Dampak simulasi gerakan rolling kapal

Gambar 57 Rata-rata aktivitas benih ikan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling. Pada Gambar 58 disajikan grafik perbandingan antara posisi keberadaan benih ikan di dalam model palka, sebelum dan sesudah dilakukan simulasi gerakan rolling. Jumlah benih ikan yang disajikan pada Gambar 58 adalah merupakan rata-rata jumlah benih ikan dari 15 kali pengamatan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa sebelum dilakukan simulasi gerakan rolling, sebanyak 83 benih ikan berada di dasar model palka, dan yang berada di tengah dan permukaan model palka masing-masing sebanyak 11 dan 6 . Setelah simulasi gerakan rolling dilakukan, semakin banyak benih ikan yang berada di dasar model palka, yaitu sebanyak 96 . Sisanya yaitu sebanyak 4 berada di tengah model palka. Dapat dikatakan bahwa sesaat setelah terjadinya gerakan rolling model kapal, benih-benih ikan tersebut hanya diam saja tanpa menggerakkan siripnya di dasar air di dalam model palka. Gambar 58 Rata-rata posisi ikan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling. Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa perubahan aktivitas dan posisi benih ikan di dalam model palka setelah dilakukannya simulasi gerakan rolling tidak terlalu nyata. Pernyataan ini diperkuat dari hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa aktivitas dan posisi benih ikan di dalam palka tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah simulasi rolling Lampiran 6. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan rolling tidak mempengaruhi kondisi benih ikan di dalam palka. Kondisi ini diduga disebabkan karena tidak terlalu bergesernya posisi benih ikan di dalam palka saat terjadinya gerakan rolling . Tidak terlalu bergesernya posisi benih ikan selama terjadinya gerakan rolling diperkirakan karena tertahannya pergerakan air oleh sirip peredam yang di pasang di dinding dalam model palka. 2 Dampak terhadap konsentrasi oksigen terlarut Pengukuran terhadap konsentrasi oksigen terlarut dilakukan pada air laut yang terdapat di dalam model palka yang berisi benih ikan dan air laut di dalam model palka yang tidak berisi benih ikan. Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dilakukan sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling. Hasil pengukuran terhadap konsentrasi oksigen terlarut, disajikan pada Gambar 59 dan 60. Gambar 59 Nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling tanpa benih ikan di dalam model palka Pada Gambar 59 terlihat bahwa nilai konsentrasi oksigen terlarut di dalam air yang tidak berisi benih ikan, setelah terjadinya gerakan rolling cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan nilai konsentrasi oksigen terlarut sesudah gerakan rolling berkisar antara 0,1 – 0,6 mg O 2 liter. Dari hasil uji statistik lampiran 7, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling pada model palka yang tidak berisi benih ikan. Diduga bahwa peningkatan nilai konsentrasi oksigen terlarut setelah terjadinya gerakan rolling disebabkan karena keberadaan sirip peredam yang dipasang di dinding dalam model palka. Pada saat gerakan rolling terjadi, permukaan air bergerak menuju ke arah kemiringan model kapal. Akan tetapi keberadaan sirip peredam menahan pergerakan air tersebut. Pada saat gerakan air tertahan oleh sirip peredam, terjadilah turbulensi air di sepanjang sirip peredam yang berada di lintasan pergerakan air. Turbulensi air inilah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut. Konsentrasi oksigen terlarut juga cenderung meningkat pada air laut yang terdapat di dalam model palka yang berisi benih ikan setelah dilakukannya simulasi gerakan rolling sebagaimana disajikan pada Gambar 60. Perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut yang terjadi berkisar antara 0,1 – 0,3 mg O 2 liter. Pada grafik yang terdapat pada Gambar 60 terlihat bahwa pada umumnya terjadi peningkatan konsentrasi oksigen terlarut antara 0,1 – 0,3 mg O 2 liter, walaupun demikian pengurangan nilai konsentrasi oksigen terlarut pun terjadi pada beberapa pengukuran, yaitu sebesar 0,1 mg O 2 liter. Selain itu terdapat pula hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut yang tidak mengalami perubahan antara sebelum dan sesudah gerakan rolling. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena adanya penggunaan oksigen terlarut yang berbeda oleh benih-benih ikan yang terdapat di dalam model palka setelah terjadinya gerakan rolling. Fenomena ini diperkuat dari hasil uji statistik Lampiran 7 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai konsentrasi oksigen sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling pada model palka yang diisi benih ikan. Gambar 60 Rata-rata nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah simulasi gerakan rolling dengan ikan di dalam model palka Walaupun terjadi perubahan nilai konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah gerakan rolling, akan tetapi pada pengukuran 4 jam setelah simulasi gerakan rolling dilakukan, konsentrasi oksigen terlarut di dalam model palka kembali normal yaitu berkisar antara 5,4 – 6,8 mg O 2 liter sesuai hasil pengukuran pada sub sub bab 5.4.3.2 1.

5.5 Kajian Ulang Tingkat Risiko Terhadap Hasil Kajian Mitigasi Risiko

Kajian terhadap mitigasi risiko yang disarankan telah dilakukan. Berdasarkan hasil kajian tersebut menyimpulkan bahwa: 1 Desain palka berbentuk kotak yang dilengkapi dengan sirip peredam mampu mengurangi efek free surface yang timbul pada saat terjadi gerakan rolling dan sesudah terjadinya gerakan rolling. Selain itu, keberadaan sirip peredam mampu meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut saat terjadinya gerakan rolling, yaitu sebesar 0,1 – 0,6 mg O 2 liter. 2 Sistem kombinasi resirkulasi-aerasi sebagai sistem pemeliharaan kualitas air menunjukkan kinerja yang stabil dalam menjaga dua parameter fisik air laut yang terdiri dari konsentrasi oksigen terlarut dan suhu air laut, serta dua parameter kimia air laut yang terdiri dari nilai pH dan NH 3 un-ionized. Bahkan setelah palka kapal diisi dengan benih ikan kerapu bebek dalam uji coba mitigasi risiko yang disarankan, keempat parameter yang diukur tersebut memiliki kisaran nilai yang masih sesuai dengan kebutuhan benih ikan kerapu bebek berdasarkan hasil studi literatur. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kombinasi resirkulasi-aerasi dapat mendukung kebutuhan benih ikan kerapu bebek selama proses transportasi. 3 Penentuan densitas benih ikan berdasarkan kebutuhan konsumsi oksigen individu benih ikan dan ketersediaan oksigen terlarut di dalam air menjamin kecukupan kebutuhan oksigen bagi benih ikan selama di dalam palka. 4 Hasil uji coba terhadap unit percobaan yang menerapkan mitigasi risiko yang disarankan, yaitu menggunakan model palka berbentuk kotak yang dilengkapi dengan sirip peredam dan juga dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi- aerasi sebagai sistem pemeliharaan kualiatas air, serta densitas benih ikan yang sesuai dengan kebutuhan oksigen individu ikan, menunjukkan bahwa tingkat ketahanan hidup benih ikan yang diuji coba mencapai 100 untuk simulasi transportasi selama 48 jam perjalanan. Oleh karena itu, maka kajian ulang tingkat risiko terhadap hasil kajian mitigasi risiko memiliki tujuan khusus yaitu: 1 Menentukan kembali tingkat risiko KPIH yang menerapkan hasil kajian mitigasi risiko terhadap survival ratio benih ikan kerapu bebek 2 Menentukan modifikasi KPIH ‘Opened hull’ sesuai dengan hasil kajian mitigasi risiko. Berdasarkan hasil kajian dan uji coba kajian mitigasi risiko sebagaimana dipaparkan kembali di atas, dengan mengacu pada kriteria dampak dan probabilitas sebagaimana yang telah disajikan pada Tabel 5 – 10 dalam Bab 4, maka penilaian dampak dan probabilitas terhadap hasil kajian mitigasi risiko tersebut apabila diterapkan pada KPIH akan memberikan penilaian sebagaimana disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Penilaian dampak dan probabilitas terhadap risiko KPIH yang akan menerapkan hasil kajian langkah mitigasi risiko Jenis Dampak Tingkat Jenis Probabilitas Tingkat Finansial 1 Efek free surface 2 Sistem pemeliharaan kualitas air 1 Pencemaran air laut di dalam palka 1 Densitas benih ikan 1 Penilaian Dampak 1 Penilaian Probabilitas 1 Penilaian dampak dan probabilitas terhadap risiko, masing-masing menghasilkan nilai 1. Hal ini disebabkan karena semua jenis dampak dan hampir semua jenis probabilitas memiliki nilai 1. Secara teoritis, risiko adalah fungsi dari kemungkinan dan dampak sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Kristiansen 2005 dan Ramli 2010. Apabila dianggap tingkat risiko adalah proporsional terhadap setiap dampak dan kemungkinannya, maka fungsi risiko pada dasarnya adalah sebuah perkalian sebagai berikut: Risiko = dampak