BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan jaman dan iptek, perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multi
kompleks. Prilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada prilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada prilaku yang tidak sesuai
dengan norma. Terhadap prilaku yang tidak sesuai dengan norma hukum yang beralaku, tidak menjadi masalah. Terhadap prilaku yang tidak sesuai dengan
norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan dibidang hukum dan merugikan masyarakat.
Selama tahun 2008, terdapat 2.710 kasus kecelakaan lalu lintas lakalantas di sumatera utara dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.544 orang, luka
berat sebanyak 1.999 orang dan luka ringan sebanyak 2.215 orang, sedangkan jumlah kerugian materi akibat 2.710 kasus lakalantas tersebut mencapai 7,213
miliar.
1
Berdasarkan perkembangan pengaruh kemajuan iptek, kemajuan budaya, pada umumnya bukan hanya orang dewasa, tetapi anak-anak juga terjebak
melanggar norma terutama norma hukum. Anak-anak terjebak dalam pola konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjurus ke tindakan kriminal,
seperti ekstasi, narkotika, pemerasan, pencurian, penganiayaan, pemerkosa,
1
www.google.com. Sinar Indonesia Baru, Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas, 4 Januari 2009
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran lalu lintas dan sebagainya. Apalagi dalam era sekarang ini banyak orang tua yang terlalu disibukkan mengurus pemenuhan duniawi materiil
sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan, ataupun gengsi. Anak yang kurang atau tidak memperoleh secara fisik, mental maupun sosial
seiring berprilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat. Untuk itu salah satu pertimbangan
consideran Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyatakan “ bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan
dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
Pertanggung jawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno mengatakan “orang tidak mungkin
dipertanggung jawabkan dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana”
2
Tindak pidana tidak berdiri sendiri, baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti orang yang melakukan tindak pidana tidak
. Dengan demikian, pertanggung jawaban pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana. Pertanggung jawaban pidana hanya akan terjadi jika
sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya, eksistensi suatu tindak pidana tidak tergantung apakah ada orang-orang yang pada
kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut
2
Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1987.
Universitas Sumatera Utara
dengan sendirinya harus dipidana. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan vewijtbaar heid yang objektif terdapat perbuatan yang
berlaku, dan secara subjektif kepada sipembuat yang memenuhi persyaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya. Dasar adanya tindak pidana adalah
asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidana adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa sipembuat tindak pidana akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam
melakukan tidak pidana tersebut. Menurut Pasal 31 Rancangan Kitap Undang- undang Hukum Pidana KUHP pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya
celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana karena perbuatannya itu.
3
3
RUU RI Tentang KUHP, Direktorat Jendral Peraturan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI,2004,hal 14
menderita kerugian besar yang tidak dapat diperbaiki bahkan mengkibatkan kematian. Pada dasarnya pengaturan tentang tata tertip berlalu lintas telah diatur
didalam Undang-undang nomor 14 tahun1992 tentang lalu lintas dan jalan raya ditambah dengan Peraturan Pemeritah Nomor 41 sampai Nomor 43 tahun 1993
yang mengatur masalah lalu lintas, khususnya pada setiap pengemudi kendaraan bermotor, banyak perintah-perintah dan larangan-larangan yang diberikan
bertujuan untuk menyelamatkan lalu lintas dijalan raya terhadap kelalaian tidak menggunakan kemampuan yang dimilikinya ketika kemampuan tersebut harusnya
ia gunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban yang berakibat orang lain menderita kerugian besar yang tidak dapat diperbaiki, oleh karena itu ancaman
pidannya layak dikenakan pidana.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk dijadikan bahan pembentukan skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak
Dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas”.
B. Perumusan masalah