buruk. Jidoshinri, Oktober, 1986, dikutip dan diterjemahkan oleh Nojuu, 1989 : 23. Walaupun ijime itu dikatakan bukan suatu perbuatan yang baik, tetapi
sebenarnya di dalam dunia anak ijime merupakan proses liku – liku kehidupan anak dalam bermasyarakat. Misalnya, dengan cara berkelahi ia ingin
menunjukkan apa yang ada pada dirinya. Ada kalanya ia diijime dan ada kalanya ia mengijime. Bagi anak itu sendiri, melalui ijime ia belajar menyesuaikan diri di
dalam masyarakat anak.
2. Pendidikan Sekolah
Sekolah mempunyai fungsi yang amat dan sangat khusus untuk menciptakan makhluk baru yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat
karena sekolah merupakan asosiasi yang lebih luas dari keluarga atau teman – teman. Selain itu sekolah tidak berasal dari hubungan darah, bukan juga dari
pilihan bebas, tetapi dari pertemuan secara kebetulan dan tidak dapat dielakkan di antara para murid yang dikumpulkan berdasarkan umur dan berbagai kondisi
sosial yang hampir sama Nojuu, 1989 : 20. Selain itu sekolah merupakan tempat untuk anak bertindak secara moral,
yaitu bertindak dengan cara – cara tertentu yang meliputi konsistensi keteraturan tingkah laku dan wewenang. Yang disebut moral pada dasarnya adalah sesuatu
yang bersifat tetap, sejauh kita tidak berbicara mengenai jangka waktu yang tidak terlalu panjang, moral itu akan tetap sama dan tidak berubah Madubrangti, 1994 :
17.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat jarak yang besar antara moral ketika anak masih berada bersama keluarga, ketika anak menemukan dirinya dan ketika ia meninggalkan keluarga
itu, sekolah dan lingkungannya merupakan sarana yang paling tepat untuk pembentukan moral anak. Ada tiga unsur dalam moral, yaitu disiplin, keterikatan
pada kelompok dan otonomi si pelaku. Berarti pembentukan moral anak sekolah dapat dilihat dalam situasi di dalam kelas, karena kelas adalah suatu kelompok
kecil, berarti tidak satupun dari anggota kecil ini akan bertindak sebagaimana jika mereka bertindak sendiri – sendiri setiap akan terpengaruh kelompoknya.
Di kelas ada cukup banyak hal – hal yang dapat dipelihara bersama dalam kehidupan kolektif kelas, hal ini untuk membangkitkan rasa solidaritas anak
seperti memiliki ide – ide bersama, perasaan bersama dan tanggung jawab bersama.
Sikap anak sekolah di Jepang akhir – akhir ini cenderung untuk tidak menyukai segala sesuatu bentuk – bentuk aturan yang bersifat keharusan, seperti
misalnya disiplin atau aturan – aturan yang diwajibkan oleh guru kelas atau kelompok resmi di sekolah. Sehingga anak – anak sekolah di Jepang sekarang
dengan adanya semacam tuntutan masyarakat sebagai Gakurekishakai ‘masyarakat beriwayat pendidikan’ yaitu masyarakat yang menuntut adanya
riwayat pendidikan, di mana anak – anak sekolah dituntut untuk mengejar kemampuan ilmu pengetahuannya melalui persaingan belajar. Untuk itu berbagai
usaha yang dilakukan oleh guru maupun orang tua antara lain dengan memberikan pelajaran tambahan atau menyuruh anaknya mengambil pelajaran tambahan untuk
menghadapi ujian masuk Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi favorit
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk persaingan belajar dalam usaha mencapai hensachi peringkat prestasi belajar.
Kemudian karena sangat banyak peraturan serta tuntutan sekolah yang diberikan oleh sekolah kepada murid, sehingga apabila murid tidak melakukannya
sesuai dengan peraturan dan tuntutan tersebut maka ia akan menerima hukuman fisik yang dilakukan oleh gurunya di sekolah maupun oleh orang tuanya di rumah
Madubrangti, 1994 : 18. Masalah anak sekolah yang sedang hangat dibicarakan orang pada waktu
itu yaitu masalah Konaiboryoku kebrutalan anak di sekolah, yang pada saat itu sedang menjadi pembicaraan hangat di Jepang menjadi tidak begitu menonjol.
Tetapi sebenarnya dengan meredanya masalah konaiboryoku di mata masyarakat bukan berarti masalah anak sekolah dapat diatasi sepenuhnya. Konaiboryoku
dilakukan oleh anak sekolah sebagai salah satu wujud protes anak terhadap aturan – aturan sekolah yang begitu banyak. Walaupun demikian kebrutalan anak – anak
sekolah di Jepang yang akhir – akhir ini kelihatannya sudah semakin berkurang bukan berarti mereka sudah sadar untuk tidak melakukan kebrutalan lagi. Tetapi
sebenarnya berkurangnya jumlah kebrutalan anak di sekolah itu karena anak cemas akan semakin bertambah banyak dan kerasnya peraturan – peraturan
sekolah apabila ia melakukan kebrutalan di sekolah. Selain itu peraturan – peraturan kecil tentang kehidupan anakpun sudah ditekankan pada anak – anak
dengan memberikan hukuman fisik jika aturan itu tidak dipatuhi. Akibatnya, cara lain yang dilakukan oleh anak untuk menghindari
hukuman fisik yang diberikan oleh guru maupun orang tuanya ini, muncul tindakan lain yang dilakukan oleh anak sebagai ungkapan protes di dalam dirinya,
Universitas Sumatera Utara
yaitu dengan melakukan tindakan tokokyohi tidak mau pergi ke sekolah. Selain itu mereka cenderung membentuk semacam kelompok yang bersifat protes
dengan cara mengijime seorang teman dari kelompoknya yang dianggap memiliki dikelasnya, oleh karena itu anak yang dijadikan sasaran ijime itu mempunyai
kelebihan atau kelainan yang tidak dimiliki oleh mayoritas teman – teman sekelasnya atau anak itu adalah anak yang lemah fisiknya. Ijime semacam ini
dilakukan oleh kelompok mayoritas anak – anak sekolah di sekolah yang sama.
3. Lingkungan Keluarga