Ijime dalam Masyarakat Jepang

pergeseran sistem masyarakat Jepang dari publik ooyake ke privat watakushi, uchi juga rentan terhadap masalah ijime ini. Ijime di Jepang lebih mirip dengan bullying yang dilakukan oleh anak – anak perempuan gadis di Barat, yakni tekanan pada menyakiti perasaan korban yang dilakukan oleh orang – orang dalam suatu komunitaskelompok saling mengenal. Sedang kekerasan boryoku lebih fisikal, dan tujuannya merampas atau membuat sakit secara fisik korban, yang dilakukan mungkin oleh orang yang tidak dikenal. Taki 2003 selanjutnya mengidentifikasikan beberapa kondisi penting dari ijime itu ; pertama, korban sudah merasa menjadi bagian dari kelompok, adanya ketidakseimbangan pengaruh atau kekuatan non fisik lain, dan ketiga adalah intensitas atau kekerapan ijime ini terjadi. Semakin tak bisa menghindar atau melawan maka intensitas ijime akan semakin besar.

2.1.1. Ijime dalam Masyarakat Jepang

Pemberitaan lewat media massa di Jepang kembali banyak dihiasi oleh masalah ijime gangguan yang berisi ejekan, penindasan, perendahan martabat, dll yang berakhir pada tindakan bunuh diri sang korban jisatsu. Ini mengingatkan puncak - puncak ijime jisatsu yang banyak terjadi di tahun 1980-an di Jepang. Kasusnya sendiri dari ujung selatan di Fukuoka, sampai ujung utara Jepang di Hokkaido. Dan ini di lakukan oleh anak dan ini dilakukan oleh anak SD dan SMP di dalam sekolah mereka. Ada indikasi perlakuan ijime ini oleh pihak guru atau sekolah. Dari kasus sederhana dan terus – menerus, ijime ini memang berpeluang berakhir tragis. Universitas Sumatera Utara Di Jepang merupakan fenomena sosial yang serius. Sesungguhnya jumlah ijime telah berkurang, tetapi ijime menjadi semakin lebih sinis dari sebelumnya. Beberapa tahun lalu ijime menjadi berita teratas sepanjang tahun setelah Kiyoteru Okochi, murid SMP berusia 13 tahun memutuskan bunuh diri untuk lepas dari ijime teman sekelasnya. Dia meninggalkan catatan yang membuktikan dan mengklarifikasi fakta bahwa dia merasa putus asa dari kekejaman ijime. Dia selalu dipaksa untuk merendam wajahnya ke dalam air sungai yang kotor, sepedanya rusak berulang kali, dan teman sekelasnya menuntut agar ia selalu memberikan uang kepada mereka setiap hari sebesar 1000 yen Fredman : 1995. Ini bukan pertama kalinya pelajar memutuskan untuk bunuh diri karena menjadi bulan – bulanan, tetapi peristiwa ini menjadi yang pertama kalinya media Jepang memberikan banyak perhatian atas masalah ijime ini. Sejak itu, Ijime menjadi salah satu hal yang penting di Jepang. Ijime di sekolah telah menjadi masalah sosial yang serius di Jepang. Seorang siswa perempuan memasukkan kepalanya ke dalam ember yang berisi air di samping gurunya di hadapan seisi kelas untuk diuji apakah rambut keritingnya asli atau tidak. Seorang siswa lelaki yang memenangkan tempat pertama dalam lomba atletik harus mengorbankan harga dirinya karena rambutnya dicurigai oleh teman – temannya berwarna cokelat. Meskipun dia bersikeras bahwa hal tersebut adalah akibat dari seringnya terkena matahari selama dia berlatih yang menyebabkan warna rambutnya menjadi pucat. Hal ini sering terjadi di sekolah karena ciri khas orang Jepang yang sangat sensitif tentang apa yang dipikirkan orang lain dan cenderung untuk mengikuti orang kebanyakan, yaitu yang sama dengan mereka dan menentang sesuatu yang Universitas Sumatera Utara berbeda dari mereka. Beberapa murid menyatakan bahwa ketika kamu mempunyai kekuatan, kamu dihormati. Ironisnya bahwa di sekolah dimana banyak sekali penekanan yang diletakkan diatas untuk menjadi sama dengan yang lainnya, sumber dari kekuatan adalah menjadi sama seperti yang lainnya. Beberapa sekolah di Jepang membuat peraturan yang mengharuskan para murid berjalan keluar dari halaman sekolah tepat 45 derajat. Pelanggaran akan peraturan ini sering berakhir dengan hukuman yang dikomandoi, dimana terkadang efeknya meninggalkan luka yang berkepanjangan atau bahkan mengakibatkan kematian. Hukuman seperti ini tentu saja dilarang oleh hukum tertulis, tetapi sangat didukung sekali oleh hukum yang tidak tertulis. Ketika anak – anak Jepang yang orang tuanya bekerja membawa mereka serta keluar negeri untuk beberapa tahun dan kembali lagi ke Jepang, pelajar ini dikategorikan ke dalam kelompok dan mereka secara spesial dalam bahasa Jepang disebut Kiko Kushijo anak yang kembali ke kampung halaman. Banyak sekolah yang menolak untuk menerima murid seperti ini bahkan hingga saat ini, dan bagi mereka yang diterima, lebih dari 69 persen dari mereka melaporkan bahwa mereka menjadi target umpatan berulang yang disebut dengan ijime Soushichi Miyachi : 1990. Pelajar muda ini, yang mempunyai keinginan untuk membantu negara Jepang menjadi masyarakat yang lebih terbuka, sering tertekan oleh kelompok yang melatih ulang mereka, bualan ini disebut “latihan penyiksaan”. Target dari latihan ini adalah sikap mereka yang tidak dapat diterima, dimana tindakan secara nyata seperti mengemukakan pendapat mereka hal ini tidak dapat diterima di sekolah Jepang dan logat alami mereka di dalam kelas bahasa Jepang. Universitas Sumatera Utara Pada kasus pelajar yang baru kembali dari negara yang menggunakan Bahasa Inggris untuk menghindari ijime, beberapa dari mereka meniru aksen Jepang dalam Bahasa Inggris, atau bahkan ada yang masuk ke sekolah lokal Inggris hanya untuk belajar Bahasa Jepang – Inggris. Ijime ini berlangsung sampai korban tidak menunjukkan inisiatif dan spontanitasnya dan menjadi sama secara lengkap. Orang tua berpendapat bahwa guru adalah salah satu penggerak aktif ijime atau sering menjadi kekuatan yang tersembunyi dibelakangnya. Ijime kadang terdongkrak menjadi penyerbuan fisik yang serius dan penghinaan umum yang kejam, dan siksaan oleh kelompok. Korban kadang memutuskan untuk bunah diri dan selalu membutuhkan perawatan fisik dan pengobatan medis yang serius. Sebagian bangkit dan berusaha untuk menemukan kebenaran. Beberapa murid mengatakan bahwa guru mereka adalah contoh ijime bagi mereka. Sebagai contoh, murid yang tidak mau atau tidak dapat menyesuaikan diri terhadap peraturan yang ketat yang dibuat oleh guru mereka kemungkinan akan dihina, dipermalukan atau dihukum oleh guru mereka. Banyak tuntutan yang melaporkan bahwa guru terlibat dalam melakukan ijime kepada murid – muridnya. Seorang siswa perempuan menuliskan bahwa wali kelasnya pernah meng-ijimenya saat ia di kelas V. Gurunya meneriakinya karena dia mengotori lantai yang baru saja dibersihkan dengan meninggalkan sehelai rambut yang jatuh dari bajunya Yoneyama :167. Hukuman fisik oleh para guru juga telah pula menjadi perhatian lain tentang sistem pendidikan di Jepang. Pada tahun 1947, mengenai hukum pendidikan sekolah, menurut hukum dilarang adanya hukuman badan. Walaupun Universitas Sumatera Utara demikian selalu ada siswa yang melaporkan bahwa beberapa guru masih tetap melakukannya. Untungnya, orang – orang pada saat ini lebih sadar dan berhati – hati atas kenyataan hukuman badan di sekolah. Para guru yang melakukan tindakan kekerasan secara fisik biasanya akan menerima instruksi kukoku sebagai ganti dari huku man resmi chokai shobun. Ada empat jenis hukuman resmi ; pemecatanpembubaran menshoku, pengasingan dari tugas teishoku, gaji yang dikurangi genkyu dan memperingatkan kaikoku. Peringatan berbeda dengan instruksi seperti cenderung kearah gaji yang ditunda termasuk pada basis bahwa guru belum melaksanakan tugasnya dengan memuaskan. Berbagai macam hukuman resmi yang diterima oleh guru karena melakukan hukuman badanfisik juga bergantung pada daerah administrasi pada masing – masing daerah sekolah. Di luar Jepang terdapat para guru yang boleh menggunakan hukuman badan atau memimpin muridnya kearah ijime. Sebagaimana yang diketahui, bagaimanapun, di Jepang, banyak orang yang beranggapan bahwa pengalaman ijime para murid yang berasal dari ditemukannya contoh otoriter interaksi manusia oleh guru. Otoriterasi ini adalah suatu konsep yang mendominasi di dalam masyarakat Jepang. Hal ini bukan secara kejam untuk menunjukkan bahwa tidak ada keperdulian yang ditunjukkan oleh guru. Banyak para guru yang berhati baik di Jepang, yang bekerja sangat keras untuk membantu siswa mereka. Tidak saja akan menjadi mustahil tetapi sia – sia juga untuk menyalahkan para guru bagi keseluruhan kasus ijime. Masalah besar yang diperbincangkan adalah memahami apakah struktur yang menyebabkan ijime. Karenanya, tujuan penelitian dan mensejajarkan Universitas Sumatera Utara persamaan pokok antar apa yang dilakukan para guru dan apa yang dilakukan para siswa adalah bukan untuk menemukan siapa yang tertuduh, tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami fungsi sosial dari ijime yang tersembunyi yang berkenaan dengan peraturan yang dimainkan oleh guru. Para murid yang takut menjadi target oleh guru atau teman sekelasnya adalah yang berbeda atau lemah sehingga menjadi takut untuk menyatakan perasaan dan pemikiran mereka tentang ijime, seperti berbagai hal lainnya didalam pemikiran dan perasaan para siswa lainnya yang berbeda. Mereka takut akan menjadi korban berikutnya, jadi mereka memutuskan untuk tetap diam menjadi seperti yang lainnya. Dari hasil pemeriksaan data ijime yang dikumpulkan dari bulan Januari sampai dengan tanggal 15 November 1986 oleh pihak kepolisian di seluruh Jepang, jumlah ijime yang terjadi di Jepang sekarang, dapat dikatakan besar jumlahnya dan tidak menunjukkan kecenderungan berkurang dari tahun – tahun sebelumnya. Menurut Monbukagakusho, kondisi ijime di tahun 2005 yang dianggap serius mungkin masuk jadi laporan khusus juga menunjukkan kecenderungan turun daripada tahun – tahun sebelumnya. Terbanyak dari kasus – kasus itu adalah di Prefektur Aichi, disusul Chiba, Aomori, Kanagawa, dan Yamaguchi, dengan kisaran 2,5 – 3,5 dalam 1000 anak didik tertinggi tercatat 3500 kasus lebih di Aichi dari jumlah siswa yang ada, sedang terendah berada di Prefektur Fukushima, Saga, Fukuoka, Miyazaki, Iwate, Kumamoto, dan Gunma sekitar 0,5 dari jumlah siswa yang ada terendah adalah sekitar 500 kasus di Gunma. Terdapat poin penting yang harus kita pertimbangkan tentang masyarakat Jepang. Dalam beberapa tahun, jumlah ibu yang bekerja diluar rumah meningkat. Universitas Sumatera Utara Mereka mungkin terlalu sibuk dan stres untuk bermain atau berbincang – bincang dengan anak mereka. Anak mungkin merasa tidak puas dengan lingkungan sekitarnya. Anak butuh banyak sekali kasih sayang dari orang tua, hal ini juga merupakan salah satu penyebab dari ijime. Berlawanan dengan ibu yang bekerja, ada motivasi lain yang mungkin menyebabkan terjadinya ijime di rumah. Sebagaimana diketahui di Jepang memberikan terlalu banyak perhatian adalah pemicu yang sangat berbahaya, karena terlalu mencintai anak mereka, terkadang orang tua melakukan apapun untuk anak – anaknya. Mereka selalu menyelesaikan segala hal sebelum menanyakan apa yang diinginkan oleh anak mereka. Mereka mengacuhkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh anak – anaknya, mereka merampas hak anak akan kebebasan memilih untuk mengetahui hal – hal yang baru. Sebagai hasilnya, anak hanya tahu mengikuti sepanjang apa yang orang tua berikan dan anak seperti ini secara mudah terlibat ijime. 2. 1. 2. Gejala Terjadinya Ijime Pada Anak Jika anak – anak mengetahui bahwa mereka dapat mendatangi orang tua dengan hal – hal yang baik atau buruk dan bahwa orang tua akan menyimak mereka secara aktif serta menawarkan dukungan, bimbingan, dan kebijaksanaan, maka mereka mungkin akan memberi tahu orang tua kalau mereka telah ditindas. Bahkan kalau mereka tidak datang seketika dan memberi tahu orang tua, bila orang tua meluangkan waktu untuk berdialog dengan anak – anak tentang kegiatan mereka sehari – hari, dan kalau orang tua terlibat dalam kehidupan anak– anak mereka dan mengatahui teman – teman anaknya, maka orang tua cenderung mengenali petunjuk – petunjuk kalau ada sesuatu yang salah. Ketika orang tua Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Sosiologis Terhadap Novel Musashi Karya Eiji Yoshikawa = Eiji Yoshikawa No Sakuhin No “Musashi No Shousetsu” Ni Taishite No Shakai Gaku Teki No Bunseki Ni Tsuite

2 75 101

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

0 59 62

Analisis Peran Tokoh Ninja Dalam Komik Naruto Karya, Masashi Kishimoto Masashi Kishimoto No Sakuhin No “Naruto No Manga” Ni Okeru Ninja No Shujinkou No Yakusha No Bunseki Ni Tsuite

3 59 89

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 6 70

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 8

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 6

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 15

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 21

Analisis Psikologis Tokoh Utama Arisa Morishige Dalam Komik “Limit” Karya Keiko Suenobu Keiko Suenobu No “Limit” No Manga Ni Okeru Arisa Morishige To Iu Shuujinkou No Shinrigakutekina Bunseki

0 0 2

BAB II IJIME DALAM MASYARAKAT JEPANG - Usaha – Usaha Penanggulangan Ijime Di Kalangan Siswa Di Jepang Nihon No Gakusei No Shuui Ni Aru Ijime No Mondai No Kaishaku

1 2 20