Koreksi Terhadap Perhitungan Laba Usaha Dan Laba Fiskal Karena

dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan. Ayat 11 menyebutkan dalam rangka memberikan keseragaman kepada wajib pajak untuk melakukan penyusutan, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan jenis- jenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok masa manfaat yang harus diikuti oleh wajib pajak. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana yang dimaksud diatas ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan No. 520KMK.042000, tanggal 14 Desember 2000 terlampir.

E. Koreksi Terhadap Perhitungan Laba Usaha Dan Laba Fiskal Karena

Perbedaan Penerapan Akuntansi Penyusutan Aktiva tetap Adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara akuntansi komersial dengan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal wajib pajak harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan harus disesuaikankoreksi terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Menurut Gunadi dalam ketentuan dasar pajak penghasilan 2001:128, menyebutkan bahwa ada 2 koreksi yang ada, yaitu : a. Koreksi Fiskal Positif 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. Universitas Sumatera Utara 3. Pembentukan atau penumpukan dana cadangan, kecuali; a Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi. b Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan Wajib Pajak yang dipotang PPh pasal 21 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali; 1 Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama. 2 Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah terpencil. 3 Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. 7. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah. 8. Pajak Penghasilan. 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang menjadi tanggungannya. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota Persekutuan, Firma, atau Perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan. 12. Pajak masukan atau perolehan Barang Kena PajakJasa Kena Pajak BKJJKP yang tidak dapat dikreditkan, kecuali : 1 Faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang PPN faktur pajak standar cacat 2 Pajak masukan atas perolehan BKPJKP yang termasuk dalam Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 3 Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, yang pengenaan pajaknya bersifat final. Universitas Sumatera Utara 4 Pajak penghasilan yang telah dipotong pemberi kerja, kecuali pajak penghasilan pasal 26, sepanjang pajak penghasilan tersebut ditambahkan sebagai dasar perhitungan untuk pemotongan pajak penghasilan pasal 26 tersebut. b. Koreksi Fiskal Negatif 1 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak; 2 Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; 3 Warisan; 4 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham sebagai pengganti penyertaan modal; 5 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; 6 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, dan asuransi beasiswa; 7 Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMNBUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, BUMNBUMD yang menerima deviden paling rendah 25 dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut; 8 Iuran yang diterimadiperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja, maupun pegawai; 9 Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; 11 Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 lima tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha; 12 Penghasilan yang diterima atau diperolah perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan Universitas Sumatera Utara usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : a Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan b Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Dari uraian di atas , dapat diketahui bahwa jika timbul perbedaan perhitungan laba menurut akuntansi dengan perhitungan laba menurut perpajakan maka perusahaan harus melakukan penyesuaian atau koreksi fiskal untuk menghitung besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar. Menurut perpajakan perlu disusun suatu rekonsiliasi atas laporan keuangan yang telah disajikan berdasarkan standar akuntansi keuangan untuk memperoleh laba kena pajak berdasarkan fiskus. Bentuk rekonsiliasi yang disusun adalah dengan menyajikan data akuntansi komersial, data fiskus dan perbedaan yang menyebabkan selisih laba akuntansi komersial dan laba fiskal. Setelah diadakan rekonsiliasi maka berikutnya adalah membuat jurnal koreksi yang membukukan perbedaan tersebut. Rekonsiliasi akibat perbedaan metode penyusutan menurut akuntansi dan fiskus disajikan dalam contoh berikut ini. Pt Murni berdiri pada tahun 2000 dan mulai menggunakan akuntansi pajak tangguhan pada tahun tersebut. Dibawah ini adalah perbedaan nilai tercatat aktiva tetap dengan DPPnya : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.12: Perbedaan Biaya Penyusutan Menurut Akuntansi Komersial Dan Akuntansi Fiskal. Akuntansi Uraian 2000 2001 2002 Komersial Fiskal -harga perolehan -akumulasi penyusutan -nilai buku -beban penyusutan -harga perolehan -akumulasi penyusutan -nilai buku -beban penyusutan Rp. 5.000.000 1.000.000 Rp. 7.000.000 2.500.000 Rp 9.000.000 4.200.000 4.000.000 4.500.000 4.800.000 Rp 1.000.000 Rp 5.000.000 2.000.000 Rp 1.500.000 Rp 7.000.000 3.000.000 Rp 1.700.000 Rp 9.000.000 5.000.000 3.000.000 4.000.000 4.000.000 Rp 2.000.000 Rp. 1.000.000 Rp 2.000.000 Sumber : Gunadi 2001 Perhitungan dan Jurnal Perhitungan dari akun laba dan rugi : 2000 2001 2002 Beban Penyusutan - Komersial Rp 1.000.000 Rp1.500.000 Rp1.700.000 -Fiskal 2.000.000 1.000.000 2.000.000 Perbedaan Temporer Rp 1.000.000 Rp 500.000 Rp. 300.000 Tarif Pajak 30 30 30 PenghasilanBeban Pajak Tangguhan Rp 300.000 Rp 150.000 Rp 90.000 Perhitungan Dari Akun Neraca : Nilai Buku - Komersial Rp. 4.000.000 Rp.4.500.000 Rp. 4.800.000 - Fiskal 3.000.000 4.000.000 4.000.000 Perbedaan Temporer Rp 1.000.000 Rp 500.000 Rp 800.000 Tarif Pajak 30 30 30 AktivaKewajiban pajak tangguhan Rp 300.000 Rp 150.000 Rp 240.000 Pencatatan Jurnal : 31 Desember 2000: Beban pajak tangguhan Rp 300.000,- Kewajiban pajak tangguhan Rp 300.000,- 31 Desember 2001: Kewajiban pajak tangguhan Rp 150.000,- Penghasilan pajak tangguhan Rp 150.000,- 31 Desember 2002: Beban pajak tangguhan Rp 240.000,- Kewajiban pajak tangguhan Rp 240.000,- Universitas Sumatera Utara Dari penerapan metode penyusutan yang berbeda akan di dapat jumlah penyusutan yang berbeda setiap tahunnya, akan tetapi hal ini merupakan beda waktu temporary atau yang biasa disebut beda sementara saja yang pada akhirnya akuntansi penyusutan akan sama jumlahnya. Perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Menurut SAK 2000:46.3, par 6 mengenai perbedaan temporer adalah “perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya DPP”. Perbedaan temporer dapat berupa: a Perbadaan temporer kena pajak, adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva terpulihkan, contohnya beban-beban yang dibayar dimuka yang dikurangkan dalam laporan pajak pada periode pembayarannya. b Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan laba rugi periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva terpulihkan. Contohnya penerimaan sewa dibayar dimuka. Dalam perpajakan selisih antara kedua metode penyusutan ini dapat diperlakukan sebagai penambahan atau pengurangan laba keuangan dalam mencarai jumlah laba kena pajak tahun berjalan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika penyusutan menurut keuangan lebih besar dari penyusutan menurut fiskal, maka jumlah selisih antara penyusutan menurut keuangan dengan menurut fiskal merupakan koreksi positif penambahan terhadap laba keuangan. Universitas Sumatera Utara 1. Jika penyusutan menurut keuangan lebih kecil dari penyusutan menurut fiscal, maka jumlah selisih antara penyusutan menurut keuangan dengan menurut fiscal merupakan koreksi negative pengurangan.

F. Tinjauan Penelitian Terdahulu