2. Departemen Keuangan menurut omzet dalam SK. Menteri Keuangan No. 316KMK0161994 menyebutkan bahwa pengertian usaha kecil adalah
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha dengan penjualan atau omzet setinggi-tingginya Rp. 600 juta atau aset setinggi-
tingginya Rp. 600 juta di luar tanah dan bangunan yang ditempati. 3. Bank Indonesia menurut aset, perusahaan atau perorangan yang punya
total aset maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan yang ditempati.
4. Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, menyatakan bahwa industri kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki omzet tahunan paling banyak Rp. 1
milyar, berdasarkan Inpres No. 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah mendefinisikan industri menengah sebagai usaha yang
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 200 juta sampai paling banyak Rp. 10 milyar, sedangkan jika kekayaan bersih melebihi 10 milyar
dikalsifikasikan sebagai industri besar.
E. PEMASARAN
Pemasaran adalah usaha yang dilakukan untuk menyerahkan produk dari perusahaan atau pemasar kepada konsumen. Jenis saluran distribusi pemasaran
ditentukan oleh tahap perantara yang dilalui oleh suatu produk. Menurut Kotler 1993, saluran distribusi pemasaran dapat dibedakan berdasarkan
jumlah tingkatannya. Setiap perantara yang melakukan usaha penyaluran barang kepada pembeli akhir membentuk suatu tingkatan saluran. Sebagai
ilustrasi Gambar 1 mengambarkan beberapa bentuk saluran distribusi produk konsumen dengan panjang tingkat yang berbeda.
Pada saluran tingkat nol, produsen menjual langsung produk kepada konsumen. Penjualan langsung ini dapat dilakukan dengan cara dari rumah ke
rumah oleh wakil produsen door to door, penjualan lewat pos dan penjualan lewat toko produsen. Saluran satu tingkat hanya mempunyai satu perantara,
misalnya pengecer. Saluran dua tingkat mempunyai dua perantara yaitu
pedagang besar dan pengecer. Saluran tiga tingkat mempunyai tiga perantara yaitu pedagang besar, pemborong dan pengecer Kotler, 1993.
Tingkat 0 Tingkat 1
Tingkat 2 Tingkat 3
Gambar 1. Saluran distribusi barang konsumsi Kotler, 1993
F. SANITASI DAN HIGIENE
Menurut Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang pangan, sanitasi pangan didefinisikan sebagai upaya pencegahan terhadap kemungkinan
bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan
dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi keamanan dan atau keselamatan manusia.
Sanitasi merupakan proses yang penting dalam perusahaan makanan dan minuman, supaya kebersihan dan higiene karyawan serta nilai gizi dari produk
dapat dipertahankan. Hal ini diperlukan karena produk yang dihasilkan secara langsung atau tidak langsung akan dikonsumsi.
Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan, dan pengemasan produk makanan,
pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan juga kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan makanan meliputi pengawasan
mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada semua tahap selama
P R
O D
U S
E N
K O
N S
U M
E N
pengecer pedagang
besar pengecer
pengecer pemborong
pedagang
pengolahan dari peralatan personalia dan hama serta pengemasan dan penggudangan produk akhir Jenie, 1988.
Kontaminasi dapat berasal dari pekerja, alat atau wadah yang digunakan atau berasal dari udara dan ruangan tempat dilakukannya penanganan dan
pengolahan. Aplikasi sanitasi pangan meliputi praktek higiene untuk memelihara kebersihan dalam keseluruhan produksi, persiapan, penyimpanan
dan penyajian pangan serta air minum. Peralatan pengolahan maupun alat makan dapat menjadi salah satu
sumber kontaminasi makanan bila digunakan dalam kondisi yang kotor dan mengandung sejumlah mikroba yang tinggi. Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi makanan oleh peralatan, maka konstruksi dan desain peralatan harus higienis dan melakukan upaya sanitasi yang meliputi pencucian untuk
menghilangkan kotoran dan sisa makanan, diikuti dengan perlakuan sanitasi menggunakan germisidal Jenie, 1988.
Menurut Jenie 1988, udara tidak mengandung mikroflora alami, tetapi kontaminasi dari lingkungan di sekitarnya mengakibatkan udara mengandung
berbagai mikroorganisme, misalnya debu, proses aerasi, dari penderita yang mengalami infeksi saluran pernapasan, dari ruangan yang digunakan dalam
proses fermentasi dan sebagainya. Disamping prosedur dan program sanitasi yang baku yang harus
diterapkan pada proses pengolahan tempe dan fasilitasnya, maka diperlukan juga prosedur higiene personaliapekerja. Higiene adalah kebiasaan atau cara
hidup seseorang untuk menjaga kebersihannya sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyakit baik pada dirinya atau orang lain.
Pada umumnya kontaminasi pada makanan dapat diamati berdasarkan perpindahan penyakit dari suatu sumber ke sumber yang lainnya. Perpindahan
penyakit dapat berlangsung dari tanah, debu, manusia, bahan makanan, air, peralatan, binatang peliharaan dan juga serangga. Cara untuk mencegah
perpindahan penyakit dari pekerja adalah melakukan pemeriksaan secara periodik, menjaga kebersihan pekerja kuku, rambut, kulit dan pakaian serta
memberikan pengarahan tentang pentingnya penerapan higiene pekerja.
Kebersihan tangan pekerja sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Semua pekerja harus membersihkan tangannya, dengan cara
selalu mencuci tangan sebelum mulai bekerja. Setiap saat jika tangannya kotor maka perlu dicuci dengan air bersih mengalir. Oleh karena itu, fasilitas air
mengalir, sabun dan pengering harus selalu tersedia di tempat yang mudah dijangkau. Pekerja diharuskan memelihara kebersihan tangannya dengan cara
tidak menggunakannya untuk membersihkan mulut, hidung dan bagian tubuh lainnya yang tidak saniter. Jika itu terjadi, maka tangan segera dibersihkan
kembali dengan menggunakan air bersih dan sabun. Pekerja di pabrik pengolahan tempe harus mengenakan pakaian yang
bersih dan sopan. Umumnya pakaian yang berwarna terang putih sangat dianjurkan terutama untuk pekerja dibagian pengolahan. Hal ini disebabkan
karena dengan warna putih maka akan lebih mudah dideteksi adanya kotoran- kotoran yang mungkin terdapat pada baju dan berpotensi untuk menyebar ke
produk tempe yang sedang diolah. Selain itu pekerja juga hendaknya tidak mengenakan jam tangan, kalung, anting, cincin dan benda-benda kecil yang
mudah putus dan hilang. Hal ini untuk menghindari peluang hilangnya benda- benda tersebut sehingga tercampur dengan kedelai yang sedang diolah
menjadi tempe. Selama berada di lingkungan pabrik pengolahan tempe, khususnya selama melakukan pekerjaan pengolahan tempe maka pekerja tidak
diperkenankan merokok, makan ataupun minum.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat
serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena. Tujuan
penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki Nazir, 1983. Metode survei merupakan salah satu metode penelitian deskriptif. Penelitian
survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi untuk menentukan sifat serta ciri dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data pokok. Selain itu juga dilakukan wawancara responden untuk menunjang keakuratan pengisian kuesioner. Penelitian yang dilakukan meliputi
beberapa tahap yaitu studi pustaka, penetapan lokasi dan jumlah responden, pembuatan kuesioner, pengumpulan data primer dan analisa data.
A. STUDI PUSTAKA
Pengumpulan dan analisis berbagai hasil survei, penelitian dan pengembangan di bidang industri kecil tempe pada 10 tahun terakhir terutama
menyangkut kebijakan perdagangan kedelai, bahan penolong, teknologi pengolahan dan peralatan, sanitasi dan higiene, pemasaran produk,
diversifikasi produk dan kelembagaan di bidang industri kecil tempe termasuk aspek sosial ekonomi. Berdasarkan hasil studi pustaka ditetapkan parameter
dari kinerja industri kecil tempe yaitu dari segi proses pembuatan tempe, pemakaian bahan pewarna, penerapan sanitasi dan higiene pada saat
pembuatan tempe, pemasaran produk dan diversifikasi produk tempe. Selain itu juga ditetapkan lokasi, jumlah responden, dan teknik pengumpulan data.
B. PENETAPAN LOKASI DAN JUMLAH RESPONDEN
Lokasi penelitian dipusatkan di Pulau Jawa dan Propinsi Lampung, yang mencakup daerah perkotaan urban, sub urban dan pedesaan Tabel 3.