Latar Belakang Desain palka kapal pengangkut ikan ditinjau dari aspek teknis, mitigasi risiko dan ketahanan hidup ikan
Lamanya waktu transportasi benih ikan dengan sistem tertutup tersebut, biasanya tidak lebih dari 6 jam.
Walaupun sistem transportasi yang umum dilakukan untuk mengangkut benih ikan adalah dengan sistem tertutup, akan tetapi ada juga yang telah menggunakan sistem
terbuka untuk mengangkut benih ikan kerapu. Pengangkutan benih ikan kerapu dengan sistem terbuka dilakukan dengan menggunakan kapal pengangkut ikan hidup KPIH.
KPIH tersebut dilengkapi dengan palka yang digunakan untuk menampung benih ikan selama perjalanan. Untuk menjaga kualitas air laut di dalam palka, maka di bagian
bawah kapal dilengkapi dengan lubang untuk memasukkan air laut ke dalam palka inlet dan lubang untuk mengeluarkan air laut ke luar palka outlet. Proses masuk dan
keluarnya air laut ke dalam dan keluar kapal terjadi pada saat kapal melaju, sehingga sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka adalah sistem sirkulasi. Dalam
pembahasan selanjutnya, KPIH tersebut disebut dengan KPIH ‘Opened hull’. Pengistilahan ini dikarenakan adanya lubang inlet dan outlet yang mengakibatkan
adanya bagian kasko kapal yang terbuka. Sebenarnya, penggunaan KPIH ‘Opened hull’ sebagai moda transportasi ikan hidup telah umum dilakukan, yaitu untuk mengangkut
ikan-ikan berukuran konsumsi berkisar antara 450 – 1.000 gram per ekor untuk ikan kerapu. Walaupun penggunakan KPIH tersebut lebih umum digunakan untuk
mengangkut ikan berukuran konsumsi, akan tetapi ada juga yang menggunakan KPIH ‘Opened hull’ untuk mengangkut benih ikan, seperti yang dilakukan oleh pemilik
Keramba Jaring Apung KJA di Kepulauan Natuna. Benih ikan yang diangkut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’ tersebut adalah benih ikan yang berukuran minimal
16 cm TL per ekor dengan berat benih ikan sebesar 50 gram per ekor. Pengangkutan benih ikan tersebut dengan menggunakan KPIH ‘Opened hull’ terkadang hanya
menghasilkan nilai survival ratio sebesar 80 saat menempuh perjalanan dari Batam ke Kepulauan Natuna. Bahkan adapula pemilik KJA di Batam yang berani mengangkut
benih ikan kerapu berukuran TL kurang dari 8 cm dengan menggunakan KPIH, dimana benih tersebut diangkut dari balai pembenihan ikan kerapu di Situbondo dan dibawa ke
Batam. Akan tetapi data survival ratio benih ikan dalam transportasi tersebut tidak dapat diperoleh. Kuat dugaan bahwa transportasi benih ikan berukuran TL 8 cm yang
diangkut dengan KPIH ‘Opened hull’ memiliki tingkat survival ratio yang rendah. Dugaan ini mengacu pada FishVet.Inc 2000 yang menyebutkan bahwa benih ikan
sangat rentan terhadap penyakit, terlebih jika benih berukuran semakin kecil. Penyakit
dapat muncul apabila kualitas air laut di habitat ikan buruk. Sistem sirkulasi yang diterapkan sebagai sistem pemeliharaan kualitas air laut di dalam palka KPIH ‘Opened
hull ’ mengakibatkan kualitas air laut di dalam palka seringkali berubah sesuai dengan
kualitas air laut yang dilalui oleh kapal selama bergerak. Seringnya perubahan kualitas air laut yang masuk ke dalam palka mengakibatkan ikan yang terdapat di dalam palka
tersebut harus seringkali melakukan adaptasi terhadap perubahan tersebut. Seringnya ikan melakukan adaptasi akan mengakibatkan ikan mengalami ‘exhausted’. Kondisi
inilah yang dijadikan alasan untuk menduga rendahnya tingkat survival ratio benih ikan kerapu berukuran TL 8 cm yang diangkut dengan KPIH ‘Opened hull’.
Pada kenyataannya, bagi petani budidaya pembesaran, pembelian benih ikan yang berukuran kecil lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan karena harga satu ekor
benih ikan kerapu ditetapkan berdasar panjang benih ikan itu sendiri. Biasanya harga beli benih ikan adalah berkisar antara Rp. 1.200 – Rp. 1.500 per cm. Pada umumnya,
pemilik KJA lebih mengutamakan membeli benih ikan berukuran kurang dari 8 cm TL per ekor. Sehingga diperkirakan harga beli benih ikan yang berukuran 7 cm berkisar
antara Rp. 8.400 – Rp. 10.500 per ekor benih ikan. Harga ini jauh lebih murah jika mereka membeli benih ikan berukuran 16 cm per ekor, yaitu berkisar antara Rp. 19.200
– Rp. 24.000 per ekor benih. Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu diadakan moda transportasi untuk
mengangkut benih ikan yang berukuran kecil dalam jumlah yang banyak dengan tingkat survival ratio
yang tinggi. Moda transportasi yang memungkinkan untuk mengangkut benih ikan dalam jumlah banyak dan jangkauan transportasi yang luas adalah dengan
menggunakan KPIH. Guna mewujudkan KPIH yang sesuai untuk mengangkut benih ikan kerapu
yang berukuran kecil, maka tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan desain KPIH berdasarkan kajian risiko operasional yang berkaitan dengan tujuan transportasi
benih ikan, yaitu mempertahankan nilai survival ratio benih ikan yang diangkutnya hingga 100 .
Pewujudan KPIH yang dapat mengangkut benih ikan kerapu bebek berukuran kecil tersebut, selain diharapkan dapat mengangkut benih ikan kerapu bebek dalam
jumlah besar dan dengan tingkat survival ratio yang tinggi, juga diharapkan dapat mencapai lokasi budidaya pembesaran yang terdapat di pulau-pulau kecil di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan Rumusan RAKORNAS Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2007 yang menetapkan beberapa kebijakan dalam pengelolaan perikanan dan
kelautan di Indonesia yaitu pemberdayaan pulau-pulau kecil di Indonesia terutama pulau-pulau kecil di perbatasan Indonesia dengan negara lain.
Penelitian tentang kapal perikanan telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan terhadap kapal perikanan didominasi oleh penelitian yang
hanya mengkaji aspek teknis. Demikian pula saat pembangunan kapal, penentuan desain kapal lebih difokuskan pada kelaiklautan kapal ditinjau dari aspek teknis. Adapun
penelitian tentang transportasi ikan hidup, didominasi oleh penelitian tentang metode transportasi dan tidak menyinggung moda transportasi. Dalam penelitian ini, akan
dikaji moda transportasi berupa kapal pengangkut ikan hidup yang laiklaut secara teknis dan dengan mempertimbangkan aspek biologis yang berupa kebutuhan benih ikan
selama transportasi.