Amoniak tak terionisasi NH

Tabel 19 Rata-rata hasil pengukuran NH 3 un-ionized mgliter Contoh air saat di Sistem pemeliharaan kualitas air Resirkulasi-aerasi Resirkulasi Aerasi Awal 0,013 0,013 0,013 Tengah 0,009 0,008 0,015 Akhir 0,015 0,011 0,025 Gambar 44 menunjukkan nilai NH 3 un-ionized dari setiap contoh air yang diambil di awal, tengah dan akhir pengamatan. Pada grafik terlihat bahwa sistem kombinasi resirkulasi-aerasi dan sistem resirkulasi yang sama-sama dilengkapi dengan sistem filter, menunjukkan kecenderungan yang sama. Pada kedua sistem tersebut, konsentrasi NH 3 un-ionized di tengah pengamatan cenderung menurun, dan kembali meningkat pada akhir pengamata. Penurunan jumlah konsentrasi NH 3 un-ionized terbesar saat di tengah pengamatan terjadi pada air laut yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi yaitu sebesar 0,005 mgliter. Adapun penurunan jumlah konsentrasi NH 3 un- ionized terkecil terjadi pada air laut yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi yaitu sebesar 0,004 mgliter. Akan tetapi peningkatan konsentrasi NH 3 un-ionized di akhir pengamatan, peningkatan terbesar terjadi pada air laut yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi, yaitu sebesar 0,006 mgliter. Adapun peningkatan konsentrasi NH 3 un-ionized di dalam air laut yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi sebesar 0,003 mgliter. Lain halnya dengan konsentrasi NH 3 un-ionized pada air laut yang dilengkapi dengan sistem aerasi terus mengalami peningkatan mulai dari awal hingga akhir pengamatan. Berdasarkan kondisi perubahan jumlah konsentrasi NH 3 un-ionized di awal, tengah dan akhir pengamatan di setiap sistem pemeliharaan kualitas air, terlihat bahwa keberadaan filter dan air stone diduga memiliki peranan dalam setiap fenomena perubahan jumlah konsentrasi NH 3 un-ionized di ketiga sistem pemeliharaan kualitas air tersebut. Peranan filter dalam sistem pemeliharaan kualitas air dipastikan dapat mereduksi jumlah konsentrasi NH 3 un-ionized di dalam air. Akan tetapi timbulnya gelembung udara yang disebabkan oleh keberadaan air stone di dalam model palka, diduga sebagai pemicu terjadinya peningkatan aktivitas mikro organisme yang telah ada di dalam air. Meningkatnya aktivitas suatu organisme, umumnya disertasi dengan meningkatnya ekskresi dari organisme itu sendiri. Apabila konsetrasi amoniak pada lingkungan meningkat, maka ekskresi amoniak pada ikan akan menurun sehingga kadar amoniak dalam darah dan jaringan akan meningkat. Ikan yang terus menerus terekspos amoniak pada kosentrasi lebih dari 0,02 mgliter, dapat menurunkan ketahanan hidup ikan terhadap penyakit Boyd, 1992. Mengacu pada kadar amoniak sebagaimana dijelaskan oleh Boyd 1992, sistem aerasi dikhawatirkan tidak dapat menahan peningkatan kadar amoniak di dalam air. Terlebih pada saat pengukuran amoniak di akhir pengamatan, kadar amoniak dalam air laut di dalam model palka yang masih belum diisi ikan, telah mencapai nilai 0,025 mgliter.

5.2.4 Kadar pH Kadar pH dalam air berperan penting dalam menjaga kelangsungan metabolisme

dan fisiologi biota yang hidup di dalam air Parra and Baldisserotto. 2007. Kadar pH yang ekstrim memberikan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan Zweigh et.al, 1999, dan terkadang dapat mengakibatkan kematian massal dalam suatu budidaya ikan. Perubahan kadar pH yang ekstrim bagi suatu organisme air dapat menyebabkan kemerosotan fungsi jaringan pada insang dan meningkatkan produksi lendir, yang pada akhirnya akan membunuh ikan karena ikan mengalami sesak napas asphyxia Boyd, 1990 dalam Filho et.al, 2009. Tingkat sensitifitas ikan terhadap kadar pH yang ekstrim sangat bervariasi, tergantung kepada jenis ikan dan usia ikan larva, juvenil atau dewasa Lloyd and Jordan, 1964 dalam Filho et.al, 2009. Filho et.al 2009 dalam penelitiannya tentang pengaruh kadar pH dalam air terhadap ketahanan hidup larva Prochilodus lineatus, menunjukkan bahwa larva tersebut dapat bertahan hidup pada kisaran pH antara 4,8 – 9,2. Pada Tabel 20 disajikan hasil pengukuran pH pada setiap kombinasi perlakuan. Untuk mempermudah penilaian, maka nilai pH hasil pengukuran disajikan dalam bentuk grafik sebagaimana tertera pada Gambar 45. Gambar 45 Fluktuasi nilai pH hasil pengukuran selama 24 jam pengamatan Tabel 20 Nilai pH hasil pengukuran selama 24 jam pengamatan Jam Sistem pemeliharaan kualitas air Resirkulasi-aerasi Resirkulasi Aerasi 7:30 8,02 8,09 8,15 10:30 8,03 8,08 8,18 13:30 8,04 8,07 8,19 16:30 8,07 8,01 8,20 19:30 8,04 7,98 8,16 22:30 8,08 7,99 8,18 1:30 8,08 7,98 8,16 4:30 8,08 7,99 8,17 Kisaran: 8,02-8,08 7,98-8,09 8,15-8,20 Rata-rata: 8,06 8,02 8,17 Berdasarkan grafik yang disajikan pada Gambar 45, nampak terlihat bahwa nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi- aerasi dengan sistem resirkulasi tidak berbeda siknifikan. Lain halnya dengan nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem aerasi, menunjukkan adanya perbedaan yang cukup siknifikan dengan nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem kombinasi resirkulasi-aerasi dan sistem resirkulasi. Hal ini dipertegas dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Tukey Beda Nyata Jujur yang disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan rata-rata nilai pH sebagaimana disajikan pada Tabel 20, terlihat bahwa nilai pH air laut di dalam model palka yang dilengkapi dengan sistem aerasi