waktu berjualan berlangsung pada pukul 03.00 dini hari hingga pukul 09.00 pagi.
Produk tempe juga telah dipasarkan di pasar-pasar swalayan, yang juga diposisikan sebagai sayuran yang dipajang di rak pendingin. Produk
tempe segar umumnya dijual bukan berdasarkan bobot melainkan per bungkus atau per potong. Berdasarkan wawancara dengan responden,
dapat diketahui bahwa untuk memasarkan tempe ke pasar swalayan sulit dilakukan karena mereka tidak punya akses untuk menembus pasar
swalayan. Untuk dapat masuk ke pasar swalayan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti kemasan tempe harus mencantumkan label
atau merk produk, ukuran yang seragam dan sebagainya. Hanya sebagian kecil responden 3 yang menjual tempenya ke pasar swalayan.
2. Sistem Distribusi
Umur simpan tempe yang relatif pendek cenderung membuat jangkauan pemasaran tempe menjadi sempit karena produk yang dibuat
pada hari ini harus dapat terjual pada hari yang sama. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sistem distribusi terdiri dari beberapa pola
Gambar 22 sebagai berikut : a. Para pengrajin langsung menjajakan produknya dari rumah ke rumah
seperti halnya di Jakarta Barat, Kecamatan Sindang Laut dan Kecamatan Wiradesa Pekalongan. Sebagai alat angkut adalah sepeda
motor atau sepeda. b. Para pengrajin langsung mendistribusikan produk pada langganan ke
pemiliki warung tegal 35 seperti halnya di Bekasi. Menurut pengrajin, pasar tempe yang potensial adalah warung tegal karena
selalu menyediakan tempe dalam menunya. c. Beberapa pengrajin kerjasama dengan pemilik jasa boga katering,
instansi atau lembaga lainnya asrama, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan.
Gambar 22. Jalur Pemasaran Tempe
3. Alat Transportasi
Alat transportasi pemasaran industri tempe di lokasi penelitian terdiri dari gerobak, sepeda, sepeda motor dan mobil pick up. Hasil survei
menunjukkan bahwa sebanyak 48.4 responden menggunakan gerobak sebagai alat transportasi, 27.5 responden menggunakan sepeda motor,
21.5 reponden menggunakan sepeda dan hanya 2.6 responden yang memakai mobil pick up. Data variasi alat transportasi pemasaran setiap
responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Alat transportasi Pemasaran Tempe
Alat Tranportasi Jumlah Responden
Presentase Gerobak 153
48.4 Motor 87
27.5 Sepeda 68
21.5 Mobil pick-up
8 2.6
Pengrajin
Konsumen langsung
Warung Tegal
Katering Rumah
sakit Lembaga
Pemasyarakatan Pedagangpengecer
di pasar
Pasar Swalayan
Berdasarkan pengamatan, responden belum melakukan promosi untuk memasarkan produknya. Hal ini dikarenakan kegiatan promosi
memerlukan biaya yang tinggi sedangkan permodalan masih merupakan masalah bagi pengrajin tempe untuk mengembangkan usahanya. Masalah
pemasaran menjadi kendala bagi sebagian besar pengrajin terutama karena banyaknya saingan. Hal ini terjadi karena hampir semua industri tempe
menjual produknya ke pasar yang sama dan kurang mampu mencari daerah-daerah baru.
Dalam pemasaran tempe, pengrajin seharusnya juga menerapkan prinsip sanitasi dan higiene untuk menjaga produk agar tetap aman
dikonsumsi. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa pengrajin belum menerapkan prinsip sanitasi dalam memasrakan prduknya. Hal ini terlihat
dari cara pemasaran yang menggunakan sepeda motor. Tempe yang akan dijual diletakkan di dalam keranjang yang dibiarkan terbuka sehingga
tempe berpeluang terkontaminasi dengan debu dan asap kendaraan bermotor Gambar 23.
Gambar 23. Alat Transportasi Pemasaran Tempe
D. ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI 1.