Model fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan, Babylonia spirata L. di Karang Serang, Tangerang, Propinsi Banten

(1)

DI KARANG SERANG TANGERANG PROVINSI BANTEN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Miawati Esman C54102024

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

MIAWATI ESMAN. Model Fungsi Produksi Unit Penangkapan Bubu Keong Macan (Babylonia spirata L.) di Karang Serang Tangerang Provinsi Banten. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO.

Karang Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang. Salah satu hasil tangkapan utama para nelayan dalam beberapa tahun terakhir di lokasi ini adalah keong macan. Keong macan merupakan gastropoda yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam upaya mengoptimumkan usaha penangkapan bubu keong macan di Karang Serang, perlu mengetahui hubungan faktor-faktor produksi alat tangkap ini terhadap produksinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor produksi yang berperan dan hubungannya terhadap produksi pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang, membuat model fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang, mengidentifikasi keragaan analisis usaha pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang.

Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan September 2005 di Perairan Karang Serang, Tangerang. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei dan pengambilan responden dilakukan dengan cara purposive sampling.

Faktor produksi yang berpengaruh nyata secara sendiri-sendiri adalah jumlah tenaga kerja dan jumlah umpan, yang memiliki hubungan positif dengan produksi. Model fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang memperoleh persamaan Cobb-Douglas sebagai berikut : Log Y = 0,4606 + 0,2243 Log X2 + 0,1980 Log X4 dimana jumlah setting (X2) dan jumlah umpan (X4).

Usaha penangkapan bubu keong macan di Karang Serang memperoleh keuntungan selama satu tahun sebesar Rp 33.411.333,33. Nilai R-C ratio sebesar 2,02 dan BEP nilai produksi sebesar Rp 10.499.444,45 atau sebesar 299,98 kilogram.


(3)

DI KARANG SERANG TANGERANG PROPINSI BANTEN

MIAWATI ESMAN

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(4)

Judul skripsi : Model Fungsi Produksi Unit Penangkapan Bubu Keong Macan (Babylonia spirata L.) di Karang Serang Tangerang Provinsi Banten

Nama mahasiswa : Miawati Esman

NRP : C54102024

Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui, Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP 131 953 486

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP 130 805 031


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

MODEL FUNGSI PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN BUBU KEONG MACAN (Babylonia spirata L.) DI KARANG SERANG TANGERANG PROVINSI BANTEN

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 20 Maret 2006

Miawati Esman C54102024


(6)

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi “Model Fungsi Produksi Unit Penangkapan Bubu Keong Macan (Babylonia spirata L.) di Karang Serang Tangerang Provinsi Banten”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1 Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penelitian sampai penyelesaian skripsi;

2 Keluarga tercinta atas doa, kasih sayang, dorongan dan berbagai hal lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu;

3 Keluarga Bapak Endung yang telah membantu pelaksanaan penelitian; dan

4 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, 20 Maret 2006


(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Deskripsi Keong Macan ... 3

2.1.1Klasifikasi dan identifikasi ... 3

2.1.2Morfologi ... 3

2.1.3Makanan dan kebiasaan makan ... 3

2.2Alat Tangkap Bubu ... 5

2.3 Permodelan ... 6

2.4 Fungsi Produksi ... 8

2.5 Analisis Usaha ... 8

3 METODOLOGI ... 10

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2Metode Pengumpulan Data ... 10

3.3Batasan Penelitian ... 10

3.4Metode Analisis Data ... 11

3.4.1 Fungsi produksi ... 11

3.4.2 Analisis usaha ... 15

3.4.2.1 Analisis laba-rugi ... 15

3.4.2.2 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R-C ratio)) ... 15

3.4.2.3 Analisis titik impas (BEP) ... 15

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 17

Keadaan Geografi dan Topografi ... 17


(9)

Kapal 17

Alat tangkap ... 19

Nelayan 21 Sarana dan Prasarana Perikanan... 22

Musim dan Daerah Penangkapan Ikan ... 23

Produksi Perikanan ... 23

Pemasaran Hasil Tangkapan ... 24

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Sejarah Perikanan Bubu Keong Macan ... 27

Unit Penangkapan Bubu Keong Macan ... 27

Kapal 27 Nelayan 28 Alat tangkap ... 28

Metode Pengoperasian Bubu Keong Macan ... 30

Analisis Faktor Produksi ... 32

Usaha Unit Penangkapan Bubu Keong Macan ... 36

Analisis usaha ... 36

Analisis laba-rugi ... 38

Rasio imbangan penerimaan dan biaya (R-C ratio) ... 38

Analisis titik impas (BEP) ... 38

Sistem bagi hasil ... 39

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan jumlah perahu dan kapal di Kabupaten Tangerang

Periode 1999-2003 ... 18 2. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang

periode1999-2003 ... 20 3. Jumlah nelayan pemilik dan buruh di Kabupaten Tangerang

periode 1999-2003 ... 21 4. Perkembangan produksi perikanan laut di Kabupaten Tangerang

periode 1993-2003 ... 24 5. Produktivitas nelayan di Kabupaten Tangerang ... 24 6. Analisis uji koefisien regresi fungsi produksi unit penangkapan

bubu keong macan ... 33 7. Nilai koefisien regresi (bi), standard error koefisien regresi (Sbi)

dan thitfungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan ... 33 8. Nilai APP dan MPP faktor-faktor produksi unit penangkapan

bubu keong macan di Karang Serang ... 34


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi cangkang keong macan (Babylonia spirata L.) ... 4

2. Perkembangan jumlah perahu dan kapal di Kabupaten Tangerang periode 1993-2003 ... 17

3. Perkembangan jenis alat tangkap yang dominan di Kabupaten Tangerang periode 1993-2003 ... 19

4. Perkembangan jumlah nelayan pemilik dan buruh di Kabupaten Tangerang periode 1993-2003 ... 21

5. Rantai pemasaran hasil perikanan laut Kabupaten Tangerang ... 24

6. Distribusi hasil tangkapan keong macan yang didaratkan di Karang Serang ... 25

7. Kapal bubu keong macan di Karang Serang ... 26

8. Mesin bubu keong macan di Karang Serang... 27

9. Konstruksi bubu keong macan di Karang Serang ... 28

10.Setting bubu keong macan ... 29

11.Bagan sistem bagi hasil nelayan bubu keong macan di Karang Serang ... 39


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta lokasi penelitian ... 44 2. Data produksi hasil tangkapan dan faktor-faktor produksi

pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang ... 45 3. Hasil analisis regresi Cobb-Douglas unit penangkapan bubu

keong macan di Karang Serang... 47 4. Korelasi faktor-faktor produksi unit penangkapan bubu

keong macan di Karang Serang... 48 5. Nilai APP dan MPP faktor-faktor produksi unit penangkapan

bubu keong macan di Karang Serang ... 49 6. Diagram optimasi faktor produksi setting dan umpan bubu

keong macan di Karang Serang... 50 7. Biaya investasi unit penangkapan bubu keong macan

menurut responden ... 51 8. Biaya perawatan unit penangkapan bubu keong macan per

tahun menurut responden ... 52 9. Biaya operasional unit penangkapan bubu keong macan per

trip menurut responden ... 53 10.Analisis usaha penangkapan bubu keong macan di Karang Serang ... 54


(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karang Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Hal ini di dukung oleh letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Salah satu hasil tangkapan utama para nelayan dalam beberapa tahun terakhir di lokasi ini adalah keong macan. Kegiatan penangkapan keong macan ini dilakukan setelah adanya permintaan dari perusahaan pengumpul kerang yang ada di Jakarta. Hal ini di karenakan keong macan memiliki harga yang cukup tinggi. Selain itu juga fishing ground dari keong macan dekat dengan Desa Karang Serang. Permintaan akan keong macan makin hari makin meningkat dengan harga yang terus meningkat dari harga Rp 8.000 hingga sekarang mencapai Rp 35.000 untuk setiap kilogramnya dari bakul ke pengumpul.

Keong macan merupakan gastropoda yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena keong macan merupakan salah satu komoditas ekspor dengan negara tujuan utama adalah negara-negara di Asia, seperti Thailand, Taiwan, Singapura, Hongkong dan Malaysia (Yulianda et al., 2000). Permintaan pasar ekspor yang tinggi untuk konsumsi disebabkan karena dagingnya banyak mengandung protein, kandungan lendir yang sedikit, rasanya enak dan mudah dalam pengelolaannya. Habitat keong macan menyukai dasar pasir berlumpur (Dharma, 1988).

Usaha pemanfaatan keong macan di Karang Serang menggunakan alat tangkap bubu. Bubu termasuk alat tangkap yang pasif, dimana dalam pengoperasiannya menunggu ikan atau biota air masuk kedalam alat tangkap tersebut. Bubu keong macan yang dioperasikan di Perairan Karang Serang termasuk bubu dasar (ground fishpot) dan terbuat dari anyaman bambu.

Dalam upaya mengefektifkan usaha penangkapan bubu keong macan di Karang Serang, perlu mengetahui hubungan faktor-faktor produksi alat tangkap ini terhadap produksinya. Telah banyak dilakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya keong macan diantaranya mengenai seleksi umpan bubu


(14)

keong macan (Rizqi, 2003), pengaruh jenis umpan dan lama perendaman terhadap hasil tangkapan keong macan (Zein, 2003; Aristiani, 2004), perbandingan hasil tangkapan keong macan antara bubu Karang Serang dan bubu Pelabuhan Ratu (Lismawati, 2005). Namun hingga kini, belum ditemukan penelitian mengenai analisis hubungan faktor-faktor produksi terhadap produksinya pada unit penangkapan bubu keong macan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah faktor-faktor produksi yang mempengaruhi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang, yang diharapkan dapat berguna, sebagai bahan informasi dasar untuk pengembangan perikanan keong macan di Karang Serang.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasikan faktor-faktor produksi yang berperan dan hubungannya terhadap produksi pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang;

2. Membuat model fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang;

3. Mengidentifikasi keragaan analisis usaha pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pelaku usaha perikanan bubu keong dan mendapatkan data terkini perikanana bubu keong macan yang nantinya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan perikanan bubu keong macan.


(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Keong Macan 2.1.1 Klasifikasi dan identifikasi

Klasifikasi keong macan (Babylonia spirata) menurut Abbot dan Boss (1989) adalah sebagai berikut :

Filum : Moluska Kelas : Gastropoda

Sub Kelas : Prosobranchia Ordo : Neogastropoda

Super Famili : Muricoidea Famili : Buccinidae

Genus : Babylonia

Spesies : Babylonia spirata (L)

Cangkang keong berbentuk oval, tebal dan berwarna putih dengan bintik-bintik coklat-orange yang tidak teratur. Spire bertingkat dan sebuah apex pada ujungnya.

Suture melebar, dalam dan semakin besar pada bagian bawah cangkang. Umbilicus

terletak pada tepi cangkang yang tebal. Keong macan mempunyai ukuran panjang 3,5-4,5 cm. Pada umumnya keong macan terdapat pada wilayah Indo-Pasifik (Dance 1977).

2.1.2 Morfologi

Secara umum cangkang moluska terdiri atas lapisan dalam dan luar. Lapisan luar cangkang (Periostracum), merupakan lapisan tipis dari bahan organik. Ketebalan lapisan ini bervariasi untuk tiap spesies bergantung pada habitatnya. Moluska yang hidup di air tawar dan dataran tinggi, biasanya memiliki Periostracum yang lebih tebal dibandingkan dengan yang hidup di daerah tropis atau laut hangat (Watanabe, 1988). Lapisan dalam cangkang berupa lapisan kalsit yang terbagi atas lapisan homogen, prismatic, foliat, nacreous, silinder bersilang dan lapisan kompleks (Watanabe, 1988).


(16)

Bentuk cangkang siput umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung whorl). Puncak kerucut merupakan bagian tertua yang disebut

apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung atau konde terbesar disebut body whorl. Gelung-gelung kecil disebut spire. Diantara bibir dalam (inner lip) dan gelung terbesar (body whorl) terdapat umbilicus, yaitu ujung columella yang berupa celah sempit sampai lebar dan dalam. Aperture ialah bukaan cangkang, tempat tersembulnya mantel dan kaki (Hindras, 2001). Cangkang keong macan dapat dilihat pada Gambar 1.

Tubuh keong terdiri atas empat bagian utama yaitu kepala, kaki, isi perut dan mantel. Pada kepala terdapat sepasang mata, sepasang tentakel, sebuah mulut dan sebuah siphon. Mantel merupakan arsitek pembentuk struktur cangkang dan pola warnanya (Yulianda, 1999). Gastropoda mengalami torsi yaitu peristiwa dimana cangkang beserta tubuh dibelakang kepala yang terdiri dari mass visceral, mantel dan rongga mantel memutar 180º yang berlawanan dengan arah jarum jam.

Gambar 1 Cangkang keong macan (Babylonia spirata L.).

2.1.3 Makanan dan kebiasaan makan

Menurut Ruppert dan Barnes (1994). Prosobranchia merupakan kelompok hewan karnivora dan pemakan daging dan bangkai yang cukup selektif. Jenis keong ini lebih menyukai daging segar sebagai makanannya. Prosobranchia menggunakan

radula sebagai alat bantu makan. Radula pada Prosobranchia mengalami berbagai modifikasi bentuk menjadi alat untuk memotong, mencabik dan memegang mangsa.


(17)

Sebagian besar ordo Neogastropoda merupakan siput karnivora yang mempunyai cara pemangsaan yang berbeda-beda. Cara pertama yaitu mangsa dideteksi dengan siphon

dan ditangkap dengan menjulurkan probosis, setelah itu makanan dihancurkan dengan radula yang terdapat dibagian probosis tersebut. Untuk cara yang kedua siput mengebor mangsanya, lalu menggerus dan menghisapnya dengan radula (Rizqi, 2003).

2.2 Alat Tangkap Bubu

Perangkap adalah alat tangkap yang umumnya berbentuk kurungan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa adanya paksaan, tetapi ikan tersebut akan sukar keluar karena terhalang pintu masuknya yang berbentuk corong (Von Brandt, 1984).

Menurut Subani dan Barus (1989) perikanan bubu sudah dikenal lama oleh nelayan karena cara pembuatan dan pengoperasaiannya mudah. Bubu termasuk alat tangkap pasif, biaya pembuatannya relatif murah, sehingga sangat membantu nelayan yang bermodal kecil atau nelayan skala kecil. Bubu dibuat dari anyaman bambu, anyaman rotan atau anyaman kawat. Dilihat dari cara pengoperasiannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).

Menurut Barus et al (1988) bubu dasar dapat dioperasikan dengan cara dipasang secara terpisah satu bubu dengan satu pelampung dan bisa juga dipasang secara bergandengan dengan menggunakan tali utama, cara ini dinamakan ”Longline Trap” dengan cara ini dapat dioperasikan beberapa buah sampai dengan puluhan bahkan ratusan bubu.

Salah satu bubu yang digunakan di Karang Serang adalah bubu keong macan yang terbuat dari anyaman bambu. Ukuran bubu keong macan dari anyaman bambu yang banyak dipakai adalah bagian bawah berdiameter 20-30 cm, bagian atas berdiameter 10-15 cm, tingginya berkisar antara 10-15 cm. Pemberat disetiap ujung bubu mempunyai berat kurang lebih 1 kg. Penusuk umpan memakai kawat dengan diameter kurang lebih 2 mm. Bendera diikatkan pada pelampung dan merupakan tanda dari adanya bubu yang sedang dioperasikan. Ukuran bubu bisa berbeda


(18)

bergantung daerah penangkapan, serta nelayan yang membuat dan mengoperasikannya (Martasuganda, 2003).

Keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional adalah pembuatan alat mudah dan murah, pengoperasian alat mudah, kualitas hasil tangkapan segar, tidak merusak sumberdaya secara ekologis maupun teknis, dapat dioperasikan dimana alat tangkap lain tidak bisa dioperasikan. Sedangkan faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap dalam bubu yaitu tertarik umpan, sebagai tempat berlindung, karena sifat tigmotaksis ikan itu sendiri dan digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi (Monintja dan Martasuganda, 1990).

2.3 Permodelan

Menurut Supranto (1988), model merupakan suatu representasi dari suatu sistem yang sedang kita pelajari (bisa berupa objek, kejadian, proses) dan dipergunakan sebagai alat untuk meramalkan dan mengontrol. Model dimaksudkan agar dapat mempermudah untuk penentuan bagaimana perubahan komponen dari model yang merupakan suatu sistem mempengaruhi aspek lainnya atau bahkan seluruh aspek dalam model. Model juga merupakan kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lainnya saling berkaitan.

Menurut Komarudin (1995), model dalam suatu proses produksi merupakan suatu kombinasi dari berbagai faktor input yang dibutuhkan untuk memproduksi output. Ada 2 tahapan penting dalam penyusunan model yaitu mengidentifikasi komponen-komponen yang penting dari sistem dan menentukan hubungan-hubungan fungsi kuantitatif dari semua komponen.

Tujuan pembuatan model adalah sebagai alat analisis, khususnya untuk mengetahui besar pengaruh secara kuantitatif dari variabel yang satu terhadap variabel yang lain secara timbal balik. Selain itu, model digunakan untuk peramalan serta sebagai alat pembuat keputusan dan alat penyusun kebijaksanaan (Supranto, 1983).


(19)

2.4 Fungsi produksi

Menurut Maragunung (1986), menyatakan bahwa produksi adalah suatu proses transformasi segala faktor-faktor produksi oleh suatu satuan ekonomi kepada output atau material yang dapat memberikan manfaat kepada manusia.

Produksi adalah jumlah keluaran atau output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Untuk mengetahui output ini diperlukan sejumlah masukkan yang disebut sebagai faktor produksi. Hubungan antara faktor produksi yang dimasukkan dalam proses produksi dengan hasil produksinya sering dinyatakan dalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi ini menyatakan produksi total yang dihasilkan pada berbagai tingkat penggunaan faktor produksi (Lypsey et al, 1984).

Menurut Ernawati (2001), untuk mendapatkan hasil yang memuaskan perusahaan perikanan laut harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah: 1) kekayaan alam seperti sumberdaya perikanan dan kekayaan lainnya yang tersedia 2) tenaga kerja manusia yaitu nelayan 3) keterampilan yang dimiliki oleh manusia 4) modal dan 5) teknologi yang digunakan.

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat (kombinasi) penggunaan input-input. Analisis dan estimasi hubungan tersebut dikenal sebagai analisis fungsi produksi. (Prayitno dan Arsyad, 1987). Dalam analisis fungsi produksi, hubungan output dan input biasanya ditunjukkan dalam bentuk hubungan fungsi sebagai berikut:

) ,... ,

, ,

(X1 X2 X3 X4 Xn f

Y =

Dimana, Xi adalah n macam faktor-faktor produksi yang dipakai untuk menghasilkan produksi (Y) tersebut. Fungsi diatas hanya menerangkan bahwa produksi yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi, tetapi belum memberikan hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi. Untuk dapat memberikan hubungan kuantitatif, salah satu bentuk fungsi produksi sederhana yang sering digunakan dalam analisis fungsi produksi perikanan adalah bentuk fungsi Cobb-Douglas.


(20)

Soekartawi (1994) menyatakan bahwa fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut variabel dependent yang dijelaskan oleh (Y) dan yang lain disebut variabel independent yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dengan cara regresi, variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X.

Koefisien elastisitas menunjukkan produksi berada pada tahap rasional atau tidak rasional dilihat dari koefisien teknis. Tahap produksi rasional apabila elastisitas produksi antara 0<Ep<1. Sedangkan apabila elastisitas produksi masih besar dari satu, maka masih selalu ada kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi dan penggunaan faktor produksi sedemikian rupa sehinggga dengan jumlah faktor produksi yang sama dapat menghasilkan produksi total lebih besar. Atau dapat pula dikatakan bahwa produksi yang sama dapat dihasilkan dengan faktor produksi yang lebih sedikit. Dalam keadaan yang demikian produksi memang belum efisien sehingga disebut tidak rasional. Sedangkan pada waktu produksi total mulai menurun dan produksi marjinal sudah negatif, yang berarti pula elastisitas produksi sudah negatif (Ep<0) atau tahap produksi tidak rasional karena penambahan penggunaan faktor produksi justru mengakibatkan produksi total menurun (Prayitno dan Arsyad, 1987).

Produk marjinal dari suatu input adalah output tambahan yang bisa diperoleh dengan menambahkan input yang bersangkutan satu unit sedang input-input lain dinggap konstan (Nicholson, 1991).

Marjinal fisik produk (MPP) adalah tambahan output yang dihasilkan dari penambahan satu unit variabel input sedangkan rata-rata fisik produk adalah perbandingan rata-rata produksi dengan rata-rata satu variabel peubah input (Prayitno dan Arsyad, 1987).

2.5 Analisis Usaha

Analisis usaha merupakan suatu analisis dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Analisis usaha dalam bidang perikanan


(21)

merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berjalan. Dengan analisis usaha seorang pengusaha dapat membuat perhitungan dan menentukan langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya. Untuk mendapatkan keuntungan yang besar, dapat dilakukan dengan cara menekan biaya produksi (Rahardi, 2001).

Menurut Djamin (1988), penyusutan adalah salah satu bentuk hubungan antara penggunaan modal atau uang dengan proses perjalanan waktu, yaitu merupakan proses berkurangnya harga atau nilai suatu peralatan karena digunakan.

Komponen yang digunakan dalam analisis usaha perikanan adalah biaya produksi, penerimaan usaha dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Keuntungan adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya. Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga persatuan produk. Biaya total adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah input tertentu (Djamin, 1984).

BEP (break event point) adalah untuk mengetahui pada jumlah penjualan dan volume produksi yang tidak memperoleh kerugian dan tidak memperoleh laba, juga pada jumlah penjualan dan volume produksi yang dapat mencapai keuntungan tertentu (Djamin, 1984).

R-C ratio dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Djamin, 1984).


(22)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli 2005 sampai dengan Bulan November 2005. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada Bulan September 2005 di Perairan Karang Serang, Tangerang.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilokasi penelitian dengan melakukan wawancara serta pengisian lembar kuesioner terhadap 30 unit kapal bubu keong macan dari 78 unit kapal bubu keong macan yang ada di lokasi penelitian. Data yang diambil berupa faktor-faktor produksi (data jumlah bubu, setting, umpan, bahan bakar minyak, GT dan PK), data jumlah perbekalan yang digunakan setiap satu kali trip, data biaya investasi dan biaya perawatan. Pengambilan responden dilakukan dengan cara purposive sampling. Data sekunder diperoleh dari informasi pihak Dinas Perikanan setempat dan studi pustaka lainnya.

3.3 Batasan Penelitian

Batasan yang digunakan dalam pengambilan data hasil tangkapan dan alat tangkap adalah :

(1) Jenis hasil tangkapan adalah keong macan;

(2) Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian adalah jumlah bubu, jumlah setting, jumlah tenaga kerja, jumlah umpan, bahan bakar, GT dan PK;

(3) Kapal yang digunakan adalah kapal bubu keong macan yang berukuran 0,87-2,48 GT dan beroperasi di wilayah pantai yaitu Tanjung Kait, Tanjung Pasir dan Pulau Rambut.


(23)

3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Fungsi produksi

Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi dapat dihitung berdasarkan fungsi produksi Douglas. Model Cobb-Douglas/Logaritma (Soekartawi, 1994)

e x x

x a

Y an

n a a + + + + +

= 1 2 ...

2 1

Fungsi ini dapat disederhanakan dengan cara membuat normalnya sebagai berikut : e Ln Logx b Logx b Logx b Loga

LogY = 0 + 1 1 + 2 2 +...+ n n +

Keterangan : Y = Produksi

X1 .... Xn = Faktor produksi

ao = Titik potong (intersep)

b1 s/d bn = Koefisien regresi dari parameter penduga

e = Peubah pengganggu

Dugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diuji dengan pengujian hipotesis. Pengujian akan menggunakan pengujian statistik uji-F, R2 dan dapat pula dengan melihat tanda (positif atau negatif) dari parameter-parameter yang diduga. Pengujian koefisien regresi dilakukan dengan uji statistik t-student. Semua perhitungan yang berhubungan dengan data parameter-parameter penduga (Xn) dan parameter yang diduga (Y) langsung dengan komputer.

Uji statistik tentang pengaruh bersama-sama faktor produksi yang digunakan terhadap produksi ikan (Y) adalah sebagai berikut :

0 :

0 bi =

H (untuk i = 1,2,3,…,n), berarti bahwa Y dengan Xi tidak ada

hubungan. :

1

H minimal salah satu bi≠ 0 (untuk i = 1,2,3,…,n), berarti bahwa Y tergantung terhadap Xi secara bersamaan.


(24)

Jika : Fhitung > Ftabel maka Tolak Ho ; Pada tingkat kepercayaan tertentu secara bersama-sama faktor produksi (Xi) yang digunakan berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi ikan(Y).

Fhitung < Ftabel maka Terima Ho ; Pada tingkat kepercayaan tertentu secara bersama-sama faktor produksi (Xi) yang digunakan tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap perubahan produksi ikan (Y).

Pengujian pengaruh masing-masing faktor produksi (Xi) terhadap perubahan produksi (Y) adalah sebagai berikut :

0 :

0 bi =

H (untuk i = 1,2,3,…,n), berarti bahwa Y dengan Xi tidak ada

hubungan. :

1

H minimal salah satu bi≠ 0 (untuk i = 1,2,3,…,n), berarti bahwa Y tergantung terhadap Xi secara bersamaan.

Jika : Thitung > Ttabel maka Tolak Ho ; Pada tingkat kepercayaan tertentu atau taraf nyata tertentu, faktor produksi (Xi) yang bersangkutan berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi ikan (Y)

Thitung < Ttabel maka Terima Ho ; Pada tingkat kepercayaan tertentu atau taraf nyata tertentu, faktor produksi (Xi) yang bersangkutan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi ikan (Y)

Koefisien-koefisien regresi b1,b2,...bn adalah merupakan elastisitas produksi dari variabel input. Besarnya elastisitas produksi (Ep) dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari penggunaan input variabel. Tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan input tercapai bila Ep=1,

Atas dasar elastisitas produksi dari masing-masing input variabel dapat dihitung marjinal fisik produk (MPP) dan rata-rata fisik produk (APP). Nilai MPP dan APP didapat dengan menggunakan rumus :


(25)

i i input iabel rata rata produksi rata rata APP var − − = i i i APP Ep

MPP = × Dimana :

i = Faktor-faktor produksi

MPP dan APP untuk mengetahui sampai sejauh mana penambahan faktor-faktor produksi masih bisa menaikkan atau mungkin menurunkan produksi total.

Analisis selanjutnya adalah untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dalam model produksi yang telah didapat yaitu dengan menggunakan nilai koefisien korelasi (r).

Jika : r = 0 berarti hubungannya lemah sekali atau tidak ada hubungan. r = 1 berarti hubungan kedua variabel sempurna dan positif. r = -1 berarti hubungan kedua variabel sempurna dan negarif.

Ada beberapa kriteria atau asumsi-asumsi dari penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianggap berlaku juga dalam ruang lingkup penelitian ini yaitu :

1. Data yang digunakan pengambilannya secara purposive sampling 2. Teknologi yang digunakan di daerah penelitian tetap dan seragam

3. Jumlah pengamatan harus lebih besar daripada jumlah koefisien yang ditaksir ( n < k).

Faktor produksi yang mempengaruhi proses produksi dalam usaha penangkapan ikan sangat banyak jumlahnya. Oleh karena itu dalam analisis ini dipilih beberapa faktor yang dianggap sebagai parameter penentu didalam unit penangkapan ikan dengan menggunakan bubu keong macan.

Dalam analisa ini faktor-faktor yang dianalisis adalah : 1) Produksi (Y)

Produksi merupakan variabel tak bebas, yaitu jumlah produksi ikan yang di hasilkan oleh suatu unit penangkapan ikan dalam hal ini bubu keong macan dalam setiap trip operasi penangkapan. Satuan produksi dinyatakan dalam kilogram.


(26)

2) Jumlah bubu (X1)

Jumlah bubu merupakan variabel bebas yaitu banyaknya bubu yang digunakan tiap trip operasi penangkapan. Satuan jumlah bubu dinyatakan dengan n buah bubu.

3) Jumlah setting (X2)

Jumlah setting adalah banyaknya setting yang dilakukan selama operasi penangkapan bubu keong macan. Satuan jumlah setting dinyatakan dalam n

setting.

4) Jumlah umpan (X4)

Jumlah umpan merupakan variabel bebas yaitu banyaknya umpan yang digunakan tiap trip operasi penangkapan. Satuan jumlah umpan dinyatakan dengan n kg umpan.

5) Bahan bakar (X5)

Bahan bakar merupakan variabel bebas yaitu banyaknya solar yang digunakan tiap trip operasi penangkapan pada satu unit penangkapan ikan. Satuan bahan bakar dinyatakan dengan n liter solar.

6) Ukuran perahu (X6)

Perahu di pergunakan sebagai sarana utama untuk operasi penangkapan. Perahu diukur dalam satuan gross tonage (GT). Untuk mendapatkan nilai GT di pergunakan rumus yang dikeluarkan oleh FAO dalam Nomura dan Yamazaki (1977) adalah sebagai berikut :

8329 . 2

LxBxDxC

GT =

Keterangan :

L = Panjang perahu (m) B = Lebar perahu (m) D = Dalam perahu (m)


(27)

8) Daya mesin (X7)

Daya mesin yang dimaksud adalah tingkat kekuatan mesin dalam menggerakan perahu, sehingga akan menentukan kecepatan gerak perahu. Semakin besar daya mesin semakin besar pula daya jelajah kapal sehingga fishing ground yang dicakup semakin besar. Dengan demikian diduga keong macan yang dihasilkan semakin banyak. Ukuran daya mesin dinyatakan dalam satuan PK.

Data tambahan yang akan diambil adalah data dan informasi mengenai metode penangkapan dan analisis usaha penangkapan keong macan. Informasi tersebut didapatkan dari nelayan bubu keong macan.

3.4.2 Analisis usaha 3.4.2.1 Analisis laba-rugi

Analisis pendapatan usaha pada umumnya digunakan untuk melihat apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini menguntungkan atau merugikan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat didalam usaha dan besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dengan rumus (Djamin, 1984):

π = TR TC

Dimana π = Keuntungan

TR = Total Revenue (total penerimaan)

TC = Total Cost (total biaya)

Apabila: TR > TC berarti usaha menguntungkan, sehingga usaha dapat dilanjutkan

TR < TC berarti usaha mengalami kerugian, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan

TR = TC berarti usaha tersebut tidak mengalami keuntungan atau

kerugian, dengan kata lain usaha tersebut berada pada titik impas.


(28)

3.4.2.2 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R-C ratio)

R-C ratio dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya (Djamin, 1984), rumus yang digunakan yaitu:

Biaya Total Penerimaan Total ratio C

R− =

Apabila : R-C ratio > 1 berarti usaha tersebut mengalami keuntungan, berarti usaha tersebut layak untuk dilanjutkan

R-C ratio = 1 berarti usaha tidak menguntungkan dan tidak merugikan, dengan kata lain usaha berada pada titik impas.

R-C ratio < 1 berarti usaha tersebut tidak menguntungkan, berarti usaha tersebut tidak layak intuk dilanjutkan.

3.4.2.3 Analisis titik impas (BEP)

Suatu usaha perlu diketahui pada jumlah penjualan dan volume produksi yang tidak memperoleh kerugian dan tidak memperoleh laba, juga pada jumlah penjualan dan volume produksi yang dapat mencapai keuntungan tertentu. Untuk itu digunakan analisa titik impas/BEP (Djamin, 1984), yaitu :

penjualan Hasil tetap tidak Biaya tetap Biaya BEP − = 1 (Rp) tetap tidak Biaya penjualan Hasil oduksi x tetap Biaya


(29)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografi dan Topografi

Secara geografis Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 6º00’ - 6º20’ LS dan 106º20’ - 106º43’ BT dengan luas wilayah kurang lebih 1.230,3 Ha, terdiri atas 26 kecamatan yang membentang sejauh 40 km dari utara ke selatan dan sejauh 50 km dari barat ke timur. Menurut undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yaitu sepertiga wilayah laut Propinsi Banten pengelolaannya diserahkan kepada Kabupaten Tangerang. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut : (1) Di sebelah barat : Kabupaten Lebak dan Serang

(2) Di sebelah timur : Propinsi DKI Jakarta (3) Di sebelah utara : Laut Jawa

(4) Di sebelah selatan : Kabupaten Bogor

Secara topografi kabupaten Tangerang merupakan daerah yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-1 meter menurun ke Utara. Ketinggian wilayah berkisar antara 0-85 meter di atas permukaan laut.

Lokasi penelitian dilakukan di perairan Karang Serang yang merupakan desa pantai yang terletak di wilayah paling utara Kecamatan Sukadiri dan berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Unit Penangkapan Ikan

Unit penangkapan ikan adalah satu kesatuan teknis didalam melakukan operasi penangkapan yang terdiri atas perahu beserta mesin penggerak, alat tangkap dan tenaga kerja (nelayan).

4.2.1 Kapal

Kapal atau perahu penangkap ikan di Kabupaten Tangerang dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu kapal motor (KM), perahu motor tempel (PMT) dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin yang disimpan di dalam badan kapal (inboard


(30)

engine), biasanya kapal motor ini digunakan untuk usaha perikanan skala besar. Perahu motor tempel adalah kapal atau perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin motor tempel (outboard engine) dan biasanya kapal atau perahu motor tempel ini umum dipakai oleh nelayan lokal dengan skala usaha perikanan kecil. Perahu tanpa motor adalah kapal atau perahu yang pengoperasiannya tidak menggunakan mesin, tetapi menggunakan tenaga penggerak lain, seperti layar. Merk mesin yang sering digunakan adalah Yanmar, Kubota, Mitsubishi dan Dongpheng. Perkembangan jumlah kapal atau perahu periode 1999-2003 di Kabupaten Tangerang menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Tabel 1 Perkembangan jumlah perahu dan kapal di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003

Tahun Jumlah (unit) Jumlah total (unit)

KM PMT PTM

1999 136 847 12 995

2000 197 623 12 832

2001 291 1716 9 2016

2002 291 1716 9 2016

2003 89 1740 74 1903

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang (2004)

0 500 1000 1500 2000

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun

Ju

m

lah

Kap

al

(

U

n

it

)

KM PMT PTM

Gambar 2 Perkembangan jumlah perahu dan kapal di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003.


(31)

Jumlah unit perahu di Kabupaten Tangerang mengalami peningkatan. Jenis kapal motor yang mendominasi setiap tahun pada periode 1999-2003 adalah perahu motor tempel (PMT). Pada tahun 2003 PMT berjumlah 1740 unit atau meningkat 105,43 % dari tahun 1999. Sementara jumlah KM mengalami penurunan dari 291 unit pada tahun 2002 menjadi 89 unit atau menurun 226,97 % pada tahun 2003 sedangkan PTM mengalami peningkatan sebesar 516,67 % pada tahun 2003.

4.2.2 Alat tangkap

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Tangerang sangat bervariasi terdiri dari jenis pukat udang, pukat kantong, dogol, jaring klitik, Pancing, perangkap, alat pengumpul kerang dan alat tangkap lainnya. Alat tangkap dominan yang digunakan nelayan di Kabupaten Tangerang adalah jaring klitik, dogol, jaring insang hanyut, pancing dan garok kerang yang memiliki jumlah unit alat tangkap lebih dari 100 unit pada tahun 2003. Lebih lengkap tentang perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 3.


(32)

Tabel 2 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003

No. Jenis alat tangkap 1999 2000 2001 2002 2003

1 Payang 56 24 84 83 81

2 Dogol 24 24 230 220 119

3 Jaring insang hanyut 239 182 462 492 532

4 Jaring insang tetap - - - - 2

5 Jaring klitik 374 338 500 526 526

6 Jaring lingkar 13 7 2 8 16

7 Bagan tancap 25 39 28 38 38

8 Jaring angkat lainnya 61 57 61 61 61

9 Pancing 209 344 399 401 401

10 Sero 36 37 1 2 2

11 Bubu 12 12 12 25 25

12 Garok kerang 42 57 72 192 192

13 Alat tangkap lain 62 62 62 50 50

14 Bubu rajungan - - - - 14

15 Jaring kolor (Purse seine) - - - - 1

Jumlah total (unit) 1.153 1.159 1.913 2.098 2060

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang (2004)

0 100 200 300 400 500 600

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun Ju m lah al at t an g kap ( u n it ) Dogol Jaring insang hanyut Jaring klitik Pancing Garok kerang

Gambar 3 Perkembangan jenis alat tangkap yang dominan di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003.


(33)

4.2.3 Nelayan

Nelayan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah nelayan yang memiliki sarana produksi dan membiayai operasi penangkapan. Nelayan ini sekaligus sebagai bakul yang berperan dalam proses pendaratan sampai tahap pemasaran. Nelayan buruh adalah nelayan yang secara langsung melakukan operasi penangkapan. Nelayan buruh ada yang memiliki kapal dan ada juga yang hanya melakukan operasi penangkapan. Jumlah nelayan buruh lebih banyak dibandingkan dengan nelayan pemilik. Di Kabupaten Tangerang selain nelayan asli daerah tersebut terdapat juga nelayan pendatang yang umumnya berasal dari daerah Jawa Tengah. Perkembangan jumlah nelayan pemilik dan buruh di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4.

Tabel 3 Jumlah nelayan pemilik dan buruh di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003

Tahun Nelayan pemilik Nelayan buruh Jumlah (orang)

1999 820 3.279 4.099

2000 713 2.851 3.564

2001 1.994 6.708 8.702

2002 2.016 4.062 6.078

2003 1.903 3.774 5.677


(34)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun Ju m la h n e la yan ( o r an g Nelayan pemilik Nelayan buruh

Gambar 4 Perkembangan jumlah nelayan pemilik dan buruh di Kabupaten Tangerang periode 1999-2003.

Jumlah nelayan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2001 meningkat secara drastis, karena diduga pada tahun tersebut terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran akibat terjadinya krisis moniter dan perekonomian yang berkepanjangan.

4.3 Sarana dan Prasarana Perikanan

Sarana dan prasarana perikanan yang baik merupakan salah satu pendukung pembangunan perikanan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi petani nelayan untuk melaksanakan usahanya yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Sarana dan prasarana perikanan tangkap, salah satunya adalah tersedianya Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Ada 8 Pangkalan Pendaratan Ikan di wilayah administratif Kabupaten Tangerang, yaitu :

1.PPI Kronjo di Kecamatan Kronjo; 2.PPI Benyawakan di Kecamatan Kemiri; 3.PPI Ketapang di Kecamatan Mauk;

4.PPI Karang Serang di Kecamatan Sukadiri; 5.PPI Cituis di Kecamatan Paku Haji;

6.PPI Tanjung Pasir di Kecamatan Teluk Naga; 7.PPI Dadap di Kecamatan Kosambi; dan 8.PPI Mauk Barat di Kecamatan Mauk.


(35)

Kendala utama PPI yang ada di Kabupaten Tangerang khususnya PPI Karang Serang di Kecamatan Sukadiri sebagai tempat penelitian adalah masih kurangnya fasilitas pokok dan penunjang serta tata letak yang kurang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga sulit dikembangkan secara optimal. Disamping itu umumnya PPI tersebut berada di alur sungai atau muara yang sering kali mengalami pendangkalan.

4.4 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan

Musim ikan di Perairan Tangerang dibedakan menjadi tiga musim, yaitu musim barat, musim timur dan musim pancaroba atau peteduh. Musim Barat berlangsung mulai Bulan Desember sampai pertengahan Maret. Angin bertiup dengan kecepatan 1,1-2,2 m/det. Musim Timur berlangsung pada Bulan Agustus-Oktober. Ombak bergerak dengan kecepatan rendah karena terhalang oleh pulau-pulau yang tersebar di dalam teluk. Musim pancaroba terjadi pada Bulan April sampai Juli. Selama musim ini semua alat tangkap bisa digunakan dalam operasi penangkapan ikan, karena keadaan perairan sangat tenang (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, 2004)

Nelayan di Kabupaten Tangerang menentukan daerah penangkapan ikan umumnya berdasarkan pengalaman nelayan yang melakukan trip sebelumnya. Apabila hasil tangkapan pada trip sebelumnya banyak, maka nelayan akan melakukan kegiatan penangkapan di fishing ground yang sama. Daerah penangkapan ikan yang dituju nelayan Kabupaten Tangerang tersebar di sekitar Laut Jawa, yaitu Teluk Jakarta, Teluk Banten, Selat Sunda dan Perairan Sumatera bagian selatan.

4.5 Produksi perikanan

Volume produksi perikanan laut dari tahun 1999-2001 cenderung naik, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2002 sebesar 14,07 % dari produksi tahun 2001 yang disebabkan lamanya musim paceklik yang terjadi dan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2003.


(36)

Tabel 4 Perkembangan produksi perikanan laut di Kabupaten Tengerang periode 1999-2003

Tahun Volume (ton) Perkembangan (%)

1999 11.619,5 -

2000 16.895,0 45,40

2001 17.725,7 4,92

2002 15.231,0 -14,07

2003 15.731,0 3,28

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang (2004)

Tabel 5 Produktivitas nelayan di Kabupaten Tengerang periode 1999-2003 Tahun Volume (ton) Jumlah nelayan Produktivitas

1999 11.619,5 4.099 2,83

2000 16.895,0 3.564 4,74

2001 17.725,7 8.702 2,03

2002 15.231,0 6.078 2,50

2003 15.731,0 5.677 2,77

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang (2004)

Produktivitas nelayan terendah terjadi pada tahun 2001, hal ini diestimasi karena ketersediaan sumberdaya ikan yang terbatas dimanfaatkan oleh jumlah nelayan yang cukup banyak.

4.6 Pemasaran Hasil Tangkapan

Kegiatan pemasaran hasil perikanan yang sudah dan sedang berjalan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen baik masyarakat Tangerang maupun konsumen Jakarta. Pertukaran permintaan terjadi untuk pemasaran ikan laut, yaitu produksi ikan Tangerang dibawa ke Jakarta, begitu juga sebaliknya produksi ikan dari pusat-pusat produksi ikan di Jakarta, yaitu Muara Baru dan Muara Angke dipasarkan ke Tangerang. Produk olahan, terutama ikan asin dari Tangerang dipasarkan ke Jakarta, Bogor dan Sukabumi. Kebutuhan ikan air tawar di Tangerang banyak didatangkan dari Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Purwakarta (Departemen Perikanan dan Kelautan 2004).

Pada umumnya pemasaran hasil perikanan dipengaruhi oleh musim. Produksi ikan laut, tawar dan tambak saling mengisi, terutama ketika hasil tangkapan kurang


(37)

karena musim barat. Rantai pemasaran hasil perikanan laut segar Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Rantai pemasaran hasil perikanan laut Kabupaten Tangerang. Namun untuk pemasaran keong macan, khususnya di Desa Karang Serang, tidak didistribusikan di pasar-pasar lokal, tetapi lebih diutamakan untuk kebutuhan ekspor. Setelah keong macan hasil tangkapan didaratkan, keong macan dari nelayan dijual ke bakul dengan harga Rp 25.000, lalu di jual kembali ke pengumpul di Jakarta dengan harga Rp 35.000 untuk kemudian di ekspor ke Hongkong, Taiwan, Thailand, Singapura dan Malaysia. Distribusi hasil tangkapan keong macan yang didaratkan di Karang Serang dapat dilihat pada Gambar 6.

Nelayan

Bakul

Pengolah

Pengecer

TPI

Pedagang


(38)

Gambar 6 Distribusi hasil tangkapan keong macan yang didaratkan di Karang Serang.

Bakul Tetap (Rp 35.000/kg)

Nelayan (Rp 25.000/kg)

Pengumpul (Harga tidak diketahui)

Pengekspor (Harga tidak diketahui)


(39)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah Perikanan Bubu Keong Macan

Usaha penangkapan keong macan di Karang Serang belum lama dilakukan, yaitu sekitar 6 tahun terakhir (Tahun 2000). Semula keong macan sering dibuang nelayan yang biasa menjala ikan di sepanjang pantai Karang Serang. Setiap kali keong macan terikut didalam jaring ataupun jala yang dipasang nelayan disekitar pantai selalu dibuang, nelayan menganggap keong macan sama sekali tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak laku dijual apalagi untuk dimakan. Namun setelah adanya permintaan dari pengusaha pengumpul yang ada di Jakarta dengan harga beli keong macan yang cukup tinggi sehingga banyak nelayan yang menangkap keong macan. Pada awalnya harga keong macan berkisar antara Rp 8.000 − 9.000 dan sekarang sudah mencapai Rp 25.000 untuk setiap kilogramnya dari nelayan.

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap keong macan di Karang Serang adalah bubu yang terbuat dari anyaman bambu dan dioperasikan secara pasif di sekitar pantai. Bubu tersebut lebih dikenal dengan nama “bubu keong macan” dikarenakan hasil tangkapannya adalah keong macan.

5.2 Unit Penangkapan Bubu Keong Macan 5.2.1 Kapal

Perahu yang digunakan pada pengoperasian bubu keong macan adalah perahu yang menggunakan mesin dalam (inboard engine) bermerk Dongpheng berkekuatan 12, 16 dan 20 PK dengan bahan bakar solar. Perahu yang digunakan terbuat dari bahan kayu memiliki ukuran berkisar 0,87 − 2,48 GT dengan panjang (L) antara 6 – 8 m, lebar (B) 1,3 − 2 m dan dalam (D) 0,5 − 0,8 m. dengan mesin perahu terletak dibagian tengah kapal. Salah satu perahu dan mesin yang digunakan nelayan bubu keong macan dapat dilihat pada Gambar 7danGambar 8.


(40)

Gambar 7 Kapal bubu keong macan di Karang Serang.

Gambar 8 Mesin bubu keong macan di Karang Serang.

5.2.2 Nelayan

Jumlah nelayan yang mengoperasikan bubu keong macan berjumlah 3 − 4 orang, yang masing-masing bertugas sebagai juru mudi dan menentukan daerah penangkapan keong macan, menurunkan bubu, mengangkat bubu dan memasang

1,3-2 m 0,5-0,8 m


(41)

umpan. Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Karang Serang dan melaut merupakan sumber mata pencaharian utama.

5.2.3 Alat tangkap

Alat tangkap bubu yang digunakan nelayan Karang Serang adalah alat tangkap bubu yang terbuat dari anyaman bambu dengan bentuk sisi atas lebih kecil daripada sisi bawahnya. Bentuk ini didesain agar hasil tangkapan yang sudah masuk terperangkap tidak bisa keluar lagi. Satu unit bubu terdiri atas bubu, tali utama, tali cabang, pelampung tanda dan lampu tanda.

1) Bubu

Bagian-bagian bubu terdiri atas badan bubu, mulut bubu, pemberat dan tempat umpan. Badan bubu terbuat dari anyaman bambu dengan ukuran p x l x t = 20 x 20 x 7 cm. Mulut bubu berbentuk bulat dengan diameter 10 cm dan berfungsi sebagai tempat masuknya keong macan ke dalam badan bubu. Pemberat bubu terbuat dari campuran semen dan pasir yang dipasang pada keempat sudut di sisi bawah bubu agar posisi bubu tetap tegak ketika ada di dasar perairan. Tempat umpan terbuat dari kawat yang dipasang melintang pada diameter mulut bubu sepanjang 15 cm. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Konstruksi bubu keong macan. 20 cm

7 cm

10 cm Mulut bubu

Kawat umpan

Pemberat 1 kg


(42)

2) Tali utama

Tali utama berfungsi untuk merangkai bubu yang satu ke bubu yang lain. Tali utama terbuat dari bahan PE berdiameter 6 mm dengan Jarak antara tali cabang 2-3 m. Panjang tali utama berkisar 800-1200 m.

3) Tali cabang

Tali cabang sebagai tempat dipasangnya bubu, terbuat dari PE dengan diameter 3 mm, panjang tali cabang masing-masing 1 sampai 1,5 m untuk tiap bubu. 4) Pelampung tanda

Pelampung tanda berfungsi untuk menandakan tempat bubu dipasang. Terbuat dari tiang bambu atau kayu dengan panjang 1 m dan dilengkapi dengan bendera. Bagian bawah pelampung tanda diberi pemberat agar pelampung tanda tetap berdiri tegak dan styrofoam agar pelampung tanda tetap mengapung di atas air. Pelampung tanda dihubungkan ke tali utama sepanjang 3 m. Pelampung tanda berjumlah satu buah.

5) Lampu tanda

Lampu tanda merupakan pelampung dari kayu berukuran alas 65 x 65 cm dan di pasang tiang setinggi 50 cm. Tiang tersebut sebagai tempat di pasangnya lampu yang terbuat dari botol minuman bekas yang diberi sumbu dan minyak tanah. Dilengkapi tali dengan bahan PE berdiameter 6 mm sepanjang 3 m untuk disambung ke tali utama. Berfungsi sebagai alat bantu penerangan untuk memudahkan nelayan dalam menentukan kedudukan bubu di dalam air. Lampu tanda berjumlah 1 buah.

5.3 Metode Pengoperasian Bubu Keong Macan

Dalampengoperasian alat tangkap bubu untuk keong macan ada beberapa tahap yang harus dilakukan yang terdiri atas tahap persiapan, pencarian daerah penangkapan keong macan, penurunan bubu (setting), perendaman bubu (soaking), pengangkatan bubu (hauling) dan penanganan hasil tangkapan. Setting bubu keong macan dapat dilihat pada Gambar 10.


(43)

Gambar 10 Setting bubu keong macan.

(1) Tahap persiapan

Persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum berangkat menuju ke daerah penangkapan berupa pemeriksaan perahu, alat tangkap, mesin, bahan bakar, umpan dan bahan perbekalan. Persiapan biasanya dimulai pada pukul 15.00 WIB.

(2) Tahap pencarian daerah penangkapan keong macan

Penentuan fishing ground untuk menangkap keong macan dilakukan

berdasarkan pengalaman operasi penangkapan sebelumnya dan informasi dari nelayan bubu keong macan lainnya. Daerah penangkapan keong macan di sekitar perairan Pulau Cangkir, Tanjung Pasir dan Tanjung Kait. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daerah penangkapan berkisar antara 1 – 1,5 jam.

(3) Tahap penurunan bubu (setting)

Setelah tiba di daerah penangkapan nelayan bersiap-siap untuk melakukan

setting. Penurunan unit penangkapan keong macan dimulai dengan penurunan lampu tanda, dilanjutkan dengan penurunan bubu dan di akhiri dengan penurunan pelampung tanda. Pada saat penurunan bubu kapal berjalan dengan kecepatan rendah. Keberhasilan penangkapan keong macan juga sangat tergantung pada beberapa kondisi di fishing ground, seperti arus perairan dalam kondisi tenang, tipe dasar perairan lumpur berpasir dan alat tangkap lain yang sudah terpasang untuk menghindari alat tangkap terbelit satu sama lain.

Bubu keong macan Pelampung tanda

Lampu tanda

Tali cabang


(44)

(4) Tahap perendaman bubu (soaking)

Setelah selesai setting, pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin kapal dimatikan, kemudian jangkar kapal diturunkan. Selama proses soaking,

nelayan memanfaatkan waktu untuk beristirahat menunggu sampai hauling akan dilakukan. Lama perendamanselama 1 - 3 jam.

(5) Tahap pengangkatan bubu (hauling)

Pengangkatan bubu dimulai dengan pengangkatan jangkar ke atas kapal disusul dengan pelampung tanda, kemudian bubu dan lampu tanda. Pembagian tugas bagi nelayan adalah seorang nelayan menarik tali utama, seorang nelayan menarik tali cabang, mengangkat bubu dan membersihkan lumpur yang menempel pada bubu, seorang nelayan mengeluarkan hasil tangkapan dari dalam bubu, serta seorang nelayan lainnya memasang umpan kembali dan merapikan bubu ke posisi semula untuk setting berikutnya. Selanjutnya, setelah hauling

selesai, dilakukan setting berikutnya. Hauling maupun setting dilakukan dari bagian kiri haluan kapal.

5.4 Analisis Faktor Produksi

Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap efisiensi penangkapan keong macan dengan menggunakan bubu keong macan di Karang Serang meliputi jumlah bubu (X1), jumlah setting (X2), Jumlah ABK (X3), jumlah umpan (X4), bahan bakar (X5), ukuran perahu (X6) serta daya mesin (X7). Dari ketujuh variabel tersebut dipilih variabel yang bebas dengan menggunakan koefisien korelasi untuk menentukan keterkaitan antar variabel. Diperoleh bahwa ketujuh variabel tersebut tidak memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi kurang dari 0,6 (Lampiran 4).

Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas memperoleh nilai koefisien determinasi cukup tinggi (R2) sebesar 59,5 % berarti perubahan produksi yang terjadi disebabkan oleh perubahan variabel-variabel bebas secara bersama-sama, sedangkan sisanya sebesar 40,5 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk kedalam model.


(45)

Faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model seperti cuaca, suhu perairan, musim penangkapan dan keadaan sumberdaya.

Tabel 6 Analisis uji koefisien regresi fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan

Sumber df Sum of

squares Mean square Fhit Ftab (0,05)

Regression 7 0.0268 0.0038 4.6311 2,46

Residual 22 0.0182 0.0008

Total 29 0.0449

Berdasarkan Tabel 6, nilai Fhit adalah lebih besar dari nilai Ftab(0,05) sebesar 4,6311. Oleh karena itu Tolak Ho, hal ini berarti bahwa pada selang kepercayaan 95% seluruh faktor produksi yang terdapat dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi hasil tangkapan bubu keong macan.

Tabel 7 Nilai koefisien regresi (bi), standard error koefisien regresi (Sbi) dan thit

fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan Peubah Koefisien regresi

(bi)

Standard Error(Sbi)

Thit(db = 22)

Ttab

(±0,025)

Intercept 0,4606 0,3113 1,4796 2,074

Bubu 0,0993 0,1492 0,6656

Setting 0,2243 0,0749 *2,9969

ABK 0,0246 0,1054 0,2334

Umpan 0,1980 0,0732 *2,7041

BBM 0,1237 0,1074 1,1517

GT 0,0018 0,0483 0,0377

PK -0,2528 0,1236 -2,0458

Keterangan : * = nyata pada selang kepercayaan 95%

Berdasarkan Tabel 7, Uji statistik dengan uji t-student untuk mengetahui hubungan masing-masing faktor produksi dengan hasil tangkapan. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t-student menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada tingkat kepercayaan 95 % adalah jumlah setting (X2) dan jumlah umpan (X4) sedangkan jumlah bubu (X1), jumlah tenaga kerja (X3), bahan bakar (X5), ukuran perahu (X6) dan daya mesin (X7),


(46)

tidak menunjukan pengaruh yang nyata secara sendiri-sendiri, tetapi dalam keadaan bersama-sama parameter-parameter penduga yang digunakan berpengaruh nyata.

Nilai intercept yang diperoleh sebesar 0,4606 hal ini menunjukan bahwa titik potong garis regresi terletak pada sumbu Y positif.

Dari analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, koefisien regresi dari input-input variabel setting dan umpan sekaligus merupakan elastisitas produksi dari input-input variabel yang bersangkutan. Jumlah koefisian elastisitas produksi (∑bi) dari kedua input variabel sebesar 0,4223.

Hasil pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan dua variabel bebas yang berpengaruh dapat dituliskan dalam bentuk persamaan :

Log Y = 0,4606 + 0,2243 Log X2 + 0,1980 Log X4

Tabel 8 Nilai APP dan MPP Faktor-faktor produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang

Variabel Rata-rata Elastisitas APP MPP

Produksi 0,8537 0,4606

Bubu 2,5594 0,0993 0,3336 0,0331

Setting 0,5881 0,2243 *4,3518 *0,9762

ABK 0,5396 0,0246 1,0899 0,0268

Umpan 0,9325 0,1980 *0,5787 *0,1146

BBM 0,9369 0,1237 0,9953 0,1232

GT 0,2124 0,0018 4,4108 0,0080

PK 1,2152 -0,2528 0,1748 -0,0442

Keterangan : * = nyata pada selang kepercayaan 95%

Berdasarkan uji-t jumlah bubu (X1) mempunyai nilai yang tidak berpengaruh nyata (thitung < ttabel) terhadap produksi hasil tangkapan. Hal ini diduga karena sumberdaya keong macan yang ada di perairan semakin berkurang sehingga dengan penggunaan bubu yang banyak akan memperoleh hasil tangkapan yang sama dengan pemakaian jumlah bubu yang sedikit, selain itu alat tangkap bubu dioperasikan secara pasif didasar perairan dengan tingkah laku keong macan di dasar perairan pada umumnya bersifat koloni atau mengelompok dengan pemasangan bubu didasar perairan membentuk lingkaran, sehingga jarak antar bubu berdekatan.


(47)

Koefisien regresi dari faktor produksi jumlah setting (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi sebesar 0,2243 menunjukkan bahwa penambahan satu persen jumlah setting akan menaikkan produksi sebesar 0,2243 persen. Berdasarkan elastisitas produksi tersebut diperoleh rata-rata fisik produk (APP) sebesar 4,3518 kg dan marjinal fisik produk (MPP) sebesar 0,9762 kg menunjukkan bahwa penambahan jumlah setting satu kali akan meningkatkan produksi sebesar 0,9762 kg keong macan. Dikarenakan dengan penambahan jumlah setting maka peluang memperoleh hasil tangkapan keong macan akan lebih banyak. Produktivitas maksimum pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang melalui pendekatan rata-rata produktivitas di dapat jumlah setting yang optimum digunakan adalah 3 kali setting.

Koefisien regresi dari faktor produksi tenaga kerja (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan yang diperoleh karena pada dasarnya penangkapan keong macan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Dalam pengoperasianya, baik penurunan maupun pengangkatan bubu tidak memerlukan kecepatan nelayan yang besar.

Faktor produksi jumlah umpan (X4) memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi. Elastisitas produksinya sebesar 0,1980 menunjukkan bahwa penambahan satu persen jumlah umpan akan menaikkan produksi sebesar 0,1980 persen. Berdasarkan elastisitas produksi tersebut diperoleh rata-rata fisik produk (APP) sebesar 0,5787 kg dan marjinal fisik produk (MPP) sebesar 0,1146 kg menunjukkan bahwa penambahan jumlah umpan satu kg akan meningkatkan produksi sebesar 0,1146 kg keong macan. Hal ini diduga dengan jumlah umpan yang optimum maka pada waktu operasi penangkapan tidak kekurangan umpan yang menyebabkan bubu dipasang tanpa umpan, karena keong macan akan memasuki bubu disebabkan ketertarikan bau yang berasal dari umpan. Produktivitas maksimum pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang melalui pendekatan rata-rata produktivitas di dapat jumlah umpan yang optimum digunakan sebanyak 5 kg (Lampiran 6).

Bahan bakar tidak memberikan pengaruh yang nyata (thitung < t tabel) terhadap hasil tangkapan. Karena nelayan cenderung mengadakan operasi penangkapan ikan


(48)

pada fishing ground dimana mereka biasa menangkap keong macan, sehingga bahan bakar yang dibawa sudah dapat diperkirakan dengan jumlah tertentu.

Hasil uji-t menunjukan bahwa ukuran perahu tidak memberikan pengaruh yang nyata (thitung < ttabel) terhadap hasil tangkapan. Dikarenakan operasi penangkapan keong macan hanya berada disekitar pantai, sehingga dengan memberbesar dan memperkecil ukuran perahu kemungkinan tidak akan secara langsung berpengaruh terhadap produksi pada kegiatan penangkapan bubu keong macan.

Uji-t menunjukkan bahwa faktor produksi kekuatan mesin tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan (thitung < ttabel). Daya mesin hanya berpengaruh terhadap kecepatan kapal dari fishing base ke fishing ground atau sebaliknya, di

fishing ground tidak mutlak diperlukan Karena pada saat setting kecepatan kapal dibatasi.

5.5 Usaha Unit Penangkapan Bubu Keong Macan 5.5.1 Analisis usaha

Analisis usaha adalah suatu perhitungan untuk mengetahui keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha dan untuk mengetahui keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan. Hasil analisis usaha dapat digunakan sebagai ukuran apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Setiap kegiatan usaha bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Analisis usaha penangkapan keong macan di Karang Serang yang dianalisis adalah pendapatan usaha, imbangan penerimaan dan biaya (R-Cratio) dan Break Even Point (BEP).

Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usaha bubu keong macan meliputi biaya investasi dan biaya usaha. Biaya investasi adalah biaya awal yang dikeluakan untuk memulai suatu usaha. Biaya investasi dalam usaha penangkapan menggunakan unit penangkapan bubu keong macan digunakan untuk membeli kapal sebesar Rp 7.950.000,00, mesin sebesar Rp 2.873.333,33 dan alat tangkap (bubu) sebesar Rp 3.650.000,00. Total investasi untuk bubu keong macan sebesar Rp 14.473.333,33 (Lampiran 7) Berdasarkan hasil wawancara didapat bahwa umur kapal untuk usaha bubu keong macan adalah 10 tahun, umur mesin adalah 5 tahun dan umur alat


(49)

tangkap bubu keong macan adalah 1 tahun. Penetapan umur ini dimaksudkan untuk menentukan penyusutan.

Biaya usaha adalah pengeluaran dari usaha penangkapan yang harus dikeluarkan. Biaya ini terbagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan walaupun tidak melakukan trip penangkapan, meliputi biaya penyusutan kapal, biaya penyusutan mesin, biaya penyusutan alat tangkap, biaya perawatan kapal, biaya perawatan mesin unit penangkapan bubu keong macan. Biaya tetap ditanggung oleh nelayan pemilik (Lampiran 8). Sedangkan biaya variabel atau biaya tidak tetap adalah biaya yang terkait dengan pengeluaran untuk melakukan trip penangkapan. Komponen biaya variabel adalah biaya operasional dan upah ABK. Untuk biaya operasional (solar, umpan dan perbekalan) ditanggung oleh ABK yang diambil dari 40% penerimaan yang didapat.

Total biaya dalam usaha unit penangkapan bubu keong macan sebesar Rp 32.773.666,67 per tahun dengan biaya tetap Rp 6.299.666,67 per tahun dan biaya variabel (upah ABK 40%) sebesar Rp 26.474.000,00. Penerimaan usaha didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan produksi yang berlaku dan merupakan manfaat dari status hasil usaha. Penerimaan dalam usaha penangkapan dengan bubu keong macan dibagi atas dua musim, yaitu musim puncak dan musim biasa. Harga keong macan berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, sama antara musim puncak dan musim biasa, yaitu sebesar Rp 35.000,00 dari bakul. Penerimaan dari unit penangkapan bubu keong macan pada musim puncak dengan rata-rata 90 trip sebesar Rp 42.525.000,00 per tahun dan penerimaan pada musim biasa dengan rata-rata 104 trip sebesar Rp 23.660.000,00 per tahun (Lampiran 10). Berdasarkan data yang diperoleh total penerimaan dari usaha penangkapan bubu keong macan sebesar Rp 66.185.000,00 per tahun.

Kenaikan BBM tidak berpengaruh secara langsung terhadap nelayan pemilik karena biaya operasional (solar,umpan dan perbekalan) di tanggung oleh ABK. Pendapatan yang diperoleh ABK sebelum kenaikan BBM dan setelah kenaiakn BBM dapat dilihat pada Lampiran 10.


(50)

5.5.2.1 Analisis laba-rugi

Analisis ini untuk menggambarkan apakah suatu usaha memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian. Analisis pendapatan usaha merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dari total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Dari hasil perhitungan usaha penangkapan bubu keong macan di Karang Serang memperoleh keuntungan sebesar Rp 33.411.333,33 (Lampiran 10). Karena

TR>TC, sehingga usaha penangkapan menggunakan bubu keong macan

menguntungkan untuk dilanjutkan.

5.5.2.2 Rasio imbangan penerimaan dan biaya (R-C ratio)

R-C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. R-C ratio digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Analisis R-C ratio dilakukan terhadap nilai penerimaan per tahun dibandingkan dengan biaya yang telah dikeluarkan setiap tahun. Total penerimaan dari usaha penangkapan bubu keong macan sebesar Rp 66.185.000,00 per tahun dan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 32.773.666,67 per tahun. Sehingga dari data tersebut diperoleh nilai R-C ratio sebesar 2,02 (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah total biaya yang dikeluarkan dalam usaha unit penangkapan bubu keong macan akan menghasilkan total penerimaan sebesar 2,02 rupiah.

5.5.2.3 Analisis titik impas (BEP)

Perhitungan ini bertujuan untuk melihat keadaan suatu usaha dalam keadaan untung atau rugi. Suatu usaha dikatakan berada dititik impas apabila total penerimaan sama dengan total biaya. Jika total penerimaan yang ada dibawah titik impas maka usaha dalam keadaan merugi, sebaliknya jika total penerimaan yang diperoleh diatas titik impas maka usaha dalam keadaan untung.

Nilai BEP terdiri atas dua, yaitu BEP nilai produksi dan BEP volume produksi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai sebesar Rp 10.499.444,45 untuk BEP nilai produksi atau sebesar 299,98 kilogram untuk volume produksi. Nilai-nilai ini


(51)

merupakan batas nilai agar usaha yang dilakukan memperoleh keuntungan sebesar nol (tidak untung dan tidak rugi).

5.5.2 Sistem bagi hasil

Pendapatan usaha unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total biaya. Total penerimaan ditentukan oleh nilai penjualan hasil tangkapan, sedangkan nilai total biaya ditentukan oleh biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk usaha unit penangkapan bubu keong macan. Pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik dan nelayan buruh melalui sistem bagi hasil, yaitu 60% bagian nelayan pemilik dan 40% bagian nelayan buruh dari setiap kali penjualan hasil tangkapan. Pembagian pendapatan tiap ABK dibagi sama rata tergantung banyaknya ABK yang mengikuti operasi penangkapan setelah dikurangi biaya solar, umpan dan perbekalan.

Gambar 11 Bagan sistem bagi hasil nelayan bubu keong macan di Karang Serang.

Pemilik 60%

Biaya operasional Nelayan 40% Hasil Penjualan


(52)

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Semua faktor produksi berpengaruh nyata secara bersama-sama meliputi jumlah bubu, jumlah setting, jumlah tenaga kerja, jumlah umpan, bahan bakar, ukuran perahu dan daya mesin, namun faktor produksi yang berpengaruh nyata secara sendiri-sendiri hanya jumlah setting dan jumlah umpan yang memiliki hubungan positif dengan produksi.

2. Model fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang memperoleh persamaan Cobb-Douglas sebagai berikut Log Y = 0,4606 + 0,2243 Log X2 + 0,1980 Log X4 dimana jumlah setting (X2) dan jumlah umpan (X4).

3. Usaha penangkapan bubu keong macan di Karang Serang memperoleh

keuntungan selama satu tahun sebesar Rp 33.411.333,33. Nilai R-C ratio

sebesar 2,02 dan BEP nilai produksi sebesar Rp 10.499.444,45 atau sebesar 299,98 kilogram.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan sumberdaya keong macan oleh Dinas Perikanan Tangerang;

2. perlu adanya rekapitulasi data statistik perikanan keong macan oleh Dinas perikanan Tangerang.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot RT, KJ Boss. 1989. A classification of the living molusca. Florida, USA American Malcologist, Inc.

Aristiani, T. 2004. Produksi Bubu Keong Macan Berdasarkan Lama Perendaman di Karang Serang, Kabupaten Tangerang. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 11 hal

Barus, H.R., C. Nasution dan wudianto. 1988. Uji Coba Bubu Plastik di Perairan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 46/1988. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 45-53 hal.

Dance, P. S. 1997. The collector’s encyclopedia of shells. Australia : Austria and New Zealand Book. Co. Pty. Ltd. page 228.

Dharma, B. 1988. Siput dan keong Indonesia ( Indonesian Shell ). Jakarta : PT. Sarana Graha. 111 hal.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. 2003. Laporan tahunan kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan tahun 2002 dan rencana kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan tahun 2003 di Kabupaten Tangerang. Tangerang : Dinas Perikanan dan Kelautan.

Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hal.

Ernawati, S. 2001. Hubungan Produksi dan Faktor Produksi Unit Penangkapan Jaring Badud di Desa Martasinga, Kabupaten Cirebon. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 8 hal

Hastuti, T. 2001. Studi biomorfometrik dan pertumbuhan keong macan (Babylonia spirata L.) di Teluk Pelabuhan Ratu. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 5-11 hal.

Hindras, D.B.D. 2001. Studi perkembangan larva keong macan (Babylonia spirata L.)) yang dipelihara dilaboratorium. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 3-4 hal.


(54)

Jawa Barat. 1992. Peta Kabupeten Tangerang. Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan. Jakarta

Komaruddin, D. 1995. Model Optimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Bagan Apung (Lift Net) di Kabupaten Pandeglang, Jawa barat. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Lipsey, R. G, P. O. Steiner. 1984. Ekonomi Mikro Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 345 hal. Lismawati, D. 2005. Perbandingan hasil tangkapan keong macan (Babylonia spirata

L.) antara bubu Karang Serang dengan bubu Pelabuhan Ratu. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 15 hal.

Maragunung. 1986. Model Produksi Unit Penangkapan Tangguk dan Pancing di Kotamadya Sibolga, Sumatera Utara. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 6 hal.

Martasuganda, S. 2003. Bubu (Traps). Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut Pertanian Bogor. 14-21 hal.

Monintja, R. D. dan S. Martasuganda. 1990. Diktat Kuliah Teknologi penangkapan Ikan (tidak dipublikasikan). Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor.

Nicholson, W. 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Jakarta: Rajawali. 301 hal.

Prayitno, H. dan Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. Yogyakarta. 173 hal. Rahardi, 2001. Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. 63 hal.

Rizqi, M. 2003. Seleksi Umpan Bubu Untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Keong Macan di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 1-6 hal.

Ruppert, EE, RD Barnes. 1991. Invertebrate zoologi. Florida : Saunders College Publishing Orlando.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 257 hal.


(55)

Subani, W. dan H.P. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan Laut dan Udang di Perairan Indonesia. Jakarta. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perikanan Laut No 50. Departemen Pertanian. 248 hal.

Supranto, J. 1988. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan. Penerbit UI . Jakarta. 407 hal.

Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the world. FAO Fishing News Book. Rome. 166-188 p.

Watanabe, N. 1988, The mollusca. Vol. IX : Form and function. California : Academic Press Inc. 504 p.

Yulianda F. 1999. Aspek Biologi Perikanan (Masalah Khusus). Institut Pertanian Bogor.

Yulianda F, Danakusumah D. Widodo. 2000. Morphometric of Reproduction Organ, Sexual Ratio, and Length-Weight Relationship of Babylon Snail (Babylonia spirata, L.). The JSPS International Symposium on Fisheries Science in Tropical Area. Vol 10 : 379 -381. Faculty of Fisheries and Marine Science. IPB. Bogor. Indonesia

Zein, M. 2003. Pengaruh jenis umpan dan lama perendaman jaring jodang terhadap hasil tangkapan keong macan (Babylonia spirata L.) di Teluk Pelabuhanratu, Jawa Barat. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 8hal.


(56)

(57)

Lampiran 2 Data rata-rata produksi hasil tangkapan dan faktor-faktor produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang.

Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

8,02 400 4 4 10 10 2,4851 16

7,38 300 4 3 8 7 1,1552 16

7,30 400 4 4 7 8 2,4851 16

7,37 400 3 4 10 10 2,1745 16

7,53 400 4 3 9 10 1,0600 20

6,60 300 4 3 7 7 1,8483 16

5,93 350 4 4 5 8.5 1,6172 16

7,53 400 3 3 9.5 9 1,9570 16

6,93 350 4 3 9 7.5 0,9902 16

6,72 400 3 4 8 8 1,6172 16

6,43 400 3 4 10 7 1,6172 16

6,77 350 4 3 9 9 1,6172 16

6,60 300 3 3 8 9 1,7124 20

7,73 400 5 4 10 9.5 0,9902 16

8,33 350 5 4 15 8 1,6172 16

6,73 350 4 3 9 9 1,6172 16

7,95 400 4 4 8 8 1,6172 16

8,12 300 5 3 8.5 7.5 0,8737 12

6,62 300 4 3 7 8 0,9902 16

6,70 400 3 4 9 10 2,1123 20

6,03 400 4 3 9 8 2,1745 20

6,62 350 3 3 9 10 1,6172 16

7,88 400 5 4 8.5 10 2,1745 16

7,20 300 4 4 7 8 0,8737 12

6,68 300 3 3 8 10 2,4851 16

7,88 400 5 4 10 10 1,6172 16

6,80 400 4 4 9 10 2,4851 20

6,95 350 4 3 7.5 7 1,9570 16

7,70 400 4 3 8 10 1,6172 16

8,00 400 5 4 9 8.5 2,1123 20

Keterangan :

X1 : Jumlah bubu (buah); X2 : Jumlah setting (setting); X3 : Anak buah kapal (orang); X4 : Jumlah umpan (Kg);

X5 : Bahan bakar minyak (liter); X6 : Ukuran kapal (GT); dan X7 : Kekuatan mesin (PK),


(1)

Lampiran 8 Biaya perawatan unit penangkapan bubu keong macan

per tahun menurut responden

No

Responden Kapal (Rp) Mesin (Rp)

1 700.000,00 400.000,00

2 600.000,00 600.000,00

3 900.000,00 600.000,00

4 900.000,00 450.000,00

5 700.000,00 600.000,00

6 700.000,00 600.000,00

7 750.000,00 500.000,00

8 600.000,00 500.000,00

9 650.000,00 500.000,00

10 700.000,00 500.000,00

11 750.000,00 600.000,00

12 900.000,00 500.000,00

13 800.000,00 600.000,00

14 700.000,00 600.000,00

15 700.000,00 650.000,00

16 750.000,00 600.000,00

17 800.000,00 600.000,00

18 700.000,00 400.000,00

19 700.000,00 450.000,00

20 800.000,00 600.000,00

21 800.000,00 600.000,00

22 700.000,00 500.000,00

23 800.000,00 500.000,00

24 650.000,00 500.000,00

25 800.000,00 500.000,00

26 700.000,00 500.000,00

27 800.000,00 600.000,00

28 700.000,00 500.000,00

29 700.000,00 500.000,00

30 800.000,00 600.000,00

Jumlah 22.250.000,00 16.150.000,00


(2)

Lampiran 9 Biaya operasional unit penangkapan bubu keong macan per

trip menurut responden

No Responden

Solar (Rp)

Solar (Rp)

Solar (lt)

Umpan (Rp)

Umpan (Kg)

Perbekalan (Rp)

1 23.000,00 45.000,00 10 15.000,00 10 34.000,00 2 16.100,00 31.500,00 7 12.000,00 8 25.000,00 3 18.400,00 36.000,00 8 10.500,00 7 33.000,00 4 23.000,00 45.000,00 10 15.000,00 10 32.500,00 5 23.000,00 45.000,00 10 13.500,00 9 24.000,00 6 16.100,00 31.500,00 7 10.500,00 7 24.000,00 7 19.550,00 38.250,00 8,5 7.500,00 5 34.500,00 8 20.700,00 40.500,00 9 14.250,00 9,5 24.500,00 9 17.250,00 33.750,00 7,5 13.500,00 9 25.000,00 10 18.400,00 36.000.00 8 12.000,00 8 33.000,00 11 16.100,00 31.500,00 7 15.000,00 10 33.500,00 12 20.700,00 40.500,00 9 13.500,00 9 25.000,00 13 20.700,00 40.500,00 9 12.000,00 8 24.500,00 14 21.850,00 42.750,00 9,5 15.000,00 10 33.500,00 15 18.400,00 36.000,00 8 22.500,00 15 23.500,00 16 20.700,00 40.500,00 9 13.500,00 9 25.000,00 17 18.400,00 36.000,00 8 12.000,00 8 35.000,00 18 17.250,00 33.750,00 7,5 12.750,00 8,5 24.500,00 19 18.400,00 36.000,00 8 10.500,00 7 24.000,00 20 23.000,00 45.000,00 10 13.500,00 9 32.500,00 21 18.400,00 36.000,00 8 13.500,00 9 24.000,00 22 23.000,00 45.000,00 10 13.500,00 9 25.000,00 23 23.000,00 45.000,00 10 12.750,00 8,5 33.000,00 24 18.400,00 36.000,00 8 10.500,00 7 33.000,00 25 23.000,00 45.000,00 10 12.000,00 8 25.000,00 26 23.000,00 45.000,00 10 15.000,00 10 32.500,00 27 23.000,00 45.000,00 10 13.500,00 9 32.000,00 28 16.100,00 31.500,00 7 11.250,00 7,5 25.000,00 29 23.000,00 45.000,00 10 12.000,00 8 24.000,00 30 19.550,00 38.250,00 8,5 13.500,00 9 32.000,00 Rata-rata 20.048,33 39.225,00 8,72 13.050,00 8,7 28.533,33

max 23.000,00 45.000,00 10 22.500,00 15 35.000,00 min 16.100,00 31.500,00 7 7.500,00 7 23.000,00


(3)

Lampiran 10 Analisis usaha penangkapan bubu keong macan

di Karang Serang

Gambaran Unit Penangkapan Bubu Keong Macan

Panjang : 6 - 8 meter

Lebar : 1,3 - 2 meter

Draft : 0,5 - 0,8 meter

Tonage kapal : 0,87 - 2,48

Tenaga penggerak : 12, 16 dan 20 PK merk Dongpheng

Jumlah ABK : 3 - 4 0rang

Jumlah hari operasi : 1 hari (one day fishing)

Jumlah hari operasi/tahun : 194 hari

Musim puncak (Agustus - Oktober) : 90 hari Musim biasa (April - Juli) : 104 hari

Biaya investasi

Kapal Rp 7.950.000,00

Mesin Rp 2.873.333,33

Alat tangkap Rp 3.650.000,00

Total investasi Rp 14.473.333,33

Biaya Tetap

Penyusutan kapal Rp 795.000,00

Penyusutan mesin Rp 574.666,67

Penyusutan alat tangkap Rp 3.650.000,00

Perawatan kapal per tahun Rp 741.666,67

Perawatan mesin per tahun Rp 538.333,33

Total biaya tetap Rp 6.299.666,67

Biaya Variabel

Upah ABK 40 % Rp 26.474.000,00

Biaya operasional (Sebelum kenaikan BBM)

Solar 8,72 lt x 194 trip x Rp 2.300,00 Rp 3.890.864,00 Umpan 8,7 Kg x 194 trip x Rp 1.500,00 Rp 2.531.700,00 Perbekalan Rp 28.533,33 x 194 trip Rp 5.535.466,02

Total biaya operasional Rp 11.958.030,02

Biaya operasional (Setelah kenaikan BBM)

Solar 8,72 lt x 194 trip x Rp 4.500,00 Rp 7.612.560,00 Umpan 8,7 Kg x 194 trip x Rp 1.650,00 Rp 2.784.870,00 Perbekalan Rp 31.386,66x 194 trip Rp 6.089.012,04


(4)

Lampiran 10 (Lanjutan)

Penerimaan

Musim puncak 13,5 Kg/trip x 90 trip x Rp 35.000,00 Rp 42.525.000,00 Musim biasa 6,5 kg/trip x 104 trip x Rp 35.000,00 Rp 23.660.000,00

Total penerimaan Rp 66.185.000,00

Keuntungan = Penerimaan − Total biaya

= Rp66.185.000,00 − Rp 32.773.666,67

= Rp 33.411.333,33

R-C ratio = TR/TC

= Rp 66.185.000,00 / Rp 32.773.666,67

= 2,02

BEP (Rp)

penjualan

Hasil

tetap

tidak

Biaya

tetap

Biaya

=

1

00

,

000

.

185

.

66

00

,

000

.

474

.

26

1

67

,

666

.

299

.

6

Rp

Rp

Rp

=

= Rp 10.499.444,45

BEP (Kg)

tetap

tidak

Biaya

penjualan

Hasil

oduksi

x

tetap

Biaya

Pr

=

00

,

000

.

474

.

26

00

,

000

.

185

.

66

1891

67

,

666

.

299

.

6

Rp

Rp

x

Rp

=


(5)

Lampiran 10 (Lanjutan)

Pendapatan ABK

Sebelum kenaikan BBM

= (Penerimaan nelayan buruh 40%)

biaya operasional

=

Rp

26.474.000,00

Rp 11.958.030,02

= Rp 14.515.969,98

3 ABK = @ Rp 4.838.656,66

4 ABK = @ Rp 3.628.992,50

Setelah kenaikan BBM = (Penerimaan nelayan buruh 40%) − biaya operasional = Rp 26.474.000,00 − Rp16.486.442,04

= Rp 9.987.557,96

3 ABK = @ Rp 3.329.185,99

4 ABK = @ Rp 2.496.889,49


(6)

106030’BT

10630’BT

106035’BT

10635’BT

06000’LS

06001’LS

06002’LS

06059’LS

06058’LS

06000’LS

06001’LS

06002’LS

06059’LS

06058’LS

P. Pari

P. Lancang

P. Untungjawa

P. Laki P. Bokor P. Rambut

Tg Kait

Karang Serang

Mauk

Kramat

Tanjung Pasir P. Bidadari

U

Keterangan :

= Fishing ground

= Lokasi penelitian