Tujuan Manfaat Alat Tangkap Bubu

keong macan Rizqi, 2003, pengaruh jenis umpan dan lama perendaman terhadap hasil tangkapan keong macan Zein, 2003; Aristiani, 2004, perbandingan hasil tangkapan keong macan antara bubu Karang Serang dan bubu Pelabuhan Ratu Lismawati, 2005. Namun hingga kini, belum ditemukan penelitian mengenai analisis hubungan faktor-faktor produksi terhadap produksinya pada unit penangkapan bubu keong macan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah faktor- faktor produksi yang mempengaruhi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang, yang diharapkan dapat berguna, sebagai bahan informasi dasar untuk pengembangan perikanan keong macan di Karang Serang.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasikan faktor-faktor produksi yang berperan dan hubungannya terhadap produksi pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang; 2. Membuat model fungsi produksi unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang; 3. Mengidentifikasi keragaan analisis usaha pada unit penangkapan bubu keong macan di Karang Serang.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pelaku usaha perikanan bubu keong dan mendapatkan data terkini perikanana bubu keong macan yang nantinya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan perikanan bubu keong macan. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Keong Macan 2.1.1 Klasifikasi dan identifikasi Klasifikasi keong macan Babylonia spirata menurut Abbot dan Boss 1989 adalah sebagai berikut : Filum : Moluska Kelas : Gastropoda Sub Kelas : Prosobranchia Ordo : Neogastropoda Super Famili : Muricoidea Famili : Buccinidae Genus : Babylonia Spesies : Babylonia spirata L Cangkang keong berbentuk oval, tebal dan berwarna putih dengan bintik-bintik coklat-orange yang tidak teratur. Spire bertingkat dan sebuah apex pada ujungnya. Suture melebar, dalam dan semakin besar pada bagian bawah cangkang. Umbilicus terletak pada tepi cangkang yang tebal. Keong macan mempunyai ukuran panjang 3,5-4,5 cm. Pada umumnya keong macan terdapat pada wilayah Indo-Pasifik Dance 1977.

2.1.2 Morfologi

Secara umum cangkang moluska terdiri atas lapisan dalam dan luar. Lapisan luar cangkang Periostracum, merupakan lapisan tipis dari bahan organik. Ketebalan lapisan ini bervariasi untuk tiap spesies bergantung pada habitatnya. Moluska yang hidup di air tawar dan dataran tinggi, biasanya memiliki Periostracum yang lebih tebal dibandingkan dengan yang hidup di daerah tropis atau laut hangat Watanabe, 1988. Lapisan dalam cangkang berupa lapisan kalsit yang terbagi atas lapisan homogen, prismatic, foliat, nacreous, silinder bersilang dan lapisan kompleks Watanabe, 1988. Bentuk cangkang siput umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde gelung whorl. Puncak kerucut merupakan bagian tertua yang disebut apex . Sumbu kerucut disebut columella. Gelung atau konde terbesar disebut body whorl . Gelung-gelung kecil disebut spire. Diantara bibir dalam inner lip dan gelung terbesar body whorl terdapat umbilicus, yaitu ujung columella yang berupa celah sempit sampai lebar dan dalam. Aperture ialah bukaan cangkang, tempat tersembulnya mantel dan kaki Hindras, 2001. Cangkang keong macan dapat dilihat pada Gambar 1. Tubuh keong terdiri atas empat bagian utama yaitu kepala, kaki, isi perut dan mantel. Pada kepala terdapat sepasang mata, sepasang tentakel, sebuah mulut dan sebuah siphon. Mantel merupakan arsitek pembentuk struktur cangkang dan pola warnanya Yulianda, 1999. Gastropoda mengalami torsi yaitu peristiwa dimana cangkang beserta tubuh dibelakang kepala yang terdiri dari mass visceral, mantel dan rongga mantel memutar 180º yang berlawanan dengan arah jarum jam. Gambar 1 Cangkang keong macan Babylonia spirata L..

2.1.3 Makanan dan kebiasaan makan

Menurut Ruppert dan Barnes 1994. Prosobranchia merupakan kelompok hewan karnivora dan pemakan daging dan bangkai yang cukup selektif. Jenis keong ini lebih menyukai daging segar sebagai makanannya. Prosobranchia menggunakan radula sebagai alat bantu makan. Radula pada Prosobranchia mengalami berbagai modifikasi bentuk menjadi alat untuk memotong, mencabik dan memegang mangsa. Sebagian besar ordo Neogastropoda merupakan siput karnivora yang mempunyai cara pemangsaan yang berbeda-beda. Cara pertama yaitu mangsa dideteksi dengan siphon dan ditangkap dengan menjulurkan probosis, setelah itu makanan dihancurkan dengan radula yang terdapat dibagian probosis tersebut. Untuk cara yang kedua siput mengebor mangsanya, lalu menggerus dan menghisapnya dengan radula Rizqi, 2003.

2.2 Alat Tangkap Bubu

Perangkap adalah alat tangkap yang umumnya berbentuk kurungan. Ikan dapat masuk dengan mudah tanpa adanya paksaan, tetapi ikan tersebut akan sukar keluar karena terhalang pintu masuknya yang berbentuk corong Von Brandt, 1984. Menurut Subani dan Barus 1989 perikanan bubu sudah dikenal lama oleh nelayan karena cara pembuatan dan pengoperasaiannya mudah. Bubu termasuk alat tangkap pasif, biaya pembuatannya relatif murah, sehingga sangat membantu nelayan yang bermodal kecil atau nelayan skala kecil. Bubu dibuat dari anyaman bambu, anyaman rotan atau anyaman kawat. Dilihat dari cara pengoperasiannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu bubu dasar ground fishpot, bubu apung floating fishpot dan bubu hanyut drifting fishpot. Menurut Barus et al 1988 bubu dasar dapat dioperasikan dengan cara dipasang secara terpisah satu bubu dengan satu pelampung dan bisa juga dipasang secara bergandengan dengan menggunakan tali utama, cara ini dinamakan ”Longline Trap” dengan cara ini dapat dioperasikan beberapa buah sampai dengan puluhan bahkan ratusan bubu. Salah satu bubu yang digunakan di Karang Serang adalah bubu keong macan yang terbuat dari anyaman bambu. Ukuran bubu keong macan dari anyaman bambu yang banyak dipakai adalah bagian bawah berdiameter 20-30 cm, bagian atas berdiameter 10-15 cm, tingginya berkisar antara 10-15 cm. Pemberat disetiap ujung bubu mempunyai berat kurang lebih 1 kg. Penusuk umpan memakai kawat dengan diameter kurang lebih 2 mm. Bendera diikatkan pada pelampung dan merupakan tanda dari adanya bubu yang sedang dioperasikan. Ukuran bubu bisa berbeda bergantung daerah penangkapan, serta nelayan yang membuat dan mengoperasikannya Martasuganda, 2003. Keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional adalah pembuatan alat mudah dan murah, pengoperasian alat mudah, kualitas hasil tangkapan segar, tidak merusak sumberdaya secara ekologis maupun teknis, dapat dioperasikan dimana alat tangkap lain tidak bisa dioperasikan. Sedangkan faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap dalam bubu yaitu tertarik umpan, sebagai tempat berlindung, karena sifat tigmotaksis ikan itu sendiri dan digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi Monintja dan Martasuganda, 1990.

2.3 Permodelan