsitektur

Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works(Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) atau yang biasa disebut secara singkat dengan “Konvensi Berne” saja, yang mulai berlaku di tahun 1886, merupakan ketentuan hukum internasional pertama mengatur masalah Hak Cipta antara negara-negara berdaulat.32 Dalam konvensi ini, Hak Cipta diberikan secara otomatis kepada si pembuat karya cipta, dan pembuat tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan Hak Cipta. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pencipta otomatis mendapatkan hak eksklusif Hak Cipta terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatif atau turunannya (karya-karya lain yang dibuat berdasarkan karya pertama), hingga si pencipta secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku Hak Cipta tersebut sudah habis.33

Melalui Konvensi Berne perlindungan Hak Cipta atas arsitektur masih berbentuk sederhana yaitu: plan, sketches, and plastics works, relatif to ...

architecture (perencanaan, sketsa dan karya-karya plastik yang berkaitan dengan

arsitektur) setelah mengalami evolusi melalui revisi-revisinya, Konvensi Berne memberikan konsep terbaru untuk hak cipta arsitektur, yakni sebagai: works of

32

Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips, Bandung , Alumni, 2005, hal. 44

33


(45)

architecture; ... illustrations, maps, sketches and three dimensional works relative to architecture(karya-karya arsitektur; ... ilustrasi, peta-peta, perencanaan, sketsa-sketsa dan karya tiga dimensi yang berhubungan dengan karya arsitektur).34

Sejarah hak cipta di Indonesia bermula pada tahun 1958, bertolak dari nasionalisme ekonomi yang didengungkan Bung Karno. Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern dan menyatakan semua ketentuan hukum tentang hak cipta tidak berlaku, agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karya asing tanpa harus membayar royalti. Dengan pertimbangan agar tidak menyulitkan Indonesia dalam pergaulan masyarakat internasional, sikap itu ditinjau kembali setelah Orde Baru berkuasa ketentuan lama zaman Belanda tentang hak cipta, yakni Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 (aturan kolonial pertama yang sudah disesuaikan dengan Konvensi Bern) berlaku lagi.35

Selanjutnya pada tahun 1982 Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912, dan sebagai gantinya menetapkan UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta pertama di Indonesia. UU itu yang kemudian direvisi dengan UU No. 7 Tahun 1987, setelah itu dirubah dengan UU No. 12 Tahun 1997, dan terakhir diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002 (UUHC 2002) yang

34

Belinda Rosalina,Op Cit, hal. 2

35Ibid,


(46)

berlaku hingga saat ini.36 Perlindungan terhadap arsitektur telah diberikan oleh perundang-undangan Hak Cipta di Indonesia sejak diundangkan pertama sekali dalam UUHC 1982 dan pengaturannya masih diatur dalam UUHC 2002 sampai sekarang.

Pergantian ketentuan hukum melalui pembaruan sejumlah undang-undang tersebut tidak lepas dari peran Indonesia dalam hubungan internasional. Pada tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi pembentukan organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization-WTO), yang mencakup pula perjanjian tentang Trade Re lated Aspects of Intellectual Propertyrights-TRIPs (Perdagangan yang Terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk UU Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997 Indonesia meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997. Yang tidak kalah pentingnya, Indonesia juga meratifikasiCopdiundnagnyrights Treaty(Perjanjian Hak cipta) yang disahkan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) melalui keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 199737

B. Pengaturan Hak Cipta Arsitektur Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002

Masalah hak cipta Arsitektur salah satu yang tidak terlepaskan dari pengaturan muatan materi hukum hak cipta dalam UUHC 2002. Hal ini dapat dilihat secara lengkap dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) UUHC yang menyatakan:

Dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:

36Ibid 37Ibid


(47)

a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan dan pantonim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan; g. Arsitektur;

h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi;

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya seni dari hasil pengalihwujudan.

Yang dimaksud dengan arsitektur menurut Penjelasan Pasal 12 Ayat 1, Huruf g, antara lain meliputi: seni gambar bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan.

UUHC ini berisi 15 bab dan 78 pasal, dari sekian banyak bab dan pasal, terdapat kata “arsitektur” sebanyak 4 (empat) buah yaitu pada:38

38

Artikel non personal, 25 Januari 2008, Hak Cipta dan Karya Arsitektur, http://esubijono.wordpress.com., Internet, diakses tanggal 5 April 2012.


(48)

1. Bab II Pasal 12, tentang Lingkup Hak Cipta salah satu diantaranya adalah arsitektur.

2. Bab II Pasal 15, tentang pembatasan hak cipta arsitektur.

3. Bab II Pasal 23, tentang mempertunjukkan Ciptaan arsitektur di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog. 4. Bab III Pasal 29, tentang Masa Berlaku Hak Cipta arsitektur.

Sementara di dalam Penjelasan UUHC ini terdapat 2 (dua) kata “arsitektur” yaitu pada:

1. Penjelasan Pasal 12 Ayat 1, Huruf c, yang berbunyi:

“Yang dimaksud dengan alat peraga adalah Ciptaan yang berbentuk dua ataupun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain.” , dan

2. Penjelasan Pasal 12 Ayat 1, Huruf g, yang berbunyi:

“Yang dimaksud dengan arsitektur antara lain meliputi: seni gambar bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan.”

Dalam UUHC Tahun 2002 tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cakupan ruang lingkup dan tata cara perlindungannya, namun dalam penjelasan UUHC disebutkan bahwa arsitektur meliputi: seni gambar bangunan, miniatur, dan maket bangunan. Perlindungan ini lebih menjamin hak ekonomi dari para arsitek karena akan tertutupnya kedua alternatif sumber peniruan baik dari gambar bangunan maupun struktur bangunannya.


(49)

Dalam UUHC juga tidak ada ditentukan kriteria atau batasan-batasan dan aspek-aspek apa sajakah yang dimiliki ciptaan arsitektur yang dapat dilindungi sebagai pedoman dalam berpraktek bagi para arsitek, disamping itu dalam undang-undang ini tidak disebutkan bagaimanakah kategori arsitektur yang mempunyai nilai keaslian (originality)39

Untuk perlindungan arsitektur ini beberapa ketentuan yang perlu mendapat pengaturan lebih lanjut secara khusus adalah mengenai ruang lingkup pengertian arsitektur itu sendiri. Apakah pengertiannya meliputi arsitektur dua dimensi saja (seperti rencana, gambar, dan model bangunan) atau termasuk juga arsitektur tiga dimensi (bentuk atau struktur bagunan). Negara-negara peserta Konvensi Berne melindungi keduanya yaitu meliputi ciptaan dua dimensi maupun ciptaan tiga dimensi.40

Pada hak cipta arsitektur sebagaimana terhadap ciptaan lainnya juga terdiri dari hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak telah dialihkan.41

39

L.K. Safrida Manik, Perlindungan Hukum Terhadap Karya Arsitektur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Studi di Kota Medan), Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004, hal. 103

40

Sanusi Bintang,Op Cit, hal. 90

41

Departemen Kehakiman dan HAM, Kompilasi Undang-Undang Republik Indonesia di Bidang Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, 2002, hal. 266


(50)

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah memberikan definisi hak ekonomi adalah hak yang dimiliki seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan dari eksploitasi ciptaannya.42

Hak ekonomi terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :43

1. Hak reproduksi (menerbitkan/memperbanyak)

2. Hak eksekusi (memainkan/mempertunjukkan)

3. Hak adaptasi (memindahkan/mengalihkan) dan

4. Hak interpretasi (menerjemahkan/mengalihbahasakan).

Jenis hak ekonomi pada setiap klasifikasi HKI dapat berbeda-beda. Pada hak cipta, jenis hak ekonomi lebih banyak jika dibandingkan dengan paten dan merek. Abdulkadir Muhammad mengelompokkan hak ekonomi ke dalam 4 jenis yaitu :44

1) Hak perbanyakan (penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau meyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan ciptaan.

2) Hak adaptasi (penyesuaian), yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti penerjemahan dan satu bahasa ke bahasa lain, novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan dijadikan drama radio.

42

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia), Citra Aditya bakti, Bandung, 1997, hal. 65

43Ibid 44

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaali Intelektual,PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal 115


(51)

3) Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran ciptaan dengan menggunakan alat apa pun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar, dilihat, dijual, atau disewa oleh orang lain.

4) Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, dramawan, seniman, peragawati.

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah menggemukakan lebih banyak lagi, ada 8 jenis hak ekonomi yang melekat pada hak cipta, yaitu:45

1 )Hak reproduksi (reproduction right), yaitu hak untuk mengadakan ciptaan. Undang-undang Hak Cipta Indonesia menggunakan istilah hak perbanyakan.

2 )Hak adaptasi (adaptation right), yaitu hak untuk mengadakan adaptasi terhadap Hak Cipta yang sudah ada, misalnya penerjemahan dari sate bahasa ke bahasa lain, isi novel diubah menjadi isi skrenario flim. Hak ini diatur dalamBern Convention clan Unversal Copyright Convention.

3 )Hak distribusi (distribution right), yaitu hak untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan. Dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia, hak ini dimaksudkan dalam hak mengumumkan.

4 )Hak pertunjukan (performance right), yaitu hak untuk mengungkapkan karya seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik, dramawan,

45


(52)

seniman, peragawati. Hak ini diatur dalam Bern Convention, Universal Copyright convention, Rome Convention.

5 )Hak penyiaran (broadcasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan melalui transmisi dan transmisi ulang. Dalani Undang-undang Hak Cipta Indonesia, hak ini dimaksudkan dalam hak mengumumkan. Hak penyiaran diatur dalam Berne Convention, Universal Copyright Convention, Rome Corvention 1961,Brussel Convention1974.

6 )Hak programa kabel(cablecasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan melalui kabel, misalnya siaran televisi melalui kabel kepada televisi pelanggan, yang bersifat komersial. Hak ini hampir sama dengan hak penyiaran. Tetapi tidak melalui transmisi melainkan kabel.

7 )Droit de suite, yaitu hak tambahan Pencipta yang bersifat Kebendaan, diatur dalamBern Convention Revision Brusel 1948andRevision Stockholm 1967.

8 )Hak pinjam masyarakat (public lending right), yaitu hak Pencipta atas pembayaran ciptaan yang tersimpan di perpustakaan umum yang dipinjam oleh masyarakat. Hak ini berlaku di Inggris dan diatur dalam Public Lending Right Act 1979, The Public Lending Right Schenme 1982.hak ini telah banyak dianut oleh negara-negara lain, seperti Amerika Serikat,Belanda, Australia, Jerman, Denmark, Swedia.

Di samping hak ekonomi, ada lagi aspek khusus yang lain pada HKI, yaitu hak moral (moral right). Hak moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Tidak dapat dipisahkan


(53)

dari penciptanya karena pribadi pencipta. Tidak dapat dipisahkan dari penciptanya karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama hak, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta. Kekal artinya melekat pada pencipta selama hidup bahkan setelah meninggal.46

Hak moral berasal dari sistem hukum kontinental, yaitu dari Perancis. Menurut konsep hukum kontinental, hak pengarang (author right) terdiri dari hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai uang dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi pencipta. Menurut Komen dan Verkade, hak moral yang dimiliki pencipta meliputi :47

1) Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan. 2) Larangan mengubah judul.

3) Larangan mengubah penentuan pencipta. 4) Larangan untuk mengadakan perubahan.

Hak moral tetap mempertahankan keaslian ciptaan meskipun hak ekonomi dari ciptaannya telah dialihkan. Pencipta berhak untuk menolak setiap perbuatan yang bersifat merusak atau merubah ciptaannya, karena hal tersebut akan berpengaruh buruk terhadap nama baiknya perbuatan demikian telah melanggar hak moral pencipta.

46

Abdulkadir Muhammad,Op. Cit.,hat 115.

47


(54)

Berikut ini adalah hak-hak yang termasuk hak moral:48

1) Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan pada ciptaan.

2) Hak untuk tak melakukan penambahan pada ciptaan tanpa persetujuan pencipta, atau ahli warisnya.

3) Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan penambahan pada ciptaan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat. Hak moral diatur dalam diatur dalam UUHC dan Konvensi Berne. Ketentuan Pasal 24 UUHC mengatur tiga esensi hak yang meliputi: hak pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan, hak melarang melakukan perubahan dan hak Pencipta untuk merubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.49 Rumusan Pasal 24 UUHC selengkapnya tetulis sebagai berikut:

1. Pencipta atau ahli waris berhak untuk menunutut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta yang dicantumkan dalam ciptaanya.

2. Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencatuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta.

48Ibid 49


(55)

4. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaanya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

Dengan demikian hak moral merupakan manifestasi dari pengakuan manusia terhadap karya orang lain yang sifatnya non ekonomi.50 Hak moral ini diberikan untuk menjaga nama baik atau reputasi pencipta sebagai wujud lain terhadap pengakuan karya intelektualnya.

Secara umum UUHC membagi jangka waktu perlindungan hak cipta ke dalam 5 (lima) kategori yang dihitung sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan atau setelah pencipta meninggal dunia, walaupun pada dasarnya hak tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 34 UUHC telah dilindungi sejak lahirnya suatu ciptaan.

Adapun perincian jangka waktu untuk Hak Cipta Arsitektur adalah sejak pertama kali diumumkan, berlaku selama hidup encipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Untuk ciptaan yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.

Suatu arsitektur dapat pula dihasilkan oleh pegawai atau karyawan suatu lembaga atau perusahan.51 Pemilikan hak ciptanya diatur dalam UUHC Pasal 8 sebagai berikut :

50

M. Djumhana dan R.Djubaedillah,Op.Cit.,Hal 6

51


(56)

(1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.

(3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Tidak hanya arsitektur nasional saja yang dilindungi UUHC, tetapi juga hak cipta internasional (asing). Menyangkut hak cipta asing ini pengaturannya terdapat dalam Pasal 76 huruf c yang menentukan bahwa semua semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia juga dilindungi, dengan ketentuan : (i) negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan hak cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau (ii) negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan hak cipta.52

52Ibid


(57)

C. Ruang Lingkup Perlindungan Hak Cipta Arsitektur

Memahami perlindungan hak cipta harus diawali dengan pemahaman terhadap konsepsi dasar hak cipta. Di dalam hak cipta dikenal beberapa pelaku yang disebut dengan pencipta. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dalam hal ini pencipta yang dimaksud adalah arsitek yang merupakan seseorang yang ahli dalam membuat rancang bangun dan yang memimpin konstruksinya.53

Pencipta apabila mengekspresikan kreativitas dan imajinasinya akan melahirkan apa yang disebut dengan Ciptaan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UUHC, Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Suatu ciptaan yang telah diekspresikan secara nyata akan melahirkan hak cipta. Hak cipta merupakan dasar kepemilikan atas ciptaan yang telah diwujudkan oleh si pencipta. Pasal 1 ayat (1) UUHC menyebutkan bahwa “hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku”.54

53

Budi Agus Riswandi,Perlindungan Data Base dalam Konteks Hukum Hak Cipta Indonesia,

www.iprcentre.org/artikel/.pdf., Internet, diakses tanggal 6 April 2012.


(58)

Secara lengkap Pasal 2 ayat (1) UUHC menegaskan: “Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dari penjelasan pasal di atas, maka dapat dipertegas bahwa hak cipta pada hakekatnya merupakan hak eksklusif yang sifatnya monopoli, di mana hak itu didapat secara otomatis tatkala suatu ciptaan dilahirkan. Dalam hal ini O.K. Saidin berpendapat bahwa “eksklusif berarti khusus, spesifikasi, unik. Keunikan itu, sesuai dengan sifat dan cara melahirkan hak tersebut”.55

Biasanya pelanggaran hak cipta arsitektur itu dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: (1) secara langsung mengcopy rencana-rencana yang dilindungi oleh hak cipta, (2) menggunakan rencana-rencana yang dilindungi hak cipta tanpa mengcopynya, dan (3) mengamati struktur bangunan yang dibangun dengan rencana yang dilindungi hak cipta untuk menciptakan rencana-rencana lainnya.56

Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta arsitektur jika yang ditiru itu adalah sebuah ide (pikiran, gagasan, cita-cita) atau sebuah gaya/corak mode (style). Peniruan teknik konstruksi pun tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, karena hal ini sudah merupakan alat ‘tool the trade’ untuk menghasilkan suatu karya cipta lainnya atau mengembangkan suatu karya cipta yang telah ada. Peniruan yang

55

O.K. Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 Hal. 59.

56


(1)

Kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk memberikan sosialisasi UUHC pada masyarakat arsitektur. Pemerintah melalui PPNS-HKI perlu melakukan sosialisasi, pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum sebagaimana mestinya.

3. Perjanjian atau kontrak mengenai kepemilikan hak cipta antara arsitek dengan Perusahaan Perencana dalam hubungan kerja sangat dperlukan, sehingga disarankan kepada kedua belah pihak agar selalu memasukkan klausula kepemilikan hak cipta arsitektur di dalam perjanjian konstruksinya. Agar tidak ada lagi keraguan tentang status kepemilikan hak cipta. Perlindungan hak cipta arsitektur melalui hukum perjanjian dan kontrak merupakan salah satu jalan keluar yang baik untuk menampung kelemahan pelaksanaan hukum hak cipta selama ini.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agusmidah,Dinamika Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010 Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofi dan sosiologi), Gunung

Agung, Jakarta, 2002

Aloewic, Tjepi F., Naskah Akademis Tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan Penyelesaian Perselisihan Industrial, Jakarta: BPHN, 1996

Amirudin, et.al, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”, RajaGrafindo Prasada, Jakarta, 2006

Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 Bintang, Sanusi,Hukum Hak Cipta, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.

Bintang, Sanusi, dkk., Laporan Hasil Penelitian Perlindungan Hak Cipta Karya Arsitektur (Suatu Penelitian di Banda Aceh), Banda Aceh, 1996.

Budiaharjo, Eko, Arsitek Bicara tentang Arsitektur Indonesia, Alumni, Bandung, 1991.

---,Jati Diri Arsitek Indonesia. Alumni. Bandung, 1997

Budiono, Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, 1997

Bungin, Burhan, “Metodologi Penelitian Sosial, Format -Format Kuantitatif dan Kualitatif,Airlanggga University Press, Surabaya, 2001

Chulsum, Umi,et.al., “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Kashiko, Surabaya, 2006. Damian, Eddy,Hukum Hak Cipta, PT Alumni, Bandung, 2005.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.


(3)

Direktorat jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian,Panduan Pengenalan HKI,Jakarta, Departemen Perindustrian, 2004

Djumhana, Muhamad dan R. Djubaedillah,Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

D.K. Ching, Francis, Architekture: form, space, and order. Canada: John Wiley&Sons, Inc., 1996

Ervianto, Wulfram I.“Manajemen, Proyek Konstruksi”, Andi, Yogyakarta, 2003 Fajar, Mukti & Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian hukum Normatif dan Empiris,

Pustaka Pelajar, yogyakarta, 2010

Hartono, Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 1992

Ikatan Arsitek Indonesia, Pedoman hubungan Kerja antara Arsitek Dengan Pengguna jasa,Jakarta, IAI, 2001

Keraf, Sony.Hukum Kodrat & Teori Hak Milik Pribadi. Yogyakarta: Kanisius. 1997 Lubis, M. Solli,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994 Macdonald, angus J,Struktur dan Arsitektur, Jakarta, Erlangga, 2002

Mangunwijaya, Y.B.,Wastu Citra: Pengantar ke ilmu Budaya bentuk Arsitektur; Sendi-sendi Filsafatnya beserta Contoh-Contoh Praktis, jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta,2008

Molloeng, Lexy J.,Metodelogi Penelitian Kuantitatif,Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993

Muhammad, Abdulkadir, “Hukum dan Penelitian Hukum” , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004

---, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaali Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal 115


(4)

Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten dan Seluk beluknya,Erlangga, Jakarta, 2008

Rahardjo, Satjipto,”Ilmu Hukum”, Alumni, Bandung, 1985

---, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1986

Rasyidi dan Ira Thania Rasyidi,Pengantar filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002

Ridwan, Hak Milik: Perspektif Islam, Kapitalis, dan Sosialis, Purwokerto, STAIN Press, 2010

Rosalina, Belinda, Perlindungan Karya Arsitektur Berdasarkan Hak Cipta, PT. Alumni, Bandung, 2010

Saidin, O.K., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Sardjono, AgusHak Cipta dalam desain grafis. Jakarta, Yellow Dot Publishing, 2008

Schmandt, Henry J. Filsafat Politik: Kajian Historis dari Yunani Kuno sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002

Soebekti,Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 2005

Soelistyo, Henry,Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, 2011. Soeroso, R,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Supomo, Imam,Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1995

Sudaryat, dkk.,Hak Kekayaan Intelektual: Memahami Prinsip Dasar, Cakupan, dan Undang-undang Yang Berlaku, Oase Media, Jakarta, 2010

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004

Sutedi, Adrian,Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 Snyder, James C., et.al,Pengantar Arsitektur, Erlangga, Jakarta, 2000 Syah, Mahendra Sultan,Manajemen Proyek, Gramedia, Jakarta, 2004

Wuisman, J.J. M., dalam M. Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996


(5)

Yuwono, Ismantoro Dwi, Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220).

---Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi ---Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan C. Karya Ilmiah

Cut Era Fitri Yeni, Perlindungan Hak Cipta Karya Arsitektur dalam Suatu Hubungan Kerja (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh), Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2002

Fanny Puspita, Perlindungan Hukum Hak Cipta Arsitektur Perumahan, Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Diponogoro, Semarang, 2009.

L.K. Safrida Manik, Perlindungan Hukum Terhadap Karya Arsitektur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Studi di Kota Medan), Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas sumatera Utara, Medan, 2004.

Via Media, Indikator Pelanggaran Karya Arsitektur dan Korelasinya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponogoro, Semarang, 2008. D. Sumber Internet

Ali, 21 Juni 2010, UU Hak Cipta Belum Bisa Melindungi Karya Arsitektur, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c1f7d1492475/ , diakses tanggal 1 April 2012.

Arianto Sam, 28 September 2012, Pengertian hubungan Kerja,

sobatbaru.blogspot.com /hub kerja/pengertian-hubungan-kerja.html, diakses tanggal 2 Oktober 2012.


(6)

Artikel non-personal, 13 januari 2011, Dunia Arsitek dan Arsitektural, http://indofiles.showthread.php.htm., Arsitektural, diakses 14 Februari2012 Artikel non-personal, 25 Januari 2008, Hak Cipta dan Karya Arsitektur,

http://esubijono.wordpress.com., diakses tanggal 5 April 2012.

Dwiyanto, Agung, 20 September 2011, Arsitek Profesional dan Peannya dalam Dunia Kerja. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, http://eprints@undip.ac.id., diakses 15 Februari 2012

Hendraningsih,Peran, Kesan, dan Bentuk-bentuk Arsitektur,Bandung : Djambatan, 1985.

Rachmi Hertanti, 13 Juli 2011, Hak Cipta didalam Desain Arsitektur Rumah,

www.http://rachmihertanti.blogspot.com/-hak-cipta-di-dalam-desain-arsitektur.html, diakses tanggal 16 Agustus 2012

Reinaldi Tamim, 27 Maret 2003, Ringkasan Kasus Posisi Jones vs. Johnson, www.yahoo.group/reinalditamim.com, diakses tanggal 13 Juni 2012.

Riswandi, Budi Agus, Perlindungan Data Base dalam Konteks Hukum Hak Cipta Indonesia,www.iprcentre.org/artikel/.pdf., diakses tanggal 6 April 2012. Rosalina, Belinda, 8 Januari 2008, Arsitek, lindungilah karya ciptamu,

http://belindarosalina.wordpress.com., diakses tanggal 1 april 2012.

Tedja, Mario A. Tedja, 4 desember 2012, Teori Kepastian dalam Perspektif hukum, http://mariotedja.blogspot.com/2012/12/teori-kepastian-dalam-prespektif-hukum.html, diakses tanggal 12 Desember 2012


Dokumen yang terkait

Persepsi Anggota IJTI Mengenai Hak Cipta Pada Tayangan On The Spot (Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Anggota Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia Wilayah Kota Medan Terhadap Persoalan Hak Cipta Pada Tayangan On The Spot di Trans7 )

0 36 89

Penerapan Undang-Undang Hak Cipta Dalam Bidang Karya Sinematografi (Studi Di Kota Medan)

5 69 81

Perlindungan Atas Hak Produser Rekaman Suara Dan Pemegang Hak Cipta (Penelitian Pada Sarana Hiburan Di Kota Medan)

0 36 139

Sertifikasi Lisensi Hak Cipta Musik Dan Lagu Radio Siaran Swasta Nasional Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (Suatu Penelitian di Kota Medan)

1 48 144

Perlindungan Hukum Terhadap,Karya Cipta Buku Menurutundang-Undang Hak Cipta Indonesia (Suatu Penelitian Di Kota Medan)

0 53 123

IMPLEMENTASI PASAL 12 AYAT (1) HURUF G UNDANG – UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP KARYA ARSITEKTUR DI KOTA MALANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untukmemperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

1 0 146

Pencipta dan kepemilikan hak cipta

0 0 9

BAB II PENDAFTARAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA A. Dasar Hukum Hak Cipta Arsitektur - Status Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur Yang Dibuat Berdasarkan Hubungan Kerja (Suatu Penelitian Di Kota Medan)

0 1 48

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Status Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur Yang Dibuat Berdasarkan Hubungan Kerja (Suatu Penelitian Di Kota Medan)

0 0 25

STATUS KEPEMILIKAN HAK CIPTA ARSITEKTUR YANG DIBUAT BERDASARKAN HUBUNGAN KERJA (SUATU PENELITIAN DI KOTA MEDAN) TESIS

0 3 16